Terdakwa hanya Satu Orang, Didakwa dan Dituntut dengan Pasal Penyertaan maupun Pembantuan, Dominus Litis Jaksa Penuntut Umum
Penyusunan Surat Dakwaan merupakan Kewenangan JPU (Jaksa
Penuntut Umum)
Question: Jika Jaksa selaku Penuntut Umum, mendakwa dan menuntut memakai suatu pasal pidana, namun juga menyertakan pasal perihal penyertaan (deelneming) yang biasanya didakwa kepada pelaku yang ikut turut-serta melakukan tindak pidana dengan pelaku, alias pelakunya lebih dari satu orang, namun mengapa ini Jaksa justru menuntut pakai pasal penyertaan meskipun terdakwanya hanya seorang diri alias “terdakwa tunggal”?
Brief Answer: Untuk kasus-kasus dimana antar Terdakwa dipisah
dakwaannya (splitsing requisitor)
maupun pelaku lainnya masih berstatus “DPO” (dalam daftar pencarian orang alias
buronan), maka model dakwaannya ialah demikian, yakni yang didakwa hanya satu
orang namun terhadapnya diterapkan pasal-pasal terkait tindak pidana “pelaku
turut serta”, mengingat Hukum Acara Pidana kita melarang peradilan “in absentia” terhadap pelaku atau
tersangka lain yang masih buron.
Penyertaan dalam delik, diatur dalam Pasal 55 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dimana dipidana mereka yang melakukan, yang
menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan. Akan tetapi bisa juga
berupa dengan memberi kesempatan, sarana, keterangan, pembiayaan, alat-alat, penyuruh,
termasuk sebagai pihak penganjur kejahatan alias berperan sebagai “aktor
intelektual”. Adapun Pasal 56 KUHP mengatur perihal pembantu kejahatan, bisa
berupa mereka yang dengan sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan
dilakukan, juga mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana, atau keterangan
untuk melakukan kejahatan.
Pasal 57 KUHP mengatur
konsekuensi yuridis bagi pelaku yang didakwa dengan Pasal 56 KUHP, yakni dalam
hal pembantuan demikian, maksimum pidana pokok terhadap kejahatan akan
dikurangi sepertiganya. Sementara itu dalam menentukan pidana bagi pembantu,
yang diperhitungkan hanya perbuatan yang sengaja dipermudah atau diperlancar
olehnya, beserta akibat-akibatnya. Perihal pihak tersangka yang diajukan
sebagai Terdakwa hanya seorang diri, isu hukum demikian telah pula diatur dalam
SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 7 TAHUN 2012, dengan kutipan sebagai berikut:
“Dapatkah diterapkan Pasal 55
KUHP sebagaimana rumusan yang disusun
JPU, jika Terdakwanya hanyalah seorang diri dan tidak ada Terdakwa lain?
Bagaimana ajaran Deelnemingsleer, yang mensyaratkan bahwa ketentuan Pasal 55
KUHP baru diterapkan apabila terdakwanya lebih dari 1 (satu) orang jadi mutlak
2 atau tiga orang. Mahkamah Agung RI selaku judex juris perlu meluruskan hal
ini guna terciptanya penerapan hukum yang benar!”
Pleno menjawab : “Hakim tidak perlu menyikapi surat dakwaan JPU. Karena penyusunan surat
dakwaan merupakan kewenangan JPU.”
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah ilustrasi
konkret praktik peradilan yang dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan
lewat putusan Mahkamah Agung RI perkara pidana register Nomor 858 K/Pid/2020 tanggal
12 Agustus 2020, dimana yang menjadi tuntutan Jaksa Penuntut Umum ialah:
1. Menyatakan Terdakwa DENI
YONATAN FERNANDO IRAWAN bin SALOSIN telah terbukti secara sah bersalah
melakukan tindak pidana bersama sama dengan sengaja telah melakukan merampas
nyawa orang lain sebagaimana dalam dakwakan Pasal 338 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP;
2. Menjatuhkan pidana terhadap
Terdakwa dengan pidana penjara selama 15 (lima belas) tahun dikurangi selama
dalam tahanan.
