UPAYA HUKUM Vs. UPAYA POLITIS, Makna dan Contoh

Upaya Hukum Vs. Upaya (yang) Mengada-Ada : Penetapan Perlindungan Hukum terhadap Putusan Inkracht, TIDAK SAH

Delusi Dibalik Upaya Menganulir Putusan Pengadilan yang telah Berkekuatan Hukum Tetap

Modus Berkelit dari Penghukuman dari Putusan Pengadilan yang telah Berkekuatan Hukum Tetap

Question: Apa benar memang ada “kartu sakti” untuk dapat menganulir eksekusi terhadap putusan (perdata) yang telah inkracht?

Brief Answer: Tidak ada, iming-iming “kartu sakti” semacam itu sejatinya adalah mal-adminstrasi praktik peradilan, kolusi pejabat tinggi lembaga peradilan, yang sejatinya adalah “upaya politis”, bukan “upaya hukum”—“upaya politis” mana dapat digugat. Bila “upaya hukum” dimaknai sebagai upaya yang memang disediakan oleh hukum secara sahih baik dari segi landasan, koridor, prosedur, norma, batasan, serta ruang lingkupnya; sementara itu “upaya politis” dimaknai sebagai suatu upaya yang justru melenceng atau keluar dari koridor hukum, sehingga tidak taat asas serta merusak struktur tatanan hukum secara tidak bertanggung-jawab.

PEMBAHASAN:

Terdapat ilustrasi konkret upaya-upaya “non-hukum” (baca : upaya politis) yang dilandasi itikad tidak baik pihak tereksekusi dengan maksud untuk meloloskan diri dari eksekusi terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, salah satu cerminannya dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk putusan Mahkamah Agung RI perkara permohonan, sebagaimana register Nomor 3297 K/Pdt/2018 tanggal 18 Desember 2018, sengketa terkait penetapan eksekusi antara:

- MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, sebagai Pemohon Kasasi; melawan

- PT. KALLISTA ALAM, sebagai Termohon Kasasi, semula selaku Pemohon perlindungan hukum dari eksekusi.

Sengketa ini bermula dari telah terbitnya putusan perkara gugatan perdata No. 1 PK/Pdt/2017 tanggal 18 April 2017, antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia selaku Penggugat, yang menggugat sebuah perusahaan sawit bernama PT. KALLISTA ALAM yang melakukan kegiatan usaha “land clearing” dengan membakar hutan seluas seribu hektar. Terhadap gugatan yang diajukan oleh Kementerian, Pengadilan Negeri Meulaboh telah memberikan Putusan Nomor 12/Pdt.G/2012/PN.MBO tanggal 8 Januari 2014, dengan amar sebagai berikut:

“MENGADILI :

Dalam Pokok Perkara:

1. Mengabulkan gugatan Penggugat sebahagian;

2. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang diletakkan di ...;

3. Menyatakan Tergugat telah melakukan Perbuatan Melanggar Hukum dan Menghukum Tergugat membayar ganti rugi materiil secara tunai kepada Penggugat melalui rekening Kas Negara sebesar Rp114.303.419.000,00 (seratus empat belas miliar tiga ratus tiga juta empat ratus sembilan belas ribu rupiah);

4. Memerintahkan Tergugat untuk tidak menanam di lahan gambut yang telah terbakar seluas kurang lebih 1.000 (seribu) hektar yang berada di dalam wilayah Izin Usaha berdasarkan Surat Izin Gubernur Aceh tanggal 25 Agustus 2011/25 Ramadhan 1432 H Nomor 525/BP2T/5322/2011 seluas 1.605 (seribu enam ratus lima) hektar yang terletak di Desa Pulo Kruet, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh untuk usaha budidaya perkebunan kelapa sawit;

5. Menghukum Tergugat untuk melakukan tindakan pemulihan lingkungan terhadap lahan yang terbakar seluas kurang lebih 1.000 (seribu) hektar dengan biaya sebesar Rp251.765.250.000,00 (dua ratus lima puluh satu miliar tujuh ratus enam puluh lima juta dua ratus lima puluh ribu rupiah) sehingga lahan dapat difungsikan kembali sebagaimana mestinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

6. Menghukum Tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) per hari atas keterlambatan dalam melaksanakan putusan dalam perkara ini.”

