SELF TEST, Apakah Kita akan Masuk SURGA ataukah NERAKA?

ARTIKEL HUKUM

Seni Mengintip Penghuni Alam Surga dan Neraka, Siapakah Masuk ke Manakah?

Tidak perlu bertanya kepada seorang cenayang, anak dengan bakat unik semacam indigo, “ahli nujum” ataupun mereka yang memiliki “mata penglihatan dewa” untuk mengetahui apakah kita atau seseorang akan masuk surga ataukah sebaliknya memasuki alam neraka, setelah kematian kita tiba—dan tidak perlu juga kita menunggu datangnya kiamat, kita semua akan meninggal dunia jauh sebelum kiamat tiba, bahkan anak dan cucu-buyut kita pun belum tentu mencicinya, dimana dalam Buddhistik bahkan disebutkan bahwa alam neraka dan surgawi sekalipun tidak luput dari kiamat saat harinya tiba, untuk memulai siklus perputaran kembali.

Dalam kesempatan pada artikel sebelumnya, kita telah membahas “self test” uji mandiri untuk mengetahui seberapa tinggi ataukah rendahnya yang menjadi SQ (Spiritual Quotient) dari masing-masing individu. Pada kesempatan ini, kita akan melakukan evaluasi diri (self evaluation) dalam rangka untuk memprediksi, apakah setelah “dewa pencabut nyawa” yang datang tanpa pernah diundang berkunjung pada kita, entah pada pagi, siang, malam, atau bahkan dini hari, kita akan menjelma makhluk dewata di alam surgawi ataukah sebagai makhluk penghuni alam neraka, berikut penulis uraikan beberapa indikator nyata yang dapat menjadi acuan, dan semoga dapat bermanfaat.

Instruksi dan petunjuk, pilih satu dari dua opsi jawaban, secara jujur sesuai cerminan perilaku kita di keseharian. Tidak perlu merasa defensif, karena yang akan menilainya ialah diri kita sendiri:

1. Bila segala sesuatu yang terjadi di dunia ini dapat diketahui dan dilihat oleh semua orang secara demikian transparan adanya, sehingga semua orang dapat mengetahui seluruh perbuatan kita selama dan semasa hidup, terutama perbuatan-perbuatan kita yang tersembunyi dan disembunyikan dari pandangan publik, apakah masih ada orang yang berminat untuk bersahabat dan menjadi sahabat dengan kita?

A. Itu MENGERIKAN.

B. Itu KEREN.

2. Bila di dunia ini tidak ada lagi hal yang disebut sebagai “rahasia”, dimana semua orang dapat mengetahui seluruh perbuatan kita selama hidup, segenap perbuatan baik ataupun perbuatan buruk kita, yang tersembunyi ataupun yang terang-terangan dan bahkan dapat membaca pikiran kita, apakah masih ada orang yang berminat untuk hidup bertetangga dan menjadi tetangga bersama dengan kita?

A. Itu NIGHTMARE, MENAKUTKAN, MIMPI BURUK!

B. Itu BERKAH dan INDAH.

3. Bila semua orang jahat yang berdosa, dapat masuk ke surga karena dihapus dosa-dosanya, bukankah itu artinya alam surgawi penuh dengan orang-orang jahat yang banyak mengoleksi perbuatan dosa semasa hidupnya sewaktu masih hidup sebagai manusia di alam manusia?

A. Manusia dikodratkan untuk menjadi pendosa, karenanya kita perlu membiasakan diri hidup berdampingan dengan para pendosa, di alam manusia maupun di alam surga. Itulah sebabnya, merugi menjadi orang yang baik, dikorbankan dan menjadi korban untuk dijadikan “mangsa empuk” orang-orang yang berbuat dosa (berdosa).

B. Mungkin sudah saatnya kita mendefinisikan ulang arti kata “surga” dan “neraka”, bukankah tugas Iblis memang untuk mengecoh, bisa jadi surga dibeli label “neraka”, dan sebaliknya neraka yang diberi label “surga”?

4. Bila semua orang dapat mengetahui seluruh perbuatan kita selama menghimpun nafkah, segenap perbuatan baik ataupun perbuatan buruk kita dalam mencari keuntungan materi, yang tersembunyi ataupun yang tertutup rapat dan bahkan dapat membaca perilaku kita terhadap orang lainnya, apakah masih ada orang yang berminat untuk berbisnis dan menjadi rekan bisnis dengan kita?

