Ketika Hakim Mencoba Bergelut Keluar dari Kuncian Dakwaan yang Disusun Penuntut Umum
Fakta-Fakta yang (akan) Terungkap di Persidangan Berpotensi
Bisa Sangat Tidak Relevan dengan Dakwaan Jaksa Penuntut Umum
Question: Kita tahu bahwa dakwaan disusun pihak jaksa dari kejaksaan, sebelum proses pembuktian di persidangan. Artinya, fakta-fakta persidangan baru terungkap jauh setelah dakwaan disusun oleh pihak jaksa, yang celakanya dakwaan tersebut tidak dapat di-revisi ataupun di-renvoi. Maka bukankah ini artinya membuat posisi hakim menjadi dilematis ketika hendak memutus perkara pidana ini?
Brief Answer: Masalah atau isu hukum tersebut tergolong
sebagai isu yang “klise” dan sudah lama menjadi “duri dalam daging” praktik
persidangan perkara pidana di Indonesia. Kalangan kehakiman bukannya tidak
mencoba membuat dobrakan atau terobosan atas kebekuan dan kebuntuan praktik
dakwaan demikian—dimana juga pihak Jaksa Penuntut Umum hanya bisa membuat Surat
Tuntutan secara tidak lepas dari Surat Dakwaan—dimana hingga saat kini
setidaknya telah terbit berbagai “pseudo regulasi” berikut oleh lembaga Mahkamah
Agung untuk menjawabnya karena kebutuhan praktik di peradilan, antara lain
berbagai Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) berikut:
a. SEMA Nomor 4 Tahun 2010,
hakim memutus sesuai surat dakwaan tetapi dapat menyimpangi ketentuan pidana
minimum khusus dengan memuat penimbangan yang cukup.
b. SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG
NOMOR 7 TAHUN 2012
“Dapatkah diterapkan Pasal 55 KUHP sebagaimana rumusan yang disusun JPU,
jika Terdakwanya hanyalah seorang diri dan tidak ada Terdakwa lain? Bagaimana
ajaran Deelnemingsleer, yang mensyaratkan bahwa ketentuan Pasal 55 KUHP baru
diterapkan apabila terdakwanya lebih dari 1 (satu) orang jadi mutlak 2 atau
tiga orang. Mahkamah Agung RI selaku judex juris perlu meluruskan hal ini guna
terciptanya penerapan hukum yang benar!”
Pleno menjawab : “Hakim tidak perlu menyikapi surat dakwaan
JPU. Karena penyusunan surat dakwaan merupakan kewenangan JPU.”
c. RUMUSAN HUKUM KAMAR PIDANA
TAHUN 2015 (SEMA NOMOR 03 TAHUN 2015), telah menggariskan norma sebagai berikut
sebagai jawaban atas kemelut perihal dakwaan Penuntut Umum yang dilematis:
“Hakim memeriksa dan memutus
perkara harus didasarkan kepada Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Unium (Pasal 182
ayat 3, dan 4 KUHAP. Jaksa mendakwa dengan Pasal 111 atau Pasal 112
Unclang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika namun berdasarkan fakta
hukum yang terungkap di persidangan terbukti Pasal 127 Unclang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika yang mana pasal ini tidak didakwakan, Terdakwa
terbukti sebagai pemakai dan jumlahnya relatif kecil (SEMA Nomor 4 Tahun 2010],
maka Hakim memutus sesuai surat dakwaan tetapi dapat menyimpangi ketentuan
pidana minimum khusus dengan membuat pertimbangan yang cukup.”
d. SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG
NOMOR 14 TAHUN 2016 tentang pemberlakuan hasil rapat kamar, khususnya kamar
pidana diantaranya disebutkan bahwa:
“Majelis Hakim
tidak dapat memutuskan suatu perkara diluar surat dakwaan Penuntut Umum,
kalaulah akan diputus, maka harus dibuktikan sesuai dengan dakwaan Penuntut
Umum, sedangkan fakta-fakta hukum yang didapat dari persidangan hanya dapat
dijadikan alasan dan pertimbangan apakah terdakwa akan diputus lebih
meringankan atau memberatkan dari tuntutan Penuntut Umum.”
