Arogansi Intelektual Mereka yang Mengaku Sarjana Hukum

Akhir kata, terimakasih atas segala perhatian pengunjung situs ini, dan pada akhirnya penulis putuskan untuk tidak melanjutkan berbagi artikel hukum dalam publikasi ini.
Penyebabnya, seorang bernama NATASHA PRILLEGI, alumni Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran angkatan 2006, dari http://macankampusunpad.blogspot.com, telah membuat komentar yang sangat menyakitkan hati penulis.
Kurang lebih komentar beliau atas situs yang penulis asuh ini, menyatakan bahwa penulis sorang cum laude yang tidak kompeten dan kualitas legal opinion penulis yang menyesatkan karena baginya setiap penerima kuasa yang dalam surat kuasa, bersifat tanggung renteng, sekalipun penerima kuasa dalam surat kuasa lebih dari satu orang.
Pasal KUHPerdata manakah yang menyatakan bahwa penerima kuasa yang lebih dari satu orang dalam satu surat kuasa bersifat tanggung renteng?
Dalam Legal Opinion tersebut, penulis mencoba mengedukasi masyarakat, akan bahaya model surat kuasa dengan lebih dari satu penerima kuasa, karena akan terjadi lempar tanggung jawab, dimana penerima kuasa satu berasumsi kawan penerima kuasa lainnya telah atau akan menyelesaikan amanat dari pemberi kuasa. Ternyata, tidak satupun. Akhirnya, kontraproduktif terhadap hasil yang dapat dicapai.
Untuk apa menggugat para penerima kuasa jika lebih baik sedari awal jelas satu orang pihak saja yang merupakan penerima kuasa. Toh, jika penerima kuasa tidak dapat melaksanakan karena berhalangan, ia dapat membuat surat kuasa substitusi, tapi pemberi kuasa dapat tenang karena penerima kuasa akan merasa bertanggung jawab penuh atas mandat, dan penerima surat kuasa pun tetap bertanggung jawab atas segala tindakan penerima kuasa substitusi.
Penulis jelaskan pula dalam legal opinion tersebut, KECUALI surat kuasa untuk sebuah kantor hukum, meski penerima kuasa lebih dari satu orang, namun mereka semua (notabene karyawan/staf dari kantor hukum) menjadi satu kesatuan dimana yang bertanggung jawab adalah pimpinan dari kantor hukum tersebut, sehingga tidak mengkhawatirkan pemberi kuasa dalam meminta pertanggungjawaban. Namun bagaimana jika surat kuasa bukan untuk kantor hukum? Disinilah penulis angkat masalahnya, misal penerima kuasa dalam satu surat kuasa khusus terdiri dari sepuluh penerima kuasa, siapa yang harus bertanggung jawab sementara masing-masing penerima kuasa adalah saling mandiri? Sejauh pengamatan penulis, belum ada aturan yang menyatakan tegas bahwa mereka menjadi tanggung renteng. Karena overlaping bila dikonstruksikan, pemberi kuasa juga memberi surat kuasa kepada A, misal, lalu esoknya untuk hal yang sama juga dibuat surat kuasa lagi kepada B, maka siapa yang akan bertanggung jawab bila ada dua penerima kuasa dengan surat kuasa terpisah? KUHPerdata menjelaskan penerima dalam surat kuasa terbaru yang bertanggungjawab, namun bila surat kuasa hanya satu, dan penerima kuasa ada sepuluh orang, misal, maka aturan mana yang mengatur?
Penulis mencoba membuka wawasan, namun dikatakan sebagai cum laude kacangan yang menyesatkan. Sungguh menyakitkan.
Sayangnya, niat baik dan upaya penulis dihina dan diijak habis-habisan oleh PACIS yang mengaku dari Padjadjaran demikian.
Telah banyak penulis menolong para pembaca lewat publikasi situs ini, mulai dari mahasiswa yang meminta konsultasi langsung guna keperluan skripsi, masyarakat umum yang meminta konsultasi dan tanggapan hukum, penulis apresiasi dan penulis mendapat banyak apresiasi dan ucapan terimakasih pula dari masyarakat.
Namun, orang “super jenius dari Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran” yang telah menginjak harga diri penulis dalam komentar di situs ini menyatakan bahwa legal opini penulis menyesatkan dan gelar cum laude penulis sebagai kacangan, sangatlah merendahkan martabat.
Sebelum ini penulis banyak menerima permohonan konsultasi dari para mahasiswa, mulai dari mahasiswa Universitas Indonesia, termasuk mahasiswa dari Padjadjaran itu sendiri. Namun, sejak kejadian yang sangat menginjak harga diri penulis, penulis putuskan untuk mem-black-list mahasiswa ataupun alumnus lulusan Padjadjaran. Penulis tidak akan meladeni orang semacam itu dan akan menutup pintu bagi lulusan Padjadjaran, terimakasih kepada PACIS yang telah menghina penulis, mata penulis kini terbuka akan kualitas preman kampungan dari lulusan Padjadjaran tersebut.
Banyak yang ingin penulis sharing dengan situs ini, sangat banyak. Namun inilah akhirnya. Penulis hentikan.
Terimakasih.

Note: Pasal 1804 KUHPerdata: "Bila dalam satu akta diangkat beberapa penerima kuasa untuk suatu urusan, maka terhadap mereka tidak terjadi suatu perikatan tanggung-menanggung, kecuali jika hal itu ditentukan dengan tegas dalam akta."
Ketika seorang sarjana hukum dengan mudah melontarkan hinaan terhadap legal opini seorang konsultan hukum lainnya, maka sungguh disayangkan. Bila seorang sarjana hukum saja tidak menguasai ketentuan hukum tertulis yang paling dasar seperti KUHPerdata, maka kita dapat mempertanyakan kualitas lulusan almamater yang bersangkutan. Masih teringat jelas dalam memori kita, bagaimana doktor hukum lulusan Universitas Padjadjaran seperti Akil Mochtar dan Patrialis Akbar, menjadi hakim yang menjelma calo di Mahkamah Konstitusi. Menumbuhkan dan mendidik moril memang tidak pernah semudah mencetak sarjana hukum.