KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Apakah Suara Majelis Hakim Wajib “BULAT”, Barulah Terdakwa Terbukti Sah dan Meyakinkan Bersalah untuk dapat Dipidana?

Hakim Perkara Pidana Wajib Yakin Seyakin-Yakinnya Sebelum Menjatuhkan Vonis Hukuman / Bersalah atau Tidaknya Seorang Terdakwa, artinya Tanpa “DISSENTING OPINION”?

Question: Katanya dalam perkara pidana, hakim harus yakin seyakin-yakinnya, baru boleh memutus bersalah atau mempidana penjara seorang terdakwa. Apakah artinya, jika ada satu saja anggota majelis hakim dari tiga orang hakim yang memutus perkara yang ternyata menyatakan bahwa terdakwa tidak bersalah, apakah artinya terdakwa harus dinyatakan atau divonis bebas alias dakwaan jaksa penuntut menjadi tidak terbukti atau kesalahan terdakwa adalah menyisakan keraguan (meragukan)?

Brief Answer: Yakin seyakin-yakinnya hakim pemeriksa dan pemutus perkara (beyond reasonable doubt), sebagai basis dapat dipidananya seorang terdakwa yang dihadapkan ke persidangan, tampaknya tidak memungkinkan adanya “dissenting opinion” (pendapat yang berbeda) dari salah satu anggota Majelis Hakim pemeriksa dan pemutus perkara, karena itu secara sendirinya memang membuktikan adanya yang “patut diragukan” perihal “kesalahan pidana” sang terdakwa. Namun, agar tidak menyerupai “hak veto” dari salah satu anggota Majelis Hakim demikian, maka “suara terbanyak” menjadi penentu bersalah atau tidaknya sang terdakwa. Berdasarkan “best practice” peradilan perkara pidana selama ini di Indonesia, telah ternyata terdapat contoh preseden / yurisprudensi berupa putusan-putusan pidana yang menyatakan bahwa sang terdakwa terbukti bersalah dan divonis pidana penjara, sekalipun terdapat satu dari tiga anggota Majelis Hakim yang menyatakan bahwa pihak terdakwa tidak terbukti bersalah.

PEMBAHASAN:

Untuk memudahkan pemahaman, terdapat sebuah ilustrasi konkret sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan lewat putusan Mahkamah Agung RI perkara pidana register Nomor 379 PK/Pid.Sus/2023 tanggal 11 Mei 2023, dimana Terdakwa didakwa dan dituntut karena telah melakukan tindak pidana korupsi. Dalam tingkat kasasi, yang menjadi putusan Mahkamah Agung RI No. 1023 K/Pid.Sus/2016 tanggal 5 Oktober 2016, dengan amar sebagai berikut:

“MENGADILI :

− Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi II / Terdakwa Dahono bin Pawirodinomo tersebut;

− Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I / Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Bantul tersebut;

− Membatalkan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Yogyakarta Nomor 11/Pid.Sus-TPK/2015/PT YYK, tanggal 8 Januari 2016 yang menguatkan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Yogyakarta Nomor 05/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Yyk, tanggal 13 Oktober 2015;

Mengadili Sendiri;

1. Menyatakan Terdakwa Dahono bin Pawirodinomo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Korupsi”;

2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Dahono bin Pawirodinomo, oleh karena itu, dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan denda sebesar Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayarkan diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan;

3. Memerintahkan supaya Terdakwa segera ditahan;”

Pihak Terdakwa mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK), dimana terhadapnya MA RI membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:

“Menimbang bahwa terhadap alasan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali / Terpidana tersebut, Mahkamah Agung berpendapat sebagai berikut:

− Bahwa terhadap alasan permohonan peninjauan kembali tersebut tidak dapat dibenarkan, dengan alasan:

− Tidak benar terdapat keadaan baru / Novum sebagaimana alasan-alasan Pemohon Peninjauan Kembali in casu, karena berdasarkan ketentuan Pasal 263 Ayat (2) huruf a KUHAP bahwa pada dasarnya keadaan-keadaan baru tersebut / Novum in casu telah ada, hanya saja tidak dihadapkan di muka persidangan. Bahwa Novum tersebut haruslah bersifat menentukan atau memiliki kekuatan yang dapat mengubah putusan hakim atau dapat mengancam batalnya putusan a quo;

