Akta Perdamaian (Acta Van Dading) adalah TABU dalam Perkara Perdata
Question: Pihak lawan menawarkan diri untuk berdamai dengan buat akta damai saat gugatan perdata kami masih berjalan prosesnya di persidangan, yang bila disetujui oleh pihak kami maka keseluruh pihak antara penggugat dan tergugat akan membuat semacam akta perdamaian yang akan dikukuhkan oleh hakim dalam putusannya. Apa ada resiko di kemudian hari, bagi pihak kami menyepakai perdamaian semacam ini?
Brief Answer: Dari begitu banyak pengalaman SHIETRA &
PARTNERS, terkait akta perdamaian saat bersengketa perdata gugat-menggugat di
pengadilan, telah ternyata akta perdamaian (acta
van dading) mengandung potensi resiko, dimana resikonya tergolong tinggi. Pertimbangkan
satu fakta berikut : pihak yang tanda-tangan akta perdamaian, telah ternyata
dapat kembali ingkar janji alias wanprestasi terhadap akta perdamaian. Bila itu
yang terjadi, maka pihak yang dirugikan dapat benar-benar “tersandera” dalam
artian yang harafiah, bahkan dapat menjelma benang kusut yang benar-benar “kusut”.
Fakta kedua yang patut dipertimbangkan, akta perdamaian meski dikukuhkan
oleh hakim di pengadilan, dalam praktiknya menyerupai “non executable” alias tidak dapat dieksekusi ketika salah satu
pihak kembali ingkar janji terhadap akta perdamaian dimaksud. Mengapa demikian?
Karena akta perdamaian tidak ubahnya “akta restrukturisasi” belaka, dimana
tidak sedikit kalangan debitor tetap saja ingkar janji meski telah diberikan
toleransi berupa “akta restrukturisasi kredit” bila konteksnya ialah sengketa
hutang-piutang / kredit / pembiayaan.
PEMBAHASAN:
Untuk memudahkan pemahaman,
dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan ilustrasi konkretnya sebagaimana putusan
Mahkamah Agung RI perkara pidana register Nomor 27 April 2016 tanggal 27 April
2016, dimana selain memvonis Terdakwa dengan delik penipuan, Terdakwa juga
dijerat sebagai telah melakukan TPPU, karena Terdakwa telah menggunakan uang
hasil kejahatan penipuan (uang panjar / DP jual beli) untuk membayar premi
asuransi alias untuk kepentingan pribadinya. Adapun alibi dari pihak Terkdawa, yakni
bila pihak Korban Pelapor memang murni ingin membeli tanah tersebut tentulah ia
terlebih dahulu perlu mengecek ke BPN sebelum transaksi alias bukanlah “pembeli
yang beritikad baik”.
Terdakwa juga beralibi, bahwa
Korban Pelapor sendiri telah mengetahui bahwa tanah tersebut masih bermasalah dan
sedang berproses hukum karena pihak “calon pembeli semula” telah ternyata ingkar
janji dalam pembayaran pelunasan tanah dimaksud. Sebelumnya, Korban Pelapor telah
mengetahui bahwa objek tanah adalah sedang berproses hukum di pengadilan karena
“calon pembeli terdahulu” wanprestasi tidak mentaati atas putusan yang mengukuhkan
“akta damai” dari Pengadilan Negeri Sleman dalam perkara Nomor 86/Pdt.G/2012/PN.Sleman
tanggal 15 Agustus 2012, kemudian memberikan pinjaman uang kepada Terdakwa sebesar
Rp1.000.000.000 dengan harapan jika nanti masalahnya di pengadilan selesai
dapat dijual kepadanya, sehingga hubungan hukumnya ialah masalah keperdataan,
yang sifatnya ialah “pinjam-meminjam dana yang dibalut dengan perikatan jual
beli”, bukan jual-beli murni.
Antara Terdakwa dengan pihak “calon
pembeli terdahulu”, belum terjadi jual beli, yang ada baru perikatan jual beli,
tetapi “calon pembeli terdahulu” telah melakukan wanprestasi tidak dapat melunasi
pembayaran terhadap perikatan jual beli atas objek tanah. Oleh karena “calon
pembeli terdahulu” melakukan wanprestasi, maka Terdakwa mengajukan gugatan pada
tahun 2013 dan sekarang masih dalam proses hukum kasasi di Mahkamah Agung,
dimana sampai saat ini belum dilakukan Akta Jual Beli (AJB) antar keduanya.
