Netralitas Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan pada Dinas Tenaga Kerja

LEGAL OPINION

Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan selaku Representasi Pemerintah, Berpihak kepada Buruh ataukah Pengusaha?

Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan sebagai Representasi Pemerintah, Wajib NETRAL secara Etika Profesi, Tidak Memihak Salah Satu Pihak yang Bersengketa di Dalam maupun di Luar Pengadilan Hubungan Industrial, Baik Buruh maupun Pengusaha

Question: Sebenarnya yang namanya Pegawai Pengawas Tenagakerja di Disnaker itu, berpihak kepada siapa, kepada pekerja atau kepada perusahaan (pihak pengusaha)?

Brief Answer: Jika kalangan profesi Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan tidak dirambu-rambui oleh Kode Etik Profesi untuk bersikap NETRAL, maka mudah saja bagi pihak Pengusaha yang bermodal kuat untuk meminta Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan menjadi pihak pemberi “Keterangan Ahli” yang dipanggil seolah-olah untuk membela kepentingan pihak Pengusaha ketika bersengketa dengan Pekerja / Buruh-nya di pengadilan.

Demi kepentingan netralitas serta profesionalisme, maka profesi semacam Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan harus dijaga agar bebas dari segala bias kepentingan, demi menghindari “moral hazard” disamping menutup potensi penyalah-gunaan kewenangannya pihak Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan itu sendiri. Adalah sangat tidak etis, ketika seseorang yang berprofesi sebagai Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan, justru menjadi pihak pemberi “keterangan ahli”, sebagai contoh, bagi salah pihak yang saling bersengketa di pengadilan, seolah-olah “dibeli” atau “disponsori”, dimana sejatinya seorang Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan diberi gaji oleh negara yang bersumber dari pajak yang dibayarkan oleh masyarakat luas.

.

PEMBAHASAN:

Apa yang kekhawatiran SHIETRA & PARTNERS akan ketidak-netralan pihak Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan selaku Aparatur Sipil Negara sekaligus otoritas dibidang ketenagakerjaan di Indonesia, bukanlah suatu “hisapan jempol” yang tanpa dasar, namun realitanya benar-benar terjadi di lapangan para praktik di ruang peradilan, sebagaimana dapat kita jumpai dalam putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya sengketa hubungan industrial register Nomor 17/Pdt.Sus-PHI/2017/PN.Sby tanggal 12 Juli 2017, perkara antara:

- 25 orang Karyawan dan Karyawati, sebagai Penggugat; melawan

- PT. WIJAYA PANCA SENTOSA FOOD, selaku Tergugat.

Para Penggugat merupakan para Buruh pada perusahaan Tergugat, dalam gugatan ini menuntut kekurangan pembayaran upah sebagaimana Upah Minimum Provinsi / Kota. Dimana terhadapnya, Pengadilan Hubungan Industrial membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:

“Menimbang, bahwa selain alat-alat bukti surat, untuk meneguhkan dalil sangkalanya, dipersidangan Tergugat menghadirkan 1 (satu) orang saksi dibawah sumpah bernama LILIK HIDAYATI dan 1 (satu) orang Ahli dibidang ketenagakerjaan dibawah sumpah bernama H. TERUBUS, S.Kep, NS, M.KKK, menerangkan sebagai berikut:

Ahli, H. TERUBUS S.Kep, Ns., M.KKK;

- Bahwa ahli tidak kenal dengan Para Penggugat, tetapi ahli tahu dengan Tergugat karena ahli sebagai Pegawai Pengawas Tenaga Kerja, pernah memeriksa di perusahaan Tergugat, saksi tidak ada hubungan kerluarga;

- Bahwa ahli dalam melakukan pengawasan dilakukan secara periodik atau karena ada laporan;

- Bahwa apabila dalam menurunkan Nota melalui tahapan mulai dari pemerikasaan sampai gelar perkara;

- Bahwa bila terjadi revisi atau perubahan peraturan lama ke peraturan yang baru maka peraturan yang barulah yang dibuat acuan atau pedoman untuk dilaksanakan;