− In casu bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/P II-XIV/2016 tanggal 25 Januari 2017 adalah terbit setelah Putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta Nomor 05/Pid.Sus-TPK/2015/PN Yyk tanggal 13 Oktober 2015. Dengan demikian dari segi waktu bahwa terang dan jelas Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut tidak dapat dikatakan sebagai Novum / keadaan baru dalam perkara Pemohon Peninjauan Kembali in casu, karena pada saat berlangsung pemeriksaan terhadap Pemohon Peninjauan Kembali bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut belum ada;

− Bahwa mengenai keberatan-keberatan lainnya yang berkenaan dengan berita-berita online yaitu bukti P-3.1 sampai dengan bukti P-3.4 sebagaimana dijadikan alasan Pemohon Peninjauan Kembali sebagai Novum, tidak dapat dibenarkan karena hal tersebut hanya bersifat berita dari seseorang jurnalis yang tidak memenuhi unsur atau sifat sebagai keadaan baru sebagaimana ketentuan Pasal 263 Ayat (2) huruf a KUHAP yang mengatur bahwa keadaan-keadaan baru tersebut menimbulkan dugaan kuat, jika sudah diketahui pada waktu persidangan perkara in casu bahwa hasilnya akan berupa putusan bebas atau lepas atau tuntutan Penuntut Umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan;

− Bahwa demikian pula terhadap keberatan Pemohon Peninjauan Kembali / Terpidana yang berkenaan dengan Putusan Pengadilan Negeri Bantul Nomor 46/Pdt.G/2018/PN Btl tanggal 15 Oktober 2020, tidak dapat dibenarkan karena putusan perkara perdata tersebut tidak terkait dengan perkara korupsi Pemohon Peninjauan Kembali / Terpidana in casu;

− Berdasarkan ketentuan Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1956 sebagaimana dikuatkan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan menegaskan bahwa dalam hal terjadi tindak pidana, in casu tindak pidana korupsi, yang ada kaitannya dengan perkara perdata yang sedang diperiksa, maka putusan perkara perdata tidak mengikat terhadap perkara pidana tersebut;

− Bahwa terhadap alasan Pemohon Peninjauan Kembali mengenai adanya kekhilafan Hakim atau kekeliruan yang nyata, tidak dapat dibenarkan karena tidak terdapat kekhilafan Hakim atau kekeliruan secara nyata Majelis Hakim judex juris pada Mahkamah Agung dalam mengadili perkara Pemohon Peninjauan Kembali in casu, karena dalam mempertimbangkan atas keterbuktian Dakwaan Penuntut Umum Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP, dan penjatuhan pidananya bahwa judex juris telah memberikan pertimbangan hukum yang tepat dan benar sesuai fakta-fakta di persidangan;

− In casu berdasarkan fakta-fakta yang relevan secara yuridis telah terang dan jelas bahwa perbuatan Pemohon Peninjauan Kembali in casu telah terbukti melakukan perbuatan korupsi dan karena perbuatannya tersebut telah memperkaya diri sendiri atau orang lain yang mengakibatkan adanya kerugian negara;

− In casu, perbuatan saksi Maryani binti Marto Utomo, Direktur PT Aulia Trijaya Mandiri (Terdakwa dalam berkas terpisah) mengembalikan sebagian kerugian negara ke Kas Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul sebesar Rp810.330.450,00 (delapan ratus sepuluh juta tiga ratus tiga puluh ribu empat ratus lima puluh rupiah) dari kerugian negara sebesar Rp1.040.779.160,00 (satu miliar empat puluh juta tujuh ratus tujuh puluh sembilan ribu seratus enam puluh rupiah) in casu bukan pada saat terjadinya tindak pidana, melainkan setelah terjadinya tindak pidana a quo. Oleh karenanya hal itu tidak meniadakan tindak pidana in casu, melainkan sebagai hal meringankan penjatuhan pidananya;

