Hukum Pidana Merusak Barang, namun Kesalahan Bersumber / Bermula dari Korban Pemilik Barang

Kejadian Pidana Perusakan Barang, Tanya Apa Latar-Belakang Penyebabnya, Bisa Jadi Korban Pelapor yang Memicu Kesalahan Terlebih Dahulu

Perbuatan Pidana sebagai “Akibat”, Bukan sebagai “Sebab”, Niscaya. Tanya Siapa atau Apa Penyebabnya?

Question: Ada tetangga, yang saking serakahnya meski sudah punya banyak rumah, masih juga menyerobot sebagian kecil tanah di samping rumah saya untuk ia dirikan bangunan di atasnya. Ditegur, justru memasang badan, dengan arogan menantang seolah mengejek, akhirnya saya rusak itu bangunannya yang melewati batas tanah. Lalu kini saya dilaporkan ke polisi dan ditetapkan polisi sebagai tersangka. Ini keadilan semacam apa?

Brief Answer: Mungkin saja dijatuhi vonis pemidanaan oleh Majelis Hakim di pengadilan, namun berdasarkan preseden (best practice) praktik di peradilan pidana umum selama ini, biasanya pemilik tanah yang merusak bangunan yang dibangun pihak tetangga yang berbatasan namun melewati batas tanah, hanya akan dijatuhi vonis “pidana bersyarat”—alias pidana dengan “masa percobaan” sebagai “the worst case scenario”-nya.

Hukum yang humanis, memanusiakan manusia, sehingga hakim perlu mencermati serta mengakui adanya latar-belakang peristiwa pidana yang terjadi sebagaimana fakta-fakta yang terungkap di persidangan—bukan hanya peristiwa pidana itu semata, namun apa atau siapa yang menjadi penyebab kejadian pidana itu terjadi. Bisa jadi, kejadian pidana (delik) merupakan “akibat”, sementara itu “sebab”-nya ialah diakibatkan oleh perbuatan oleh korban pelapor itu sendiri. Sehingga, peristiwa pidana merupakan sebuah potret momen tunggal, adapun serangkaian kejadiannya bisa jadi berupa serangkaian aneka kejadian yang saling berkelindan mata rantainya antara “sebab” dan “akibat”.

Jika dari fakta-fakta yang terungkap di persidangan, bahwa kesalahan ternyata dipicu atau dilatar-belakangi oleh perbuatan Korban Pelapor, maka ketika pihak Korban Pelapor melaporkan pihak Terdakwa, itu sama artinya pihak Korban Pelapor sama sekali tidak menyesali perbuatannya yang telah memicu atau menjadi penyebab / melatar-belakangi terjadinya tindak pidana—dalam konteks seperti demikian, maka pihak Korban Pelapor berkedudukan sebagai “sebab”, dan kejadian pidana oleh Terdakwa merupakan “akibat” belaka. Untuk itu, kearifan pihak hakim maupun aparatur penegak hukum menjadi penting untuk peka terhadap “sebab” dan mana yang merupakan “akibat”.

PEMBAHASAN:

Terdapat sebuah ilustrasi konkret yang dapat SHIETRA & PARTNERS jadikan cerminan, sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI perkara pidana “perusakan barang” register Nomor 1399 K/Pid/2016 tanggal 7 Februari 2017, dimana Terdakwa didakwa karena telah dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusak, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 406 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Bermula ketika korban Rositi Br Napitupulu membangun pondasi perbatasan tanah antara tanah korban dengan tanah rumah Terdakwa SUKIMAN. Selanjutnya Terdakwa keluar dari rumahnya sambil mendekati bangunan pondasi yang belum mengering tersebut, dan mengatakan kepada korban, “ini bukan perbatasan rumah kamu”. Namun korban hanya diam saja, kemudian Terdakwa merusak bangunan pondasi perbatasan tanah antara tanah korban dengan tanah rumah Terdakwa, dengan cara Terdakwa langsung menendang yang belum kering tersebut dengan menggunakan kaki Terdakwa dan setelah itu Terdakwa masuk ke dalam rumahnya.

Adapun sehingga Terdakwa melakukan pengrusakan terhadap bangunan pondasi perbatasan tanah antara tanah saksi korban dengan tanah rumah Terdakwa, adalah dikarenakan melewati perbatasan yang telah diukur oleh BPN (Badan Pertanahan Negara) dengan disaksikan oleh Pengulu Nagori Purwodadi serta dengan perangkatnya. Akibat perbuatan Terdakwa merusak bangunan pondasi tersebut hingga pihak korban mengalami kerugian berupa bahan bangunan serta ongkos tukang, sejumlah total Rp9.700.000,00—meski, perbuatan menyerobot lahan milik pihak lain tidak lain tidak bukan jelas merugikan pihak pemilik yang sah atas lahan.