- Bahwa untuk pelaksanaan Nota Peringatan Pertama, bagi perusahaan diberikan waktu untuk melaksanakan selama 30 hari;

- Bahwa untuk pelaksanaan Nota Peringatan kedua, bagi perusahaan diberikan waktu untuk melaksanakan selama 14 hari;

- Bahwa untuk perusahaan yang diberikan Nota Pemerikasaan masih diberikan kesempatan untuk memberikan klarifikasi di Kantor Dinas Tenaga Kerja dengan membawa bukti-bukti pendukung yang diperlukan;

- Bahwa untuk dasar penetapan dan kewajiban atas pembayaran UMSK hanya berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLUI / KBLI) sebagaimana kode kode yang tertuang dalam Tanda Daftar Perusahaan (TDP);

“Menimbang, bahwa pokok perkara dalam perkara a quo adalah tentang perselisihan hak;

“Menimbang, bahwa setelah menelaah gugatan Para Penggugat secara cermat dan telti, substansi gugatan Para Penggugat pada intinya adalah menuntut kekurangan pembayaran upah tahun 2015 dan tahun 2016, yang total keseluruhan sebesar Rp94.290.000,00, karena upah yang telah dibayarkan Tergugat masih dibawah ketentuan Upah Minimum Sektoral Kabupaten / Kota (UMSK) sektor Industri Makaroni, Mie dan Produk Sejenisnya (non usaha mikro dan kecil) Kabupaten Sidoarjo Tahun 2015 dan Tahun 2016;

“Menimbang, bahwa terkait dengan tuntutan tersebut, Para Penggugat mengemukakan beberapa alasan yang pada intinya sebagai berikut:

1. Bahwa, Para Penggugat adalah pekerja Tergugat, mulai bekerja berfariatif, kesemuanya memiliki masa kerja diatas 12 (dua belas) tahun, ditempatkan dibagian produksi;

2. Bahwa, hingga gugatan Para Penggugat diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya pada tanggal 7 Februari 2017, Para Penggugat masih bekerja pada Tergugat;

3. Bahwa, Tergugat adalah perusahaan yang bergerak dibidang sektor Industri Makaroni, Mie dan Produk Sejenisnya (non usaha mikro dan kecil);

4. Bahwa, Tergugat membayar upah kepada masing-masing Para Penggugat pada tahun 2015 sesuai dengan Upah Minimum Kabupaten / Kota (UMK) Kabupaten Sidoarjo tahun 2015, yaitu sebesar Rp2.705.000,00 per bulan dan pada tahun 2016 sesuai dengan Upah Minimum Kabupaten / Kota (UMK) Kabupaten Sidoarjo tahun 2016, yaitu sebesar Rp3.040.000,00 per bulan;

5. Bahwa, sesuai dengan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 90 Tahun 2014 tentang Upah Minimum Sektoral Kabupaten Kota Di Jawa Timur Tahun 2015 tertanggal 31 Desember 2014, Upah Minimum Sektoral Kabupaten / Kota (UMSK) sektor Industri Makaroni, Mie dan Produk Sejenisnya (non usaha mikro dan kecil) Kabupaten Sidoarjo Tahun 2015 adalah sebesar Upah Minimum Kabupaten / Kota (UMK) Kabupaten Sidoarjo Tahun 2015 ditambah 6 % dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 3 Tahun 2016 tentang perubahan atas Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 80 Tahun 2015 tentang Upah Minimum Sektoral Kabupaten Kota Di Jawa Timur Tahun 2016 tertanggal 27 Januari 2016, Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) sektor Industri Makaroni, Mie dan Produk Sejenisnya (non usaha mikro dan kecil) Kabupaten Sidoarjo Tahun 2016 adalah sebesar Upah Minimum Kabupaten / Kota (UMK) Kabupaten Sidoarjo Tahun 2016 ditambah 5 %;

6. Bahwa, Tergugat tidak melaksanakan Peraturan Gubernur Jawa Timur tersebut, sehingga terjadi kekurangan pembayaran upah kepada masing-masing Para Penggugat pada tahun 2015 sebesar Rp162.300,00 per bulan atau sebesar Rp1.947.600,00 per tahun dan pada tahun 2016 sebesar Rp152.000,00 per bulan atau sebesar Rp1.824.000,00 per tahun;

