Antara Mitos, Keadilan, dan “Mahkamah PALUGADA” serta para “Hakim PALUGADA”-nya
Ketika Anda punya masalah akut, apakah Anda akan lebih memilih memercayakan nasib kesehatan Anda kepada seorang “dokter umum” pada poliklinik umum, ataukah pada “dokter spesialis” pada poliklinik spesialis sesuai keluhan atau masalah kesehatan yang Anda derita? Menurut para pembaca, apa jadinya nasib republik ini bilamana permasalahan terkait hajat hidup orang baik, justru dibiarkan untuk tangani dan diputuskan oleh tangan seorang “dokter umum” alih-alih mereka yang benar-benar terspesialisasi pada suatu spesialisasi “expert” dibidang tertentu? Salah diagnosa, salah mengambil keputusan, dan salah mengambil tindakan medik, ancaman demikian terbuka lebar peluangnya.
Setidaknya, objek dari
kedokteran ialah tubuh manusia yang dari dahulu kala hingga era modern ini
ialah “begitu-gitu saja”, berbeda konteks dengan peraturan perundang-undangan
yang senantiasa diterbitkan, diubah, ataupun direvisi dari waktu ke waktu oleh
pemerintahan suatu negara. Seorang Sarjana Hukum yang absen pada isu-isu hukum
selama sepuluh tahun, patut menanggalkan gelar kesarjanaannya dibidang hukum
karena sudah tidak lagi “up to date”
pada perkembangan norma hukum, yang begitu cepat silih-berganti.
Seorang tokoh pernah berkata, “Ketika saya tidak mengetahui betul suatu
bidang yang didiskusikan, maka saya memilih untuk tidak berkomentar apapun
sekalipun tanggapan saya dimintakan”—terlebih-lebih, tidak menguasai
seluk-beluk secara mendalam perihal bidang spesifik yang dimohonkan untuk
di-uji materiil (gugatan dengan tujuan pembatalan suatu norma hukum peraturan
perundang-undangan), namun berani-beraninya sang Hakim Konstitusi tetap memutus
dan membubuhkan tanda-tangannya sebagai “vonis” hidup dan matinya Undang-Undang
dimaksud.
Terdapat perbedaan kontras
antara praktisi hukum tempo dulu (generasi lampau) dan sifat praktisi hukum
dewasa ini, yakni perihal spesialisasi bidang disiplin ilmu hukum yang
dikuasai, ditekuni, serta didalami. Dahulu kala, saat republik bernama
Indonesia ini baru merdeka dari penjajahan kolonial, hukum dan peraturan
perundang-undangan cenderung sederhana dan terbatas, sehingga masih
memungkinkan bersikap “generalis”—alias “apa elu mau, gua ada, PALUGADA”. Kini,
praktik paradigma klasik “ketinggalan zaman” demikian telah tidak lagi
diterapkan, mengingat peraturan perundang-undangan dewasa ini telah menjelma
“hutan rimba hukum belantara”, dimana butuh pembelajaran sepanjang hayat untuk
menguasai bidang hukum ter-spesifik tertentu.
Dalam alam mimpi, penulis
mendapatkan sepucuk surat berisi curahan-hati (curhat) oleh kalangan hakim di
Mahkamah Konstitusi RI, mengenai praktik pengujian peraturan perundang-undangan
di Mahkamah Konstitusi untuk diputuskan, apakah suatu Undang-Undang dinyatakan
sah dan tetap berlaku ataukah dibatalkan seluruh ataupun sebagian isi
pasal-pasalnya. Mari kita simak bersama-sama kejujuran dalam “curhat” sang
Hakim Konstitusi berikut, sekaligus membuka lebar-lebar mata kita perihal apa
itu makhluk yang bernama “Mahkamah Konstitusi”:
Kami,
sembilan orang Hakim Konstitusi,
Merupakan
diktator hukum yang mungkin paling otoriter dalam sejarah hukum bangsa beradab.
Betapa
tidak,
Kami dapat
menyatakan sah ataupun tidak sah, Undang-Undang yang disusun dan disahkan oleh
negara kita ini.
Lebih
tepatnya,
Kami adalah
para GENERALIS,
Bukan SPESIALIS.
Namun,
Tetap saja
puluhan gugatan uji materiil dialamatkan kepada kantor kami sepanjang tahunnya,
Tidak
henti-hentinya,
Deras
mengaliri dan membanjiri kantor kami maupun ruang kerja kami,
Untuk kami
periksa dan putus sesegera mungkin karena masih menumpuk antrian tunggakan
perkara lain untuk diputus,
Apakah
undang-undang tersebut kami beri vonis “mati” sebagai dibatalkan ataukah kami
nyatakan sebagai tetap berlaku.