A. Bisa BANGKRUT.

B. Bisa UNTUNG.

5. Bila perbuatan apa yang selama ini kita tutup-tutupi mendadak terbuka, seolah dunia ini menjelma dunia yang transparan sehingga dapat dilihat secara tembus pandang, apakah masih ada orang yang berminat untuk berpacaran dan menjadi pacar atau bahkan menjadi pasangan hidup sebagai suami atau istri dengan kita?

A. Bisa melajang untuk seumur hidup, ide gila!

B. Bisa antri calon pacar dan calon suami / istri yang mengajukan lamaran.

6. Bila semua perbuatan kita yang sebelumnya disembunyikan di dalam ruang gelap kemudian menjadi terang-benderang, sehingga semua orang dapat mengetahui seluruh perbuatan kita selama hidup, segenap perbuatan baik ataupun perbuatan buruk kita, apakah masih ada orang yang berminat untuk berbicara dan menjadi teman bicara dengan kita?

A. Bisa jadi AUTIS karena dikucilkan masyarakat.

B. Bisa jadi GAUL karena banyak yang ingin kenalan dan berdekatan.

7. Bila semua perbuatan kita yang sebelumnya tertutup rapat dan terkubur dalam, satu per satu terkuak ke permukaan, sehingga semua orang dapat mengetahui seluruh perbuatan kita selama hidup, segenap perbuatan baik ataupun perbuatan buruk kita, apakah masih ada orang yang berminat menerima kita bekerja dan menjadi tempat kita bernaung mencari nafkah dengan kita?

A. Bisa JOBSLESS!

B. Bisa banyak calon pemberi kerja yang membanjiri kita dengan tawaran pekerjaan.

8. Bila semua orang dapat mengetahui seluruh perbuatan buruk dan jahat kita selama hidup, yang tersembunyi ataupun yang terang-terangan dan bahkan dapat membaca pikiran kita, apakah masih ada orang yang berminat untuk mencalonkan kita untuk menjadi seorang Kepala Negara dan dipilih oleh rakyat pemilih?

A. Bisa jadi yang menang pemilihan umum ialah KERTAS KOSONG.

B. Bisa jadi KEMENANGAN BESAR, tidak perlu repot-repot berkampanye namun akan tetap terpilih.

9. Bila segala perbuatan kita yang semula terselubung awan gelap sehingga tersembunyi dari pandangan publik, kini tersingkap dengan sinar yang menyinarinya, karenanya semua orang dapat mengetahui seluruh perbuatan kita selama hidup, segenap perbuatan baik ataupun perbuatan buruk kita, apakah masih ada orang yang berminat memberikan kita senyum dan saling bertegur sapa dengan kita ketika berjumpa di jalan?

A. GAWAT, dalam hidup ini lebih banyak berbuat BURUK dan DOSA.

B. HEBAT, dalam hidup ini lebih banyak berbuat BAIK dan BAJIK.

10. Bila semua perbuatan baik kita semasa hidup, yang kita lakukan secara “anonim”, kemudian entah bagaimana dapat diketahui oleh semua orang, apakah masih ada orang yang akan memandang remeh dan rendah diri kita?

A. PERCUMA, karena jarang buat baik. Kalaupun pernah buat baik, tentu sebagai biaya marketing “branding” diri.

B. BAGUS, meski tetap low profile.

11. Bila semua hutang tidak terbayarkan dan tidak kita lunasi yang pernah kita buat sepanjang hidup kita, terkuak ke telinga publik dan masyarakat luas, yang artinya segala cidera janji kita yang tidak menepati apa yang sebelumnya kita janjikan untuk kita lunasi, apakah masih ada calon kreditor yang berminat untuk meminjamkan sejumlah dana pinjaman ketika kita membutuhkan dana pinjaman sebagai debitor?

A. TIDAK AKAN, buang-buang waktu saja. Karena itulah, menipunya jangan ke bank yang pakai sistem jaringan blacklist, tapi pinjamlah dari orang-orang yang dengan bodohnya tidak mau tahu bahwa kita adalah seorang penunggak dan tukang ingkar janji.

