KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Perdamaian Pidana Sebaiknya SEBELUM Ditetapkan sebagai Terdakwa, karena Terdakwa Tetap Divonis Meski Telah Berdamai dengan Korban Pelapor

Tersangka Perlu Berupaya Serius dan Berupaya Maksimal untuk Terjadi Perdamaian saat Proses Masih Ditingkat Penyidikan

Question: Kabarnya perdamaian dapat dilakukan dan disepakati sebelum hakim menjatuhkan vonis. Ketika telah ditetapkan sebagai tersangka, kapan sebaiknya perdamaian diajukan dan disepakati oleh pihak tersangka?

Brief Answer: Merupakan kepentingan pihak Tersangka, untuk sesegera mungkin berinisiatif mengajukan proposal perdamaian agar dapat disepakati oleh pihak Korban Pelapor, sebelum berkas perkara dilimpahkan oleh penyidik kepada pihak Kejaksaan untuk proses dakwaan dan penuntutan, alias sebelum Tersangka “dinaikkan” statusnya sebagai Terdakwa. Jika perkara pidana masih berupa penyidikan, alias masih sebatas penetapan Tersangka, maka bila perdamaian disepakati antara pihak Korban Pelapor dan pihak Tersangka, pihak Pelapor akan mencabut aduan / laporannya (konteks “keadilan restoratif” ialah “delik aduan”).

Ketika berkas perkara telah dilimpahkan oleh pihak Penyidik kepada pihak Kejaksaan untuk dilakukan dakwaan dan penuntutan (P-21 atau “tahap dua”), maka sekalipun terjadi perdamaian ketika status Tersangka telah menjelma Terdakwa, perdamaian yang “cukup terlambat” demikian tidak menghapus “kesalahan pidana”, Terdakwa tetap dijatuhi vonis hukuman, dimana adanya kesepakatan perdamaian hanya menjadi “keadaan yang meringankan” kesalahan Terdakwa. Karenanya, telah berdamai dengan Korban Pelapor tidak identik dengan dakwaan dan tuntutan serta vonis pidana menjadi tertutup kemungkinannya, bila perdamaian telah “cukup terlambat”.

PEMBAHASAN:

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 1 TAHUN 2024

TENTANG

PEDOMAN MENGADILI PERKARA PIDANA

BERDASARKAN KEADILAN RESTORATIF

Pasal 3

(2) Penerapan prinsip Keadilan Restoratif tidak bertujuan untuk menghapuskan pertanggung-jawaban pidana.

Pasal 17

(1) Pelaksanaan dalam Pasal 7 sampai dengan Pasal 14 dilakukan dalam proses pemeriksaan perkara paling lama sebelum tuntutan pidana diajukan.

Pasal 19

(1) Kesepakatan perdamaian dan/atau kesediaan Terdakwa untuk bertanggung jawab atas kerugian dan/atau kebutuhan Korban sebagai akibat tindak pidana menjadi alasan yang meringankan hukuman dan/atau menjadi pertimbangan untuk menjatuhkan pidana bersyarat / pengawasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Seorang Tersangka perlu secara tulus untuk meminta maaf dan membuka diri serta proaktif mengajukan proposal perdamaian agar dapat disepakati dan disetujui oleh Korban Pelapor sesegera mungkin, sebelum berkas perkara dilimpahkan oleh Penyidik kepada pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU). Mengingat, ketika status Tersangka telah menjelma Terdakwa, maka kondisi demikian akan “cukup terlambat” untuk mengajukan perdamaian, konsekuensi hukumnya sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan ilustrasi konkretnya lewat putusan Pengadilan Negeri Kisaran perkara pidana register Nomor 558/Pid.B/2025/PN.Kis tanggal 3 September 2025, dimana terhadapnya dakwaan serta tuntutan JPU, Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:

