Upaya Hukum Vs. Upaya (yang) Mengada-Ada : Penetapan
Perlindungan Hukum terhadap Putusan Inkracht,
TIDAK SAH
Delusi Dibalik Upaya Menganulir Putusan Pengadilan yang telah Berkekuatan Hukum Tetap
Modus Berkelit dari Penghukuman dari Putusan
Pengadilan yang telah Berkekuatan Hukum Tetap
Question: Apa benar memang ada “kartu sakti” untuk dapat menganulir eksekusi terhadap putusan (perdata) yang telah inkracht?
Brief Answer: Tidak ada, iming-iming “kartu sakti” semacam itu
sejatinya adalah mal-adminstrasi praktik peradilan, kolusi pejabat tinggi
lembaga peradilan, yang sejatinya adalah “upaya politis”, bukan “upaya
hukum”—“upaya politis” mana dapat digugat. Bila “upaya hukum” dimaknai sebagai
upaya yang memang disediakan oleh hukum secara sahih baik dari segi landasan,
koridor, prosedur, norma, batasan, serta ruang lingkupnya; sementara itu “upaya
politis” dimaknai sebagai suatu upaya yang justru melenceng atau keluar dari
koridor hukum, sehingga tidak taat asas serta merusak struktur tatanan hukum
secara tidak bertanggung-jawab.
PEMBAHASAN:
Terdapat ilustrasi konkret
upaya-upaya “non-hukum” (baca : upaya politis) yang dilandasi itikad tidak baik
pihak tereksekusi dengan maksud untuk meloloskan diri dari eksekusi terhadap
putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, salah satu cerminannya dapat SHIETRA
& PARTNERS rujuk putusan Mahkamah Agung RI perkara permohonan,
sebagaimana register Nomor 3297 K/Pdt/2018 tanggal 18 Desember 2018, sengketa
terkait penetapan eksekusi antara:
- MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN
KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, sebagai Pemohon Kasasi; melawan
- PT. KALLISTA ALAM, sebagai Termohon
Kasasi, semula selaku Pemohon perlindungan hukum dari eksekusi.
Sengketa ini bermula dari telah
terbitnya putusan perkara gugatan perdata No. 1 PK/Pdt/2017 tanggal 18 April
2017, antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia
selaku Penggugat, yang menggugat sebuah perusahaan sawit bernama PT. KALLISTA
ALAM yang melakukan kegiatan usaha “land
clearing” dengan membakar hutan seluas seribu hektar. Terhadap gugatan yang
diajukan oleh Kementerian, Pengadilan Negeri Meulaboh telah memberikan Putusan
Nomor 12/Pdt.G/2012/PN.MBO tanggal 8 Januari 2014, dengan amar sebagai berikut:
“MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat sebahagian;
2. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang diletakkan di ...;
3. Menyatakan Tergugat telah melakukan Perbuatan Melanggar Hukum dan
Menghukum Tergugat membayar ganti rugi materiil secara tunai kepada Penggugat
melalui rekening Kas Negara sebesar Rp114.303.419.000,00 (seratus empat belas
miliar tiga ratus tiga juta empat ratus sembilan belas ribu rupiah);
4. Memerintahkan Tergugat untuk tidak menanam di lahan gambut yang telah
terbakar seluas kurang lebih 1.000 (seribu) hektar yang berada di dalam wilayah
Izin Usaha berdasarkan Surat Izin Gubernur Aceh tanggal 25 Agustus 2011/25
Ramadhan 1432 H Nomor 525/BP2T/5322/2011 seluas 1.605 (seribu enam ratus lima)
hektar yang terletak di Desa Pulo Kruet, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten
Nagan Raya, Provinsi Aceh untuk usaha budidaya perkebunan kelapa sawit;
5. Menghukum Tergugat untuk melakukan tindakan pemulihan lingkungan
terhadap lahan yang terbakar seluas kurang lebih 1.000 (seribu) hektar dengan
biaya sebesar Rp251.765.250.000,00 (dua ratus lima puluh satu miliar tujuh
ratus enam puluh lima juta dua ratus lima puluh ribu rupiah) sehingga lahan
dapat difungsikan kembali sebagaimana mestinya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
6. Menghukum Tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar
Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) per hari atas keterlambatan dalam
melaksanakan putusan dalam perkara ini.”
