Perlawanan Pihak Ketiga (Derden Verzet) Suami / Istri terhadap Penetapan Sita Eksekusi Pengadilan
Tidak Bisa Derden
Verzet bila saat Membuat Perjanjian Pihak Suami-Istri Ikut Tanda Tangan
Question: Apakah semua “gugat-perlawanan pihak ketiga” (derden verzet), sudah pasti dikabulkan dan dimenangkan hakim di pengadilan bila pokok perlawanannya ialah tidak ada persetujuan dari suami atau istri terkait “harta bersama”, karena yang digugat oleh pihak Pemohon Eksekusi (dalam “perkara asal”) ialah hanya pihak suami seorang diri tanpa turut menggugat pihak istri?
Brief Answer: Perlu dicermati terlebih dahulu, apakah
kekalahan dalam “perkara asal” berupa gugatan wanprestasi, semisal terhadap
suatu kontrak atau perjanjian pinjam-meminjam uang, apakah pihak suami / istri
yang terikat perkawinan yang sah dan tidak ada “perjanjian pisah harta”—artinya
terjadi “percampuran harta maupun kewajiban bersama” antara pasangan suami-istri—masing-masing
turut menanda-tangani sebagai debitor / peminjam atau tidaknya. Bila telah
ternyata hanya sang suami / istri seorang yang menanda-tangani surat perjanjian
hutang-piutang sebagai debitor, maka pihak suami / istri yang tidak ikut
tanda-tangan dapat mengajukan “perlawanan pihak ketiga” (derden verzet) saat aset “harta bersama” akan dilelang-eksekusi
atau ketika disita eksekusi oleh pengadilan.
Terlebih, ketika pihak penggugat sejak awal
mengetahui dan menyadari bahwa pihak debitornya terikat perkawinan yang sah
dengan suami / istrinya, namun masih juga hanya meminta persetujuan sang suami
/ istri seorang tanpa pasangan dalam perkawinannya tersebut, maka jelas bahwa
“syarat sah perjanjian” vide Pasal
1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak terpenuhi—dimana tidak
terpenuhinya “unsur subjektif” berupa “kecakapan hukum” membawa konsekuensi
yuridis “perjanjian / kesepakatan menjadi dapat dibatalkan” (voidable), sehingga selain penetapan
sita eksekusi dapat dibatalkan lewat “derden
verzet”, surat perjanjian tersebut pun dapat digugat secara perdata oleh
pihak suami / istri yang tidak turut ikut tanda-tangan, agar dibatalkan oleh
pengadilan.
Untuk itu yang perlu dipersiapkan baik untuk
mengajukan gugatan perdata maupun “perlawanan pihak ketiga”—bergantung pada
objek yang hendak digugat dan dibatalkan, apakah surat perjanjian ataukah
penetapan sita eksekusi—berupa akta perkawinan yang sudah harus eksis sebelum
tanggal surat perjanjian dibuat oleh suami / istri sepihak, bukti waktu
perolehan hak atas tanah yang menjadi “harta bersama” yang disita eksekusi yakni
diperoleh selama berlangsungnya ikatan perkawinan antara pasangan suami-istri,
serta surat keterangan dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil bahwa tidak
ada perjanjian “pisah harta” antara sang suami dan istri.
PEMBAHASAN:
Pasal 378 Rv menjadi payung
hukum “derden verzet”, mengatur : “Apabila ada pihak ketiga yang hak-haknya
dirugikan oleh suatu putusan, maka ia dapat mengajukan perlawanan terhadap
putusan tersebut.” Bilamana terkait konteks peristiwa “harta bersama”, maka
berlaku pula ketentuan dalam Undang-Undang tentang Perkawinan. Adapun hal-hal
teknis terkait “derden verzet”,
terkandung dalam berbagai kaedah bentukan preseden sebagai “best practice”-nya.
