LEGAL OPINION
Question: CV (Commanditaire Vennootschap / Persekutuan Komanditer) katanya hanyalah sebentuk badan usaha, bukan badan hukum, sehingga yang dapat digugat dan menggugat ialah pengurus aktif dari CV tersebut. Masalahnya kini kami hanya tahu nama CV yang hendak kami gugat, namun kami tidak tahu nama persisnya dari pengurus aktif CV tersebut untuk kami gugat. Apakah dibenarkan oleh praktik peradilan bila kami menjadikan nama CV serta tempat kedudukan CV sebagai pihak tergugat tanpa menyebutkan nama dan alamat pengurus aktifnya? Saya tak tahu apakah pihak CV tersebut yang selama ini berbisnis dengan saya adalah selaku karyawan ataukah direktur dari CV, itupun kalau hanya inisial saja yang belum tentu sama dengan nama dalam KTP.
Brief Answer: Sebaiknya dicari tahu siapa nama pengurus aktif dari CV bersangkutan, semisal dengan meminta keterangan secara tertulis dari pengadilan negeri setempat, oleh sebab akta pendirian dan perubahan anggaran dasar setiap CV terdaftar pada pengadilan negeri. Hal ini guna menghindari eksepsi/tangkisan oleh pihak lawan. Namun hakim perlu bersikap rasional, dalam arti digugatnya suatu CV maka secara sendirinya diartikan setiap pengurus aktif CV juga turut menjadi tergugat, karena memang bukan perkara mudah mencari tahu nama pengurus aktif CV disertai setiap alamat domisili dari masing-masing pengurusnya.
PEMBAHASAN:
Sebagai salah satu ilustrasi bagaimana CV digugat tanpa menyertakan nama setiap pengurus aktifnya, dapat ditemukan dalam putusan Mahkamah Agung tingkat kasasi sengketa hubungan industrial register Nomor 81 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 15 Maret 2016, antara:
- CV. WIJAYA PUTRA, selaku Pemohon Kasasi, semula Tergugat; melawan
- RACHMAT, sebagai Termohon Kasasi, dahulu Penggugat.
Penggugat merupakan karyawan Tergugat bagian manager operasional yang bekerja sejak tanggal 2001. Saat ini usia Penggugat sudah 61 (enam puluh satu) tahun dan menderita penyakit yang biasa melanda lansia yang seringkali kambuh, sehingga membutuhkan istirahat yang cukup.
Kendala berupa penyakit usia tua juga pernah kambuh pada saat Penggugat sedang bekerja di kantor bahkan sampai pingsan dan dibawa ke rumah sakit untuk dirawat. Karenanya mengingat keadaan yang sedemikian ini maka pada tanggal 5 Mei 2014 Penggugat mengajukan surat permohonan pensiun sebagai karyawan Tergugat.
Surat permohonan pensiun Penggugat ternyata tidak mendapat tanggapan positif dari Tergugat, sehingga Penggugat mengirim lagi surat permohonan pensiun pada Tergugat berturut-turut tanggal 26 Mei 2014 dan tanggal 25 Surabaya 2014, akan tetapi Tergugat tidak pernah memberikan tanggapan positif apapun baik dengan memberikan pesangon maupun memberikan surat pengalaman kerja yang menjadi hak Penggugat sebagaimana seharusnya, padahal Penggugat sudah mengabdi sebagai karyawan Tergugat selama 13 (tiga belas) tahun lamanya.
Penggugat pernah menghubungi Tergugat untuk menanyakan kelanjutan proses permohonan pensiun Penggugat baik melalui SMS, telepon, atau datang ke perusahaan Tergugat, juga pun melalui pihak ketiga, dan karena tidak menemukan penyelesaian maka Penggugat mengajukan bantuan mediasi ke Kantor Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Malang, yang akhirnya pihak Disnaker memberikan anjuran dengan suratnya, dengan substansi:
“Menganjurkan:
1. Agar perusahaan memutus hubungan kerja dengan Bapak Rachmat Wagir karena alasan pensiun terhitung mulai tanggal 1 Surabaya 2014;
2. Agar perusahaan memberikan kepada pekerja uang sebesar:
a. pesangon : 9 x Rp.4.000.000,- = Rp. 36.000.000,-
b. uang penghargaan masa kerja: 5 x Rp.4.000.000,- = Rp. 20.000.000,-
c. uang ganti kerugian dan perumahan : 15% x (a + b) = Rp. 8.400.000,-
Jumlah = Rp. 64.400.000,- (enam puluh empat juta empat ratus ribu rupiah);
3. Agar perusahaan memberikan surat pengalaman kerja kepada Bpk. Rachmat;
4. Agar para pihak atau salah satu pihak dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya bilamana salah satu pihak atau para pihak menolak anjuran ini.”
