Yang Kita Butuhkan ialah Sahabat, bukan BENALU bernama Christine Anggreini S.H.

PEMERKOSA PROFESI KONSULTAN HUKUM

Christine Anggreini S.H., Moralnya Lebih BOBROK ketimbang Wajahnya yang Bopeng

Ciri-Ciri Manusia Benalu, Mulutnya Manis namun Hatinya Busuk, Baru Muncul saat Ada Maunya, Hanya Tahu Meminta dan Mengambil Secara Serakah, Tanpa Kenal Malu

Bila terdapat seorang pelamar kerja untuk posisi pekerjaan dibidang hukum, bernama Christine Anggreini S.H., maka kami TIDAK MEREKOMENDASIKAN yang bersangkutan. Benalu lulusan Fakultas Hukum Untirta (Universitas Tirtayasa) ini merupakan seorang BENALU tidak kompeten dibidang hukum serta “tidak punya malu”, bermulut manis secara licik ketika ada maunya, semata muncul ketika “ada maunya” bak lintah penghisap darah. Bagi masyarakat yang berkenalan maupun yang mengenal ataupun dihubungi oleh manusia benalu bernama Christine Anggreini S.H., saran kami ialah menghindarinya tanpa membuang waktu satu detik pun untuk manusia benalu yang menyaru sebagai “sahabat” ini.

Bermula ketika penulis berkenalan dengan Christine Anggreini S.H. pada salah satu kantor hukum dimana kami berstatus sebagai sesama pegawai dibidang hukum. Pada mulanya penulis mengira bahwa Christine Anggreini S.H. adalah seorang kawan, dimana harapannya ialah senang dan susah bersama-sama, suka dan duka bersama. Namun telah ternyata, hingga kami kemudian bekerja pada kantor yang berlainan, Christine Anggreini S.H. hanya menghubungi penulis ketika “ada maunya”. Tentu saja, lengkap dengan mulut manisnya sebagai perangkap untuk membuat delusi bahwasannya dirinya adalah seorang sahabat lama.

Bertahun-tahun lamanya, Christine Anggreini S.H. tidak pernah menghubungi penulis untuk kepentingan maupun kebutuhan profesi penulis, namun menghubungi penulis semata untuk kepentingan pribadi Christine Anggreini S.H., yakni mengambil ilmu pengetahuan dan menghisap darah keringat penulis. Bila Christine Anggreini S.H. tidak kompeten dibidang hukum, maka silahkan Christine Anggreini S.H. mati saja, untuk apa juga memperkosa profesi orang lain yang notabene kompetitor dirinya? Christine Anggreini S.H. bersikap seolah-olah hanya dirinya yang berhak untuk mencari nafkah—sungguh cerminan mentalitas atau watak egoistik alias “mau enaknya sendiri”, serakah, kanibal, dan “tidak punya malu”.

Pernah suatu waktu, penulis sampaikan bahwa penulis sedang dalam tahap “di ujung tanduk” karena baru memulai merintis karir pribadi sebagai Konsultan Hukum, sebagai pelaku “solo career”, dimana kita ketahui bahwa masa-masa awal merintis karir adalah masa yang berat, “berdarah-darah” dalam arti harfiah, karena kerapkali belum terdapat klien pengguna jasa, yang artinya tiada pemasukan sehingga mengancam hidup dan mati penulis serta keluarga penulis.

Lagi dan lagi, sekalipun Christine Anggreini S.H. telah penulis sampaikan bahwa penulis sedang merintis karir sebagai Konsultan Hukum, dimana penulis saat kini mencari nafkah dari menjual jasa tanya-jawab seputar hukum, namun terdapat ribuan penyalah-guna nomor kontak kerja penulis semata untuk memperkosa profesi penulis, inilah komentar Christine Anggreini S.H. : “Begitulah orang Indo, tidak punya malu.” Dirinya membuat kesan, bahwa dirinya penuh pengertian, sahabat, baik hati, dan bijaksana.