Dalam tingkat banding atas putusan tersebut, yang menjadi amar Putusan Pengadilan Tinggi Banda Aceh Nomor 50/PDT/2014/PN.BNA tanggal 15 Agustus 2014, sebagai berikut:

“MENGADILI :

- Menerima permohonan banding dari pembanding, semula Tergugat;

- Memperbaiki pertimbangan hukum dan susunan amar Putusan Pengadilan Negeri Meulaboh Tanggal 8 Januari 2014 Nomor 12/PDT.G/2012/PN-MBO yang dimohonkan banding tersebut sehingga amarnya berbunyi sebagai berikut:

Dalam Pokok Perkara:

- Mengabulkan gugatan Terbanding / dahulu Penggugat sebahagian;

- Menyatakan Pembanding / dahulu Tergugat telah melakukan perbuatan melanggar hukum;

- Menghukum Pembanding / dahulu Tergugat membayar ganti rugi materiil secara tunai kepada kepada Terbanding / dahulu Penggugat melalui rekening Kas Negara sebesar Rp114.303.419.000,00 (seratus empat belas miliar tiga ratus tiga juta empat ratus sembilan belas ribu rupiah);

- Memerintahkan Pembanding / dahulu Tergugat untuk tidak menanam di lahan gambut yang telah terbakar seluas kurang lebih 1000 (seribu) hektar yang berada di dalam wilayah izin usaha berdasarkan Surat Izin Gubernur Aceh tanggal 25 Agustus 2011/25 Ramadhan 1432 H Nomor 525/BP2T/5322/2011 seluas 1.605 (seribu enam ratus lima) hektar yang terletak di Desa Pulo Kruet, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya, Propinsi Aceh untuk usaha budidaya perkebunan kelapa sawit;

- Menghukum Pembanding / dahulu Tergugat untuk melakukan tindakan pemulihan lingkungan terhadap lahan yang terbakar seluas kurang lebih 1.000 (seribu) hektar dengan biaya sebesar Rp251.765.250.000,00 (dua ratus lima puluh satu miliar tujuh ratus enam puluh lima juta dua ratus lima puluh ribu rupiah) sehingga lahan dapat difungsikan kembali sebagaimana mestinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

- Menghukum Pembanding / dahulu Tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) per hari atas keterlambatan dalam melaksanakan putusan dalam perkara ini;

- Memerintahkan Lembaga / Dinas Lingkungan Hidup / Pemerintah Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Nagan Raya untuk melakukan “tindakan tertentu” mengawasi, pelaksanaan pemulihan lingkungan, karena lokasi lahan meliputi 2 (dua) Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Nagan Raya, Propinsi Aceh;

- Menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang diletakkan di ...;

Adapun kemudian dalam tingkat kasasi, yang menjadi amar Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 651 K/Pdt/2015 tanggal 28 Agustus 2015, sebagai berikut:

“MENGADILI :

- Menolak Permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi PT Kallista Alam tersebut.”

Dalam tingkat Peninjauan Kembali atas permohonan PT. KALLISTA ALAM, adapun yang menjadi pertimbangan hukum serta amar putusan Mahkamah Agung RI adalah sebagai berikut:

“Menimbang, bahwa terhadap keberatan-keberatan Pemohon Peninjauan Kembali tersebut Mahkamah Agung berpendapat:

“Menimbang, bahwa gugatan dalam perkara a quo termasuk jenis gugatan perkara Kerusakan lingkungan sebagai akibat pembakaran lahan dalam rangka usaha perkebunan, ...;

