Peran Aktif Majelis Hakim Perkara Perdata di Pengadilan Negeri, demi Mengakomodir Asas KEMANFAATAN
Question: Dikabarkan bahwa warga tidak bisa menggugat sertifikat tanah BPN agar dibatalkan hakim, ke Pengadilan Negeri, namun hanya bisa menggugatnya ke PTUN. Apakah benar demikian adanya? Yang tidak pihak kami pahami, untuk menggugat ke PTUN, wajib ada “legal standing” semisal “sengketa kepemilikan”. Namun, disaat bersamaan, disebutkan bahwa “sengketa kepemilikan” hanya bisa diselesaikan ke Pengadilan Negeri, bukan PTUN. Mana yang betul?
Brief Answer: Memang benar bahwa norma hukum acara perdata yang
ada di Indonesia membedakan domain atau kewenangan memeriksa dan memutus
perkara terkait tanah, dengan dikotomi : sengketa kepemilikan tanah diperiksa
dan diputus oleh Pengadilan Negeri, sementara untuk membatalkan sertifikat hak
atas tanah terbitan Kantor Pertanahan / BPN menjadi kompetensi absolut PTUN (Pengadilan
Tata Usaha Negera).
Akan tetapi, hakim di Pengadilan Negeri yang arif
dan bijaksana, tidak menutup mata dari asas kemanfaatan dengan mengakomodir
penyesuaian yang proporsional sifatnya, dengan mengubah pokok tuntutan dalam surat
gugatan (petitum) pihak Penggugat dari semula meminta agar sertifikat
tanah dibatalkan hakim, menjadi “agar menyatakan sertifikat tanah milik
Tergugat tidak memiliki kekuatan hukum mengikat”. Menurut ilmu logika, adalah “tidak
logis” adanya, memutus perkara “sengketa kepemilikan” tanpa menegasikan
kekuatan hukum dari sertifikat tanah milik Tergugat yang disengketakan atau
dipermasalahkan oleh pihak Penggugat, semisal dalam konteks kasus semacam overlaping
/ tumpang-tindih sertiikat.
PEMBAHASAN:
Logika sederhananya, untuk
memutus sebuah “sengketa kepemilikan”, tentunya salah satu sertifikat tanah
yang masing-masing “dimiliki” oleh para pihak yang saling bersengketa,
dinegasikan kekuatan hukum ataupun keabsahannya. Untuk memudahkan pemahaman, dapat
SHIETRA & PARTNERS cerminkan ilustrasi konkretnya sebagaimana putusan Mahkamah
Agung RI sengketa tanah register Nomor 2321 K/Pdt./2015 tanggal 11 Mei 2016, perkara
antara:
1. SUMI HARSONO Alias DARUSMAN;
dan 2. NGADIKUN, sebagai Para Pemohon Kasasi dahulu Tergugat I dan II; melawan
- DADANG SUHAMAN, sebagai Termohon
Kasasi dahulu Penggugat; dan
- KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN
CILACAP, sebagai Turut Termohon Kasasi dahulu Tergugat III.
Penggugat telah membeli tanah
sebanyak 19 bidang tanah seluas ± 23.076 m2 dari warga, berdasarkan pembayaran
atas tanah-tanah warga Desa Bulupayung. Pada tahun 2005 tanah-tanah tersebut
ditulis dalam buku Daftar Himpunan Subjek dan Objek Pajak oleh Sekretaris Desa
Bulupayung dengan atas nama Dadang Suhaman, dan baru pada tahun 2009 Sekdes
Bulupayung saat itu kemudian menulis / mengisi Buku C Desa dalam kolom sebab
dan tanggal perubahan menjadi atas nama Dadang Suhaman berdasarkan salinan dari
buku Daftar Himpunan Subjek dan Objek Pajak.
Tanah-tanah yang telah dibayar
oleh Penggugat, secara melawan hukum dan tanpa hak diklaim oleh Tergugat II
sebagai milik Tergugat II dan kemudian seolah-olah dijual kepada Sumi Harsono (Tergugat
I), yang selanjutnya disertifikatkan oleh Tergugat I menjadi Sertifikat Hak
Milik Nomor 315, 316, dan 317 atas nama Sumi Harsono (semua sertifikat tanggal
7 Agustus 2008), tanpa melibatkan pihak Desa Bulupayung, terbukti pada tahun
2009 baru ditulis dalam Buku C Desa Bulupayung atas nama Dadang Suhaman.