e. RUMUSAN HUKUM KAMAR PIDANA
TAHUN 2017 (SEMA NOMOR I TAHUN 2017), telah menegaskan hukum acara pidana
berikut:
a. Dalam hal penuntut umum tidak mendakwakan Pasal 127 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, tetapi fakta hukum yang
terungkap di persidangan ternyata terdakwa terbukti sebagai Penyalah Guna
Narkotika Golongan I bagi dirinya sendiri, Mahkamah Agung tetap konsisten pada
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 03 Tahun 2015 angka 1, sebab selain hakim
dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara tetap mendasarkan putusannya pada
fakta hukum yang terbukti di persidangan, musyawarah juga harus didasarkan atas
surat dakwaan sebagaimana dimaksud Pasal 182 ayat (3) dan ayat (4) KUHAP.
b. Dalam hal terdakwa tidak tertangkap tangan sedang memakai narkotika
dan pada terdakwa ditemukan barang bukti narkotika yang jumlahnya/beratnya
relatif sedikit (sesuai Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2009 juncto
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2010) serta basil tes urine terdakwa
positif mengandung Metarnphetamlne, namun penuntut umum tidak mendakwakan Pasal
127 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika maka perbuatan
Terdakwa tersebut dapat dikategorikan sebagai Penyalah Guna Narkotika Golongan
I bagi diri sendiri sedangkan kualifikasi tindak pidananya tetap mengacu pada
surat dakwaan.”
PEMBAHASAN:
Untuk memudahkan pemahaman, terdapat
sebuah ilustrasi konkret sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk putusan
Pengadilan Tinggi Banjarmasin perkara pidana register Nomor 55/PID/2019/PT.BJM
tanggal tanggal 23 Mei 2019, dimana Jaksa Penuntut Umum membuat tuntutan
sebagai berikut:
1. Menyatakan Terdakwa terbukti
secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana “dengan terang-terangan
dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang yang mengakibatkan
kematian” sebagaimana dalam Dakwaan Tunggal;
2. Menjatuhkan pidana terhadap
Terdakwa dengan pidana penjara selama 12 (dua belas) tahun dikurangi
selama Terdakwa menjalani penahanan sementara dengan perintah tetap ditahan.
Terhadap tuntutan pihak Penuntut
Umum, yang kemudian menjadi amar putusan Pengadilan Negeri Banjarmasin Nomor 150/Pid.B/2019/PN
Bjm, tanggal 1 April 2019, dengan amar sebagai berikut:
“MENGADILI :
1. Menyatakan Terdakwa HENDRA Als HENDRA LUKMAN NOOR HAKIM Als HENDRA
TELE Bin HUSNI terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana “pembunuhan
berencana yang dilakukan secara bersama-sama”;
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa HENDRA Als HENDRA LUKMAN NOOR
HAKIM Als HENDRA TELE Bin HUSNI dengan pidana penjara selama 19 (sembilan
belas) tahun;
3. Menetapkan selama Terdakwa ditangkap dan ditahan dikurangkan
seluruhnya dengan pidana yang dijatuhkan;
4. Menetapkan Terdakwa tetap ditahan;
5. Menyatakan barang bukti berupa:
- 1 (satu) bilah senjata tajam
jenis celurit dengan ganggang terbuat dari kayu dililit tali warna hitam;
Dirampas untuk dimusnahkan.”
