Aspek Hukum Pembayaran Separuh Hutang alias Membayar Cicilan Hutang, Mengurangi Pokok Hutang ataukah untuk Menutup Tagihan Bunga Hutang?
Question: Ketika debitor melakukan pembayaran berupa cicilan atas tunggakan hutangnya, disebut sebagai cicilan hutang karena bukan berupa pelunasan terhadap seluruh hutangnya secara seketika dan sekaligus, maka pembayarannya tersebut secara hukum adalah diperhitungkan untuk mengurangi komponen “pokok hutang” ataukah untuk membayar “bunga dari hutang”? Apa boleh juga, bila debitor mencoba mendesak kreditornya untuk menerima aset tanah miliknya alias tukar-guling aset tanah dengan sisa tunggakan hutangnya yang berupa uang?
Brief Answer: Secara normatif hukum perdata yang berlaku di Indonesia,
seorang debitor tidak dapat dibenarkan untuk memaksa kreditornya menerima
pelunasan hutang berupa uang dengan “tukar-guling” berupa harta-benda bernilai
ekonomis lainnya, kecuali pihak kreditor bersedia dan menyetujui tawaran atau
usul dari sang debitor.
Adapun bila dalam suatu
perikatan hutang-piutang atau pinjam-meminjam uang, disepakati kewajiban berupa
pembayaran “bunga” yang menjadi kewajiban pihak peminjam uang untuk dibayar
disamping cicilan “pokok hutang”, maka pembayaran separuh hutang ataupun
cicilan tidak dapat dimaknai sebagai pembayaran terhadap “pokok hutang”, namun
sebagai pembayaran terhadap komponen “bunga tertunggak” maupun “bunga berjalan”.
PEMBAHASAN:
Pasal 1389 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUHPerdata) : “Tiada
seorang berpiutang dapat dipaksakan menerima sebagai pembayaran suatu barang
lain daripada barang yang terutang, meskipun barang yang ditawarkan itu sama,
bahkan lebih harganya.” Jika hutang-piutang antara suatu debitor dan kreditornya
berupa pinjam-meminjam uang, maka tidak dapat dibenarkan secara hukum bilamana sang
debitor mencoba memaksa kreditornya untuk menerima pelunasan ataupun pembayaran
sebagian hutangnya dengan benda lainnya semisal aset tanah dan lain sebagainya.
Pasal 1390 KUHPerdata : “Tiada seorang berutang dapat memaksa orang
yang mengutangkan pada menerima pembayaran utangnya sebagian demi sebagian,
meskipun utangnya itu dapat dibagi-bagi.”
Pasal 1394 KUHPerdata : “Mengenai pembayaran sewa rumah, sewa tanah,
tunjangan tahunan untuk nafkah, bunga abadi atau bunga cagak hidup, bunga uang
pinjaman, dan pada umumnya segala apa yang harus dibayar tiap tahun atau tiap
waktu tertentu yang lebih pendek, maka dengan adanya tiga surat tanda
pembayaran, dari mana ternyata pembayaran tiga angsuran berturut-turut,
terbitlah suatu persangkaan bahwa angsuran-angsuran yang lebih dahulu telah
dibayar lunas, melainkan jika dibuktikan sebaliknya.”
Pasal 1395 KUHPerdata : “Biaya yang harus dikeluarkan untuk
menyelenggarakan pembayaran, dipikul oleh si berutang.”
Pasal 1396 KUHPerdata : “Seorang yang mempunyai berbagai utang adalah
berhak, pada waktu melakukan pembayaran, untuk menyatakan utang yang mana
hendak dibayarnya.”
Pembayaran separuh hutang
ataupun cicilan oleh debitor, dialokasikan untuk menutup komponen bunga
pinjaman ataukah sebagai faktor pengurang pokok pinjaman? Secara tegas telah
diatur sebagaimana norma Pasal 1397 KUHPerdata :
(1) Seorang
yang mempunyai suatu utang untuk mana harus dibayarnya bunga, tak dapat, tanpa
izin si berpiutang, menggunakan pembayaran yang ia lakukan untuk pelunasan yang
pokok lebih dahulu dengan menunda pembayaran bunga.
(2)
Pembayaran yang dilakukan untuk uang pokok dan bunga, tetapi tidak cukup untuk
melunasi seluruh utang, digunakan terlebih dahulu untuk melunasi bunga.
Pasal 1398 KUHPerdata : “Jika seorang yang mempunyai berbagai utang
uang, menerima suatu tanda pembayaran, dimana si berpiutang telah menyatakan
bahwa apa yang diterimanya itu ialah khusus untuk melunasi salah satu diantara
utang-utang tersebut, maka tak dapat lagi si berutang menuntut supaya
pembayaran itu dianggap guna pelunasan suatu utang yang lain, kecuali jika dari
pihaknya si berpiutang telah dilakukan penipuan atau si berutang dengan sengaja
tidak diberi tahu tentang adanya pernyataan tersebut.”
Pasal 1399 KUHPerdata :
(1) Jika tanda pembayaran tidak menyebutkan untuk utang yang mana
pembayaran dilakukan, maka pembayaran itu harus dianggap untuk melunasi utang
yang di antara utang-utang yang sama-sama dapat ditagih, si berutang pada waktu
itu paling berkepentingan melunasinya, tetapi jika tidak semua piutang dapat
ditagih, maka pembayaran harus dianggap untuk melunasi utang yang sudah dapat
ditagih, lebih dahulu daripada utang-utang yang belum dapat ditagih, meskipun
utang yang terdahulu tadi adalah kurang memberatkan daripada utang-utang yang
lainnya.
(2) Jika utang-utang itu sama sifatnya, maka pelunasan harus dianggap
berlaku untuk utang yang paling tua; tetapi jika utang-utang itu dalam
segala-galanya sama, maka pelunasan harus dianggap berlaku untuk masing-masing
utang menurut imbangan jumlah masing-masing.
(3) Jika tiada suatu utang pun yang sudah dapat ditagih, maka penentuan
pelunasan harus dilakukan seperti dalam hal utang-utang yang sudah dapat
ditagih.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan
hidup JUJUR dengan menghargai Jirih
Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.