Terhadap tuntutan pihak Penuntut
Umum, yang kemudian menjadi putusan Pengadilan Negeri Tulungagung Nomor
32/Pid.B/2020/PN.Tlg, tanggal 23 Maret 2020, dengan amar sebagai berikut:
“MENGADILI :
1. Menyatakan Terdakwa DENI YONATAN FERNANDO IRAWAN bin SALOSIN telah
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘Melakukan pembunuhan’,
sebagaimana dalam Dakwaan Tunggal;
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa tersebut oleh karena itu dengan
pidana penjara selama 15 (lima belas) tahun;
3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh
Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
4. Menetapkan supaya Terdakwa tetap ditahan.”
Dalam tingkat banding, yang menjadi
putusan Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor 601/PID/2020/PT.SBY, tanggal 29 April
2020, dengan amar sebagai berikut:
“MENGADILI :
I. Menerima permintaan banding Terdakwa dan Penuntut Umum;
II. Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Tulungagung Nomor 32/Pid.B/2020/PN.Tlg,
tanggal 23 Maret 2020 yang dimintakan banding;
III. Menetapkan terhadap pidana yang dijatuhkan dikurangkan dalam masa
penangkapan dan penahanan yang telah dijalankan oleh Terdakwa;
IV. Memerintahkan agar Terdakwa tetap dalam tahanan.”
Pihak Terdakwa mengajukan upaya
hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung RI membuat pertimbangan serta
amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang bahwa terhadap
alasan kasasi yang diajukan Pemohon Kasasi / Terdakwa tersebut, Mahkamah Agung
berpendapat sebagai berikut:
“Bahwa alasan kasasi Pemohon
Kasasi / Terdakwa tidak dapat dibenarkan, karena Judex Facti in casu Pengadilan
Tinggi Surabaya dalam mengadili Terdakwa tidak salah dalam menerapkan hukum,
dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa putusan Judex Facti Pengadilan Tinggi Surabaya yang menguatkan
putusan Judex Facti Pengadilan Negeri Tulungagung in casu tentang terbuktinya
dakwaan Jaksa Penuntut Umum Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1
KUHP dan penjatuhan pidananya yaitu dengan pidana penjara selama 15 (lima
belas) tahun sudah tepat dan benar, karena dalam mempertimbangkan keterbuktian
dakwaan in casu dan pemidanaannya Judex Facti telah dengan cermat mempertimbangkan
fakta-fakta di persidangan dan memberikan pertimbangan hukumnya secara tepat
dan benar sesuai fakta-fakta persidangan;
- bahwa berdasarkan fakta-fakta yang relevan secara yuridis terbukti bahwa
perbuatan Terdakwa memukul kepala korban Suprihatin alias Suprih dengan
menggunakan bata merah sebanyak 2 (dua) kali bersesuaian dengan luka yang
diderita korban Suprihatin alias Suprih yaitu luka memar dan luka robek pada
kepala akibat kekerasan tumpul serta adanya bagian tulang yang masuk ke dalam,
sesuai Visum et Repertum IFRSB kdr 18.153 dari Instalasi Kedokteran Forensik
dan Medikologi RS. Bhayangkara Kediri, tanggal 9 November 2018, yang menyimpulkan
bahwa penyebab kematian korban diakibatkan kekerasan tumpul pada kepala yang
mengakibatkan pendarahan dan mati lemas;
“Demikian pula, perbuatan
Terdakwa memukul kepala korban Adi Wibowo alias Didik dengan menggunakan
sebatang kayu bersesuaian dengan luka yang diderita korban Adi Wibowo alias
Didik yaitu patah tulang tertutup atap tengkorak rahang bawah, akibat
kekerasan tumpul pada kepala dan wajah yang mengakibatkan kerusakan tulang dan
otak, sebagaimana bukti surat berupa Visum et Repertum IFRSB Kdr 18.152 dari
Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikologi RS. Bhayangkara Kediri,
tanggal 9 November 2018;
“Berdasarkan hal-hal tersebut
telah terang dan jelas bahwa perbuatan Terdakwa in casu, telah melanggar
dakwaan tunggal Jaksa Penuntut Umum yaitu Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55
Ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dalam putusan Judex Facti;
“Dengan demikian, tidak ada
hal-hal yang baru dalam memori kasasinya yang dapat membatalkan atau mengubah
putusan Judex Facti tersebut.
“Bahwa oleh karenanya terhadap
hal semacam ini tidak dapat dipertimbangkan pada pemeriksaan tingkat kasasi in
casu;
“Menimbang bahwa berdasarkan
pertimbangan tersebut dan ternyata pula putusan Judex Facti dalam perkara ini
tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi
dari Pemohon Kasasi / Terdakwa tersebut dinyatakan ditolak;
“M E N G A D I L I :
- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Terdakwa DENI YONATAN
FERNANDO IRAWAN bin SALOSIN tersebut;”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan
hidup JUJUR dengan menghargai Jirih
Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.