Pihak Terdakwa mengajukan upaya
hukum Banding, dengan disertai dalil bahwa Terdakwa tidak menghendaki membunuh,
karena sedang dibawah pengaruh minuman beralkohol yang memabukkan. Pokok keberatan
kedua ialah, pertimbangan hukum Majelis Hakim mengenai Pasal 340 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP
sebagaimana putusan halaman 6—28 putusan, yang menjadi dasar amar putusannya
adalah keliru dan harus dikesampingkan karena menyimpang dari “dakwaan tunggal”
pihak Jaksa Penuntut Umum yang hanya mendakwa dengan Pasal 170 KUHP
tentang pengeroyokan.
Singkatnya, Terdakwa keberatan
ketika vonis yang menjadi putusan Pengadilan Negeri telah melebihi tuntutan
Jaksa Penuntut Umum, mengingat Terdakwa dibebani “dakwaan tunggal” oleh Jaksa
Penuntut Umum yaitu Pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHP, kemudian Majelis Hakim
menyatakan perbuatan Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana “pembunuhan berencana”
sebagaimana Pasal 340 KUHP jo.
Pasal 55 ayat (1) ke–1 KUHP. Dimana terhadap dalil-dalil yang jelas bukan “alasan
pemaaf” demikian, Pengadilan Tinggi membuat pertimbangan serta amar putusan
sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa setelah
Pengadilan tingkat Banding membaca dan mempelajari dengan seksama berkas
perkara, putusan Pengadilan Tingkat pertama Berita Acara Persidangan, Memori
Banding dari Penasihat Hukum Terdakwa dan surat-surat lain yang berhubungan
dengan perkara ini Pengadilan Tingkat Banding memberkan pertimbangan sebagai
berikut;
“Menimbang, bahwa Majelis Hakim
tingkat banding tidak sependapat dengan pertimbangan Majelis Hakim tingkat
pertama dalam putusan Pengadilan Negeri Banjarmasin No. 150/Pid.B/2019/PN.Bjm,
tanggal 01 April 2019 yang telah memutuskan Menyatakan Terdakwa HENDRA Als
HENDRA LUKMAN NOOR HAKIM Als HENDRA TELE Bin HUSNI terbukti secara sah dan
meyakinkan melakukan tindak pidana “pembunuhan berencana yang dilakukan
secara bersama-sama”, sebagaimana ditentukan dalam pasal 340 KUHP
jo. Pasal 55 KUHP, oleh karena Majelis Hakim tingkat pertama menyatakan
Terdakwa telah terbukti melakukan perbuatan yang tidak didakwakan oleh Penuntut
Umum, padahal menurut pasal 182 ayat 4 KUHAP yang menyatakan bahwa “Musyawarah
tersebut pada ayat 3 harus didasarkan atas surat dakwaan dan segala sesuatu
yang terbukti dalam pemeriksaan disidang“ dan menurut Surat Edaran Mahkamah
Agung 14 Tahun 2016 tentang pemberlakuan hasil rapat kamar, khususnya kamar
pidana diantaranya disebutkan bahwa ‘Majelis Hakim tidak dapat memutuskan
suatu perkara diluar surat dakwaan Penuntut Umum, kalaulah akan diputus, maka
harus dibuktikan sesuai dengan dakwaan Penuntut Umum, sedangkan fakta fakta
hukum yang didapat dari persidangan hanya dapat dijadikan alasan dan
pertimbangan apakah terdakwa akan diputus lebih meringankan atau memberatkan
dari tuntutan Penuntut Umum’;
“Menimbang, bahwa oleh karena
Majelis Hakim tingkat pertama tidak memenuhi ketentuan pasal 182 ayat 4 KUHAP
dan Surat Edaran Mahkamah Agung RI No.14 Tahun 2016, sehingga Majelis Hakim
tingkat pertama telah salah menentukan perbuatan pidana yang dilakukan
Terdakwa, maka putusan Pengadilan Negeri Banjarmasin Nomor
150/Pid.B/2019/PN.Bjm tanggal 01 April 2019 sudah tidak dapat dipertahankan
lagi dan haruslah dibatalkan. Menimbang, bahwa oleh karena putusan Pengadilan
Negeri Banjarmasin Nomor 150/Pid.B/2019/PN.Bjm tanggal 01 April 2019
dibatalkan, maka Majelis Hakim tingkat banding akan memeriksa dan mengadili
sendiri perkara dengan pertimbangan sebagai berikut;
“Menimbang, bahwa Majelis Hakim
tingkat banding akan mempertimbangkan perkara ini dengan berdasarkan fakta
fakta yang terungkap dipersidangan sebagaimana tertuang dalam putusan
Pengadilan Negeri Banjarmasin Nomor 150/Pid.B/2019/PN.Bjm tanggal 01 April 2019
dihubungkan dengan dakwaan yang didakwakan kepada Terdakwa;
“Menimbang, bahwa Terdakwa
didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan tunggal melanggar Pasal 170 ayat
(2) ke-3 KUHP, yang unsur unsurnya sebagai berikut:
1. Barang siapa;
2. Dengan terang terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan
terhadap orang yang mengakibatkan kematian.