Untuk memudahkan pemahaman,
dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan sebuah ilustrasi konkret sebagaimana
dapat dijumpai dalam putusan Mahkamah Agung RI sengketa perdata register Nomor 1255
K/Pdt/2015 tanggal 23 Oktober 2015, perkara antara:
- Hj. EMA ISKANDAR, sebagai Pemohon
Kasasi, semula selaku Pelawan; melawan
1. ASRIAL ABDUL MUIS, S.E. (Pemohon
Eksekusi); dan 2. ISKAK ISKANDAR BRS, B.E., (Termohon Eksekusi),
sebagai Para Termohon Kasasi, semula selaku Para Terlawan.
Pelawan keberatan terhadap Putusan
Perkara Perdata Nomor 03/Pdt.G/2008/PN.Slk. dan penetapannya Nomor
01/Pdt.Eks/2012PN.Slk., dimana Terlawan II didudukkan sebagai “Termohon
Eksekusi” terhadap sebidang tanah yang yang merupakan “harta bersama” antara
Pelawan dan Terlawan II dan diperoleh selama berlangsungnya perkawinan. Adapun
pihak Pelawan dalam perkara perdata Nomor 3/Pdt.G/2008PN Slk. tersebut, tidak
turut digugat sebagai Tergugat—perkara mana berawal dari adanya sebuah
kesepakatan antara Terlawan I dengan Terlawan II yaitu perjanjian mendirikan
bangunan yang dibangun di atas tanah (harta bersama) milik Pelawan dan Terlawan
II (Iskak Iskandar), dimana Terlawan I selaku pelaksana untuk mendirikan
bangunan rumah dan toko.
Pelawan dalam perkara tersebut
tidak turut digugat sebagai Tergugat, maka demi kepastian hukum terhadap kepentingan
Pelawan atas “harta bersama” yang akan dilelang eksekusi, perlawanan ini
diajukan, mengingat subjek gugatan perdata yang akan dieksekusi lelang oleh
Pengadilan Negeri mengandung “kekurangan subjek”. Sebaliknya, yang menjadi
bantahan pihak Terlawan I, ialah merujuk Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis
Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung
RI, Jakarta, 2008, halaman 101-103, tentang perlawanan pihak ketiga / derden verzet pada angka ke-5, diatur:
“Perlawanan
pihak ketiga yang diajukan oleh istri atau suami terhadap harta bersama yang
disita, tidak dibenarkan karena harta bersama selalu merupakan jaminan untuk
pembayaran hutang istri atau suami yang terjadi dalam perkawinan, yang harus
ditanggung bersama.”
Terhadap perlawanan Pelawan, Pengadilan
Negeri Solok kemudian memberikan Putusan Nomor 22/Pdt.Plw/2012/PN.Slk. tanggal
4 Juli 2013, dengan amarnya sebagai berikut:
“MENGADILI :
Dalam Eksepsi:
- Menerima keberatan / eksepsi Terlawan I;
Dalam Pokok Perkara:
- Menyatakan perlawanan Pelawan tidak dapat diterima;
- Menyatakan Pelawan sebagai Pelawan yang tidak benar;”
Dalam tingkat banding atas permohonan
Pelawan, putusan Pengadilan Negeri diatas kemudian dikuatkan dan
diperbaiki oleh Pengadilan Tinggi Padang dengan Putusan Nomor 07/Pdt/2014/PT.PDG
tanggal 29 April 2014, dengan amar sebagai berikut:
“MENGADILI :
- Menerima permohonan banding dari Pembanding / semula Pelawan;
- Menguatkan dan memperbaiki amar Putusan Pengadilan Negeri Solok Nomor
22/Pdt.Plw/2012/PN Slk., tanggal 4 Juli 2013 sebagai berikut:
Dalam Eksepsi:
- Menyatakan eksepsi Terlawan I tepat dan benar;
- Menyatakan Pelawan sebagai Pelawan yang tidak benar;
Dalam Pokok Perkara:
- Menyatakan perlawanan Pelawan tidak dapat diterima;”
Pihak Pelawan mengajukan upaya
hukum kasasi dengan pokok keberatan bahwa mengacu pada Pasal 35 Ayat (1) Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974, harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta
bersama. Senada dengan itu, Pasal 36 Ayat (1) Undang-Undang Perkawinan telah
mengatur bahwa suami istri dapat bertindak atas harta bersama dengan
persetujuan kedua belah pihak, dimana salah satu pihak baik suami atau istri
tidak dapat mengenyampingkan pihak pasangannya untuk melakukan perbuatan hukum
secara sepihak terhadap “harta bersama”, karena kedudukan masing-masing seimbang
yaitu sebagai pemilik “harta bersama”.