Dalam tingkat banding atas
putusan tersebut, yang menjadi amar Putusan Pengadilan Tinggi Banda Aceh Nomor
50/PDT/2014/PN.BNA tanggal 15 Agustus 2014, sebagai berikut:
“MENGADILI :
- Menerima permohonan banding dari pembanding, semula Tergugat;
- Memperbaiki pertimbangan hukum dan susunan amar Putusan Pengadilan
Negeri Meulaboh Tanggal 8 Januari 2014 Nomor 12/PDT.G/2012/PN-MBO yang
dimohonkan banding tersebut sehingga amarnya berbunyi sebagai berikut:
Dalam Pokok Perkara:
- Mengabulkan gugatan Terbanding / dahulu Penggugat sebahagian;
- Menyatakan Pembanding / dahulu Tergugat telah melakukan perbuatan
melanggar hukum;
- Menghukum Pembanding / dahulu Tergugat membayar ganti rugi materiil
secara tunai kepada kepada Terbanding / dahulu Penggugat melalui rekening Kas
Negara sebesar Rp114.303.419.000,00 (seratus empat belas miliar tiga ratus tiga
juta empat ratus sembilan belas ribu rupiah);
- Memerintahkan Pembanding / dahulu Tergugat untuk tidak menanam di lahan
gambut yang telah terbakar seluas kurang lebih 1000 (seribu) hektar yang berada
di dalam wilayah izin usaha berdasarkan Surat Izin Gubernur Aceh tanggal 25
Agustus 2011/25 Ramadhan 1432 H Nomor 525/BP2T/5322/2011 seluas 1.605 (seribu
enam ratus lima) hektar yang terletak di Desa Pulo Kruet, Kecamatan Darul
Makmur, Kabupaten Nagan Raya, Propinsi Aceh untuk usaha budidaya perkebunan
kelapa sawit;
- Menghukum Pembanding / dahulu Tergugat untuk melakukan tindakan
pemulihan lingkungan terhadap lahan yang terbakar seluas kurang lebih 1.000
(seribu) hektar dengan biaya sebesar Rp251.765.250.000,00 (dua ratus lima puluh
satu miliar tujuh ratus enam puluh lima juta dua ratus lima puluh ribu rupiah)
sehingga lahan dapat difungsikan kembali sebagaimana mestinya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
- Menghukum Pembanding / dahulu Tergugat untuk membayar uang paksa
(dwangsom) sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) per hari atas
keterlambatan dalam melaksanakan putusan dalam perkara ini;
- Memerintahkan Lembaga / Dinas Lingkungan Hidup / Pemerintah Kabupaten
Aceh Barat dan Kabupaten Nagan Raya untuk melakukan “tindakan tertentu”
mengawasi, pelaksanaan pemulihan lingkungan, karena lokasi lahan meliputi 2
(dua) Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Nagan Raya, Propinsi Aceh;
- Menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang diletakkan di ...;
Adapun kemudian dalam tingkat
kasasi, yang menjadi amar Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 651 K/Pdt/2015
tanggal 28 Agustus 2015, sebagai berikut:
“MENGADILI :
- Menolak Permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi PT Kallista Alam
tersebut.”
Dalam tingkat Peninjauan
Kembali atas permohonan PT. KALLISTA ALAM, adapun yang menjadi pertimbangan
hukum serta amar putusan Mahkamah Agung RI adalah sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap
keberatan-keberatan Pemohon Peninjauan Kembali tersebut Mahkamah Agung
berpendapat:
“Menimbang, bahwa gugatan dalam
perkara a quo termasuk jenis gugatan perkara Kerusakan lingkungan sebagai
akibat pembakaran lahan dalam rangka usaha perkebunan, ...;
“Menimbang, bahwa berangkat
dari asas manfaat dalam tujuan Penegakan Hukum dihubungkan dengan Hak Gugat
Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup menyatakan bahwa: ‘Instansi Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang
bertanggung jawab dibidang lingkungan hidup berwenang mengajukan gugatan ganti
rugi dan tindakan tertentu terhadap usaha dan/atau kegiatan yang menyebabkan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang mengakibatkan kerugian lingkungan
hidup’ dan dihubungkan pula dengan ketentuan Bab IV Pedoman Penanganan Perkara
Perdata Lingkungan bagian 4 huruf f Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor
36/KMA/SK/II/2013 tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan
Hidup, penarikan Lembaga / Dinas Lingkungan Hidup / Pemerintah Kabupaten Aceh Barat