Kami
dihadapkan pada persoalan isu hukum dibidang pemerintahan daerah,
Untuk kami
putuskan dan beri vonis hidup-matinya Undang-Undang yang mengatur hajat-hidup
orang banyak,
Meski kami
hanya menguasai kulitnya saja,
Tidak pernah
menyentuh sampai begitu mendalam (karena butuh waktu sepanjang masa hidup untuk
menekuni dan menguasainya secara sempurna).
Kami
dihadapkan pada persoalan isu hukum dibidang koperasi,
Untuk kami
putuskan dan beri vonis hidup-matinya Undang-Undang yang mengatur hajat-hidup
orang banyak,
Meski kami
hanya menguasai kulitnya saja.
Kami
dihadapkan pada persoalan isu hukum dibidang perseroan terbatas,
Untuk kami
putuskan dan beri vonis hidup-matinya Undang-Undang yang mengatur hajat-hidup
orang banyak,
Meski kami
hanya menguasai kulitnya saja.
Kami
dihadapkan pada persoalan isu hukum dibidang kepailitan,
Untuk kami
putuskan dan beri vonis hidup-matinya Undang-Undang yang mengatur hajat-hidup
orang banyak,
Meski kami
hanya menguasai kulitnya saja.
Kami dihadapkan
pada persoalan isu hukum dibidang ketenagakerjaan,
Untuk kami
putuskan dan beri vonis hidup-matinya Undang-Undang yang mengatur hajat-hidup
orang banyak,
Meski kami
hanya menguasai kulitnya saja.
Kami
dihadapkan pada persoalan isu hukum dibidang kesehatan,
Untuk kami
putuskan dan beri vonis hidup-matinya Undang-Undang yang mengatur hajat-hidup
orang banyak,
Meski kami
hanya menguasai kulitnya saja.
Kami
dihadapkan pada persoalan isu hukum dibidang pertambangan,
Untuk kami
putuskan dan beri vonis hidup-matinya Undang-Undang yang mengatur hajat-hidup
orang banyak,
Meski kami
hanya menguasai kulitnya saja.
Kami
dihadapkan pada persoalan isu hukum dibidang hak kekayaan intelektual,
Untuk kami
putuskan dan beri vonis hidup-matinya Undang-Undang yang mengatur hajat-hidup
orang banyak,
Meski kami
hanya menguasai kulitnya saja.
Kami
dihadapkan pada persoalan isu hukum dibidang pendidikan,
Untuk kami
putuskan dan beri vonis hidup-matinya Undang-Undang yang mengatur hajat-hidup
orang banyak,
Meski kami
hanya menguasai kulitnya saja.
Kami
dihadapkan pada persoalan isu hukum dibidang importasi hewan ternak,
Untuk kami
putuskan dan beri vonis hidup-matinya Undang-Undang yang mengatur hajat-hidup
orang banyak,
Meski kami
hanya menguasai kulitnya saja. Kami dihadapkan pada persoalan isu hukum
dibidang kelautan,
Untuk kami
putuskan dan beri vonis hidup-matinya Undang-Undang yang mengatur hajat-hidup
orang banyak,
Meski kami
hanya menguasai kulitnya saja.
Kami
dihadapkan pada persoalan isu hukum dibidang kemiliteran,
Untuk kami
putuskan dan beri vonis hidup-matinya Undang-Undang yang mengatur hajat-hidup
orang banyak,
Meski kami
hanya menguasai kulitnya saja.
Kami
dihadapkan pada persoalan isu hukum dibidang tata usaha negara,
Untuk kami
putuskan dan beri vonis hidup-matinya Undang-Undang yang mengatur hajat-hidup
orang banyak,
Meski kami
hanya menguasai kulitnya saja.
Kami
dihadapkan pada persoalan isu hukum dibidang real estate dan apartemen,
Untuk kami
putuskan dan beri vonis hidup-matinya Undang-Undang yang mengatur hajat-hidup
orang banyak,
Meski kami
hanya menguasai kulitnya saja.
Kami
dihadapkan pada persoalan isu hukum dibidang perpajakan,
Untuk kami
putuskan dan beri vonis hidup-matinya Undang-Undang yang mengatur hajat-hidup
orang banyak,
Meski kami
hanya menguasai kulitnya saja.
