Aspek Hukum Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang Dicabut oleh Terdakwa di Persidangan
Question: Saat diperiksa penyidik dan dibuatkan BAP, status masih sebagai saksi. Saat statusnya ditingkatkan menjadi tersangka, maka apakah boleh BAP yang dibuat saat statusnya masih sebagai tersangka dicabut oleh yang bersangkutan saat disidangkan di pengadilan sebagai terdakwa?
Brief Answer: Tidak semudah itu mencabut BAP (berita acara pemeriksaan),
meskipun itu dimungkinkan menurut hukum acara pidana. Mengingat, bagaimanapun
BAP tersebut ditanda-tangani oleh pihak yang bersangkutan, apapun statusnya
pada saat itu. Baik saksi maupun tersangka, harus atau berkewajiban menurut hukum
untuk memberikan keterangan-keterangan secara sebenarnya-benarnya, sehingga
bukan menjadi alasan untuk memasukkan keterangan yang tidak sebagaimana yang
sebenarnya karena statusnya sebagai saksi ataupun sebagai tersangka pada saat
BAP dibuat. Terlebih, sekalipun BAP dicabut, sifat keterangan-keterangan dalam
BAP tetaplah memiliki kekuatan hukum dengan dikategorikan sebagai alat bukti “petunjuk”—meski
tidak lagi dikategorikan sebagai alat bukti “Keterangan Terdakwa”.
PEMBAHASAN:
Untuk memudahkan pemahaman, sebagai
ilustrasi konkret dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan lewat putusan Mahkamah
Agung RI perkara pidana register Nomor 4331 K/Pid.Sus/2019 tanggal 12 Desember 2019,
dimana Terdakwa oleh Penuntut Umum dituntut:
1. Menyatakan Terdakwa terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum “melakukan permufakatan jahat melakukan
tindak pidana Narkotika, secara tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk
dijual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan atau
menerima Narkotika Golongan I dalam bentuk bukan tanaman yang beratnya lebih 5
(lima) gram” sebagaimana dimaksud dalam dakwaan primair Penuntut Umum yaitu
melanggar Pasal 114 ayat (2) juncto
Pasal 132 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;
2. Menjatuhkan pidana terhadap
Terdakwa dengan pidana penjara selama 17 (tujuh belas) tahun dan pidana denda
sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) subsidair 6 (enam) bulan.
Terhadap dakwaan Jaksa Penuntut
Umum (JPU), yang kemudian menjadi putusan Pengadilan Negeri Idi Nomor 75/Pid.Sus/2019/PN.Idi
tanggal 25 Juli 2019, dengan amar sebagai berikut:
“MENGADILI :
1. Menyatakan Terdakwa Zulfuad bin Mustafa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan
subsideritas;
2. Membebaskan Terdakwa oleh karena itu dari semua dakwaan
penuntut umum;
3. Memerintahkan terdakwa dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan
ini diucapkan;
4. Memulihkan hak-hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya;
5. Menetapkan agar barang bukti berupa :
- Penyisihan barang bukti
berupa 1 (satu) bungkus plastik bening berisi Kristal putih dengan berar brutto
pertama 77,45 (tujuh puluh tujuh koma empat puluh lima) gram diduga mengandung
Narkotika adalah benar mengandung Metamfetamina dan terdaftar dalam Golongan I
(satu) Nomor urut 61 lampiran I Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika
Dipergunakan dalam perkara lain
(dalam tahap penyidikan);”
Pihak Jaksa Penuntut Umum mengajukan
upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan
serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang bahwa Pasal 244
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana menentukan bahwa
terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh
pengadilan lain, selain daripada Mahkamah Agung, Terdakwa atau Penuntut Umum
dapat mengajukan permintaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap
putusan bebas;
“Menimbang bahwa akan tetapi
Mahkamah Agung berpendapat bahwa selaku badan Peradilan Tertinggi yang
mempunyai tugas untuk membina dan menjaga agar semua hukum dan undang-undang di
seluruh wilayah Negara diterapkan secara tepat dan adil, serta dengan adanya
putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU-X/2012 tanggal 28 Maret 2013 yang