Penggugat tidak berkeberatan terhadap anjuran dari Disnaker sekedar mengenai PHK antara Penggugat dan Tergugat, akan tetapi berkeberatan dengan perhitungan uang pesangon yang sudah seharusnya diterima oleh Penggugat karena tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 167 ayat (5) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Oleh karena usia Penggugat sudah 61 tahun maka dengan menunjuk ketentuan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja jo. PERMENAKER Nomor 2 Tahun 1995, secara yuridis Penggugat sudah pantas untuk mengajukan pensiun seperti diatur dalam ketentuan Pasal 167 ayat (1) UU Ketenagakerjaan di satu pihak, sedangkan di lain pihak selama Penggugat bekerja sebagai karyawan Tergugat, Penggugat tidak pernah diikutsertakan dalam program Jamsostek maupun program jaminan hari tua, maka menurut UU Ketenagakerjaan pesangon diberikan sebesar 2 (dua) kali nilai ketentuan normal.
Pihak Tergugat mengajukan bantahan, dengan menyatakan gugatan Penggugat adalah cacat karena mengklaim bahwa Penggugat telah memasuki usia pensiun, maka tanpa ada surat permohonan sekalipun tentunya sudah dapat langsung tidak bekerja di kantor Tergugat, karena telah pensiun. Oleh karena itu maka yang harus dituntut adalah mengenai pesangon sebagai perselisihan hak, akan tetapi dalam petitum meminta untuk dilakukan pemutusan hubungan kerja (sengketa PHK).
Tergugat kembali mendalilkan, Tergugat didirikan dengan nama CV.Wijaya Putra berdasarkan Akta Notaris pada tanggal 6 Januari 2009. Maka secara tidak langsung CV. Wijaya Putra didirikan sejak tahun 2009, sehingga sampai dengan gugatan ini diajukan, umur CV. Wijaya Putra baru mencapai 6 (enam) tahun, oleh karena itu tentunya tidak ada pekerja di CV. Wijaya Putra dengan masa kerja lebih lama dari usia CV. Wijaya Putra.
Motif utama Tergugat dapat disimpulkan ketika kita simak dalil Tergugat sebagai berikut:
“Bahwa akan tetapi apabila Penggugat masih tetap tidak bersedia untuk bekerja lagi di tempat Tergugat maka mohon Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini untuk memberikan putusan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan kategori mengundurkan diri bagi Penggugat;”
Terhadap gugatan tersebut PHI Surabaya telah memberikan putusan Nomor 53/G/2015/PHI.Sby tanggal 23 September 2015 dengan pertimbangan hukum serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa sesuai ketentuan hukum yang berlaku pada Bagian Kedua, Bab Ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) dari Pasal 19 sampai dengan Pasal 35, di samping itu berlaku ketentuan umum dakam Pasal 15 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) sebagai hukum positif yang mengatur tentang Persekutuan Komanditer/CV (Commanditaire Vennootshap/Persekutuan Firma), maka dapat diketahui bila CV bukan merupakan badan hukum, oleh karenanya CV bukan merupakan badan hukum maka yang bertanggung jawab dan dapat menggugat dan juga dapat digugat adalah pengurus dan bukan CV-nya (vide : dalam buku “Kedudukan Perusahaan sebagai Subyek Dalam Gugatan Perdata di Pengadilan”, oleh Gatot Supramono, S.H., M.Hum., hal. 146, Penerbit PT. Rineka Cipta, 2007 dan Buku “Maatschap Firma dan Persekutuan Komentiter”. Oleh Prof.Dr Rudhi Prasetya, S.H., hal 10, Penerbit PT. Citra Bakti Bandung, 2002).