Tanah-tanah yang
disertifikatkan menjadi atas nama Tergugat I, dalam proses pembuatan
sertifikatnya mengandung unsur pidana pemalsuan surat, yaitu surat-surat yang
berupa Surat Permohonan Pendaftaran Tanah, Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang
Tanah (Sporadik), Surat Pernyataan Kesaksian, Surat Keterangan Riwayat Tanah,
Turunan Kutipan Daftar Buku C, yang merupakan persyaratan untuk mengajukan
permohonan pembuatan sertifikat, ternyata datanya / isinya tidak
sesuai dengan kebenaran sebagaimana yang tercatat dalam Buku Daftar C Desa
Bulupayung, Kabupaten Cilacap.
Tanah-tanah yang dikuasai tanpa
hak oleh Tergugat I dan Tergugat II tersebut, dikuasai oleh Tergugat I dan
Tergugat II dengan cara memalsukan surat-surat dalam proses pembuatan
sertifikatnya sebagaimana dalam Putusan Pengadilan Negeri Cilacap register
perkara pidana Nomor 59/Pid.B/2012/PN.Clp dan perkara pidana Nomor 60/Pid.B/2012/PN.Clp
yang pada pokoknya menyatakan Tergugat I dan Tergugat II bersalah turut serta
melakukan pidana pemalsuan surat.
Perbuatan Tergugat I dan
Tergugat II yang memalsukan surat-surat proses pembuatan sertifikat dan
menguasai tanah secara tidak sah adalah termasuk dalam kategori perbuatan
melawan hukum yang nyata-nyata merugikan kepentingan Penggugat. Penerbitan
Sertifikat Hak Milik Nomor 315, 316, dan 317 atas nama Sumi Harsono, seluas ±
23.076 m2 adalah cacat hukum dan oleh karenanya harus batal demi hukum, disebabkan
dalam proses pembuatan sertifikatnya mengandung unsur pidana pemalsuan surat,
yaitu surat-surat dalam dokumen pengajuan sertifikat ternyata dipalsukan serta datanya
/ isinya tidak sesuai dengan kebenaran sebagaimana yang tercatat dalam Buku
Daftar C Desa Bulupayung.
Dengan adanya perbuatan melawan
hukum yang dilakukan oleh Tergugat I dan Tergugat II tersebu, Penggugat telah
berupaya menempuh jalur musyawarah, akan tetapi hasilnya sia-sia belaka, karena
Tergugat I dan Tergugat II bersikukuh untuk menguasai tanah sengketa sampai
dengan sekarang. Oleh karena dokumen-dokumen yang digunakan untuk pengajuan sertifikat
oleh Tergugat I adalah palsu, maka Sertifikat Hak Milik Nomor 315, 316, dan 317
atas nama Sumi Harsono / Tergugat I (semua sertifikat tanggal 7 Agustus 2008)
adalah cacat hukum dan harus dibatalkan.
Terhadap gugatan Penggugat, Pengadilan
Negeri Cilacap kemudian memberikan Putusan Nomor 68/Pdt.G/2013/PN.Clp tanggal
28 Oktober 2014, dengan amar sebagai berikut:
“MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan
Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan
jual beli tanah antara para warga pemilik tanah-tanah seluas ± 23.076 m2 (dua
puluh tiga ribu tujuh puluh enam meter persegi) dengan Penggugat adalah sah dan
mengikat secara hukum;
3. Menyatakan hukumnya Para
Tergugat telah melakukan perbuatan melanggar hukum;
4. Menyatakan hukumnya
Sertifikat Hak Milik Nomor 315, 316, dan 317 atas nama Sumi Harsono, seluas ±
23.076 m2 (dua puluh tiga ribu tujuh puluh enam meter persegi) adalah cacat
hukum dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat;
5. Menghukum Tergugat I dan
Tergugat II untuk segera mengosongkan tanah tersebut dari apapun yang berada di
atasnya tanpa syarat dan menyerahkan tanah sengketa kepada Penggugat, yang
bilamana perlu dengan bantuan alat negara / polisi;
6. Menghukum Tergugat I dan
Tergugat II untuk membayar uang paksa (dwangsom) kepada Penggugat sebesar
Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) setiap hari keterlambatan
apabila Tergugat I dan Tergugat II lelai melaksanakan putusan a quo yang telah
berkekuatan hukum tetap;
8. Menolak gugatan Penggugat
selain dan selebihnya;”
Dalam tingkat banding atas
permohonan Para Tergugat, putusan Pengadilan Negeri di atas telah dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi
Semarang dengan Putusan Nomor 63/PDT/2015/PT.SMG tanggal 18 Maret 2015.
