KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Tampilkan postingan dengan label SENI HIDUP. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label SENI HIDUP. Tampilkan semua postingan

Umat Agama Buddha Paling Jarang Berdoa Memohon dan Meminta, Mengapa?

Buddhisme Tidak Mengajarkan Umatnya menjadi PEMIMPI, namun menjadi Seorang PRAKTISI

Question: Umat agama samawi selama ini paling rajin berdoa, dimana isi doa-doanya ialah puja-puji setinggi langit kepada tuhan yang mereka sembah, dengan harapan agar doa-doa permohonan dan harapan mereka terwujud, semisal diberi ini dan diberi itu, diberi rezeki, diberi kesehatan, diberi kesuksesan, diberi surga, serta diberikan pengampunan dosa-dosa. Permohonan mereka tampak begitu irasional, mau dosa-dosa dihapus, tapi juga mau agar mereka makmur serta sejahtera. Apakah itu tidak berlebihan? Lalu, apakah umat agama Buddha, juga seperti itu praktik ritualnya?

Kerugian Terbesar menjadi Umat Agama Samawi Pecandu “PENGHAPUSAN DOSA”

Umat Agama Samawi Kudu Balas Dendam. Jika Tidak, Maka Merugi karena Percuma Lapor / Mengadu ke Allah jika Jadi korban dari Perbuatan Umat Agama Samawi Lainnya

Yang Hidup dari KORUPSI DOSA, akan Mati oleh KORUPTOR DOSA Lainnya

Question: Ada umat agama samawi, yang bilang bahwa kaum NON adalah kaum yang “merugi”, maksudnya itu apa?

Pilih yang RINGKAS-SINGKAT ataukah yang MENDALAM? Bahaya Dibalik Bergantung pada Aplikasi AI yang Perlu Kamu Tahu

Bagi Anda yang baru belajar suatu topik atau bidang tertentu, hati-hatilah terhadap “jebakan mental” bernama “instan” lewat artikel ringkas, video ringkas, audio ringkas, dan segala sesuatu yang sifatnya pendek alias singkat.

Jangan pernah melakukan “penghakiman” ataupun “operasi”, bila bekal Anda hanyalah berupa hal-hal yang bersifat “ringkas-singkat”—karena Anda bukanlah figur yang terampil.

Sebuah RAHASIA KESUKSESAN yang telah TERUJI KEBENARANNYA, namun Tidak Pernah Diajarkan oleh Sekolah maupun Perguruan Tinggi Bisnis Terkemuka Sekalipun

Sekolah Bisnis Terkemuka Sekalipun Tidak Pernah Benar-Benar Mengajarkan Anda RAHASIA DIBALIK KESUKSESAN

Question: Bila memang ikut seminar motivasi atau seminar bisnis, menjamin kesuksesan para pesertanya, maka mengapa sang motivator atau trainer bisnis ini tidak dijadikan menteri perdagangan saja? Mengapa masih terjadi krisis ekonomi sekalipun di masing-masing negara tidak pernah kekurangan para motivator maupun para trainer bisnis?

Mulai dari Penghapusan Dosa, Penghapusan Pidana, hingga Penghapusan Kredit Macet

Kabar Gembira bagi Pendosa = Kabar Buruk bagi Korban

Kabar Gemberi bagi Kriminil yang Dihapuskan Pidananya = Kabar Buruk bagi Korban

Kabar Gembira bagi Kreditor Nakal / Macet = Kabar Buruk bagi Wajib Pajak Pembayar Pajak

Question: Kabinet gemuk, warga pembayar pajak yang harus menanggungnya. Program pemerintah makan bergizi grat!s, terdengar populis, namun warga pembayar pajak juga yang harus menanggungnya. Begitupula program pemerintah “penghapusan kredit macet bagi usaha kecil dan menengah”, terkesan humanis yang juga populis mendongkrak citra pemerintah, namun lagi-lagi yang dibebani bebannya ialah warga pembayar pajak. Bukankah siapapun bisa, bangun infrastruktur ini dan itu, buat program ini dan itu, bila sumber dananya ialah dari berhutang maupun membebani masyarakat pembayar pajak?

