Alasan Surga dan Neraka Pasti Ada setelah Kematian

Jangankan Neraka, Penjara pun Banyak yang Tidak Percaya & Menantang sehingga Benar-Benar Dijebloskan ke Dalamnya

Untung dan Rugi menjadi Orang Baik ataupun Jahat, Sistem Merit sebagai Hukum Alam

Question: Apakah ada argumentasi yang cukup logis dan rasional, untuk membuktikan bahwa alam surga dan alam neraka memang ada bagi manusia setelah kematiannya?

Brief Answer: JIka memang ada alam “after life” semacam alam surgawi maupun alam neraka, maka sejatinya pastilah diterapkan “sistem merit” ala prinsip egalitarianisme dimana tidak sembarang orang bisa masuk ke surga dan sangatlah mudah bagi seseorang untuk tergelincir masuk ke dalam selokan bernama alam neraka—yang bagaikan air, secara alamiahnya mengalir ke arah bawah. Jika memang tidak ada surga ataupun neraka sebagai bagian dari mekanisme “reward” maupun “punishment”, lantas untuk apa kita berpengendalian diri dengan menjadi orang bijak yang tidak berbuat kejahatan, untuk apa pula kita repot-repot menjadi orang baik yang gemar berbuat kebaikan, serta mengapa pula kita tidak berlomba-lomba menanam dan berbuat kejahatan serta mengoleksi segunung dosa?

Semua orang bisa dengan mudah menjadi “pendosa penjilat penuh dosa”, namun tidak semua orang bisa menjadi orang baik-baik yang tidak membutuhkan ideologi korup semacam “abolition of sins”. Semua orang bisa dengan mudahnya menjadi orang jahat yang lari dari tanggung-jawab, namun tidak semua orang sanggup menjadi seorang ksatria yang siap sedia bertanggung-jawab atas kesalahannya terhadap korban-korban mereka. Semua orang dapat dengan senang-gembiranya menjadi pecandu ideologi korup bernama “penghapusan / pengampunan dosa” maupun “penebusan dosa”, namun tidak semua orang mampu dan mau untuk berkomitmen penuh menjadi suciwan yang bergaya hidup higienis dari kejahatan lewat latihan “self control” yang ketat penuh perhatian terhadap pikiran dan perbuatan dirinya sendiri. Bukanlah puasa makan yang hebat, namun selibat dari dosa (puasa dari mengonsumsi ideologi “hapus dosa”) barulah hebat dan patut diakui.

PEMBAHASAN:

Jangankan alam yang tampak abstrak di mata manusia yang bertubuh fisik kasar (lengkap dengan segala kekotoran batinnya, baik yang tebal maupun yang tipis) dan penuh perspektif duniawi—bayangkan, dalam salah satu keyakinan keagamaan ala samawi, kesenangan surgawi digambarkan tidak ubahnya “worldy pleasure” hanya saja dalam bentuk yang lebih liar dan fantasi berlebihan sehingga bahkan sebagian diantara kalangannya sendiri secara jujur menyatakan bahwa kerajaan Tuhan (versi agama tersebut) tidak ubahnya “rumah bord!l”—tempat seperti rumah tahanan (rutan sebagai singkatannya, tempat dimana warga yang berstatus sebagai terdakwa ditahan untuk sementara baik proses penyidikan maupun penuntutan) maupun lembaga pemasyarakatan (lapas sebagai singkatannya, “warga binaan” sebagai julukan bagi para narapidana penghuninya) yang eksis dan dapat kita jumpai dengan mata serta kepala kita sendiri fisik bangunannya bahkan kita dapat berkunjung masuk untuk membesuk tahanan, masih banyak diantara para anggota masyarakat kita yang tidak percaya dan tidak meyakininya sehingga masih juga melakukan kejahatan sehingga benar-benar dijebloskan ke balik jeruji “hotel prodeo” demikian dan mendekam di sana untuk sekian tahun lamanya, dimana sebagian diantara bahkan merupakan para residivis yang seolah-olah tidak mengenal kata jera.

Contoh konkret, seorang pengacara senior bernama Otto Cornelis Kaligis (OC Kaligis) yang telah malang-melintang di dunia hukum pidana, kemudian berakhir sebagai pesakitan yang divonis pidana penjara karena menyuap hakim di pengadilan untuk memengaruhi keberpihakan hakim demi kepentingan sang klien. Ia tahu dan sadar, Undang-Undang yang melarang perbuatan menyuap, norma sekunder berisi ancaman hukumannya, serta eksekusinya di penjara. Akan ternyata, sang pengacara masih juga “you asked for it” membawa dirnya masuk dan mendekam di dalamnya, sembari mengutuk dirinya sendiri “mati membusuk” di balik jeruji. Selama ini dirinya yang sering mendampingi klien menghadapi dakwaan serta tuntutan Jaksa Penuntut Umum di pengadilan, berdebat dengan hakim, akan tetapi dirinya masih juga tidak percaya pada eksistensi lembaga peradilan maupun penjara.