“Menimbang bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan keterangan Terdakwa serta barang bukti yang diajukan di persidangan, setelah dihubungkan satu sama lain diperoleh fakta yang bersesuaian bahwa benar peristiwa kehilangan tersebut terjadi pada hari Selasa, tanggal 20 Mei 2025 sekira pukul 05.15 WIB di kios milik Saksi M. Agum di Jalan Budi Utomo, Kelurahan Siumbutumbut, Kecamatan Kisaran Timur, Kabupaten Asahan;

“Menimbang bahwa benar barang yang Saksi Sayuti, Saudara Sopian Jordi Ginting dan Saudara Fredi Sanjaya ambil berupa 17 (tujuh belas) tabung gas elpiji ukuran tiga kilogram dan rokok berbagai merek milik Saksi M. Agum;

“Menimbang bahwa benar cara Saksi Sayuti dan rekan-rekannya mengambil barang-barang tersebut adalah dengan merusak dua buah gembok yang ada di pintu besi kios menggunakan tang potong besi, kemudian Saksi Sayuti dan rekan-rekannya masuk ke dalam kios dan mengambil rokok berbagai merek serta tabung gas elpiji milik Saksi M. Agum Dirga Siregar, kemudian barang-barang tersebut dimasukkan ke dalam mobil Avanza warna hitam dengan plat nomor BK 1626 PJ yang dikendarai oleh Saksi Sayuti dan rekan-rekannya, lalu mereka meninggalkan kios tersebut;

“Menimbang bahwa benar Terdakwa, Saksi Sayuti, Saudara Sopian Jordi Ginting dan Saudara Fredy Sanjaya tidak memiliki izin dari Saksi M. Agum untuk mengambil dan menjual tabung-tabung gas LPG tersebut;

“Menimbang bahwa benar kemudian pada hari Selasa, tanggal 20 Mei 2025 sekira pukul 08.00 WIB bertempat di Perumahan Zahra Madani Dusun III Desa Jambur Pulau, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Saudara Sopian Jordi Ginting dan Saudara Fredy Sanjaya mendatangi Terdakwa dan mengatakan hendak meminta bantuan Terdakwa untuk menjualkan tabung gas LPG 3 kilogram sebanyak 17 (tujuh belas) buah, lalu Terdakwa mengatakan bahwa dirinya akan membantu menjualkan melalui Facebook, kemudian Saudara Fredy Sanjaya menyetujuinya. Selanjutnya Fredy mengeluarkan tabung gas LPG 3 kilogram sebanyak 17 (tujuh belas) buah dari 1 (satu) unit mobil Avanza warna hitam dan menyerahkannya kepada Terdakwa, lalu Terdakwa langsung mengambil 1 (satu) unit handphone merek Samsung warna gold miliknya dan mengambil foto tabung gas LPG 3 kilogram sebanyak 17 (tujuh belas) buah tersebut dan mengunggahnya ke akun Facebook milik Terdakwa yang mana sesuai dengan arahan dari Saudara Fredy, tabung gas tersebut Terdakwa jual seharga Rp130.000,00 (seratus tiga puluh ribu rupiah) per tabungnya. Akhirnya, tabung gas LPG 3 kilogram sebanyak 17 (tujuh belas) buah tersebut berhasil terjual dengan total hasil penjualan sejumlah Rp2.200.000,00 (dua juta dua ratus ribu rupiah). Selanjunya Terdakwa menyerahkan uang sejumlah Rp2.200.000,00 (dua juta dua ratus ribu rupiah) tersebut kepada Saudara Fredy Sanjaya, lalu Saudara Fredy Sanjaya memberikan uang sejumlah Rp215.000,00 (dua ratus lima belas ribu rupiah) kepada Terdakwa sebagai upah;

“Menimbang bahwa benar harga pasaran satu buah tabung gas adalah Rp170.000,00 (seratus tujuh puluh ribu rupiah);