Dalam “perkara asal” Nomor 03/Pdt.G/2008PN.Slk.,
Terlawan II (suami dari Terlawan) sebagai Tergugat sedangkan Pelawan sebagai
istri tidak ikut digugat dalam perkara tersebut. Sehingga Pelawan yang tidak
sebagai pihak dalam perkara tersebut tidak harus tunduk dan patuh kepada
putusan dimaksud. Majelis Hakim Pengadilan Negeri dalam memutus perkara ini
berpedoman kepada Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas Dan Administrasi Pengadilan
Dalam Empat Lingkungan Peradilan Buku II Edisi 2007 Terbitan Mahkamah Agung RI
2009 pada halaman 101 sampai 103 pada angka ke-5, akan tetapi menutup mata
terhadap ketentuan yang termuat dalam angka ke-6 yang mengatur : “Apabila yang disita adalah harta bawaan atau
harta asal suami atau istri maka istri atau suami dapat mengajukan perlawanan
pihak ketiga dan perlawanannya dapat diterima.” Kecuali:
a. Suami istri tersebut menikah
berdasarkan BW dengan persatuan harta atau membuat perjanjian perkawinan berupa
persatuan hasil dan pendapatan;
b. Suami atau istri tersebut
telah ikut menandatangani Surat Perjanjian Hutang sehingga harus ikut
bertanggung jawab;
Dimana terhadapnya, Mahkamah
Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap
alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan kasasi tersebut
tidak dapat dibenarkan oleh karena setelah meneliti dengan saksama Memori
Kasasi tanggal 21 Januari 2015 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti
dalam hal ini putusan Pengadilan Tinggi Padang yang menguatkan dan memperbaiki
putusan Pengadilan Negeri Solok, ternyata Judex Facti / Pengadilan Tinggi tidak
salah dalam menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa Pelawan adalah tidak berkualitas sebagai Pelawan karena sebagai istri
dari Terlawan II, dimana Terlawan II adalah sebagai pihak Tergugat dalam
perkara Nomor 03/Pdt.G/2008/PN.Slk., yang telah berkekuatan hukum tetap (BHT);
- Bahwa terbukti Pelawan selaku istri Terlawan II bukanlah pihak ketiga
yang bisa melawan pelaksanaan putusan perkara perdata Nomor 03/Pdt.G/2008/PN
Slk;
- Bahwa Pelawan sebagai pihak yang harus bersama-sama dengan Terlawan II
untuk memenuhi kewajiban sebagaimana tertuang dalam isi putusan a quo;
- Bahwa Pelawan adalah istri dari Tergugat I, Pelawan telah menyetujui
ketika Tergugat I mengadakan perjanjian pendirian bangunan di atas tanah
sebagai ikatan bersama dengan Tergugat II;
“Menimbang, bahwa berdasarkan
pertimbangan di atas, ternyata putusan Judex Facti / Pengadilan Tinggi dalam
perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka
permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi Hj. EMA ISKANDAR tersebut
harus ditolak;
“M E N G A D I L I :
- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi Hj. EMA ISKANDAR
tersebut;”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan
hidup JUJUR dengan menghargai Jirih
Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.