Adapun yang menjadi tuntutan Jaksa
Penuntut Umum (JPU), ialah agar Terdakwa dinyatakan bersalah melakukan Tindak
Pidana Penipuan dan Tindak Pidana Pencucian Uang, serta menjatuhkan
pidana penjara terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 12 (dua belas)
tahun. Dimana terhadap dakwaan serta tuntutan JPU maupun Pledooi (Nota
Pembelaan) Terdakwa, yang kemudian menjadi putusan Pengadilan Negeri Sleman
Nomor 329/Pid.B/2015/PN.Smn. tanggal 20 Oktober 2015, berupa amar sebagai
berikut:
“MENGADILI :
1. Menyatakan Terdakwa EMY RAHMAWATI HAPRIYANI terbukti secara sah dan
menyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Penipuan dan Tindak Pidana
Pencucian Uang;
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara
selama 8 (delapan) tahun dan denda sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana
kurungan selama 1 (satu) bulan;
3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani Terdakwa
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
4. Menetapkan Terdakwa tetap berada dalam tahanan;”
Dalam tingkat Banding, yang menjadi
putusan Pengadilan Tinggi Yogyakarta Nomor 92/PID/2015/PT.YYK., tanggal 17
Desember 2015, dengan pertimbangan hukum serta amar sebagai berikut:
“Bahwa Terdakwa telah terbukti melakukan
penipuan karena telah menjual tanah tersebut terlebih dahulu kepada orang lain;
“Bahwa walaupun obyektif ada
dan bukan fiktif, akan tetapi telah ternyata dan terbukti bahwa tanah yang
dijual Terdakwa kepada pihak lain terlebih dahulu;
“MENGADILI :
1. Menerima permintaan banding dari Penuntut Umum dan Terdakwa;
2. Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Sleman tanggal 20 Oktober
2015 Nomor 329/Pid.B/2015/PN.Smn., yang dimintakan banding tersebut;
3. Memerintahkan Terdakwa tetap berada dalam tahanan;
Pihak Terdakwa mengajukan upaya
hukum Kasasi, dengan pokok keberatan bahwa pengadilan berpendapat Terdakwa
telah terbukti melakukan tindak pidana, maka pengadilan seharusnya juga
mempertimbangkan adanya kelalaian yang dilakukan oleh saksi korban yaitu saksi
korban jika ia adalah sebagai pembeli maka dapat dikatagorikan bukanlah “pembeli
yang beritikad baik”, bahwa jika memang saksi korban memang murni adalah
pembeli yang beritikad baik maka seharusnya teliti dan hati-hati yaitu dengan melakukan
cek fisik terhadap obyek jual beli baik surat maupun tanahnya. Terdakwa juga
mendalilkan bahwa apa yang sebenarnya terjadi ialah adanya hubungan keperdataan
antara Terdakwa dan pihak Korban Pelapor.
Dimana terhadapnya, Mahkamah
Agung RI membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap
alasan-alasan kasasi dari Pemohon Kasasi I / Jaksa / Penuntut Umum tersebut
Mahkamah Agung berpendapat:
1. Alasan-alasan kasasi Pemohon Kasasi / Penuntut Umum tidak dapat dibenarkan,
karena Judex Facti tidak salah menerapkan hukum. Judex Facti telah
mempertimbangkan pasal aturan hukum yang menjadi dasar pemidanaan dan dasar
hukum dari putusan serta pertimbangan keadaankeadaan yang memberatkan dan
meringankan sesuai Pasal 197 Ayat (1) Huruf f KUHAP.
2. Bahwa perbuatan Terdakwa melakukan rangkaian kebohongan atau tipu muslihat
menjual tanah kepada saksi Suparjo Rustam padahal tanah tersebut oleh Terdakwa
telah dijual kepada saksi Agung Hartono.
3. Bahwa setelah Terdakwa memperoleh uang sebesar Rp1.010.000.000,00 (satu
miliar sepuluh juta rupiah) dari hasil penipuan terhadap Suparjo Rustam, Terdakwa
menyamarkan uang hasil kejahatan tersebut dengan cara dipakai untuk membayar
hutang dan membayar rental mobil, sehingga perbuatan Terdakwa merupakan
tindakan pencucian uang.