Pihak Tergugat mengajukan upaya
hukum kasasi, dengan pokok keberatan bahwa Majelis Hakim merubah dan menambah petitum
gugatan Penggugat. Dalam putusan, petitum gugatan Penggugat berisi
tuntutan : “Menyatakan hukumnya Sertifikat Hak Milik Nomor 315, 316 dan 317
atas nama Sumi Harsono seluas ± 23.076 m2 adalah cacat hukum dan oleh karenanya
harus batal demi hukum”.
Akan tetapi dalam Putusan, terhadap
petitum Surat Gugatan pihak Penggugat, dirubah oleh Majelis Hakim dengan
membuat amar putusan : “Menyatakan hukumnya Sertifikat Hak Milik Nomor 315,
316 dan 317 atas nama Sumi Harsono, seluas ± 23.076 m2 adalah cacat hukum dan tidak
memiliki kekuatan hukum mengikat”.
Majelis Hakim secara sadar dan
sengaja merubah petitum dalam Surat Gugatan Penggugat yang semula menuntut
: “Menyatakan … dan oleh karenanya harus batal demi hukum”, akan tetapi
dalam diktum Putusan dirubah menjadi : “Menyatakan ... tidak memiliki
kekuatan hukum mengikat”. Dalam pertimbangan hukumnya, Majelis Hakim menyatakan
“Bahwa Penggugat dalam gugatannya meminta agar sertifikat yang diterbitkan
Tergugat III BPN Cilacap dibatalkan.” Apabila Majelis Hakim tidak merubah petitum
Surat Gugatan, maka Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri tidak berwenang
mengabulkan gugatan Penggugat, mengingat pembatalan Sertifikat Hak Atas Tanah bukanlah
kewenangan Pengadilan Negeri, namun domain atau kompetensi absolut dari PTUN (Pengadilan
Tata Usaha Negera).
Perbuatan Majelis Hakim yang
merubah petitum Surat Gugatan menjadi: “...tidak memiliki kekuatan
hukum mengikat”, melanggar Pasal 178 ayat (3) HIR yang menyatakan: “dilarang
memberi putusan tentang hal-hal yang tidak dituntut atau mengabulkan lebih dari
yang dituntut.”
Dimana terhadapnya, Mahkamah
Agung RI membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang,
bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Menimbang,
bahwa alasan-alasan kasasi tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah
meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 18 Mei 2015 dan kontra memori
kasasi tanggal 3 Juni 2015 serta dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti
dalam hal ini putusan Pengadilan Tinggi Semarang yang menguatkan putusan
Pengadilan Negeri Cilacap ternyata tidak salah menerapkan hukum, putusan dan
pertimbangannya telah tepat dan benar, dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa
terbukti penerbitan Sertifikat Hak Milik atas nama Tergugat I tida sesuai
prosedur yang benar dan hal ini didukung oleh Putusan Mahkamah Agung Nomor 1255
K/PID/2013 tanggal 23 Desember 2013 (bukti P-41), di mana Terdakwa I. Ahmad
Hidayat, S.H., Bin Omod dan Terdakwa II. Ahmad Badari Bin Anwarudin terbukti
sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana pemalsuan surat dalam kaitannya dengan pembuatan
sertifikat a quo, sehingga penerbitan
Sertifikat Hak Milik atas nama Tergugat I atas objek sengketa adalah perbuatan
melawan hukum;
“Bahwa
dengan demikian Tergugat I telah terbukti beriktikad tidak baik, sebaliknya Penggugat mampu
membuktikan dalilnya bahwa ia adalah pembeli dan pemilik sah objek sengketa;
“Menimbang,
bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, ternyata putusan Judex Facti
(Pengadilan Negeri / Pengadilan Tinggi) dalam perkara ini tidak bertentangan
dengan hukum dan/atau Undang Undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh
Para Pemohon Kasasi: SUMI HARSONO Alias DARUSMAN, dan kawan, tersebut harus
ditolak;
“M E N G A D I L I :
- Menolak permohonan kasasi dari Para Pemohon
Kasasi: 1. SUMI HARSONO Alias DARUSMAN dan 2. NGADIKUN, tersebut;”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan
hidup JUJUR dengan menghargai Jirih
Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.