Asas Pemisahan Horizontal Hukum Agraria Nasional yang Ambigu serta Penuh Kerancuan
Kepemilikan GEDUNG Vs. Kepemilikan TANAH, Isu Hukum Klise
Sepanjang Masa
Question: Kita tahu, biaya untuk mendirikan bangunan gedung permanen dari beton, bisa sama mahalnya dengan harga tanah. Bukankah menurut asas pemisahan horisontal, pemilik gedung atau bangunan bisa berbeda dengan pemilik tanah? Apa bisa, instansi pemerintah yang punya HPL (tanah Hak Pengelolaan), mengusir kami selaku pemilik gedung, dengan alasan perjanjian sewa tanah kami tidak diperpanjang oleh yang punya HPL?
Brief Answer: Ketika sengketa antara penyewa lahan di atas HPL
dan pihak institusi pemerintahan pemegang HPL bermuara ke persidangan,
gugat-menggugat, maka pengadilan cenderung memerintahkan pihak penyewa yang
tidak diperpanjang masa pakai atau masa sewanya oleh pemegang HPL, untuk
mengosongkan objek tanah, sekalipun merupakan pemilik bangunan di atas tanah
HPL. Perintah pengadilan berupa mengosongkan objek tanah sengketa, dapat
dimaknai mengosongkan dari segala bentuk penghunian manusia, mengosongkan dari barang-barang
bergerak, termasuk mengosongkan dari barang-barang tidak bergerak seperti
gedung / bangunan yang didirikan oleh pihak yang diperintahkan untuk
mengosongkan objek tanah. Karenanya, menyewa tanah di atas tanah HPL lalu mendirikan
gedung / bangunan di atasnya, merupakan investasi yang sama sekali tidak layak,
mengingat sewaktu-waktu pihak pemegang HPL dapat menolak untuk memperpanjang
masa sewa / pakai, sekalipun gedung / bangunan masih berdiri kokoh di atasnya.
Bahkan, pemegang HPL dapat memerintahkan “pemilik gedung” untuk merubuhkan
bangunan miliknya ketika masa pakai / sewa berakhir.
Karena itulah, istilah “HGB” dapat begitu mengecoh serta menjerumuskan,
mengingat dalam praktinya terdapat dua kategori “HGB” menurut hukum agaria di Indonesia,
yakni : 1.) “HGB murni” dalam artian tidak ada HPL di bawahnya; dan 2.) “HGB
tidak murni” alias “HGB diatas HPL” dimana HGB berdiri di atas tanah HPL. Sertifikat
hak atas tanah terbitan BPN, biasanya mencantumkan keterangan SHGB dimaksud
berdiri di atas HPL bila merupakan “HGB tidak murni”. Yang perlu dipahami secara
benar oleh masyarakat ialah, selama atau sepanjang puluhan tahun sekalipun menempati
tanah di atas HPL, secara hukum hanya dihitung sebagai berposisi sebagai “penyewa”
atau “pengguna hak pakai” semata.
Karenanya, selalu pandang dan perlakukan sertifikat tanah “HGB tidak
murni” sebagai “hak sewa / pakai” belaka, dimana Anda dapat mengkalkulasi,
apakah layak atau tidak layak modal mendirikan bangunan tempat tinggal atau
perkantoran dibandingkan dengan masa “hak pakai / sewa” di atas tanah HPL
demikian? Pihak calon pembeli perlu waspada terhadap tawaran penjualan tanah “HGB”,
dan penjual pun bersikap transparan apakah “HGB” yang dijualnya merupakan “HGB
murni” ataukah “HGB tidak murni”. Nama developer bukanlah jaminan, mengingat
sudah banyak terjadi sengketa hukum terjadi akibat ketidak-jujuran pihak penjual
kepada pihak pembeli, yang telah ternyata ruko atau kios bertingkat bersertifikat
HGB maupun SHMRS yang dijual sejatinya baru diketahui dikemudian hari berdiri
di atas tanah HPL. Pemilik HPL, dapat menolak permohonan perpanjangan masa
berlaku SHGB pihak pemilik gedung / bangunan.
PEMBAHASAN:
Bahkan, pemilik gedung yang
mengajukan gugatan perdata sekalipun dapat bermuara pada gugatan-balik
(rekonpensi) pihak pemegang HPL, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS
cerminkan ilustrasi konkretnya sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI sengketa tanah
register Nomor 399 K/Pdt/2018 tanggal 19 April 2018, perkara antara:
1. ANG SUANTHIE JOHN; dan 2.
PT. UPAYA EXPORT, sebagai Para Pemohon Kasasi, semula selaku Para Penggugat;
melawan
- PT. PELABUHAN INDONESIA III
(PERSERO) CABANG TANJUNG PERAK, selaku Termohon Kasasi, semula Tergugat
dan sekaligus selaku Penggugat Rekonpensi (Penggugat dalam “gugatan-balik”).