Namun yang menyakitkan hati penulis yang bagai disayat-sayat serta dizolimi, Christine Anggreini S.H. kembali menghubungi penulis dengan segala embel-embel perkataan manis, dan penulis ingatkan kembali dirinya bahwa penulis sedang mencari nafkah dari menjual jasa tanya-jawab seputar hukum, bukan lagi seperti dirinya yang merupakan pegawai “legal staff” perusahaan dimana tiap bulannya terjamin diberi upah / gaji. Meski demikian, Christine Anggreini S.H. terus mengganggu penulis dengan modus “mulut manis” sebagai perangkap dan niat serakah Christine Anggreini S.H. yang selama ini diandalkan olehnya secara terselubung dan licik untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan, keringat, pikiran, maupun hak atas nafkah penulis.

Ujung-ujungnya, inilah muara dari segala “mulut manis” Christine Anggreini S.H. : “Mau tanya seputar PPRS (perhimpunan penghuni rumah susun).” Sebagai tanggapan, penulis sampaikan bahwa khusus untuk Christine Anggreini S.H., diberi harga tarif “kawan” berupa diskon 50% dari tarif konsultasi normal, dan alangkah menyakitkannya seketika itu pula Christine Anggreini S.H. kabur dan melarikan diri begitu saja setelah semua pelecehan demikian, sekalipun selama ini telah banyak mengambil berbagai ilmu pengetahuan dari diri penulis. Artinya, segala gangguan, segala “mulut manis” yang diumbar, semata untuk memanipulasi dan mengeksploitasi profesi penulis.

Christine Anggreini S.H. hanya muncul dan menghubungi penulis semata ketika “ada maunya”, dan tidak pernah menghubungi penulis untuk menanyakan bagaimana keadaan penulis ataupun kebutuhan penulis. Relasi persahabatan yang baik dan sehat, ialah berlandaskan asas “simbiosis mutualisme”, bukan mau enaknya sendiri ataupun hanya muncul saat ingin mengambil sesuatu dan untung sendiri. Sikap Christine Anggreini S.H. ibarat bersenang-senang diatas derita orang yang ia sebut sebagai “sahabat”, dan juga bagaikan menginjak-injak kepala orang yang ia sebut sebagai “kawan”.

Pada akhirnya, penulis simpulkan, Christine Anggreini S.H. adalah seorang BENALU alih-alih seorang sahabat. Bila saja dari awal penulis mengetahui wajah sejati Christine Anggreini S.H. selain bopeng, ialah seorang BENALU TULEN, maka tidak akan penulis memandang dirinya sebagai kawan terlebih mau membiarkan diri penulis diganggu oleh sang BENALU barang sedetik pun. Sia-sia sudah segala kebaikan hati penulis selama ini, air susu dibalas perkosaan terhadap profesi penulis disaat penulis sedang dalam kondisi “berdarah-darah” sementara Christine Anggreini S.H. ingin enaknya sendiri, mau menang sendiri, hingga merampas hak nafkah penulis bagaikan lintah penghisap darah dalam arti sesungguhnya.

Kini, Christine Anggreini S.H. tidak dapat lagi melecehkan profesi penulis, semata karena nomor kontak Christine Anggreini S.H., sang BENALU, telah penulis blokir secara permanen. Kita tidak pernah butuh seorang BENALU untuk berkenalan maupun menghabiskan waktu yang sangat berharga. Benalu tidak mengerti arti saling berbagi, namun hanya pandai mengambil dan meminta tanpa secara adil memberi setelah meminta (asas resiprositas).

Christine Anggreini S.H. bukanlah manusia, namun BENALU. Hewan pun masih dapat saling berbagi, sementara Christine Anggreini S.H. lebih serakah daripada seekor hewan sekalipun : KANIBAL, memakan teman sendiri, bagai “musuh dalam selimut”, mengaku sebagai “teman” namun kemudian memakan “teman”-nya. Bila Christine Anggreini S.H. adalah seorang manusia, maka mengapa Christine Anggreini S.H. TIDAK PUNYA MALU? Wajah Christine Anggreini S.H. bopeng, namun moralitasnya lebih BOPENG lagi.