Ada Itikad Buruk, maka Terjadilah Perbuatan Melawan
Hukum
Contoh Sengketa PMH sekaligus Wanprestasi
Question: JIka seseorang ingkar janji lalu juga melakukan “perbuatan melawan hukum”, apakah terhadap yang bersangkutan hanya dapat digugat dengan kriteria “wanprestasi” ataukah dapat dijadikan satu-kesatuan yang tidak terpisahkan antara terjadinya ingkar janji dan “perbuatan melawan hukum” tersebut sebagai satu rangkaian kejadian? Apakah dengan bermodalkan surat perjanjian, lantas artinya pihak bersangkutan bisa seenaknya melakukan berbagai “perbuatan melawan hukum” yang merugikan pihak lainnya, lalu hanya dapat dsebut sekadar sebagai “ingkar janji”? Bukankah itu terlampau menyederhanakan masalah?
Brief Answer: Praktik peradilan pada masa lampau memang
terkesan dipaksakan untuk membuat garis embarkasi yang memisahkan ranah perdata
antara “wanprestasi” (cidera janji) dan “perbuatan melawan hukum”, sekalipun
dalam banyak kejadian (kontekstual) sering kita jumpai peristiwa hukum bukan
murni “wanprestasi” semata, dalam artian terjadi pula suatu “perbuatan melawan
hukum” yang saling berkelindan atau bahkan sebagai muara dari suatu “wanprestasi”
dimana “itikad tidak baik” dapat bermanifestasi ke dalam bentuk “cidera janji”
maupun “perbuatan melawan hukum”.
Sekadar lalai melaksanakan kewajiban tanpa
disertai “itikad buruk”, adalah murni “cidera janji”. Namun ketika fakta
menunjukkan adanya unsur “itikad buruk” oleh salah satu pihak yang menerbitkan
kerugian bagi pihak lainnya, maka tidak lagi murni sekadar telah terjadi “wanprestasi”.
Karena itulah, SHIETRA & PARTNERS menyebut “itikad buruk” sebagai
faktor pencemar suatu relasi hubungan kontraktual yang dapat menjelma “perbuatan
melawan hukum”, tidak lagi semata “wanprestasi”. Contoh paling gamblang ialah,
pencabutan secara sepihak suatu surat yang berisi konsekuensi yuridis, apakah
tergolong sebagai “wanprestasi” belaka, ataukah cerminan “itikad buruk” berupa
pencabutan secara sepihak demikian sudah merupakan sebentuk “perbuatan melawan
hukum”?
PEMBAHASAN:
Sebagai contoh konkret,
ilustrasi nyata berikut dapat SHIETRA & PARTNERS jadikan cerminan,
sebagaimana putusan putusan Mahkamah Agung RI tingkat kasasi sengketa perdata register
Nomor 2223 K/Pdt/2010 tanggal 12 Januari 2011, perkara antara:
- HENDRA YONATAN, sebagai Pemohon
Kasasi, semula sebagai Penggugat; melawan
- YULINA, selaku Termohon
Kasasi, semula sebagai Tergugat.
Bermula keteika Tergugat menikah
dengan adik Penggugat [Ian Sugiharto (Alm)], sehingga Penggugat merupakan kakak
ipar dari Tergugat. Sebelum suami Tergugat meninggal dunia, Penggugat telah diizinkan
oleh almarhum untuk menggunakan (diberikan hak untuk memakai alias sekadar
dipinjamkan) sebidang bangunan untuk kepentingan usaha perdagangan (berdagang)
Penggugat, dengan batas waktu tidak ditentukan dan atau sampai Penggugat tidak
mau berdagang kembali.
Setelah almarhum Ian Sugiharto
meninggal dunia pada Oktober 2005, agar tidak menjadi permasalahan di kemudian
hari maka pada tanggal 13 Maret 2006 Tergugat telah membuat Surat Pernyataan berisi:
“'Bahwa saya bersedia memberikan hak
pakai / meminjamkan tanah dan bangunan (bagian depan) yang tedetak di Jln. ... kepada
Sdr. Jonathan (PENGGUGAT) untuk berusaha (berdagang) dan hanya bisa diteruskan
oleh anak dan isterinya sampai dengan tidak mau berdagang lagi.”