B. TIDAK MASALAH, bahkan bakalan banyak calon kreditor yang antri, bahkan menawarkan kredit tanpa agunan.

12. Bila semua perbuatan dermawan kita selama hidup, yang selama ini tidak pernah kita ungkap kepada publik luas, kemudian entah bagaimana terkuak ke mata publik sehingga semua orang dapat mengetahui seluruh perbuatan dermawan kita selama hidup, apakah masih ada orang yang tidak berminat bersikap baik dan murah hati terhadap kita?

A. OMONG KOSONG, rugi jika selama ini buat baik tanpa diketahui orang lain.

B. TIDAK TERBAYANGKAN, bisa-bisa banyak orangtua yang menawarkan anaknya untuk dijodohkan dengan kita.

13. Bila Anda adalah orangtua, dan semua orang dengan ajaibnya dapat mengetahui seluruh perbuatan kita selama hidup terhadap anak, segenap perbuatan baik ataupun perbuatan buruk kita, apakah masih ada orang yang berminat atau bermimpi untuk dapat terlahirkan menjadi anak kita?

A. Bisa tidak punya anak seumur hidup. Untunglah anak tidak bisa memilih terlahirkan ke dalam rahim siapa.

B. Bisa punya “kesebelasan” untuk jadi tim sepak bola.

14. Bila Anda adalah seorang anak, dimana kemudian semua orang dapat mengetahui seluruh perbuatan kita selama hidup sebagai seorang anak, segenap perbuatan baik ataupun perbuatan buruk kita, apakah masih ada orang yang berminat menjadi orangtua atau setidaknya sebagai orangtua angkat kita?

A. Bisa jadi YATIM PIATU sejak lahir, atau di-“amit-amit cabang bayi”.

B. Bisa jadi anak yang diperebutkan.

15. Bila Anda adalah seorang pedagang atau penjual, lalu bagaikan keajaiban semua orang dapat mengetahui seluruh perbuatan kita selama berdagang atau berjualan, segenap perbuatan dagang yang jujur ataupun perbuatan dagang yang tidak jujur pernah kita lakukan, yang selama ini tidak diketahui oleh para konsumen kita kebenaran sesungguhnya dari produk yang kita jual, berbahaya bagi kesehatan konsumen atau tidaknya, apakah masih ada calon konsumen yang berminat membeli produk yang kita jual dan dagangkan?

A. Untunglah selama ini semua konsumen tidak tahu apa yang sebetulnya saya jual dan dagangkan yang mereka bayar untuk mereka makan dan konsumsi atau pakai.

B. Dijamin sebagian besar kompetitor kita akan “gulung tikar” karena banyak diantara mereka yang selama ini berdagang dan berjualan secara tidak jujur dan tidak sehat bagi konsumennya, dan dagangan saya yang paling akan laku bila semua konsumen tahu apa yang sesungguhnya terjadi selama ini pada praktik perdagangan dan jual-beli produk-produk rumah tangga maupun produk konsumsi, di pasar tradisional maupun pedagang kaki lima begitupun di toko-toko swalayan.

16. Bila Anda adalah seorang pengusaha atau pemilik perusahaan yang membuka lowongan pekerjaan untuk memiliki pegawai sebagai pekerja, namun kemudian semua orang dapat mengetahui seluruh perlakuan Anda selama hidup sebagai pemilik perusahaan terhadap karyawan, segenap perlakuan yang patut ataupun perlakuan yang tidak patut terhadap hak-hak pekerja, apakah masih akan ada calon pegawai yang melamar kerja pada perusahaan milik Anda?

A. Biar saja, semua orang juga sudah tahu saya ini “penghisap darah”, toh yang antri melamar kerja masih banyak sampai sekarang.

B. Bisa jadi anak atau cucu saya kelak akan mencicipi dunia kerja sebagai pegawai atau karyawan. Saya tidak ingin memberi contoh dan teladan yang buruk bagi generasi penerus. Memeras tenaga manusia secara tidak patut dengan menyalah-gunakan daya tawar, tidak selamanya kita akan terlahir kembali sebagai pengusaha, bisa jadi sebagai buruh pada kehidupan mendatang.