Kami
dihadapkan pada persoalan isu hukum dibidang hukum pidana korupsi,
Untuk kami
putuskan dan beri vonis hidup-matinya Undang-Undang yang mengatur hajat-hidup
orang banyak,
Meski kami
hanya menguasai kulitnya saja.
Kami
dihadapkan pada persoalan isu hukum dibidang perbankan,
Untuk kami
putuskan dan beri vonis hidup-matinya Undang-Undang yang mengatur hajat-hidup
orang banyak,
Meski kami
hanya menguasai kulitnya saja,
Dan masih
banyak bidang-bidang spesifik hukum lainnya,
Yang mana
bahkan belum pernah kami dengar,
Bahkan belum
pernah kami sentuh sama sekali sebelumnya.
Sekalipun
pemohon uji materiil adalah mereka yang tergolong spesialis,
Ataupun
legislatif penyusun Undang-Undang tersebut adalah seorang SPESIALIS,
Yang mana
mereka telah berjibaku pada bidang tertentu tersebut sepanjang hidupnya
sehingga sangat holistik dan tajam pengetahuan maupun pengetahuan segala
permasalahan dibaliknya.
Tetap saja,
Kami para
Hakim GENERALIS ini,
Yang akan
memutus dan memberikan amar berupa vonis putusan,
Untuk kami
nyatakan undang-undang tersebut sebagai sah ataukah sebaliknya, sebagai tidak
sah dan kami batalkan keberlakuannya.
Jadilah,
Kami, para
Hakim Diktator yang Otoriter ini,
Bagaikan
generalis yang mengadili dan menghukum para spesialis.
Dimana kami
pula yang akan menggurui, menguliahi, menguliti, menelanjang!, serta menghakimi
para spesialis tersebut.
Janganlah
engkau menuntut yang terlampau berlebihan kepada kami,
Para Hakim
GENERALIS ini.
Undang-Undang
di republik ini sudah seperti gurita yang menyerupai hutan rimba belantara,
Kami
memahami kulit saja pun sudah sepatutnya Anda bersyukur dan syukuri,
Karena waktu
serta umur kami sangat terbatas adanya,
Tidak
mungkin alias mustahil kami dapat memelajari dan mengupas satu per satu seluruh
norma hukum dalam Undang-Undang,
Terlebih
mengetahui segala seluk-beluk diseputarnya pada kondisi real di tengah-tengah
masyarakat atas keberlakuan Undang-Undang dimaksud.
Jadilah,
Sekalipun
kami memang jujur dan berupaya seadil mungkin saat memutus,
Kami
(sejatinya) tidak mungkin dan tidak niscaya memutus secara benar dan adil.
Bagaimana
pun,
Ketahui dan
sadarilah,
Kami ini
hanya seorang GENERALIS,
Kami tidak
merupakan pakar di seluruh bidang disiplin ilmu hukum maupun subcabangnya
semisal hukum terkait udara dan luar angkasa,
Sesuatu yang
masih sangat asing bahkan di telinga kami.
Jika Anda
sedang mujur,
Maka siapa tahu
Anda benar dan beruntung,
Karena kami
akan menghakimi dengan menyatakan bahwa Undang-Undang tersebut adalah tidak sah
sehingga dibatalkan ataupun sebaliknya.
Kami ingin
adil dan jujur saat memeriksa dan memutus perkara ini,
Namun kami
tidak mungkin memutus seaara baik dan benar.
Sebagai
bagian dari anggota masyarakat,
Anda pun
semestinya dapat berpikir dan menilai sendiri,
Apakah
sanggup dan memungkinkan bagi kami untuk memutus secara baik dan benar,
Ditengah
segala keterbatasan kami yang bahkan kulitnya pun bisa jadi kami tidak paham.
Lantas, apa
yang Anda harapkan dari kami?
Jika Anda
berharap terlampau tinggi kepada putusan kami,
Maka
eskpektasi Anda adalah delusif sifatnya.
Mahkamah
Konstitusi sejatinya adalah Mahkamah SPEKULATIF,
Tempat
dimana bagi mereka yang gemar berspekulasi,
Siapa tahu
menang,
Dan siapa
tahu akan kalah.
Bahkan kami
sendiri pun tidak betul-betul tahu apa yang sedang kami periksa dan berikan
putusan.
Itulah,
Wajah asli
kami,
Sembilan
orang Hakim Celaka dari Mahkamah Celaka Republik Indonesia.
Selamat datang,
Pada dunia
realita,
Dunia dimana
“truth always bitter”!
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan
hidup JUJUR dengan menghargai Jirih
Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.