Sampai saat ini Penggugat masih
menempati tempat usaha yang disewanya sendiri di tempat lain, sembari beberapa
kali menanyakan tempat usaha yang dijanjikan oleh Tergugat. Akan tetapi pada
tanggal 25 Maret 2009 Tergugat secara sepihak tiba-tiba melakukan Pencabutan
Surat Pernyataan dengan alasan:
1. Pada saat membuat Surat
Pernyataan saya (Tergugat) dalam kondisi yang tidak tenang, tertekan secara
psikologis, karena baru ditinggal suami yang belum lama meninggal;
2. Pada saat membuat Surat
Pernyataan saya (Tergugat) tidak didampingi keluarga;
3. Pada saat membuat Surat
Pernyataan terjadi kekeliruan karena saya tidak mendapatkan izin terlebih
dahulu dari anak-anak saya (Tergugat) sebagai ahli waris dan tidak tertulis
batas waktu hak pakai;
4. Anak-anak saya (Tergugat)
melakukan keberatan dan meminta saya mencabut pernyataan saya (Tergugat)
dimaksud.
Penggugat berkeberatan dengan
alasan-alasan yang dibuat oleh Tergugat untuk mencabut Surat Pernyataan
tertanggal 13 Maret 2006, menilainya sangat tidak beralasan. Adapun tempat
usaha tersebut notabene merupakan milik dari keluarga besar suami Tergugat
(warisan keluarga Alm. Ian Sugiharto) yang saat itu pada mulanya Sertifikat Hak
Milik atas nama Sdr. TOHA yang dipinjamkan kepada Alm. Ian Sugiharto untuk
modal Alm. berdagang sepatu dan ternyata secara diam-diam telah dibalik-namakan
kepada Alm Ian Sugiharto. Adapun substansi Surat Pencabutan Pernyataan
tertanggal 25 Maret 2009, dinyatakan oleh Tergugat: “Pada saat membuat Surat Pernyataan terjadi kekeliruan karena saya tidak
mendapatkan izin terlebih dahulu dari anak-anak saya (Tergugat) sebagai ahli
waris.” Alasan lain dari Tergugat ialah, tidak tertulis batas waktu hak
pakai yang diberikan.
Mengerucut pada dalil
Penggugat, sebagai berikut : Dengan adanya pencabutan surat Pernyataan yang
dilakukan oleh Tergugat maka Perbuatan Tergugat dapat dikualifikasikan sebagai Wanprestasi
sebagaimana diatur dalam Pasal 1238 KUH Perdata yang unsur-unsurnya adalah
sebagai berikut:
a. Tidak melakukan apa yang
sanggup dilakukan;
b. Melaksanakan apa yang
dijanjikan tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
c. Melakukan apa yang
dijanjikan tetapi terlambat;
d. Melakukan sesuatu yang
menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.”
Dengan adanya Surat Pencabutan
Pernyataan yang dibuat Tergugat pada tanggal 25 Maret 2009 tersebut, Penggugat
telah berupaya untuk menemui dan melakukan upaya-upaya untuk bermusyawarah baik
secara Iisan maupun tertulis, akan tetapi Tergugat tetap saja tidak dapat
menunjukkan itikad baiknya untuk bermusyawarah dan memberikan ganti-kerugian
karena Penggugat tidak dapat menempati tanah dan bangunan (bagian depan) yang
diberi pinjam-pakai oleh almarhum, dimana kini Penggugat terpaksa menyewa toko sebelahnya
untuk melanjutkan usaha dengan harga sewa Rp.22.500.000,- per tahun.
Sebenarnya tanah beserta
bangunan dengan Sertifikat Hak Milik atas nama Ian Sugiharto tersebut merupakan
warisan atau peninggalan milik orang tua Penggugat yang pada waktu itu memakai
nama Sdr. TOHA, kakak suami Tergugat (Alm. Ian Sugiharto), yang juga sebagai
kakak kedua Penggugat. Dalam menjalankan usahanya, kakak Penggugat tersebut
(yang juga kakak Alm. Suami Tergugat) telah meminjamkan Sertifikat Hak Milik kepada
Alm Ian Sugiharto untuk dijaminkan ke Bank untuk modal kerja Alm dalam
berdagang sepatu.
Dengan bantuan dari Sdr. TOHA,
akhirnya hutang-hutang dengan jaminan Sertifikat Hak Milik dapat ditebus, untuk
selanjutnya Sertifikat Hak Milik dikuasai oleh suami Tergugat (Alm. Ian
Sugiharto) yang kemudian secara diam-diam Sertifikat Hak Milik dimaksud
dibalik-nama menjadi atas nama Suami Tergugat (Alm. Ian Sugiharto). Perbuatan
suami Tergugat (Alm. Ian Sugiharto) dapat dikatagorikan “Perbuatan Melawan
Hukum” (onrechmatige daad), dimana pada
saat dilakukannya perubahan nama pada Sertifikat Hak Milik menjadi nama suami
Tergugat (Alm. Ian Sugiharto) Tergugat terikat dalam perkawinan yang sah sejak
tahun 1991, maka beralasan jika gugatan diajukan kepada Tergugat.