Pihak Penggugat diminta
mengosongkan diri dari atas tanah HPL milik Tergugat, namun Penggugat keberatan.
Yang menjadi tuntutan dalam gugatan Penggugat (petitum), ialah agar pengadilan memerintahkan kepada Tergugat agar
tidak melakukan pembongkaran atau pengosongan maupun tindakan lainnya terhadap
bangunan–bangunan milik Penggugat, serta agar menyatakan Para Penggugat adalah sebagai
pemilik Bangunan yang berdiri di atas bagian Tanah HPL di Perak Utara, Surabaya.
Adapun dalam gugatan-baliknya,
pihak Tergugat selaku pemegang HPL, mengajukan tuntutan yang pada pokoknya
ialah agar pengadilan:
- Menghukum dan memerintahkan
kepada Tergugat Rekonvensi menyerahkan dalam keadaan kosong tanpa gangguan
apapun tanah Hak Pengelolaan (HPL) Nomor Nomor 1/K Kelurahan Perak Utara Surat Ukur
Nomor 5727 Tahun 1988, yang dikuasai oleh Tergugat Rekonvensi;
- Menghukum Tergugat Rekonvensi
membayar ganti kerugian yang timbul yang dialami oleh Penggugat Rekonvensi
sebesar Rp7.000.000.000 sebagai pendapatan Tergugat Rekonvensi atas penggunaan
dan pemanfaatan tanah HPL dari tanggal 01 Januari s/d 31 Desember 2015.
Terhadap gugatan sang “pemilik
gedung”, yang menjadi putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor
507/Pdt.G/2016/PN.Sby tanggal 24 November 2016, dengan amar sebagai berikut:
“MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
Dalam Provisi:
- Menolak provisi Penggugat I dan Penggugat II;
Dalam Pokok Perkara:
- Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
- Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige
daad);
- Menyatakan Penggugat I adalah pemilik Bangunan yang berdiri di atas
bagian Tanah HPL Nomor 1/Perak Utara, setempat dikenal dengan Bangunan Gudang
yang terletak di Jalan Kalimas Baru Nomor 140 Surabaya;
- Menyatakan Penggugat I adalah pemilik Bangunan yang berdiri di atas
bagian Tanah HPL Nomor 1/Perak Utara, setempat dikenal dengan Bangunan Gudang
yang terletak di Jalan Kalimas Baru Nomor 144 Surabaya;
- Menyatakan Penggugat II adalah pemilik Bangunan yang berdiri di atas bagian
Tanah HPL Nomor 1/Perak Utara, setempat dikenal dengan Bangunan Gudang yang
terletak di Jalan Kalimas Baru Nomor 128 – 130 Surabaya;
Dalam Rekonvensi:
- Menolak gugatan rekonvensi Penggugat dalam rekonvensi untuk seluruhnya;”
Tidak ada faedahnya dinyatakan
sebagai “pemilik bangunan”, karena “pemilik tanah” berhak untuk memerintahkan
agar “pemilik bangunan” mengosongkan objek tanah, sebagaimana putusan dalam
tingkat Banding oleh Pengadilan Tinggi Jawa Timur Nomor 112/PDT/2017/PT.SBY
tanggal 19 Mei 2017, yang mengoreksi putusan sebelumnya, dengan amar sebagai
berikut:
- Menerima permohonan banding dari Kuasa Hukum – Pembanding (PT. Pelabuhan
Indonesia III (Persero) Cabang Tanjung Perak Surabaya)
- Mengubah putusan Pengadilan Tingkat Pertama (Pengadilan Negeri Surabaya)
tanggal 24 November 2016 Nomor 507/Pdt.G/2016/PN.Sby yang dimintakan banding
sepanjang mengenai amar putusan dalam pokok perkara dan amar Dalam Rekonvensi,
sehingga amar selengkapnya sebagai berikut:
Dalam Konvensi:
Tentang Provisi:
- Menolak Provisi Penggugat I dan Penggugat II;
Tentang Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Penggugat I adalah pemilik bangunan yang berdiri di atas
bagian tanah HPL Nomor 1/Perak Utara, setempat dikenal dengan bangunan gudang yang
terletak di Jalan Kalimas Baru Nomor 140 Surabaya;
3. Menyatakan Penggugat I adalah pemilik bangunan yang berdiri di atas
bagian tanah HPL nomor 1/Perak Utara, setempat dikenal dengan bangunan gudang yang
terletak di Jalan Kalimas Baru Nomor 144 Surabaya;
4. Menyatakan Penggugat II adalah pemilik bangunan yang berdiri di atas
bagian tanah HPL Nomor 1/Perak Utara, setempat dikenal dengan bangunan gudang yang
terletak di Jalam Kalimas Baru Nomor 128-130 Surabaya;
5. Menolak gugatan Penggugat untuk bagian yang selebihnya;
Dalam
Rekonvensi:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan Penggugat adalah pemilik sah tanah HPL Nomor 1/Kelurahan
Perak Utara, Surat Ukur 5727 tahun 1988;