SELF DETERMINATION dalam Perspektif Buddhisme

Kiat Cerdas Menyelamatkan Diri di Tengah Era Krisis Ekonomi Global dan Lokal

Orang Dungu Memakai Cara-Cara Bodoh, sementara Orang Cerdas Memakai Cara-Cara Bijak

Question: Ketika ekonomi rumah-tangga dan keluarga dijerat oleh kemiskinan, maka apa relevansinya merepotkan diri berbuat kebaikan? Lebih relevan sibuk mencari uang sebagai solusinya. Apakah salah secara moralitas maupun secara logika, orang-orang yang terjerat kemiskinan, lalu mencuri atau menipu atau bahkan merampas hak orang lain agar bisa bertahan hidup?

RAHASIA : Cara Menciptakan LUCK FACTOR, Jangan Pernah Sia-Siakan Kesempatan Menanam Benih Perbuatan Bajik

Si Dungu Meremehkan Peran Penting Perbuatan Baik, dan Memandang RITUAL SEBAGAI SUBSTITUSI PERBUATAN BAIK

Si Dungu Memandang Permata sebagai Sampah : Ciri-Ciri Orang Dungu, Nasibnya ialah Nasib Orang Dungu—Ciri-Ciri Menentukan Nasib

Baru-baru ini penulis menemui kenyataan yang membuka mata penulis perihal “Agama RITUAL Vs. Agama MERITOKRASI”, telah ternyata bisa tidak seiring sejalan dan tidak selalu relevan satu sama lainnya. Saat berkunjung ke suatu tempat yang masih asing bagi penulis, penulis mencoba mencari informasi dari warga sekitar, lalu mendapati adanya mobil yang terparkir di depan Masjid, dimana dari dalamnya keluar dua orang pria muda berpakaian seragam Pegawai Negeri Sipil (PNS) dari dalam mobil. Penulis mendekati mereka untuk bertanya jalan (butuh pertolongan yang sangat sederhana dan tidak akan menyita banyak waktu), “Permisi, numpang tanya,” penulis berkata dengan sopan. Namun, alangkah terkejutnya, respon kedua pria berbaju PNS (civil servant) tersebut membuat tanggapan sebagai berikut : “Mohon maaf, saya mau solat.”, dan seketika masuk ke dalam Masjid seolah diri mereka perlu melakukan sesuatu yang lebih penting daripada berbuat baik.

Orang Jahat seakan Kebal dari Buah Karma Buruk, Benarkah?

Cara Kerja Hukum Karma yang Jarang Diketahui oleh Orang-Orang Jahat maupun oleh Orang-Orang Baik

Ternyata, Hukum Karma Bekerja secara Pandang Bulu

Question: Mengapa ya, ada orang yang jahatnya begitu luar biasa jahat, sepanjang hidupnya hanya diisi oleh kesibukan berbuat kejahatan. Namun, anehnya, seakan terkesan seolah-olah ia kebal dari hukum karma, tidak kunjung berbuah karma buruk akibat perbuatannya sendiri? Tapi juga ada yang sebaliknya, seketika karma buruknya berbuah tidak lama setelah melakukan hal buruk. Mengapa demikian? Adakah penjelasannya dalam literatur Buddhistik?

Seni Hidup : Menghadapi CELAAN yang (Sayangnya) SALAH ALAMAT

Bukan Siapa yang Dicela, namun Siapa yang Mencela

Bukanlah Soal Apa yang Dikritik, namun Siapa yang Mengkritik

Bukanlah Jeritan Sakit Korban yang Patut Dipermasalahkan, namun Perbuatan Sang Pelaku