menyatakan frasa ‘kecuali terhadap putusan bebas’ dalam Pasal 244 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana tersebut tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat, maka Mahkamah Agung berwenang memeriksa permohonan kasasi
terhadap putusan bebas;
“Menimbang bahwa terhadap
alasan kasasi yang diajukan Pemohon Kasasi / Penuntut Umum tersebut, Mahkamah
Agung berpendapat sebagai berikut:
- Alasan kasasi Penuntut Umum dapat dibenarkan, bahwa pencabutan keterangan
yang dilakukan oleh Terdakwa di muka persidangan atau keterangan yang diberikan
di hadapan penyidik sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Penyidik,
akan tetapi pencabutan tersebut tidak didukung oleh alat-alat bukti yang sah
maka keterangan Terdakwa dalam Berita Acara Penyidikan tersebut dapat dijadikan
bukti petunjuk;
- Bahwa berdasarkan fakta yang terungkap dari seluruh alat bukti yang diajukan
dalam perkara a quo, dihubungkan dengan alat bukti berupa petunjuk
melalui keterangan Terdakwa dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Penyidik,
maka dapatlah disimpulkan bahwa perbuatan Terdakwa telah memenuhi unsur delik Pasal
114 Ayat (2) juncto Pasal 132 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika;
“Menimbang bahwa berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas Mahkamah Agung berpendapat Terdakwa
tersebut telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana sebagaimana didakwakan oleh Penuntut Umum tersebut dalam dakwaan Primair
oleh karena itu Terdakwa tersebut dijatuhi pidana;
“Menimbang bahwa berdasarkan
pertimbangan di atas, ternyata Pemohon Kasasi / Penuntut Umum tersebut telah
memenuhi ketentuan Pasal 253 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana. Dengan demikian, berdasarkan Pasal 254
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana terdapat cukup
alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Penuntut Umum tersebut dan
membatalkan putusan Pengadilan Negeri Idi Nomor 75/Pid.Sus/2019/PN Idi tanggal
25 Juli 2019, untuk kemudian Mahkamah
Agung mengadili sendiri perkara ini dengan amar putusan sebagaimana yang akan
disebutkan di bawah ini;
“Menimbang bahwa sebelum
menjatuhkan pidana Mahkamah Agung akan mempertimbangkan keadaan yang
memberatkan dan meringankan bagi Terdakwa;
Keadaan yang memberatkan:
- Perbuatan Terdakwa tidak mendukung kebijakan pemerintah yang sedang
giat-giatnya meberantas peredaran Narkotika;
- Terdakwa sudah pernah dihukum dalam perkara Narkotika (residivis);
- Terdakwa berbeli-belit dalam memberikan keterangan dipersidangan dan tidak
berterus terang mengakui perbuatannya;
Keadaan yang meringankan:
- Terdakwa masih muda dan diharapkan dapat merubah tingkah lakunya kelak;
“M E N G A D I L I :
− Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Penuntut Umum pada
Kejaksaan Negeri Aceh Timur tersebut;
− Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Idi Nomor 75/Pid.Sus/2019/PN.Idi tanggal
25 Juli 2019 tersebut;
MENGADILI SENDIRI:
1. Menyatakan Terdakwa ZULFUAD bin MUSTAFA terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana ‘melakukan permufakatan jahat dengan tanpa hak
atau melawan hukum menerima Narkotika Golongan I yang beratnya melebihi 5 gram’;
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara
selama 9 (sembilan) tahun dan pidana denda sejumlah Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan
pidana penjara selama 3 (tiga) bulan;
3. Memerintahkan agar Terdakwa ditahan;
4. Menetapkan barang bukti:
- 1 (satu) bungkus plastik bening berisi Kristal putih dengan berat
brutto pertama 77,45 (tujuh puluh tujuh koma empat puluh lima) gram diduga mengandung
Narkotika adalah benar mengandung Metamfetamina dan terdaftar dalam Golongan I
(satu) Nomor urut 61 lampiran I Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika
Dipergunakan dalam perkara
lain;”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan
hidup JUJUR dengan menghargai Jirih
Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.