Dalam banyak sutta, Sang Buddha menyebut kalangan orang jahat sebagai “orang buta” (butawan), karena memang tidak mampu melihat secara jernih dan rasional mana yang baik dan yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah, mana yang nyata dan mana yang delusi. Salah satu rujukan perihal alam setelah kematian, dapat kita simak khotbah Sang Buddha dalam “Aguttara Nikāya : Khotbah-Khotbah Numerikal Sang Buddha, JILID 1”, Judul Asli : “The Numerical Discourses of the Buddha”, diterjemahkan dari Bahasa Pāi oleh Bhikkhu Bodhi, Wisdom Publications 2012, terjemahan Bahasa Indonesia tahun 2015 oleh DhammaCitta Press, Penerjemah Edi Wijaya dan Indra Anggara, dengan kutipan:

16 (6)

Seorang brahmana tertentu mendatangi Sang Bhagavā dan saling bertukar sapa dengan Beliau. Ketika mereka telah mengakhiri ramah tamah itu, ia duduk di satu sisi dan berkata kepada Sang Bhagavā: “Mengapakah, Guru Gotama, beberapa makhluk di sini, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan kelahiran yang buruk, di alam rendah, di neraka?”

“Adalah, brahmana, karena perilaku yang berlawanan dengan Dhamma, perilaku tidak baik, maka beberapa makhluk di sini, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan kelahiran yang buruk, di alam rendah, di neraka.”

[Note Bhikkhu Bodhi : Perilaku yang berlawanan dengan Dhamma (adhammacariyā) dan perilaku yang sesuai Dhamma (dhammacariyā) dijelaskan secara singkat pada sutta berikutnya.]

“Tetapi mengapakah, Guru Gotama, beberapa makhluk di sini, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, terlahir kembali di alam tujuan kelahiran yang baik, di alam surga?”

“Adalah, brahmana, karena perilaku yang selaras dengan Dhamma, perilaku yang baik, maka beberapa makhluk di sini, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, terlahir kembali di alam tujuan kelahiran yang baik, di alam surga.”

“Bagus sekali, Guru Gotama! Bagus sekali, Guru Gotama! Guru Gotama telah menjelaskan Dhamma dalam banyak cara, seolaholah menegakkan apa yang terbalik, mengungkapkan apa yang tersembunyi, menunjukkan jalan kepada orang yang tersesat, atau menyalakan pelita dalam kegelapan agar mereka yang berpenglihatan baik dapat melihat bentuk-bentuk. Sekarang aku berlindung kepada Guru Gotama, kepada Dhamma, dan kepada Sagha para bhikkhu. Sudilah Guru Gotama menganggapku sebagai seorang umat awam yang telah berlindung sejak hari ini hingga seumur hidup.”

17 (7)

Brahmana Jāussoī mendatangi Sang Bhagavā dan saling bertukar sapa dengan Beliau. Ketika mereka telah mengakhiri ramah tamah itu, ia duduk di satu sisi dan berkata kepada Sang Bhagavā: “Mengapakah, Guru Gotama, beberapa makhluk di sini, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan kelahiran yang buruk, di alam rendah, di neraka?”

“Adalah, brahmana, karena apa yang telah mereka lakukan dan apa yang tidak mereka lakukan maka beberapa makhluk di sini, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan kelahiran yang buruk, di alam rendah, di neraka.”

“Mengapakah, Guru Gotama, beberapa makhluk di sini, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, terlahir kembali di alam tujuan kelahiran yang baik, di alam surga?”

“Adalah, brahmana, karena apa yang telah mereka lakukan dan apa yang tidak mereka lakukan maka beberapa makhluk di sini, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, terlahir kembali di alam tujuan kelahiran yang baik, di alam surga.”

[Note : Kitab Komentar menjelaskan bahwa brahmana itu mendatangi Sang Buddha dengan keangkuhan, bermaksud untuk mencari celah kesalahan ajaran. Sang Buddha mengetahui hal ini dan memahami bahwa brahmana itu hanya akan memperoleh manfaat jika ia dijawab dengan jawaban yang ambigu agar ia bertanya lebih jauh. Karena Sang Buddha pertama-tama menyebutkan penyebab kelahiran kembali di alam surga dengan kata-kata yang sama dengan penyebab kelahiran kembali di neraka, brahmana itu harus mengakui kebingungannya dan meminta klarifikasi. Hal ini membuatnya menjadi rendah hati, membuka pikirannya untuk menerima pemahaman.]