dan Kabupaten Nagan Raya untuk melakukan tindakan tertentu antara lain
“mengawasi” pelaksanaan pemulihan lingkungan dalam perkara a quo dapat
dibenarkan dan dalam hal ini bukan merupakan pelanggaran tertib acara sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan hukum acara Perdata bahwa Hakim dilarang memutus
melebihi dari pada yang dituntut (Ultrapetita), karena berdasarkan pertimbangan
demi perlindungan lingkungan dan kepentingan masyarakat, dan pula dengan
ditariknya pihak Lembaga / Dinas Lingkungan Hidup / Pemerintah Kabupaten Aceh
Barat dan Kabupaten Nagan Raya sudah sejalan dengan ketentuan Pasal 90 ayat (1)
Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup tentang Hak Gugat Pemerintah dan Pemerintah Daerah, dan juga
sebagai akibat ditariknya Lembaga / Dinas Lingkungan Hidup kedua Pemerintah
Daerah tersebut (Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Nagan Raya) tidak merugikan
hak-hak pihak Tergugat, sebaliknya dapat diharapkan tercipta kerja sama demi tercapainya
tujuan Penegakan Hukum dalam perkara a quo;
“Menimbang, bahwa pada dasarnya
pertimbangan hukum putusan dalam perkara a quo (Perdata) dan pertimbangan hukum
dalam putusan perkara pidana yang kebetulan pihaknya sama, hal yang sama, dasar
yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya tidak terdapat
pertentangan, karena penanganan perkara lingkungan hidup (Perdata dan Pidana)
khususnya dalam perkara a quo berupa kasus kebakaran lahan yang terjadi dilahan
gambut “kerusakan lingkungan” yang membutuhkan “pemulihan” pada dasarnya Hakim
tidak mempedomani perihal perhitungan biaya pemulihan kepada “berapa luas lahan
yang terbakar”, akan tetapi “berapa luas kerusakan lahan yang terbakar”,
sehingga luas lahan yang terbakar tidak berbanding lurus (sama) dengan luas
kerusakan lahan yang terbakar tersebut, karena sifat kebakaran yang terjadi di
lahan gambut bukan hanya merupakan bentuk kebakaran “permukaan” yang
mengeluarkan asap ke udara yang dapat dilihat mata langsung dan diukur langsung
luas lahan yang terbakar, akan tetapi kebakaran dilahan gambut juga merupakan
bentuk kebakaran “kedalaman” yang terjadi di kedalaman tertentu sesuai dengan
ketebalan gambut yang terbakar, sehingga tidak dapat dilihat langsung dengan
mata telanjang dan tidak dapat pula diukur seketika, untuk itu dalam kasus
kebakaran lahan a quo yang dijadikan patokan untuk memperhitungkan besarnya
biaya pemulihan lahan dapat diukur dari berapa luas kerusakan, yang merupakan
“kerusakan lahan” sebagai akibat kebakaran tersebut, dan hal tersebut hanya
dapat dilakukan oleh ahli sebagaimana maksud Surat Keputusan Ketua Mahkamah
Agung Nomor 36/KMA/SK/II/2013;
“Menimbang, bahwa berdasarkan
hasil diteksi saksi ahli Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, MAGR. pada bekas
lahan yang terbakar termasuk pada lahan yang telah ditanami kelapa sawit yang
tampak mengelompok pada tempat tertentu yang terjadi pada periode tertentu
dimana kebakaran tersebut terjadi secara berulang-ulang semenjak tahun 2009,
2010, 2011 dan 2012 yang berakibat rusaknya lapisan permukaan gambut dengan
ketebalan rata-rata 5 - 10 cm, sehingga luas lahan gambut yang rusak sebagai
akibat kebakaran lahan yang dilakukan Tergugat (PT Kalista Alam) mencapai 1.000
ha yang berakibat terganggunya keseimbangan ekosistem dilahan bekas terbakar
dan gambut yang terbakar yang tidak mungkin kembali lagi dalam waktu singkat
dapat seperti semula, karena telah rusak, sehingga tidak hanya membutuhkan
waktu yang cukup lama akan tetapi juga membutuhkan biaya yang cukup besar untuk
memulihkan kembali lahan gambut yang rusak tersebut kepada keadaan semula;
“Menimbang, bahwa oleh
karena gugatan dalam perkara a quo didasarkan pada kebakaran lahan gambut, maka
akibat kebakaran lahan gambut tidak hanya berdampak pada pencemaran lingkungan
(udara) yang dapat dihukum denda, maka kerusakan lahan sebagai akibat kebakaran
lahan dapat dikabulkannya ganti rugi, sehingga hukuman denda yang dijatuhkan terhadap