17. Bila semua orang dapat membaca pikiran kita, sehingga kita bahwa tidak perlu berbicara untuk berkomunikasi dengan sesama manusia, bahkan demikian transparan sehingga semua orang dapat mengetahui apakah kita pernah berbohong, menipu, dan berdusta atau tidaknya sepanjang hidup kita, apakah masih ada orang yang berminat untuk berada dekat dengan kita?

A. Untung pertanyaan di atas hanya sekadar khayalan fantasi semata.

B. Siapa takut? Bisa jadi mereka yang akan malu karena ternyata jauh tidak sejujur saya.

18. Bila semua orang dapat mengetahui seluruh perbuatan kita selama hidup, dapat diberikan kepercayaan atau tidaknya, dapat menjaga kepercayaan atau tidaknya, mampu dipercaya atau tidaknya, apakah masih ada orang yang masih percaya pada apa yang kita katakan dan janjikan?

A. Orang lain itu sendiri yang bodoh, sehingga dapat diperdaya dan mau percaya begitu saja, sehingga salah mereka sendiri bila kepercayaan yang mereka berikan kita salah-gunakan. Mereka salahkan kebodohan dan keluguan diri mereka sendiri, anggap saja ini sebagai biaya “pendidikan” untuk mereka, agar mereka kini menyadari dan mengetahui betapa jahatnya manusia. Lagipula itu semua rencana Tuhan, rezeki dari Tuhan bagi saya, dan atas seizin Tuhan.

B. Untuk membangun reputasi agar dapat dipercaya dan diberi kepercayaan, sukar. Merusaknya, bisa dalam sekejap. Yang menjadi lebih penting, ialah kita tahu bahwa diri kita adalah orang yang jujur dan bertanggung-jawab, sehingga kita merasa percaya pada diri kita, dan mampu mencintai diri kita sendiri. Ketika kita dapat menaruh kepercayaan kepada diri kita sendiri, maka dengan sendirinya orang lain pun dapat dan patut memberi kepercayaan pada kita.

19. Bila boleh memilih, apakah sebaiknya dunia seperti sekarang ini dimana kita tidak tahu isi pikiran orang lain maupun perbuatan-perbuatannya semasa hidup, ataukah sebaiknya semua orang dapat mengetahui seluruh perbuatan kita selama hidup, segenap perbuatan baik ataupun perbuatan buruk kita, yang tersembunyi ataupun yang terang-terangan dan bahkan dapat membaca pikiran kita?

A. Untunglah, itu hanya pertanyaan rekaan, realitanya jelas menguntungkan para pembohong, penipu, pendusta, dan pendosa, sehingga pilihannya sudah jelas, ketertutupan dan non-transparansi serta non-akuntabilitas. Para pendosa harus pro dan mempromosikan gerakan ketertutupan dan non-transparansi.

B. Wah, itu terdengar seperti dunia dongeng yang ideal, dimana semua orang seperti sedang menonton dan menyaksikan seluruh kejadian yang sebenarnya maupun isi hati dari para tokoh pelakunya. Tidak akan adalah lagi fitnah, kesalah-pahaman, dan orang baik akan selalu menang dan mendapatkan simpati serta dukungan luas pada akhirnya.

20. Bila segenap makhluk dewata maupun Tuhan, tahu dan mengetahui setiap perbuatan kita terhadap agama yang kita anut, apakah kita lebih banyak berderma dan berdonasi bagi agama ataukah sebaliknya, lebih banyak mengambil keuntungan dari agama, memeras sesama umat, mengambil kesempatan dalam kesempitan dengan mengatas-namakan agama, menyalah-gunakan posisi otoritas dalam organisasi keagamaan demi kepentingan dan keuntungan pribadi, mencuri dari kegiatan keagamaan, maka apakah masih ada dewa-dewi ataupun Tuhan yang berminat repot-repot menolong dan membantu kita?

A. Yang penting sudah banyak beribadah, berupa sembah-sujud dan melantunkan puja-puji, yang penting “asal BOS senang”, maka dijamin aman, masuk surga, terjamin, ini ada “tiket”-nya untuk masuk surga.