“Menimbang bahwa berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan, tabung gas yang dijual oleh Terdakwa melalui Facebook tersebut merupakan hasil tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh Saksi Sayuti, Saudara Fredy Sanjaya dan Saudara Sopian Jordi Ginting dan harga jual yang diinstruksikan oleh Saudara Fredy kepada Terdakwa, yaitu Rp130.000,00 (seratus tiga puluh ribu rupiah) merupakan harga di bawah pasar, yang mana Terdakwa sendiri mengetahui harga pasaran tabung gas adalah Rp170.000,00 (seratus tujuh puluh ribu rupiah), sehingga sepatutnya Terdakwa dapat menduga bahwa 17 (tujuh belas) tabung gas tersebut merupakan hasil dari tindak pidana. Dengan demikian menurut Majelis Hakim, unsur ketiga ini telah terpenuhi;

“Menimbang bahwa oleh karena semua unsur dari Pasal 480 ke-2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana telah terpenuhi dan dalam persidangan tidak ditemukan hal-hal yang dapat menghapus pertanggung-jawaban pidana, baik sebagai alasan pembenar maupun alasan pemaaf, serta Terdakwa mampu bertanggung jawab, maka Terdakwa harus dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana “penadahan” sebagaimana didakwakan dalam dakwaan alternatif kedua Penuntut Umum dan Terdakwa harus dijatuhi pidana;

“Menimbang bahwa di persidangan Penuntut Umum mengajukan Surat Perdamaian antara Terdakwa dengan Saksi Korban, atas hal tersebut Majelis Hakim mempertimbangkan bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 480 ke-2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, tindak pidana yang didakwakan kepada Terdakwa diancam dengan pidana penjara maksimal 4 (empat) tahun, maka berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf c PERMA Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana berdasarkan Keadilan Restoratif, perkara ini merupakan perkara yang dapat diterapkan keadilan restoratif.

“Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 19 ayat (1) PERMA Nomor 1 Tahun 2024 dikatakan bahwa kesepakatan perdamaian tersebut menjadi alasan yang meringankan hukuman Terdakwa. Dengan demikian, perdamaian antara Terdakwa dan Saksi Korban tersebut akan dipertimbangkan bersama-sama dengan pertimbangan keadaan yang memberatkan dan keadaan yang meringankan yang akan diuraikan pada akhir pertimbangan putusan ini;

“Menimbang bahwa oleh karena Terdakwa ditahan dan penahanan terhadap Terdakwa dilandasi alasan yang cukup, maka perlu ditetapkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan;

“Menimbang bahwa terhadap barang bukti yang diajukan di persidangan untuk selanjutnya dipertimbangkan sebagai berikut:

“Menimbang bahwa barang bukti berupa 1 (satu) unit ponsel merek Samsung warna rose gold yang disita dari Terdakwa dan telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana, namun dengan mempertimbangkan berat ringannya tindak pidana yang dilakukan Terdakwa dan keadaan yang meringankan Terdakwa, maka perlu ditetapkan agar barang bukti tersebut dikembalikan kepada Terdakwa;

“Menimbang bahwa untuk menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa, maka perlu dipertimbangkan terlebih dahulu keadaan yang memberatkan dan yang meringankan Terdakwa;

Keadaan yang memberatkan:

- Perbuatan Terdakwa merugikan Saksi Korban;

- Perbuatan Terdakwa meresahkan masyarakat;

Keadaan yang meringankan:

- Terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya;

- Telah ada kesepakatan perdamaian antara Terdakwa dengan Saksi Korban M. Agum Dirga Siregar tertanggal 26 Agustus 2025;

“Menimbang bahwa berdasarkan uraian pertimbangan di atas serta keadaan yang memberatkan dan keadaan yang meringankan tersebut, sudah sepatutnya Terdakwa dijatuhi pidana sebagaimana yang akan disebutkan dalam amar putusan ini;

“Mengingat Pasal 480 ke-2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana berdasarkan Keadilan Restoratif serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan;

M E N G A D I L I :

1. Menyatakan Terdakwa Fitri Susanti telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana “penadahan” sebagaimana dalam dakwaan alternatif kedua Penuntut Umum;

2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Fitri Susanti oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan;

3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

4. Menetapkan Terdakwa tetap ditahan;”

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.