Ad. 2. Tentang Unsur Dengan terang terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan
kekerasan terhadap orang yang mengakibatkan kematian;
“Menimbang, bahwa terhadap
unusur ini Majelis Hakim tingkat banding, dengan mengutip fakta yang terungkap
dipersidangan sebagaimana termuat dalam putusan Pengadilan Negeri Banjarmasin
Nomor 150/Pid.B/2019/PN.Bjm, tanggal 1 April 2019 mempertimbangkan sebagai
berikut;
“Menimbang, bahwa berdasarkan
fakta-fakta yang terungkap dipersidangan Bahwa pada hari Kamis tanggal 27
September 2018 ketika Terdakwa HENDRA TELE bersama dengan saksi Hendra PIsang,
Saksi M. TAURAT dan Sdr. SAFARI sedang minum minuman beralkohol di Jl. Pasar Lama
Laut Banjarmasin, kemudian Sdr. FARIS datang memberikan beberapa minuman susu
dalam botol, kemudian Sdr. FARIS berbicara kepada saksi Hendra PIsang, kemudian
saksi Hendra PIsang mengeluarkan kata-kata “aku gen bisa nukar susu kaya itu”
dan setelah itu Sdr. FARIS pergi meninggalkan tempat tersebut; berusaha merebut
1 (satu) bilah celurit tersebut dari Saksi M. TAURAT, Terdakwa HENDRA TELE lalu
membantu Saksi M. TAURAT dengan cara menendang Sdr. FARIS hingga Saksi M.
TAURAT, Terdakwa HENDRA TELE dan Sdr. FARIS jatuh ke tanah bergumul sambil
merebutkan 1 (satu) bilah celurit tersebut;
“Menimbang, bahwa kemudian Sdr.
SAFARI langsung menusukan 1 (satu) bilah pisau belati kearah tubuh Sdr. FARIS
sebanyak satu kali dan Sdr. FARIS berusaha menangkis;
“Menimbang, bahwa selanjutnya
saksi Hendra Pisang menusukkan 1 (satu) Pucuk Tombak sebanyak satu kali kearah
dada kiri Sdr. FARIS dan ketika Sdr. FARIS berusaha berdiri, Terdakwa HENDRA
TELE kemudian menendang kaki kanan Sdr. FARIS dengan menggunakan kaki kirinya
sebanyak 1 (satu) kali, dan pada saat Sdr. FARIS berhasil berdiri, saksi Hendra
Pisang menusukkan 1 (satu) Pucuk Tombak sebanyak satu kali ke arah punggung Sdr.