4. Bahwa alasan kasasi selebihnya tidak dapat dibenarkan, oleh karena
alasan tersebut mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang
suatu kenyataan. Alasan semacam itu tidak dapat dipertimbangkan dalam
pemeriksaan pada tingkat kasasi, karena pemeriksaan pada tingkat kasasi hanya
berkenaan dengan tidak diterapkan suatu peraturan hukum atau peraturan hukum
tidak diterapkan sebagaimana mestinya, atau apakah cara mengadili tidak
dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang, dan apakah pengadilan telah
melampaui batas wewenangnya, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 253
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana;
“Menimbang, bahwa terhadap
alasan-alasan kasasi dari Pemohon Kasasi II / Terdakwa tersebut Mahkamah Agung
berpendapat:
1. Bahwa alasan kasasi Terdakwa tidak dapat dibenarkan, karena Judex
Facti tidak salah menerapkan hukum dalam hal menyatakan Terdakwa terbukti secara
sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melanggar Pasal 378
KUHPidana dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010;
- Kejadian ini berawal pada
tanggal 14 Juni 2013, ketika saksi korban Ani Wulandari diajak oleh Suparjo
Rustam ke Notaris H. Hamdani di Jalan Selokan Mataram Babarsari, Kabupaten
Sleman. Di tempat Notaris tersebut sudah ada Sdri. saksi Naluri Rahayu.
- Setelah semuanya bertemu,
saksi korban diperlihatkan putusan Pengadilan Negeri Sleman dan Sdr. H. Hamdani
maupun Terdakwa yang mengakui sebagai pemilik tanah mengatakan tanah yang
dimaksud dalam putusan Pengadilan Negeri Sleman tersebut sudah mempunyai
kekuatan hukum tetap (in kracht) dan tidak ada sengketa lagi.
- Setelah saksi korban
mendengarkan perkataan Terdakwa dan Sdr. H. Hamdani bahwa tanah dimaksud tidak
bermasalah dan tidak bersengketa maka saksi korban percaya / yakin akan
perkataan tersebut sehingga tergerak untuk membayar uang DP / panjar harga
tanah sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dengan menggunakan
cek BNI Nomor 829382 disertai dengan kuitansi pembayaran sebagai tanda jadi. Adapun
sisanya akan dibayarkan korban pada saat tanda tangan akta jual beli.
- Setelah selesai membayar DP /
panjar harga tanah, selanjutnya saksi Suparjo Rustam pada bulan Desember 2013
mengecek tanah yang dijual Terdakwa. Namun kemudian ternyata di atas tanah
tersebut terdapat papan nama pemilik tanah dengan tulisan “Pemilik tanah adalah
Suryo Hartono dan Agung Hartono. Tanah milik Suryo Hartono dan Agung Hartono
tersebut akan dibangun lapangan Futsal.
- Saksi korban mau membeli
tanah Terdakwa karena di atas tanah tertulis di papan, Tanah milik Terdakwa
EMY RAHMAWATI.
- Setelah saksi korban
mengetahui kalau tanah tersebut yang dijual Terdakwa bukan miliknya melainkan
milik Sdr. Suryo Hartono dan Agung Hartono, maka saksi korban melaporkan
Terdakwa.
- Berdasarkan alasan
pertimbangan tersebut, Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana penipuan
dengan cara menggunakan rangkaian kata-kata bohong atau tipu muslihat
menyatakan bahwa tanah yang dijual kepada Suparjo Rustam dan Sdri. Ani
Wulandari adalah tanah milik Terdakwa yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap
dan tidak bermasalah lagi. Namun ternyata tanah tersebut bukan miliknya
melainkan milik Suryo Hartono dan Agung Hartono.
- Bahwa uang hasil tindak
pidana penipuan tersebut telah ditempatkan dibank oleh Terdakwa dan sebagian
besar telah digunakan dan dibelanjakan Terdakwa untuk kepentingan pribadi.
Saksi korban telah berulang kali meminta uang miliknya namun Terdakwa tidak
mengembalikannya, padahal Terdakwa sama sekali tidak mempunyai hak atas uang
tersebut.
- Terdakwa bukan pertama kali
melakukan tindak pidana, Terdakwa sudah pernah menjalani pidana (recidive).
“Menimbang, bahwa berdasarkan
pertimbangan di atas, lagi pula ternyata putusan Judex Facti dalam perkara ini
tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi
yang diajukan oleh para Pemohon Kasasi : Jaksa / Penuntut Umum dan Terdakwa
tersebut harus ditolak;
“M E N G A D I L I :
- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I / JAKSA / PENUNTUT UMUM
PADA KEJAKSAAN NEGERI SLEMAN dan Pemohon Kasasi II / Terdakwa / EMY RAHMAWATI
HAPRIYANI tersebut;”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan
hidup JUJUR dengan menghargai Jirih
Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.