Dengan adanya Perbuatan Melawan
Hukum (PMH) berupa pencabutan secara sepihak, maka Penggugat mengalami kerugian
baik moril maupun materiil bagi Penggugat, dimana perbuatan Tergugat telah
memenuhi unsur Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dengan adanya
pendaftaran dan perubahan nama pada Sertifikat Hak Milik menjadi nama suami
Tergugat (Alm. Ian Sugiharto), merugikan Penggugat karena Penggugat merupakan
salah satu ahli waris yang juga berhak atas tanah beserta bangunan tersebut.
[Note SHIETRA & PARTNERS
: Praktik “nominee” adalah ilegal,
dimana preseden Mahkamah Agung RI terbaru berpendirian bahwa nama yang berhak menjual
ataupun menghibahkan ialah nama yang tercantum dalam sertifikat hak atas tanah,
karenanya sejatinya Penggugat bukanlah “ahli waris” yang berhak atas tanah
dimaksud, mengingat secara yuridis tanah dimaksud bukanlah milik orangtua
Penggugat, disamping fakta bahwa almarhum suami Tergugat dan Tergugat adalah
suami-istri yang sah, karenanya menjadi “harta bersama” sebelum kemudian suami
Tergugat meninggal dunia karenanya “ahli waris” satu-satunya ialah istri
almarhum dan anak-anak hasil perkawinan sah suami-istri dimaksud. Begitupula
pihak suami Tergugat secara formal harus dicantum frasa “Tergugat (alm.) Ian
Sugiharto”. Terlepas dari hal itu, isu hukum utamanya yang diputus kemudian dalam
tingkat kasasi ialah, apakah gugatan “wanprestasi” yang dicampur-adukkan dengan
“perbuatan melawan hukum”, tidak dapat dikabulkan gugatannya?]
Terhadap gugatan Penggugat, Pengadilan
Negeri Tanjung Karang kemudian mengambil putusan sebagai mana register No.
71/Pdt.G/2009/PN.TK tanggal 23 November 2009, dengan amar sebagai berikut:
“MENGADILI :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian;
2. Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige
daad);
3. Menyatakan Tergugat bertanggung jawab atas perbuatannya dan segala
konsekuensi hukumnya;
4. Menyatakan surat pernyataan tertanggal 13 Maret 2006 adalah sah
menurut hukum dan harus dipatuhi oleh Tergugat dengan segala konsekuensi
hukumnya;
5. Menyatakan tidak sah dan batal surat pencabutan pernyataan tertanggal
25 Maret 2009 yang dibuat oleh Tergugat;
6. Memerintahkan kepada Tergugat untuk memberikan tempat usaha kepada Penggugat
sesuai dengan isi pernyataan tertanggal 13 Maret 2006;”
Dalam tingkat banding atas
permohonan Tergugat, putusan Pengadilan Negeri diatas telah dibatalkan
oleh Pengadilan Tinggi Tanjungkarang dengan putusan Nomor : 08/Pdt/2010/PT.TK.
tanggal 23 Maret 2010, dengan pertimbangan hukum serta amar sebagai berikut:
“Menimbang, ... bahwa Surat
Gugatan merupakan dasar dari pemeriksaan perkara di persidangan, oleh
karena itu surat gugatan selain harus memenuhi apa yang telah di tentukan dalam
pasal 142 (1) RBG, maka rumusan gugatan harus mempunyai dasar gugatan dan
petitum gugatan harus sejalan dengan dalil gugatan, dengan demikian Petitum
harus bersesuaian atau konsisten dengan dasar hukum dan fakta-fakta yang
dikemukakan dalam Posita, tidak boleh terjadi saling bertentangan / kontrofersi
diantaranya, apabila terjadi saling bertentangan mengakibatkan gugatan
mengandung cacat formil, sehingga gugatan dianggap (obscuur libel);
“Bahwa setelah Majelis Hakim
Pengadilan Tinggi memmbaca surat gutan Penggugat / Terbanding, majelis
Pengadilan Tinggi berpendapat Surat Gugatan Penggugat / Terbanding tidak
mempunyai landasan dasar hukum yang jelas, oleh karena dalil gugatan didalamnya
terdapat pertentangan antara dalil yang satu dengan dalil yang lain dimana
Penggugat mendalilkan bahwa Tergugat / Pembanding telah melakukan Perbuatan
Wanprestasi karena telah mencabut surat pernyataan tertanggal 25 maret 2009
yang di buat oleh Tergugat / Pembanding, selanjutnya Penggugat mendalilkan
bahwa Tergugat / Pembanding telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum oleh karena
suami Tergugat / Pembanding melakukan perubahan nama sertfikat
Hak Milik nomor 949 yang pada waktu itu atas nama TOHA beralih nama menjadi IAN
SUGIARTO (suami Tergugat / Pembanding);
“MENGADILI :
- Menerima permohonan banding dari Pembanding semula tersebut;
- Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Tanjungkarang tanggal 23 November
2009 Nomor : 71/Pdt.G/2009/PN.TK. yang dimohonkan banding tersebut;
“MENGADILI SENDIRI:
- Menyatakan gugatan Penggugat / Terbanding tidak dapat diterima.”