7. Bahwa, atas kekurangan pembayaran upah tersebut, Para Penggugat telah melaporkan kepada Pegawai Pengawas Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Sidoarjo dan melakukan serangkaian penyelesaian secara musyawarah mulai dari penyelesaian secara Bipartit hingga penyelesaian secara Mediasi, namun tidak tercapai kesepakatan, oleh karenanya Para Penggugat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya;

“Menimbang, bahwa untuk menguatkan, dalil-dalil gugatanya Para Penggugat telah mengajukan alat bukti surat yang diberi tanda P-1 sampai dengan P-9; [Note SHIETRA & PARTNERS : Pihak Buruh bahkan tidak mengajukan saksi ataupun pemberi keterangan ahli.]

“Menimbang, bahwa untuk meneguhkan dalil-dalil bantahanya Tergugat mengajukan bukti surat yang diberi tanda T-1 sampai dengan T-9 serta 1 (satu) orang saksi bernama LILIK HIDAYATI dan 1 (satu) orang Ahli dibidang ketenagakerjaan bernama H. TERUBUS, S.Kep, NS, M.KKK;

“Menimbang, bahwa dalam gugatanya posita angka 1 sampai dengan angka 3, Para Penggugat mendalilkan yang pada intinya menyatakan bahwa, Para Penggugat adalah pekerja Tergugat, dengan masa kerja kesemuanya lebih dari 12 (dua belas) tahun, dipekerjakan pada bagian produksi, hingga gugatan diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya Para Penggugat masih aktif bekerja pada Tergugat;

“Menimbang, bahwa atas dalil Para Penggugat tersebut, dalam jawabanya Tergugat tidak menyangkal. Dengan tidak disangkalnya oleh Tergugat, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa Tergugat telah mengakui Para Penggugat adalah pekerja Tergugat. Pengakuan adalah bukti yang sempurna, oleh karenanya cukup beralasan bagi Majelis Hakim untuk menyatakan, bahwa antara Para Penggugat dengan Tergugat terdapat hubungan kerja, dengan ditandai adanya unsur pekerjaan, perintah dan upah sebagaimana dimaksud pada ketentuan Pasal 1 angka (15) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Dengan demikian, Para Penggugat memiliki alasan hukum untuk mengajukan gugatan terhadap Tergugat;

“Menimbang, bahwa dalam gugatanya posita angka 4 sampai dengan angka 11, pada intinya Para Penggugat menyatakan bahwa, oleh karena Para Penggugat bekerja pada Tergugat, yang mana Tergugat adalah perusahaan dengan produksi sektor industri Makaroni, Mie dan Produk Sejenisnya (non usaha mikro dan kecil), maka dengan diberlakukanya Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 90 Tahun 2014 tentang Upah Minimum Sektoral Kabupaten Kota Di Jawa Timur Tahun 2015 dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 3 Tahun 2016 tentang perubahan atas Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 80 Tahun 2015 tentang Upah Minimum Sektoral Kabupaten Kota Di Jawa Timur Tahun 2016, masing-masing Para Penggugat berhak mendapatkan Upah Minimum Sektoral Kabupaten / Kota (UMSK) sektor industri Makaroni, Mie dan Produk Sejenisnya (non usaha mikro dan kecil) Kabupaten Sidoarjo tahun 2015, yang nilainya sebesar nilai Upah Minimum Kabupaten / Kota (UMK) Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 ditambah dengan 6 % per bulan, yaitu sebesar Rp.2.867.300,00 per bulan dan tahun 2016 sebesar nilai Upah Minimum Kabupaten / Kota (UMK) Kabupaten Sidoarjo tahun 2016 ditambah dengan 5 % per bulan, yaitu sebesar Rp3.192.000,00 per bulan.