FARIS;
“Menimbang, bahwa selanjutnya
Saksi M. TAURAT, saksi Hendra Pisang, Terdakwa HENDRA TELE melarikan diri,
sedangkan Sdr. FARIS berusaha lari menyelamatkan diri dalam keadaan terluka
kearah luar Gg.Maluku;
“Menimbang, bahwa Terdakwa
HENDRA TELE selanjutnya lari menuju ke arah Gg.Baru dengan membawa 1 (satu)
bilah celurit, kemudian Saksi M. TAURAT lari menuju kearah Gg samping mesjid di
Gg.Maluku dan saksi Hendra Pisang lari kearah pasar lama dengan membawa di 1
(satu) Pucuk Tombak dan Sdr. SAFARI juga langsung melarikan diri;
“Menimbang, bahwa sesuai Visum
et Repertum No. VER/094/IPJ/IX/2018 tertanggal 29 September 2018, yang pada
kesimpulannya menerangkan pada korban FARIS Bin MUBARAK ABDULLAH THALIBH (Alm):
1. Telah dilakukan pemeriksaan atas jenazah laki-laki, panjang badan seratus
enam puluh tiga sentimeter
2. Terdapat sejumlah luka tusuk yang menembus dinding dada dan punggung
akibat persentuhan dengan benda tajam
3. Terdapat sejumlah luka lecet pada punggung dan kaki tungkai atas kiri akibat
persentuhan dengan benda tumpul
4. Adanya luka tusuk yang menembus dinding dada dan punggung dapat menyebabkan
kematian tanpa mengesampingkan sebab kematian lain karena tidak dilakukan
pemeriksaan dalam otopsi.
5. Saat kematian 2 sampai 12 jam sebelum pemeriksaan.
“Menimbang, bahwa berdasarkan
fakta tersebut telah nyata bahwa Terdakwa Hendra als. Hendra Lukman Noor Hakim
als. Hendra Tele bin Husin (alm) bersama dengan saksi M. Taurat als. Torat Bin
M. Taufik (alm) dan saksi Hendra Gunawan als Hendra Pisang Bin Ilham serta
Safari ditempat terbuka dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap
orang dalam hal ini korban Faris (alm) yang mengakibatkan kematian
korban Faris;
“Menimbang, bahwa dengan uraian
fakta fakta dan pertimbangan tersebut, maka unsur dengan terang terangan dan
dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang yang mengakibatkan
kematian, telah terpenuhi oleh perbuatan Terdakwa;
“Menimbang, bahwa dengan
terpenuhinya seluruh unsur dari tindak pidana yang didakwakan kepada Terdakwa,
maka Terdakwa telah terbukti melakukan perbuatan sebagaimana yang didakwakan,
sehingga Terdakwa haruslah dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana sesuai
dengan perbuatannya;
“Menimbang, bahwa selama
persidangan berlangsung sebagaimana ternyata dari berkas perkara, tidak
terungkap adanya hal hal yang dapat menghapuskan kesalahan Terdakwa maupun hal
hal yang dapat menghapuskan pemidanaan yang akan dijatuhkan kepada Terdakwa,
maka Terdakwa haruslah tetap dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana;
“Menimbang, bahwa mengenai
pidana yang akan dijatukan kepada Terdakwa yang dirasa pantas dan adil, maka
Majelis Hakim tingkat banding akan mempertimbangkan sebagai berikut;
“Menimbang, bahwa Terdakwa oleh
Penuntut Umum didakwa dengan dakwaan tunggal melanggar pasal 170 ayat (2)
ke-3 KUHP dan sebagaimana telah dipertimbangkan diatas telah terbukti
dilakukan oleh Terdakwa;
“Menimbang, bahwa Penuntut
Umum yang hanya mendakwakan dakwaan tunggal kepada Terdakwa, seakan-akan ingin
mengunci Pengadilan untuk memeriksa dan mengadili perkara ini hanya dengan
dakwaan tersebut, padahal berdasarkan fakta yang terungkap dipersidangan
ternyata dengan hanya mengenakan dakwaan tunggal tersebut kepada Terdakwa telah
melukai rasa keadilan yang hidup didalam masyarakat;