“Aku tidak memahami secara terperinci makna dari pernyataan yang Guru Gotama ucapkan secara ringkas tanpa menganalisis maknanya secara terperinci. Baik sekali jika Guru Gotama sudi mengajarkan Dhamma kepadaku sehingga aku dapat memahami makna dari pernyataan ini secara terperinci.”

“Baiklah, brahmana, dengarkan dan perhatikanlah dengan seksama, Aku akan berbicara.”

“Baik, Tuan,” Brahmana Jāussoī menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Di sini, brahmana, seseorang telah melakukan perbuatan buruk melalui jasmani, tidak melakukan perbuatan baik melalui jasmani; ia telah melakukan perbuatan buruk melalui ucapan, tidak melakukan perbuatan baik melalui ucapan; ia telah melakukan perbuatan buruk melalui pikiran, tidak melakukan perbuatan baik melalui pikiran. Demikianlah, adalah karena apa yang telah dilakukan dan apa yang tidak dilakukan maka beberapa makhluk di sini, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan kelahiran yang buruk, di alam rendah, di neraka. Tetapi beberapa makhluk di sini yang telah melakukan perbuatan baik melalui jasmani, tidak melakukan perbuatan buruk melalui jasmani; ia telah melakukan perbuatan baik melalui ucapan, tidak melakukan perbuatan buruk melalui ucapan; ia telah melakukan perbuatan baik melalui pikiran, tidak melakukan perbuatan buruk melalui pikiran. Demikianlah, adalah karena apa yang telah dilakukan dan apa yang tidak dilakukan maka beberapa makhluk di sini, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, terlahir kembali di alam tujuan kelahiran yang baik, di alam surga.”

“Bagus sekali, Guru Gotama! … [seperti pada 2:16] … Sudilah Guru Gotama menganggapku sebagai seorang umat awam yang telah berlindung sejak hari ini hingga seumur hidup.”

18 (8)

Yang Mulia Ānanda mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya:

“Aku tegaskan, Ānanda, perbuatan buruk melalui jasmani, perbuatan buruk melalui ucapan, dan perbuatan buruk melalui pikiran adalah tidak boleh dilakukan.”

“Karena, Bhante, Sang Bhagavā telah menyatakan dengan tegas bahwa perbuatan buruk melalui jasmani, perbuatan buruk melalui ucapan, dan perbuatan buruk melalui pikiran adalah tidak boleh dilakukan, maka bahaya apakah yang menanti dalam perbuatan demikian?”

“Ānanda, Aku telah menyatakan dengan tegas bahwa perbuatan buruk melalui jasmani, perbuatan buruk melalui ucapan, dan perbuatan buruk melalui pikiran adalah tidak boleh dilakukan karena dengan melakukan demikian maka bahaya ini menanti: ia menyalahkan dirinya sendiri; para bijaksana, setelah menyelidiki, akan mencelanya; berita buruk beredar sehubungan dengan dirinya; ia meninggal dunia dengan tidak tenang; dan dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan kelahiran yang buruk, di alam rendah, di neraka. Aku telah menyatakan dengan tegas bahwa perbuatan buruk melalui jasmani, perbuatan buruk melalui ucapan, dan perbuatan buruk melalui pikiran adalah tidak boleh dilakukan karena dengan melakukan demikian maka bahaya ini menanti.

“Aku tegaskan, Ānanda, perbuatan baik melalui jasmani, perbuatan baik melalui ucapan, dan perbuatan baik melalui pikiran adalah harus dilakukan.”

“Karena, Bhante, Sang Bhagavā telah menyatakan dengan tegas bahwa perbuatan baik melalui jasmani, perbuatan baik melalui ucapan, dan perbuatan baik melalui pikiran adalah harus dilakukan, maka manfaat apakah yang menanti dalam perbuatan demikian?”

“Ānanda, Aku telah menyatakan dengan tegas bahwa perbuatan baik melalui jasmani, perbuatan baik melalui ucapan, dan perbuatan baik melalui pikiran adalah harus dilakukan karena dengan melakukan demikian maka manfaat ini menanti: ia tidak menyalahkan dirinya sendiri; para bijaksana, setelah menyelidiki, akan memujinya; ia memperoleh reputasi baik; ia meninggal dunia dengan tenang; dan dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, terlahir kembali di alam tujuan kelahiran yang baik, di alam surga. Aku telah menyatakan dengan tegas bahwa perbuatan baik melalui jasmani, perbuatan baik melalui ucapan, dan perbuatan baik melalui pikiran adalah harus dilakukan karena dengan melakukan demikian maka manfaat ini menanti.”

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.