“Bahwa, pada kenyataanya Tergugat membayar upah kepada masing-masing Para Penggugat pada tahun 2015 adalah sebesar Rp2.705.000,00 per bulan dan pada tahun 2016 sebesar Rp3.040.000,00 per bulan. Dengan demikian, terjadi kekurangan pembayaran upah terhadap masing-masing Para Penggugat pada tahun 2015 sebesar Rp162.300,00 per bulan, total dalam 1 (satu) tahun sebesar sebesar Rp1.947.600,00 dan pada tahun 2016 sebesar Rp152.000,00 per bulan, total dalam 1 (satu) tahun sebesar Rp1.824.000,00;

“Menimbang, bahwa atas dalil Para Penggugat tersebut, pada jawaban Tergugat angka 5 dan 6 dengan tegas Tergugat menyangkalnya yang pada intinya menyatakan bahwa Tergugat tidak berkewajiban membayar Upah Minimum Sektoral Kabupaten / Kota (UMSK) sektor industri Makaroni, Mie dan Produk Sejenisnya (non usaha mikro dan kecil) Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 dan tahun 2016 kepada Para Penggugat, sehingga Tergugat tidak berkewajiban menambah sebesar 6 % dari upah yang telah dibayarkan pada tahun 2015 sebesar UMK dan menambah sebesar 5 % dari upah yang telah dibayarkan pada tahun 2016 sebesar UMK, karena kode Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLUI) PT. Wijaya Panca Sentosa Food milik Tergugat sebagaimana tertuang dalam Tanda Daftar Perusahaan Perseroan Terbatas (PT) Nomor 13.17.1.31.00418 adalah 31171.46339 tidak tercantum pada kode Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLUI) yang dimuat pada Lampiran Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 90 Tahun 2014 dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 3 Tahun 2016. Dengan demikian Tergugat tidak menyangkal, bahwa Tergugat telah membayar upah kepada masing-masing Para Penggugat senilai Upah Minimum Kabupaten / Kota (UMK) Kabupaten Sidoarjo, tahun 2015 sebesar Rp2.705.000,00 per bulan dan pada tahun 2016 sebesar Rp3.040.000,00;

“Menimbang, bahwa Pasal 90 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, menegaskan bahwa ‘pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89’. Pada Pasal 89 ayat (1) disebutkan bahwa ‘upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (3) huruf a adalah terdiri atas upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten / kota dan upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten / kota;

“Menimbang, ... , esensi dari penerapan Upah Minimum Sektoral Kabupaten / Kota Di Jawa Timur dalam Peraturan Gubernur tersebut adalah terletak pada produk sektor industry dari suatu perusahaan. Berdasarkan bukti T-6 berupa Tanda Daftar Perusahaan Perseroan Terbatas (PT) yang diterbitkan oleh Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Sidoarjo tertanggal 21 Oktober 2011, diperoleh fakta bahwa kegiatan usaha pokok PT. Wijaya Panca Sentosa Food (Tergugat) adalah produksi industri Makaroni, Mie dan sejenisnya. Perdaganan Makaroni, Mie, Bihun, Bahan Makanan, Minuman Ringan.

“Dengan demikian kegiatan usaha pokok Tergugat adalah tercantum pada Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 90 Tahun 2014 tentang Upah Minimum Sektoral Kabupaten / Kota Di Jawa Timur Tahun 2015 dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 3 Tahun 2016 tentang perubahan atas Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 80 Tahun 2015 tentang Upah Minimum Sektoral Kabupaten Kota Di Jawa Timur Tahun 2016, yaitu termasuk pada sektor industri Makaroni, Mie dan Produk Sejenisnya (Non Usaha Mikro dan Kecil), oleh karenanya cukup beralasan bagi Majelis Hakim untuk menyatakan bahwa ‘Tergugat tidak melaksanakan peraaturan Gubernur tersebut dengan alasan kode Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLUI) PT. Wijaya Panca Sentosa Food milik Tergugat sebagaimana tertuang dalam Tanda Daftar Perusahaan Perseroan Terbatas (PT) Nomor 13.17.1.31.00418 yaitu 31171.46339 tidak tercantum pada peraturan Gubernur Jawa timur’, adalah tidak beralasan hukum;