“Menimbang, bahwa sebagaimana
Surat Edaran Mahkamah Agung 14 Tahun 2016 tentang pemberlakuan hasil rapat
kamar, khususnya kamar pidana diantaranya disebutkan bahwa ‘Majelis Hakim
tidak dapat memutuskan suatu perkara diluar surat dakwaan Penuntut Umum,
kalaulah akan diputus, maka harus dibuktikan sesuai dengan dakwaan Penuntut
Umum, sedangkan fakta fakta hukum yang didapat dari persidangan hanya dapat
dijadikan alasan dan pertimbangan apakah terdakwa akan diputus lebih
meringankan atau memberatkan dari tuntuan Penuntut Umum’, maka Majelis
Hakim tingkat banding mengambil sikap sesuai dengan azas hakim bukanlah
corong undang-undang mengenai penjatuhan pidana terhadap Terdakwa;
“Menimbang, bahwa mengenai
penjatuhan pidana ini Majelis Hakim merujuk kepada perbuatan yang dilakukan
oleh Terdakwa yang menurut Majelis Hakim tingkat banding fakta faktanya telah
dipertimbangkan oleh Majelsi Hakim tingkat pertama yang memang memenuhi
seluruh ketentuan Pasal 340 jo pasal 55 ayat 1 ke 2 KUHP sehingga
Majelis Hakim tingkat banding akan mempedomani ketentuan ketentuan mengenai
pemberatan pidana sebagaimana diatur dalam pasal 63 sampai dengan pasal 71 KUHP
yang pada intinya suatu pemberatan pidana kepada seseorang hanya dapat ditambah
1/3 (sepertiga) dari ancaman maksimal pidana dari pasal yang didakwakan, oleh
karenanya Majelis Hakim tingkat banding berpendapat bahwa terdakwa dapat
dijatuhi pidana maksimal ancaman pidana ditambah sepertiganya;
[Note SHIETRA & PARTNERS
: Putusan atau perkara ini menjadi “unik” sekaligus “menarik”, karena penuh
dinamika penerapan dan kaya akan penafsiran hukum. Terdakwa didakwa dengan
Dakwaan Tunggal telah melakukan “pengeroyokan yang mengakibatkan korbannya
meninggal dunia”, namun Majelis Hakim menilai kualifikasi delik yang dilakukan
oleh Terdakwa ialah “pembunuhan berencana”.]
“Menimbang, bahwa sebelum
penjatuhan pidana perlu dipertimbangkan, hal hal yang memberatkan dan hal hal
yang meringankan:
Hal Yang Memberatkan:
- Perbuatan Terdakwa tergolong sadis dan dapat dikenakan tindak pidana
yang lebih berat;
- Perbuatan Terdakwa sangat meresahkan masyarakat.
Hal Yang Meringankan:
- Tidak ada.
“M E N G A D I L I :
1. Menerima permintaan banding dari Penuntut Umum dan Terdakwa tersebut;
2. Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Banjarmasin Nomor
150/Pid.B/2019/PN.Bjm, tanggal 1 April 2019, yang dimintakan banding tersebut;
MENGADILI
SENDIRI
1. Menyatakan Terdakwa HENDRA Als HENDRA LUKMAN NOOR HAKIM Als HENDRA
TELE Bin HUSNI (Alm) telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana ‘Secara bersama sama melakukan kekerasan terhadap orang
yang mendatangkan kematian’;
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa HENDRA Als HENDRA LUKMAN NOOR
HAKIM Als HENDRA TELE Bin HUSNI (Alm) dengan pidana selama 16 (enam belas)
tahun;
3. Memerintahkan masa penangkapan dan atau penahanan dikurangkan
seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
4. Memerintahkan Terdakwa tetap ditahan;
5. Memerintahkan barang bukti berupa:
- 1 (satu) bilah senjata tajam
jenis celurit dengan ganggang terbuat dari kayu dililit tali warna hitam;
Dirampas untuk dimusnahkan.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan
hidup JUJUR dengan menghargai Jirih
Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.