Salah alamat selalu membuahkan “petaka”, tidak terkecuali “surat cinta” yang salah alamat. Pernahkah Anda mengalami atau melihat langsung, korban yang justru dipersalahkan dan dikritik oleh masyarakat atau bahkan oleh si pelaku yang telah merugikan, menyakiti, maupun melukai sang korban? Pernahkah Anda mengalami atau melihat sendiri, korban yang justru dituding dan dituduh “maling teriak maling”, oleh sang pelaku yang jelas-jelas dan benar-benar menzolimi sang korban? Pernahkah Anda mengalami atau melihat dengan mata-kepala Anda, sang pelaku yang justru lebih galak daripada sang korban? Pernahkah Anda mengalami atau melihatnya, korban yang harus mengemis-ngemis pertanggung-jawaban sang pelaku yang merasa “tidak takut dosa” dengan sikap tidak bertanggung-jawab? Pernahkah Anda mengalami atau melihat realita, sang pelaku selama ini rajin beribadah dan tampil berbusana agamais, bahkan menjadi pemuka agama? Pernahkah Anda mengalami atau melihat kenyataan di lapangan, “IBLIS berbulu MALAIKAT”? Negeri ini, ironisnya, tidak pernah kekurangan “IBLIS berbulu MALAIKAT”.

Senantiasa Dihantui Ketidakpuasan dan Tidak akan Pernah dapat Terpuaskan, itulah Dukkha

Hidup adalah Dukkha, karena Tidak Pernah Ada Kepuasan Permanen

Semakin Besar Keserakahan, Semakin Besar Pula Ketidakpuasan. Lawan Kata dari Keserakahan ialah, Keterpuasan-Hati

Orang yang hebat, adalah mereka yang mampu mengendalikan indera, perbuatan maupun pikiran mereka sendiri, dengan berkata “cukup” (enough)—artinya, ia mampu melepas obsesi maupun dorongan keinginan dalam diri yang bersangkutan, mampu mengendalikan diri sendiri (self-control), memiliki “kepuasan hati”, serta berparadigma “yang ini sudah cukup lumayan”. Anda benar-benar yakin, apa yang selama ini Anda obsesikan, jika kelak Anda mampu meraihnya, Anda akan sungguh-sungguh terpuaskan, secara permanen? Faktanya, kecenderungan atau sifat alamiah seorang manusia ialah, kurang menghargai apa yang telah mereka miliki, tidak terkecuali terhadap apa yang kelak akan menjadi milik mereka (setelah mereka memerolehnya).

Seni Bertanya, Menjawab, dan Berbicara

Ciri Orang Menghargai atau Tidaknya Lawan Bicara, menurut Buddhisme

Kaitan / Korelasi antara IQ, EQ, dan SQ, Tinggi atau Rendahnya IQ Menentukan dan Memengaruhi Tinggi maupun Rendahnya EQ maupun SQ Diri Seseorang—Boleh Percaya (juga) Boleh Tidak Percaya

Peka atau sensitif terhadap perasaan lawan bicara, serta menghargai lawan bicara, merupakan keterampilan berkomunikasi yang paling mendasar, bila tidak dapat kita sebut sebagai berometer kapasitas EQ seseorang. Ternyata, mayoritas masyarakat kita di Indonesia masih tergolong memiliki tingkat EQ dibawah rata-rata—cobalah perhatikan fenomena keseharian kita dalam bersosialisasi dan berkomunikasi, sebagai contohnya ialah ketika lawan-bicara kita berbicara dengan kita, sekalipun dirinya mengetahui bahwa penulis beragama berbeda dengan yang bersangkutan, dalam setiap ucapan dan perbincangan ia selalu memakai istilah-istilah agama yang bersangkutan, sehingga membuat penulis merasa sedang “diperkosa agama”-nya, sekalipun Sumpah Pemuda telah menetapkan : “berbahasa satu, yakni Bahasa Indonesia” (bukan bahasa Arab, Inggris, maupun bahasa-bahasa dengan terminologi keagamaan tertentu).

Perbedaan antara Pembohong, Pembual, dan Penipu

Bila Pembohong Berbohong, maka Pembual Membual, dan Penipu Menipu

Question: Sering kita dengar istilah seperti tukang bohong (pembohong), pembuat bualan (pembual), dan penipuan (oleh penipu sebagai pelakunya), bukankah ketiganya ini sama saja maksud dan artinya?