“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan hukum tersebut diatas, oleh karena pada tahun 2015 dan tahun 2016 Tergugat membayar upah kepada Para Penggugat dibawah ketentuan Upah Minimum Sektoral Kabupaten / Kota (UMSK) sektor industri Makaroni, Mie dan Produk Sejenisnya (Non Usaha Mikro dan Kecil) Kabupaten Sidoarjo, maka berdasarkan ketentuan Pasal 90 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, cukup beralasan bagi Majelis Hakim untuk menyatakan, bahwa tuntutan Para Penggugat mengenai kekurangan pembayaran upah pada tahun 2015 dan tahun 2016 adalah beralasan hukum, oleh karenanya Tergugat harus membayar kekurangan upah kepada Para Penggugat pada tahun 2015 dan tahun 2016;

“Menimbang, bahwa setelah dikonversikan antara ketentuan Upah Minimum Sektoral Kabupaten / Kota (UMSK) sektor industri Makaroni, Mie dan Produk Sejenisnya (Non Usaha Mikro dan Kecil) Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 dan tahun 2016 dengan upah yang telah dibayarkan kepada Para Penggugat pada tahun 2015 dan tahun 2016, maka terjadi kekurangan pembayaran upah terhadap masing-masing Para Penggugat pada bulan Janurai sampai dengan Dessember 2015 sebesar Rp162.300,00 per bulan, total dalam 1 (satu) tahun 2015 sebesar Rp1.947.600,00 dan pada bulan Janurai sampai dengan Dessember tahun 2016 sebesar Rp152.000,00 per bulan, total dalam 1 (satu) tahun 2016 sebesar Rp1.824.000,00 per tahun, oleh karenanya kekurangan pembayaran upah tersebut harus dibayarkan oleh Tergugat kepada Para Penggugat, dengan rincian sebagai berikut: ...;

“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan hukum tersebut diatas, cukup beralasan hukum bagi Majelis Hakim untuk mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya; [Note SHIETRA & PARTNERS : Pihak pemberi ‘keterangan ahli’ yang dihadirkan oleh pihak Tergugat, alih-alih menjalankan tugas dan fungsi kewenangannya sebagai Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan dalam mengedukasi, menindak, serta mendisiplinkan pihak perusahaan agar patuh terhadap norma hukum yang berlaku, justru menjadi ‘ahli bayaran’ pihak perusahaan. Suatu ironi, seolah antara tugas dan kewajiban profesi menjadi bertolak-belakang perilaku sang Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan dalam realitanya.]

M E N G A D I L I :

DALAM POKOK PERKARA:

1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya;

2. Menghukum Tergugat membayar kekurangan pembayaran upah kepada Para Penggugat pada tahun 2015 dan tahun 2016 secara tunai dan sekaligus, dengan rincian sebagai berikut: ... Total Keseluruhan Rp. 94.290.000,00.”

Pihak Pengusaha mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung RI dalam putusannya sebagaimana register Nomor 569 K/Pdt.Sus-PHI/2018 tanggal 11 Juli 2018, membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:

“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:

“Bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti dengan saksama memori kasasi tanggal 4 Agustus 2017 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:

“Bahwa pada tahun 2015 dan tahun 2016 Tergugat membayar upah kepada Para Penggugat dibawah ketentuan Upah Minimum Sektoral Kabupaten / Kota Tahun 2016 (UMSK) sektor industri Makaroni, Mie dan produksi sejenisnya (Non Usaha Mikro dan Kecil) Kabupaten Sidoarjo maka berdasarkan ketentuan Pasal 90 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, maka tuntutan Para Penggugat mengenai kekurangan pembayaran upah pada tahun 2015 dan 2016 adalah beralasan hukum, oleh karenanya Tergugat harus membayar kekurangan upah tahun 2015 dan 2016 kepada Para Penggugat;

“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, ternyata bahwa putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: PT. WIJAYA PANCA SENTOSA FOOD tersebut harus ditolak;

M E N G A D I L I :

Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT. WIJAYA PANCA SENTOSA FOOD tersebut.”

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.