− Bahwa terhadap uang kelebihan dana hibah sebesar Rp230.448.710,00 (dua ratus tiga puluh juta empat ratus empat puluh delapan ribu tujuh ratus sepuluh rupiah) yang ada dalam penguasaan saksi Maryani binti Marto Utomo bahwa secara faktual membuktikan adanya unsur memperkaya diri karena uang tersebut bukan milik saksi in casu dalam jumlah yang relatif besar;

− Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut, terang dan jelas tidak terdapat Novum dan kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata yang dilakukan oleh Majelis Hakim dalam mengadili perkara Pemohon Peninjauan Kembali;

“Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, alasan Pemohon Peninjauan Kembali / Terpidana tidak dapat dibenarkan, oleh karena tidak termasuk dalam salah satu alasan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 Ayat (2) huruf a, b dan c KUHAP;

“Menimbang bahwa dengan demikian berdasarkan Pasal 266 Ayat (2) huruf a KUHAP, maka permohonan peninjauan kembali dinyatakan ditolak dan putusan yang dimohonkan peninjauan kembali tersebut dinyatakan tetap berlaku;

“Menimbang bahwa telah terjadi perbedaan pendapat (dissenting opinion) dalam musyawarah Majelis Hakim dan telah diusahakan dengan sungguh-sungguh tetapi tidak tercapai mufakat, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 30 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung, perbedaan pendapat (dissenting opinion) dari Hakim Agung Soesilo, S.H., M.H. dimuat sebagai berikut:

− Bahwa alasan peninjauan kembali Terpidana mengenai adanya suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata dapat dibenarkan dengan berdasarkan fakta-fakta sebagai berikut:

− Bahwa Terpidana adalah staf Bagian Verifikasi Dinas Pengelolaan Kekayaan dan Aset Daerah (DPKAD) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan sebagai Bendahara Pengcab PSSI Bantul serta sebagai Bendahara Persiba Bantul;

− Bahwa Dana Hibah untuk KONI Kabupaten Bantul, yang berasal dari APBD Tahun 2011, sebesar Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah), pada Bulan Januari 2011 sampai dengan Bulan Maret 2011, dicairkan sebesar Rp7.884.350.000,00 (tujuh miliar delapan ratus delapan puluh empat juta tiga ratus lima puluh ribu rupiah), melalui DPKAD Kabupaten Bantul;

− Bahwa Persiba Bantul melalui KONI Bantul mengajukan Proposal Dana Hibah kepada Bupati Bantul sebesar Rp6.241.575.000,00 (enam miliar dua ratus empat puluh satu juta lima ratus tujuh puluh lima ribu rupiah) dilampiri dengan Rencana Kerja Dan Anggaran (RAB) yang dibuat dan ditandatangani oleh Terdakwa. Akan tetapi Dana Hibah KONI Bantul yang disetujui dan dituangkan dalam APBD Perubahan Tahun 2011 sebesar Rp4.500.000.000,00 (empat miliar lima ratus juta rupiah);

− Bahwa Terdakwa melakukan pembayaran biaya transportasi, akomodasi dan konsumsi laga tandang (away) Persiba Bantul Tahun 2010/2011 dengan jumlah 39 (tiga puluh sembilan) invoice / tagihan dari saksi Maryani binti Marto Utomo, akan tetapi semua invoice / tagihan tersebut tanpa dilampiri dengan dokumen pendukung berupa tanda bukti pengeluaran, dari jumlah dana yang diterima saksi Maryani binti Marto Utomo, dikurangi dengan dana riil yang dibayarkan oleh saksi Maryani binti Marto Utomo, terkait dengan jumlah peserta, tarif penerbangan, tarif hotel dan tarif konsumsi, terdapat selisih sebesar Rp1.040.779.160,00 (satu miliar empat puluh juta tujuh ratus tujuh puluh sembilan ribu seratus enam puluh rupiah) atau setidaknya-tidaknya setelah dilakukan audit oleh Inspektorat Kabupaten Bantul sesuai dengan LHP Nomor: X.900/175/2013 tanggal 20 Juni 2013 telah terjadi kerugian negara sebesar Rp740.952.250,00 (tujuh ratus empat puluh juta sembilan ratus lima puluh dua ribu dua ratus lima puluh rupiah) atau setidak-tidaknya menurut perhitungan BPKP yang dituangkan dalam Laporan Hasil Perhitungan BPKP Nomor LHP: SR-362/PW-12/5/2014 tanggal 26 Agustus 2014 tejadi kelebihan pembayaran sebesar Rp817.980.100,00 (delapan ratus tujuh belas juta sembilan ratus delapan puluh ribu seratus rupiah);