3. Menyatakan Para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum;
4. Menghukum Para Tergugat supaya menyerahkan dalam keadaan kosong tanpa
gangguan apapun, Tanah Hak Pengelolaan (HPL) Nomor 1/K/Kelurahan Perak
Utara, Surat Ukur 5727 tahun 1988 yang dikuasai oleh Para Tergugat kepada
Penggugat;
5. Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng untuk membayar uang
paksa kepada Penggugat sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) setiap
hari keterlambatan melaksanakan isi putusan dalam perkara ini terhitung sejak
putusan ini berkekuatan hukum tetap;
6. Menolak gugatan Penggugat untuk yang selebihnya;”
Mendapati gugatannya menjelma “bumerang”,
pihak “pemilik bangunan” mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah
Agung RI membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, setelah meneliti
secara saksama memori kasasi tanggal 4 Oktober 2017 dan kontra memori kasasi
tanggal 19 Oktober 2017 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti dalam hal
ini Pengadilan Tinggi Jawa Timur tidak salah menerapkan hukum, dengan
pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa hubungan hukum antara
Penggugat dengan Tergugat adalah berbentuk perjanjian sewa, sedangkan
terhadap perjanjian sewa dimaksud telah dinyatakan berakhir dan Tergugat
tidak lagi bermaksud mengadakan perpanjangan masa sewa;
“Bahwa perjanjian Nomor
HK.0501/554/TPR-2014 tanggal 27 Maret 2014, dan Perjanjian Nomor
HK.0501/565/TPR-2014 tanggal 27 Maret 2014, yang berdiri gudang-gudang (objek
sengketa) yang berada di Jalan Kalimas Baru Nomor 128-130, yang mana kedua
perjanjian-perjanjian tersebut keduanya berakhir pada tanggal 31 Desember 2014;
“Bahwa berdasarkan Bukti T-1
(photocopy Sertifikat Hak Pengelolaan (HPL) Nomor 1/K Kelurahan Perak Utara
Surat Ukur Nomor 5727 Tahun 1988 atas nama Perum Pelabuhan Indonesia III
Surabaya, sekarang PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) Surabaya menunjukkan
bahwa objek sengketa dalam perkara a quo berdiri di atas tanah HPL milik
Tergugat, sedangkan bangunan gudang masing-masing setempat dikenal dengan bangunan
gudang Jalan Kalimas Baru Nomor 140 Surabaya, Jalan Kalimas Baru Nomor 144
Surabaya dan Jalan Kalimas Baru Nomor 128-130 Surabaya adalah merupakan
bangunan-bangunan gudang yang didirikan dan dimiliki oleh Para Penggugat;
“Bahwa Penggugat I telah
lebih dari 23 (dua puluh tiga) tahun dan Penggugat II telah lebih dari 57 (lima
puluh tujuh) tahun menyewa dan memanfaatkan tanah bagian dari HPL Nomor 1
yang terletak di Jalan Kalimas Baru Nomor 140 Surabaya, Jalan Kalimas Baru
Nomor 144 Surabaya dan Jalan Kalimas Baru Nomor 128-130 Surabaya terebut;
“Bahwa lagipula selain itu
alasan-alasan kasasi tersebut mengenai hasil pembuktian yang bersifat
penghargaan tentang suatu kenyataan, hal mana tidak dapat dipertimbangkan dalam
pemeriksaan pada tingkat kasasi, karena pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya
berkenaan dengan adanya kelalaian dalam memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan
oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan
yang bersangkutan atau bila Pengadilan tidak berwenang atau melampaui batas
wewenangnya, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 30 Undang Undang Nomor 14
Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dan ditambah dalam
Undang Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang Undang Nomor
3 Tahun 2009;
“Menimbang, bahwa berdasarkan
pertimbangan di atas, ternyata bahwa putusan Judex Facti / Pengadilan Tinggi
Jawa Timur dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau
undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Para Pemohon Kasasi 1.
ANG SUANTHIE JOHN, dan kawan tersebut harus ditolak;
“M E N G A D I L I :
- Menolak permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi 1. ANG SUANTHIE
JOHN, dan 2. PT. UPAYA EXPORT, tersebut;”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan
hidup JUJUR dengan menghargai Jirih
Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.