“Menimbang, bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 879K/Sip/1974 menentukan bahwa CV. ataupun Firma belum merupakan badan hukum dan belum merupakan subjek hukum yang tersendiri terlepas dari anggota persero pengurus sehingga tidak dapat melakukan perbuatan hukum sendiri, oleh karena itu yang dapat melakukan perbuatan melawan hukum adalah anggota pengurus dan apabila CV. bertindak mengajukan gugatan kepada pihak lain atau jika ditarik sebagai Tergugat, yang menggugat dan Tergugat bukan CV. tetapi anggota persero pengurusnya;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas dan bukti surat Penggugat yang diberi tanda P-10 yakni Surat pekerja a.n Rachmat kepada Handoko Santoso tertanggal 5 Mei 2014 perihal : Permohonan Pensiun maka Majelis Hakim berpendapat identitas Tergugat adalah sesuai dengan surat permohonan pensiun Penggugat yang ditujuhkan kepada Bapak Handoko Santoso selaku pimpinan CV. Wijaya Putra (P-10, P-11, P-12) sehingga gugatan Penggugat ditujukan kepada Bapak Handoko Santoso selaku pimpinan CV. Wijaya Putra sesuai dengan bukti surat Tergugat yang diberi tanda T-1 dan T-2 yakni akta pendirian CV. Wijaya Putra dengan demikian gugatan Penggugat memenuhi syarat formil gugatan”;
“Menimbang, bahwa berdasarkan bukti surat Penggugat yang diberi tanda P-10 yakni surat pekerja a.n Rahmat kepada Bapak Handoko Santoso tertanggal 5 Mei 2014 perihal : Permohonan pensiun, P-11 yakni surat pekerja a.n Rahmat kepada Handoko Santoso tertanggal 26 Mei 2014 perihal: konfirmasi permohonan pensiun dan P-12 yakni surat pekerja a.n Rahmat kepada Bapak Handoko Santoso tanggal 25 Agustus 2014 perihal : konfirmasi permohonan pensiun dan dalam jawaban gugatan Tergugat mendalilkan tidak bekerja sejak tanggal 12 April 2014 maka Majelis Hakim berpendapat hubungan kerja antara Penggugat dan Tergugat dinyatakan putus sejak tanggal 31 April 2014 sesuai ketentuan Pasal 1603 huruf h KUHPerdata karena Penggugat memenuhi usia pensiun dengan demikian masa kerja Penggugat adalah bekerja sejak tanggal 11 Juni 2001 (P-1) sampai dengan tanggal 31 April 2014 atau 12 tahun 10 bulan;
“Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan hubungan kerja antara Penggugat dan Tergugat putus sejak tanggal 31 April 2014;
3. Menghukum Tergugat membayar hak pemutusan hubungan kerja kepada Penggugat adalah uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak sebesar sebagai berikut:
Masa kerja : 11 Juni 2001 - 31 April 2014 = 12 tahun 10 bulan;
Upah per bulan = Rp.4.000.000,-;
Uang pesangon 2 x 9 x Rp.4.000.000,- = Rp. 72.000.000,-
Uang penghargaan masa kerja 5 x Rp.4.000.000,- = Rp. 20.000.000,-
Jumlah = Rp. 92.000.000,-
Uang penggantian hak 15% x (a+b) = Rp. 13.800.000,-
Jumlah = Rp.105.800.000,- Terbilang seratus lima juta delapan ratus ribu rupiah;
4. Menghukum Tergugat memberi surat pengalaman kerja untuk Penggugat;
5. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya;”
Tergugat mengajukan upaya hukum kasasi, dengan salah satu pokok keberatan:
a. PHI dalam pertimbangan hukumnya menyatakan “... oleh karenanya CV bukan merupakan badan hukum maka yang bertanggung jawab dan dapat menggugat dan juga dapat digugat adalah pengurus dan bukan CV-nya ...”—hal ini bertentangan dengan kenyataannya karena yang digugat oleh Penggugat adalah CV. Wijaya Putra, bukan Handoko Santoso Wijoyo selaku Direktur CV.
b. PHI juga menyatakan “... oleh karena itu yang dapat melakukan perbuatan melawan hukum adalah anggota pengurus dan apabila CV. bertindak mengajukan gugatan kepada pihak lain atau jika ditarik sebagai Tergugat, yang menggugat dan Tergugat bukan CV. tetapi anggota persero pengurusnya”. Pada sisi ini PHI berpendirian yang harus diajukan gugatan adalah anggota persero pengurusnya, namun pada sisi lain gugatan Penggugat yang menggugat CV tanpa menyertakan pengurusnya justru dikabulkan;
c. PHI tidak melihat dengan seksama berkas surat gugatan menyebutkan CV. Wijaya Putra sebagai Tergugat tidak ada nama anggota Pengurus Perseroan CV. Wijaya Putra, sehingga semestinya PHI menyatakan gugatan “tidak bisa diterima” karena yang di gugatan adalah CV. Wijaya Putra tidak menyebutkan identitas nama anggota pengurusnya. Seharusnya surat gugatan bila mengikuti pendapat PHI, maka yang menjadi Tergugat idalah “Saudara Handoko Santoso Wijayo selaku Direktur/Pimpinan CV. Wijaya Putra”.
Fakta hukumnya, dalam surat gugatan yang dijadikan Tergugat ialah CV. Wijaya Putra, bukan pribadi pengurus atau anggota pengurusnya. Terhadap permohonan kasasi tersebut, Mahkamah Agung membuat pertimbangan hukum serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap keberatan-keberatan tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa keberatan-keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 21 Oktober 2015 dan kontra memori kasasi tanggal 10 November 2015 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa terbukti hubungan kerja antara Penggugat dan Tergugat putus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan mewajibkan pihak Tergugat membayar uang pesangon, uang penghargaan msa kerja dan uang penggantian hak, berdasarkan ketentuan Pasal 167 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata bahwa Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: CV. WIJAYA PUTRA tersebut harus ditolak;
“M E N G A D I L I
“Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi CV. WIJAYA PUTRA tersebut,”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.