Adapun tuntutan Jaksa Penuntut Umum, ialah agar terhadap Terdakwa dijatuhkan pidana penjara kepada Terdakwa selama 2 (dua) bulan, tanpa “masa percobaan”, dimana dikabulkan sepenuhnya lewat putusan Pengadilan Negeri Simalungun Nomor 232/Pid.B/2016/PN.Sim., tanggal 28 Juni 2015, dengan amar sebagai berikut:

MENGADILI:

1. Menyatakan Terdakwa SUKIMAN telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “merusak barang”;

2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 2 (dua) bulan;

3. Menyatakan barang bukti berupa:

- 2 (dua) potong Batu Bata bercampur semen pasir;

Dirampas untuk dimusnahkan;”

Dalam tingkat banding, putusan di atas kemudian dikoreksi oleh putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 407/PID/2016/PT.MDN. tanggal 26 September 2016, dengan amar sebagai berikut:

MENGADILI:

- Menerima permintaan banding dari Terdakwa;

- Memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Simalungun tanggal 28 Juni 2016 Nomor 232/Pid.B/2016/PN.SIM. sekedar mengenai pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa sehingga berbunyi sebagai berikut:

- Menyatakan Terdakwa SUKIMAN telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ”merusak barang”;

- Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 2 (dua) bulan;

- Memerintahkan pidana tersebut tidak usah dijalani kecuali apabila dikemudian hari ada putusan Hakim yang menentukan lain, disebabkan karena Terdakwa melakukan suatu tindak pidana sebelum berakhir masa percobaan selama 6 (enam) bulan;

- Menyatakan barang bukti berupa:

- 2 (dua) potong Batu Bata bercampur semen pasir;

Dirampas untuk dimusnahkan;”

Pihak Penuntut umum mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan yang menarik untuk disimak, dengan kutipan sebagai berikut:

“Menimbang, bahwa atas alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:

“Bahwa alasan kasasi Jaksa / Penuntut Umum tidak dapat dibenarkan, karena Putusan Judex Facti Pengadilan Tinggi yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri yang menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘merusak barang’ dan menjatuhkan pidana penjara selama 2 (dua) bulan dengan percobaan selama 6 (enam) bulan, telah tepat dan benar dan tidak salah menerapkan peraturan hukum, akan tetapi keringanan pidana tersebut tidak disertai pertimbangan yang cukup, sehingga perlu diperbaiki mengingat jumlah kerugian yang relatif kecil dan Terdakwa pernah mengingatkan korban untuk tidak membuat pondasi yang masuk ke tanah Terdakwa;

Bahwa alasan kasasi Jaksa / Penuntut Umum tersebut tidak dapat dibenarkan, karena Judex Facti Pengadilan Tinggi dan Judex Facti Pengadilan Negeri tidak salah dalam menerapkan hukum, lagi pula keberatan tersebut mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, keberatan semacam itu tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi, karena pemeriksaan pada tingkat kasasi hanya berkenaan tidak diterapkan suatu peraturan hukum atau peraturan tidak diterapkan sebagaimana mestinya, atau apakah cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan Undang Undang dan apakah Pengadilan telah melampaui batas wewenangnya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 253 KUHAP;

“Bahwa selain itu, alasan kasasi Jaksa / Penuntut Umum juga tidak dapat dibenarkan, karena menyangkut berat ringannya pidana yang dijatuhkan, hal yang demikian tidak tunduk pada kasasi. Judex Facti dalam putusannya telah mempertimbangkan keadaan-keadaan yang memberatkan dan meringankan sesuai dengan Pasal 197 ayat (1) huruf f KUHAP;

“Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 407/PID/2016/PT.MDN. tanggal 26 September 2016 yang memperbaiki Putusan Pengadilan Negeri Simalungun Nomor 232/Pid.B/2016/PN.Sim., tanggal 28 Juni 2015 harus ditolak dengan perbaikan sekedar mengenai pidana, sehingga amarnya berbunyi seperti dibawah ini;

“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, lagi pula ternyata putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi tersebut harus ditolak dengan memperbaiki putusan Pengadilan Tinggi tersebut di atas;

“Menimbang bahwa sebelum menjatuhkan putusan akan dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan;

Hal-hal yang memberatkan:

- Perbuatan Terdakwa meresahkan;

Hal-hal yang meringankan:

- Terdakwa mengaku terus terang;

- Terdakwa menyesali perbuatannya;

M E N G A D I L I :

- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Jaksa / Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Simalungun tersebut;

- Memperbaiki putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 407/PID/2016/PT.MDN, tanggal 26 September 2016 yang memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Simalungun Nomor 232/Pid.B/2016/PN.Sim., tanggal 28 Juni 2016 sekedar mengenai pidana, sehingga amar selengkapnya berbunyi sebagai berikut:

1. Menyatakan Terdakwa SUKIMAN telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘merusak barang’;

2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa dengan Pidana penjara selama 3 (tiga) bulan;

3. Menetapkan bahwa pidana penjara tersebut tidak perlu dijalani oleh Terdakwa kecuali terdapat perintah lain dalam putusan Hakim yang berkekuatan hukum tetap menyatakan Terdakwa telah bersalah melakukan tindak pidana sebelum masa percobaan selama 6 (enam) bulan berakhir;

4. Memerintahkan agar barang bukti berupa:

- 2 (dua) potong Batu Bata bercampur semen pasir;

Dirampas untuk dimusnahkan;”

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.