Pihak Penggugat mengajukan
upaya hukum kasasi, dengan pokok keberatan bahwa Tergugat telah memenuhi unsur-unsur
wanprestasi dengan adanya Pencabutan Surat Pemyataan yang dilakukan oleh Tergugat,
serta Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang dilakukan oleh almarhum suami Tergugat
maka Penggugat mengklaim mengalami kerugian. Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung
membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap
alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Menimbang, bahwa terhadap
alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“bahwa alasan-alasan tersebut
dapat dibenarkan, Judex Facti / Pengadilan Tinggi salah menerapkan hukum, dengan
pertimbangan sebagai berikut:
“bahwa Pengadilan Tinggi
Tanjungkarang yang menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima dengan
alasan mencampur adukkan antara wanprestasi dan perbuatan melawan hukum adalah
tidak berdasar hukum karena:
- pertimbangan tersebut adalah pertimbangan yang sangat kaku karena antara
perbuatan melawan hukum dan wanprestasi tidak ada perbedaan prinsipil lagi
pula menurut hukum acara kewajiban para pihak untuk mengemukakan dalil-dalil
dan fakta-fakta hukum, namun yang menentukan hukum apa yang menguasai fakta hukum
tersebut adalah hakim, sehingga gugatan demikian tidak kabur;
- bahwa Pengadilan Negeri dalam pertimbangan dan amarnya telah tepat dan benar,
sehingga dijadikan pertimbangan Mahkamah Agung sendiri dalam mengadili perkara
ini di tingkat kasasi;
“Menimbang, bahwa berdasarkan
pertimbangan tersebut di atas, menurut pendapat Mahkamah Agung terdapat cukup
alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : HENDRA YONATAN
tersebut dan membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Tanjungkarang Nomor : 08/PDT/2010/
PT.TK. tanggal 23 Maret 2010 yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Tanjung
Karang No. 71/Pdt.G/2009/PN.TK tanggal 23 November 2009 serta Mahkamah Agung
mengadili sendiri perkara ini dengan mengambil-alih pertimbangan Pengadilan
Negeri yang telah tepat dan benar dengan amar putusan sebagaimana yang akan
disebutkan di bawah ini;
“M E N G A D I L I :
“Mengabulkan permohonan kasasi
dari Pemohon Kasasi : HENDRA YONATAN tersebut;
“Membatalkan putusan Pengadilan
Tinggi Tanjungkarang Nomor : 08/PDT/2010/ PT.TK. tanggal 23 Maret 2010 yang
membatalkan putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang No. 71/Pdt.G/2009/PN.TK
tanggal 23 November 2009;
“MENGADILI SENDIRI:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian;
2. Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum
(onrechtmatige daad);
3. Menyatakan Tergugat bertanggung jawab atas perbuatannya dan segala
konsekuensi hukumnya;
4. Menyatakan surat pernyataan tertanggal 13 Maret 2006 adalah sah
menurut hukum dan harus dipatuhi oleh Tergugat dengan segala konsekuensi
hukumnya;
5. Menyatakan tidak sah dan batal surat pencabutan pernyataan tertanggal
25 Maret 2009 yang dibuat oleh Tergugat;
6. Memerintahkan kepada Tergugat untuk memberikan tempat usaha kepada
Penggugat sesuai dengan isi pernyataan tertanggal 13 Maret 2006;”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan
hidup JUJUR dengan menghargai Jirih
Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.