− Bahwa fakta tersebut menunjukkan dana hibah yang bersumber dari APBD diberikan kepada KONI Kabupaten Bantul. Selanjutnya KONI Bantul sebagai cabang di Kabupaten dari induk organisasi cabang olahraga memberikan dana hibah tersebut kepada PSSI Bantul dan Persiba Bantul. Terdakwa sebagai Bendahara PSSI Bantul dan Persiba Bantul menggunakan dana tersebut untuk kepentingan Persiba Bantul. Penggunaan dana tersebut terjadi selisih sebesar Rp1.040.779.160,00 (satu miliar empat puluh juta tujuh ratus tujuh puluh sembilan ribu seratus enam puluh rupiah) atau setidaknya-tidaknya setelah dilakukan audit oleh Inspektorat Kabupaten Bantul telah terjadi kerugian Negara sebesar Rp740.952.250,00 (tujuh ratus empat puluh juta sembilan ratus lima puluh dua ribu dua ratus lima puluh rupiah) atau setidak-tidaknya menurut perhitungan BPKP yang dituangkan dalam Laporan Hasil Perhitungan BPKP tejadi kelebihan pembayaran sebesar Rp817.980.100,00 (delapan ratus tujuh belas juta sembilan ratus delapan puluh ribu seratus rupiah). Dalam hal ini patut dicermati, apakah Terdakwa sebagai Bendahara Persiba Bantul dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut?;

− Bahwa dalam perkara a quo, dana hibah diberikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul menggunakan dana APBD kepada KONI Kabupaten Bantul sebagai induk organisasi cabang olahraga di Kabupaten Bantul. Dalam hal ini pertanggungjawaban penggunaan dana tersebut berada di KONI Kabupaten Bantul c.q. Ketua KONI Bantul periode tersebut. Sedangkan diketahui Ketua KONI Bantul periode tersebut telah dinyatakan oleh Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta pada tanggal 4 Agustus 2015 yang mengeluarkan SP3 karena belum terdapat perbuatan melawan hukum;

− Bahwa hubungan antara KONI Kabupaten Bantul dengan PSSI Bantul dan Persiba Bantul berada dalam ranah privat antar organisasi, mengingat KONI Bantul merupakan induk organisasi cabang olahraga di Kabupaten Bantul yang menurut AD/ART KONI sebagai organisasi keolah-ragaan yang tidak berafiliasi dengan kekuatan politik manapun dan bersifat nirlaba. Oleh karena itu persoalan selisih penggunaan dana yang dipertanggung-jawabkan oleh Persiba Bantul kepada KONI Kabupaten Bantul merupakan permasalahan privat atau perdata;

− Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, permasalahan adanya selisih penggunaan dana yang dipertanggung-jawabkan oleh Terdakwa sebagai Bendahara Persiba Bantul kepada KONI Kabupaten Bantul bukanlah ranah tindak pidana korupsi melainkan ranah privat atau perdata. Pertimbangan tersebut menunjukkan adanya suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata yang dilakukan oleh judex juris sehingga menjadi alasan untuk melepaskan Terpidana tersebut oleh karena itu dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle rechtsvervolging). Dengan demikian alasan peninjauan kembali Terpidana dapat dibenarkan dan patut dikabulkan sehingga putusan judex juris harus dibatalkan dengan mengadili kembali perkara a quo;

M E N G A D I L I :

Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali / Terpidana DAHONO bin PAWIRODINOMO tersebut;

− Menetapkan bahwa putusan yang dimohonkan peninjauan kembali tersebut tetap berlaku;”

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.