“Menimbang, bahwa berangkat dari asas manfaat dalam tujuan Penegakan Hukum dihubungkan dengan Hak Gugat Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa: ‘Instansi Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab dibidang lingkungan hidup berwenang mengajukan gugatan ganti rugi dan tindakan tertentu terhadap usaha dan/atau kegiatan yang menyebabkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang mengakibatkan kerugian lingkungan hidup’ dan dihubungkan pula dengan ketentuan Bab IV Pedoman Penanganan Perkara Perdata Lingkungan bagian 4 huruf f Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 36/KMA/SK/II/2013 tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup, penarikan Lembaga / Dinas Lingkungan Hidup / Pemerintah Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Nagan Raya untuk melakukan tindakan tertentu antara lain “mengawasi” pelaksanaan pemulihan lingkungan dalam perkara a quo dapat dibenarkan dan dalam hal ini bukan merupakan pelanggaran tertib acara sebagaimana dimaksud dalam ketentuan hukum acara Perdata bahwa Hakim dilarang memutus melebihi dari pada yang dituntut (Ultrapetita), karena berdasarkan pertimbangan demi perlindungan lingkungan dan kepentingan masyarakat, dan pula dengan ditariknya pihak Lembaga / Dinas Lingkungan Hidup / Pemerintah Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Nagan Raya sudah sejalan dengan ketentuan Pasal 90 ayat (1) Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tentang Hak Gugat Pemerintah dan Pemerintah Daerah, dan juga sebagai akibat ditariknya Lembaga / Dinas Lingkungan Hidup kedua Pemerintah Daerah tersebut (Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Nagan Raya) tidak merugikan hak-hak pihak Tergugat, sebaliknya dapat diharapkan tercipta kerja sama demi tercapainya tujuan Penegakan Hukum dalam perkara a quo;

“Menimbang, bahwa pada dasarnya pertimbangan hukum putusan dalam perkara a quo (Perdata) dan pertimbangan hukum dalam putusan perkara pidana yang kebetulan pihaknya sama, hal yang sama, dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya tidak terdapat pertentangan, karena penanganan perkara lingkungan hidup (Perdata dan Pidana) khususnya dalam perkara a quo berupa kasus kebakaran lahan yang terjadi dilahan gambut “kerusakan lingkungan” yang membutuhkan “pemulihan” pada dasarnya Hakim tidak mempedomani perihal perhitungan biaya pemulihan kepada “berapa luas lahan yang terbakar”, akan tetapi “berapa luas kerusakan lahan yang terbakar”, sehingga luas lahan yang terbakar tidak berbanding lurus (sama) dengan luas kerusakan lahan yang terbakar tersebut, karena sifat kebakaran yang terjadi di lahan gambut bukan hanya merupakan bentuk kebakaran “permukaan” yang mengeluarkan asap ke udara yang dapat dilihat mata langsung dan diukur langsung luas lahan yang terbakar, akan tetapi kebakaran dilahan gambut juga merupakan bentuk kebakaran “kedalaman” yang terjadi di kedalaman tertentu sesuai dengan ketebalan gambut yang terbakar, sehingga tidak dapat dilihat langsung dengan mata telanjang dan tidak dapat pula diukur seketika, untuk itu dalam kasus kebakaran lahan a quo yang dijadikan patokan untuk memperhitungkan besarnya biaya pemulihan lahan dapat diukur dari berapa luas kerusakan, yang merupakan “kerusakan lahan” sebagai akibat kebakaran tersebut, dan hal tersebut hanya dapat dilakukan oleh ahli sebagaimana maksud Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 36/KMA/SK/II/2013;

“Menimbang, bahwa berdasarkan hasil diteksi saksi ahli Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, MAGR. pada bekas lahan yang terbakar termasuk pada lahan yang telah ditanami kelapa sawit yang tampak mengelompok pada tempat tertentu yang terjadi pada periode tertentu dimana kebakaran tersebut terjadi secara berulang-ulang semenjak tahun 2009, 2010, 2011 dan 2012 yang berakibat rusaknya lapisan permukaan gambut dengan ketebalan rata-rata 5 - 10 cm, sehingga luas lahan gambut yang rusak sebagai akibat kebakaran lahan yang dilakukan Tergugat (PT Kalista Alam) mencapai 1.000 ha yang berakibat terganggunya keseimbangan ekosistem dilahan bekas terbakar dan gambut yang terbakar yang tidak mungkin kembali lagi dalam waktu singkat dapat seperti semula, karena telah rusak, sehingga tidak hanya membutuhkan waktu yang cukup lama akan tetapi juga membutuhkan biaya yang cukup besar untuk memulihkan kembali lahan gambut yang rusak tersebut kepada keadaan semula;

“Menimbang, bahwa oleh karena gugatan dalam perkara a quo didasarkan pada kebakaran lahan gambut, maka akibat kebakaran lahan gambut tidak hanya berdampak pada pencemaran lingkungan (udara) yang dapat dihukum denda, maka kerusakan lahan sebagai akibat kebakaran lahan dapat dikabulkannya ganti rugi, sehingga hukuman denda yang dijatuhkan terhadap Terdakwa (Tergugat) dalam tuntutan perkara pidana korporasi, tidak sama dengan ganti rugi sebagai akibat kerusakan lahan yang dikabulkan dalam gugatan perkara a quo;