Alasan Moral Pentingnya Punya BANYAK UANG, Lebih Banyak OPSI Terbuka bagi Kita untuk DIPILIH

This is All about SMART WORKING, Not HARD WORKING

Lebih Banyak Uang, Lebih Banyak Opsi untuk dapat Kita Pilih (Opsi untuk Dipilih), Itulah “the Power of MONEY

Boleh percaya namun juga boleh tidak, diantara masyarakat kita terdapat sebagian orang yang takut, alergi, serta memusuhi “keadaan sukses”, sekalipun, banyak tindak kriminalitas terjadi akibat minimnya kesuksesan yang dapat dicetak oleh sang kriminil dalam hidupnya. Percaya atau tidak, sebagian besar diantara kita yang terjebak dalam kemiskinan, menjauhi kekayaan maupun uang, karena memiliki paradigma keliru bahwa “uang adalah sumber kejahatan”, sekalipun realitanya kerapkali “kejahatan terjadi karena kekurangan uang”—atau setidaknya faktor kemiskinan batin sang pelaku, karenanya mental berkelimpahan adalah berkah itu sendiri.

NEGARA Vs. SIPIL, Menggugat Perbuatan Melawan Hukum Pemerintah ke Pengadilan Tata Usaha Negara

Perbuatan Aktif maupun Pasif Pemerintah (Sengaja ataupun Abai), merupakan Objek Gugatan Warga ke PTUN

Question: Bukanlah lucu, militer digaji dan diberi anggaran oleh negara yang bersumber dari pajak yang dibayar oleh masyarakat sipil, dengan tugas utama untuk melindungi rakyat sipil, namun justru bersikap arogan terhadap rakyat sipil dengan melakukan segala bentuk intimidasi dengan maksud menyerobot tanah milik kami secara “main hakim sendiri” (eigenrichting). Preman-preman berseragam loreng yang diberi kewenangan menggunakan tank dan peralatan tempur demikian, apa bisa kami gugat selaku warga yang telah sangat dirugikan (hak-hak sipil maupun keperdataannya) oleh perbuatan militer kita yang sudah meresahkan warga? Semestinya militer kita merasa malu, hanya beraninya mengintimidasi rakyat sipil, namun akan ciut nyalinya menghadapi militer negara asing, seolah-olah mereka memang hanya dilatih untuk beraninya terhadap sipil yang tidak bersenjata dan berdiri seorang diri, masih pula mereka mengintimidasi dengan menurunkan sejumlah personil tentara alih-alih “satu lawan satu”.

Alasan Surga dan Neraka Pasti Ada setelah Kematian

Jangankan Neraka, Penjara pun Banyak yang Tidak Percaya & Menantang sehingga Benar-Benar Dijebloskan ke Dalamnya

Untung dan Rugi menjadi Orang Baik ataupun Jahat, Sistem Merit sebagai Hukum Alam

Question: Apakah ada argumentasi yang cukup logis dan rasional, untuk membuktikan bahwa alam surga dan alam neraka memang ada bagi manusia setelah kematiannya?

SENI HIDUP : Bersikaplah Adil terhadap Diri Anda dengan Cara Bersikap Adil terhadap Orang Lain

Ketika Seseorang Tidak Menghargai dan Bersikap Tidak Adil terhadap Orang Lain, Sejatinya si Pelakunya sedang Mengutuk (Curse) Dirinya Sendiri

Menghargai Orang Lain dan Lawan Bicara, artinya Anda Menghargai Diri Anda Sendiri

Ketika seseorang tidak menghargai martabat ataupun eksistensi orang / warga lain yang hidup pada satu “global village” habitat maupun ekosistem bersama dirinya, maka sejatinya diri yang bersangkutan sedang tidak menaruh hormat terhadap dirinya sendiri. Begitupula, ketika kita gagal menghargai pribadi atau individu lainnya maupun lawan bicara, sejatinya kita sedang tidak menghargai diri kita sendiri. Terdengar klise, namun berapa banyak diantara kita yang benar-benar memahami makna dibaliknya, sehingga penulis merasa perlu untuk mengangkat topik ini secara khusus.