Terdakwa (Tergugat) dalam tuntutan perkara pidana korporasi, tidak sama dengan
ganti rugi sebagai akibat kerusakan lahan yang dikabulkan dalam gugatan perkara
a quo;
“Menimbang, bahwa dikarenakan
Pemerintah Daerah merupakan wakil Pemerintah Pusat yang ada di daerah sebagai
akibat dari diberlakukannya asas Desentralisasi yang secara tidak langsung
merupakan perpanjangan tangan Pemerintah Pusat yang ada di daerah, untuk itu
kedudukan Penggugat yang merupakan bagian Struktur Pemerintah Pusat, menjadikan
Hak gugat Penggugat yang dalam hal ini Hak gugat Pemerintah dan Pemerintah
Daerah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (1) Undang Undang Nomor 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah sama,
sehingga sebagai akibat dikabulkannya tuntutan tentang tindakan tertentu yaitu
“pemulihan lingkungan” yang memerlukan waktu lama dan biaya yang cukup besar,
yang merupakan akibat perbuatan Tergugat, maka penarikan Pemerintah Daerah
dalam putusan perkara a quo sepanjang khusus hanya pemberian fungsi
“Pengawasan” kepada kedua Pemerintah Daerah untuk mewakili Penggugat selaku
Pemerintah Pusat terhadap pelaksanaan (eksekusi) amar putusan tentang
“pemulihan lahan”, dapat dibenarkan, karena dapat memperlancar teknis
koordinasi dan menjamin akan terlaksananya eksekusi amar putusan “pemulihan
lahan” tersebut dalam perkara a quo secara lancar dan juga penarikan kedua
Pemerintah Daerah tersebut tidak ternyata dapat dan atau telah merugikan
hak-hak Tergugat;
“M E N G A D I L I:
- Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali
PT. KALLISTA ALAM tersebut;.”
Terhadap putusan di atas yang
telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht),
pihak Tergugat mencoba “meng-akali-nya” dalam rangka untuk berkelit dari
eksekusi terhadap putusan, dengan mengajukan permohonan “surat sakti” dari
Pengadilan Negeri yang atas permohonan tersebut kemudian memberikan imunitas
secara mal-administrasi kepada pihak PT. KALLISTA ALAM selaku Tergugat yang
juga sekaligus tereksekusi, sebagaimana tertuan alam putusan Pengadilan Negeri
Meulaboh Nomor 16/Pdt.G/2017/PN.Mbo tanggal 12 April 2018, dengan amar putusan:
“M E N G A D I L I :
DALAM POKOK PERKARA:
1. Mengabulkan gugatan
Penggugat seluruhnya;
2. Menyatakan posisi areal yang
dimaksud dalam posisi 96º 32´ 0″ - 98º 32´ 21″ BT dan 3º 47´ 8″ - 3º 51´ 22″ LU
berada di dalam 3 (tiga) wilayah Kabupaten yaitu Wilayah Kabupaten Nagan Raya,
Wilayah Kabupaten Aceh Barat Daya dan Wilayah Kabupaten Gayo Lues;
3. Menyatakan posisi koordinat
di dalam perkara Putusan Pengadilan Negeri Meulaboh Nomor 12/PDT.G/2012/PN.MBO
tanggal 8 Januari 2014 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Banda Aceh Nomor :
50/PDT/2014/PT.BNA Tanggal 15 Agustus 2014 jo. Putusan Mahkamah Agung Nomor 651
K/PDT/2015 Tanggal 28 Agustus 2015 jo. Putusan Mahkamah Agung Nomor 1
PK/PDT/2015 tanggal 18 April 2017 yang berisikan tentang gugatan pembakaran
hutan tidak bisa dimintakan pertanggungjawaban hukumnya kepada Penggugat / PT.
Kallista Alam;
4. Menyatakan Putusan
Mahkamah Agung Nomor 1 PK/PDT/2015 tanggal 18 April 2017 tidak mempunyai titel
eksekutorial terhadap Penggugat / PT. Kallista Alam;
5. Memerintahkan Pengadilan
Negeri Meulaboh untuk mengangkat Sita Jaminan terhadap tanah, bangunan dan
tanaman diatasnya, setempat terletak di Desa Pulo Kruet, Alue Bateng Brok,
Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Aceh Barat dengan Sertifikat Hak Guna Usaha
Nomor : 27 dengan luas 5.769 Ha (lima ribu tujuh ratus enam puluh sembilan
hektar) sebagaimana terdapat dalam gambar situasi Nomor : 18/1998 tanggal 22 Januari
1998 yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Barat yang sekarang
menjadi Kabupaten Nagan Raya sesuai penetapan Nomor 12/Pen.Pdt.G/2012/PN.Mbo
jo. Berita Acara Sita Jaminan (Conservatoir Beslag) tanggal 04 Desember 2013 ;
6. Memerintahkan Turut Tergugat
I, Turut Tergugat II dan Turut Tergugat III patuh terhadap putusan ini.”