“Menimbang, bahwa dikarenakan Pemerintah Daerah merupakan wakil Pemerintah Pusat yang ada di daerah sebagai akibat dari diberlakukannya asas Desentralisasi yang secara tidak langsung merupakan perpanjangan tangan Pemerintah Pusat yang ada di daerah, untuk itu kedudukan Penggugat yang merupakan bagian Struktur Pemerintah Pusat, menjadikan Hak gugat Penggugat yang dalam hal ini Hak gugat Pemerintah dan Pemerintah Daerah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (1) Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah sama, sehingga sebagai akibat dikabulkannya tuntutan tentang tindakan tertentu yaitu “pemulihan lingkungan” yang memerlukan waktu lama dan biaya yang cukup besar, yang merupakan akibat perbuatan Tergugat, maka penarikan Pemerintah Daerah dalam putusan perkara a quo sepanjang khusus hanya pemberian fungsi “Pengawasan” kepada kedua Pemerintah Daerah untuk mewakili Penggugat selaku Pemerintah Pusat terhadap pelaksanaan (eksekusi) amar putusan tentang “pemulihan lahan”, dapat dibenarkan, karena dapat memperlancar teknis koordinasi dan menjamin akan terlaksananya eksekusi amar putusan “pemulihan lahan” tersebut dalam perkara a quo secara lancar dan juga penarikan kedua Pemerintah Daerah tersebut tidak ternyata dapat dan atau telah merugikan hak-hak Tergugat;

“M E N G A D I L I:

- Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali PT. KALLISTA ALAM tersebut;.”

Terhadap putusan di atas yang telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht), pihak Tergugat mencoba “meng-akali-nya” dalam rangka untuk berkelit dari eksekusi terhadap putusan, dengan mengajukan permohonan “surat sakti” dari Pengadilan Negeri yang atas permohonan tersebut kemudian memberikan imunitas secara mal-administrasi kepada pihak PT. KALLISTA ALAM selaku Tergugat yang juga sekaligus tereksekusi, sebagaimana tertuan alam putusan Pengadilan Negeri Meulaboh Nomor 16/Pdt.G/2017/PN.Mbo tanggal 12 April 2018, dengan amar putusan:

M E N G A D I L I :

DALAM POKOK PERKARA:

1. Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya;

2. Menyatakan posisi areal yang dimaksud dalam posisi 96º 32´ 0″ - 98º 32´ 21″ BT dan 3º 47´ 8″ - 3º 51´ 22″ LU berada di dalam 3 (tiga) wilayah Kabupaten yaitu Wilayah Kabupaten Nagan Raya, Wilayah Kabupaten Aceh Barat Daya dan Wilayah Kabupaten Gayo Lues;

3. Menyatakan posisi koordinat di dalam perkara Putusan Pengadilan Negeri Meulaboh Nomor 12/PDT.G/2012/PN.MBO tanggal 8 Januari 2014 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Banda Aceh Nomor : 50/PDT/2014/PT.BNA Tanggal 15 Agustus 2014 jo. Putusan Mahkamah Agung Nomor 651 K/PDT/2015 Tanggal 28 Agustus 2015 jo. Putusan Mahkamah Agung Nomor 1 PK/PDT/2015 tanggal 18 April 2017 yang berisikan tentang gugatan pembakaran hutan tidak bisa dimintakan pertanggungjawaban hukumnya kepada Penggugat / PT. Kallista Alam;

4. Menyatakan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1 PK/PDT/2015 tanggal 18 April 2017 tidak mempunyai titel eksekutorial terhadap Penggugat / PT. Kallista Alam;

5. Memerintahkan Pengadilan Negeri Meulaboh untuk mengangkat Sita Jaminan terhadap tanah, bangunan dan tanaman diatasnya, setempat terletak di Desa Pulo Kruet, Alue Bateng Brok, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Aceh Barat dengan Sertifikat Hak Guna Usaha Nomor : 27 dengan luas 5.769 Ha (lima ribu tujuh ratus enam puluh sembilan hektar) sebagaimana terdapat dalam gambar situasi Nomor : 18/1998 tanggal 22 Januari 1998 yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Barat yang sekarang menjadi Kabupaten Nagan Raya sesuai penetapan Nomor 12/Pen.Pdt.G/2012/PN.Mbo jo. Berita Acara Sita Jaminan (Conservatoir Beslag) tanggal 04 Desember 2013 ;

6. Memerintahkan Turut Tergugat I, Turut Tergugat II dan Turut Tergugat III patuh terhadap putusan ini.”

Pihak pemerintah mengajukan upaya hukum kasasi atas “surat sakti” yang diperoleh pihak PT. KALLISTA ALAM, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:

“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:

“Judex Facti / Pengadilan Negeri Meulaboh mengabulkan permohonan perlindungan hukum dengan Penetapan atas permohonan Pemohon PT. Kallista Alam dipertimbangkan sebagai berikut:

- Bahwa Penetapan atas Permohonan Perlindungan Hukum yang diajukan Pemohon PT. Kallista Alam, bukan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri yang bersifat administratif tentang Penundaan Eksekusi Putusan Nomor 12/Pdt.G/2012/PN.Mbo juncto Putusan Nomor 50/PDT/2014/PT.BNA juncto Putusan Nomor 651 K/Pdt/2015 juncto Putusan Nomor 1 PK/Pdt/2017. Oleh karena menilai Putusan Hakim tersebut di atas yang sudah berkekuatan hukum tetap, oleh karena itu Mahkamah Agung beralasan untuk mempertimbangkannya;

- Bahwa Penetapan tersebut telah melanggar tata tertib Hukum Acara Perdata, sehingga cukup beralasan untuk dikabulkan;

“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, Mahkamah Agung berpendapat bahwa terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA tersebut dan membatalkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Meulaboh Nomor 1/Pen/Pdt/Eks/2017/PN.Mbo tanggal 20 Juli 2017 serta mengadili sendiri perkara ini dengan amar putusan sebagaimana yang akan disebutkan dibawah ini;

M E N G A D I L I :

- Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA tersebut;

- Membatalkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Meulaboh Nomor 1/Pen/Pdt/Eks/2017/PN.Mbo tanggal 20 Juli 2017;

“MENGADILI SENDIRI:

- Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard).”

Seakan belum cukup sampai disitu, PT. KALLISTA ALAM mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali, sebagaimana register Nomor 168 PK/Pdt/2022 tanggal 13 April 2022, dimana Mahkamah Agung untuk kali keduanya membuat pertimbangan hukum serta amar sebagai berikut:

“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:

“Bahwa alasan peninjauan kembali tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti Memori Peninjauan Kembali tanggal 8 Juni 2021 dan Kontra Memori Peninjauan Kembali tanggal 17 September 2021 dan tanggal 26 Agustus 2021 dihubungkan dengan pertimbangan dan putusan judex juris, tidak terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata serta bukti baru (novum) tidak bersifat menentukan dalam putusan a quo, dengan pertimbangan sebagai berikut:

“Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan novum berupa bukti-bukti surat yang diberi tanda bukti PK-1 dan bukti PK-2, namun bukti-bukti surat yang diberi tanda bukti PK-1 dan bukti PK-2 tersebut bukanlah bukti yang bersifat menentukan karena bukti-bukti tersebut bukanlah bukti yang baru ditemukan melainkan bukti-bukti yang baru dibuat, untuk bukti PK-1 dibuat pada tanggal 14 September 2020 dan bukti PK-2 dibuat pada tanggal 16 September 2020 sedangkan perkara a quo telah berlangsung di Pengadilan Negeri Meulaboh sejak tahun 2017;

“Bahwa tidak ditemukan adanya kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata karena terkait pokok sengketa dalam perkara a quo telah ditentukan statusnya di dalam Putusan Perkara Nomor 1 PK/Pdt/2015 juncto Putusan Perkara Nomor 651 K/Pdt/2015 juncto Putusan Perkara Nomor 50/PDT/2014/PT.BNA juncto Putusan Perkara Nomor 12/Pdt.G/2012/PN.Mbo;

M E N G A D I L I:

- Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali PT. KALISTA ALAM tersebut.”

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.