Pihak pemerintah mengajukan
upaya hukum kasasi atas “surat sakti” yang diperoleh pihak PT. KALLISTA ALAM, dimana
terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai
berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap
alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Judex Facti / Pengadilan
Negeri Meulaboh mengabulkan permohonan perlindungan hukum dengan
Penetapan atas permohonan Pemohon PT. Kallista Alam dipertimbangkan sebagai
berikut:
- Bahwa Penetapan atas Permohonan Perlindungan Hukum yang diajukan
Pemohon PT. Kallista Alam, bukan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri yang
bersifat administratif tentang Penundaan Eksekusi Putusan Nomor
12/Pdt.G/2012/PN.Mbo juncto Putusan Nomor 50/PDT/2014/PT.BNA juncto Putusan
Nomor 651 K/Pdt/2015 juncto Putusan Nomor 1 PK/Pdt/2017. Oleh karena menilai
Putusan Hakim tersebut di atas yang sudah berkekuatan hukum tetap, oleh karena
itu Mahkamah Agung beralasan untuk mempertimbangkannya;
- Bahwa Penetapan tersebut telah melanggar tata tertib Hukum Acara
Perdata, sehingga cukup beralasan untuk dikabulkan;
“Menimbang, bahwa berdasarkan
pertimbangan di atas, Mahkamah Agung berpendapat bahwa terdapat cukup alasan
untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi MENTERI LINGKUNGAN
HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA tersebut dan membatalkan Penetapan
Ketua Pengadilan Negeri Meulaboh Nomor 1/Pen/Pdt/Eks/2017/PN.Mbo tanggal 20
Juli 2017 serta mengadili sendiri perkara ini dengan amar putusan
sebagaimana yang akan disebutkan dibawah ini;
“M E N G A D I L I :
- Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: MENTERI LINGKUNGAN
HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA tersebut;
- Membatalkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Meulaboh Nomor 1/Pen/Pdt/Eks/2017/PN.Mbo
tanggal 20 Juli 2017;
“MENGADILI
SENDIRI:
- Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima (niet
ontvankelijke verklaard).”
Seakan belum cukup sampai
disitu, PT. KALLISTA ALAM mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali,
sebagaimana register Nomor 168 PK/Pdt/2022 tanggal 13 April 2022, dimana
Mahkamah Agung untuk kali keduanya membuat pertimbangan hukum serta amar
sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap
alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan peninjauan
kembali tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti Memori Peninjauan
Kembali tanggal 8 Juni 2021 dan Kontra Memori Peninjauan Kembali tanggal 17
September 2021 dan tanggal 26 Agustus 2021 dihubungkan dengan pertimbangan dan
putusan judex juris, tidak terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu
kekeliruan yang nyata serta bukti baru (novum) tidak bersifat menentukan dalam
putusan a quo, dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa Pemohon Peninjauan
Kembali telah mengajukan novum berupa bukti-bukti surat yang diberi tanda bukti
PK-1 dan bukti PK-2, namun bukti-bukti surat yang diberi tanda bukti PK-1 dan
bukti PK-2 tersebut bukanlah bukti yang bersifat menentukan karena bukti-bukti
tersebut bukanlah bukti yang baru ditemukan melainkan bukti-bukti yang baru
dibuat, untuk bukti PK-1 dibuat pada tanggal 14 September 2020 dan bukti PK-2 dibuat
pada tanggal 16 September 2020 sedangkan perkara a quo telah berlangsung di
Pengadilan Negeri Meulaboh sejak tahun 2017;
“Bahwa tidak ditemukan adanya
kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata karena terkait pokok sengketa dalam
perkara a quo telah ditentukan statusnya di dalam Putusan Perkara Nomor 1
PK/Pdt/2015 juncto Putusan Perkara Nomor 651 K/Pdt/2015 juncto Putusan Perkara
Nomor 50/PDT/2014/PT.BNA juncto Putusan Perkara Nomor 12/Pdt.G/2012/PN.Mbo;
“M E N G A D I L I:
- Menolak permohonan
peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali PT. KALISTA ALAM
tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan
hidup JUJUR dengan menghargai Jirih
Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.