B. Dewa punya “mata dan telinga dewa”, mampu melihat dan mendengar segalanya. Tuhan “Maha Tahu”. Siapa lagi yang hendak kita curangi dalam hidup? Pikiran dan niat buruk pun tidak ada yang dapat kita sembunyikan dari mereka yang mampu membaca pikiran kita. Beragama ialah untuk berderma dan praktik melepas kemelekatan maupun keserakahan, bukan justru menjadikan keserakahan kita selaku umat kian vulgar, yang bahkan mengambil keuntungan dari agama atau bahkan memeras sesama umat dengan menyalah-gunakan kewenangan dan kekuasaan dalam organisasi keagamaan.

21. Bila semua orang dapat mengetahui seluruh perbuatan kita selama hidup, terutama kekerasan fisik maupun kekerasan mental-psikis yang pernah kita lakukan semasa hidup terhadap orang lain, yang tersembunyi ataupun yang terang-terangan dan bahkan dapat membaca pikiran kita, apakah masih ada orang yang berminat untuk hidup berdampingan dengan kita?

A. Bangsa kita semua isinya memang preman, “bangsa preman”, mayoritasnya preman. Yang aneh justru yang minoritas, yaitu kaum Ahimsa. Agama (satu agama tertentu) sendiri mempromosikan kekerasan fisik, bahkan seperti perintah untuk membunuh, memenggal kepala, memerangi, pancung, dsb. Jika agama tidak membuat tabu kekerasan fisik seperti membunuh dan menumpahkan darah orang lain, apalagi sekadar kekerasan fisik ataupun kekerasan batin?

B. Tidak dapat dibayangkan kondisi alam surga, isinya mungkin menyerupai dunia manusia “jilid kedua”, dimana sesama manusia penghuninya kembali saling berperang, saling membunuh, saling merugikan, saling melukai, dan saling menyakiti. Mengerikan.

22. Bila selama ini kita terjangkit penyakit mental semacam “tidak malu berbuat buruk” ataupun bahkan “tidak takut berbuat jahat” kepada orang lain, lantas kemudian semua orang dapat mengetahui seluruh perbuatan kita selama hidup, yang tersembunyi ataupun yang terang-terangan dan bahkan dapat membaca pikiran kita, apakah masih ada harapan bagi kita untuk diundang oleh para penghuni alam surgawi untuk juga menjadi sesama penghuni alam surga, ataukah justru ditolak dan di-demo oleh para dewa dan dewi?

A. Untunglah selama ini ajaran agama (tertentu) mengatakan bahwa Tuhan lebih toleran dan kompromistis terhadap pendosa, ketimbang lebih pro kepada korban-korbannya.

B. Bila manusia yang menjadi hakim di pengadilan, bersikap “humanis” dengan memberikan keadilan bagi pihak korban, maka terlebih Tuhan yang semestinya lebih “Tuhanis” dan lebih adil ketimbang “humanis”?

23. Bila semua orang dapat mengetahui seluruh perbuatan kita selama hidup, apakah selama ini kita hidup secara “saling memakan” ataukah “saling meminta dan saling memberi”, yang tersembunyi ataupun yang terang-terangan dan bahkan dapat membaca pikiran kita, apakah masih ada orang yang menjadikan kenangan kebersamaannya dengan kita sebagai kenangan yang indah untuk dikenang ataukah justru menjelma trauma dan tragedi menyedihkan bagaikan “duri dalam daging” atau bahkan “musuh dalam selimut”?

A. Yang kuat berhak memakan yang lemah, the strong pray and eat the weak, itulah cara kerja evolusi manusia. Jangan salahkan yang kuat, salahkan yang lemah. Dunia ini terlampau sempit untuk seluruh populasi manusia, harus ada seleksi alam dengan cara itulah, baru dunia manusia dapat berjalan terus dan berlangsung, demi evolusi.

B. Saling bersimbiosis dalam rangka mutualisme, dibangun dengan semangat resiprositas maupun resiprokal yang bermakna saling bertimbal-balik, saling membangun, saling melindungi, saling menghargai, dan saling menjaga, akan betapa indahnya dunia ini jika seluruh penduduknya tidak serakah untuk kepentingannya sendiri. Dunia ini tidak pernah cukup bagi satu orang yang serakah, namun dunia ini selalu cukup bagi semua orang untuk hidup saling secara bersahaja, saling berbagi ruang gerak dan ruang nafas, secara saling menghargai dan saling menghormati satu sama lain.

24. Bila surga dan Tuhan kita konotasikan dengan tempat yang suci, bebas dari noda dan kekotoran apapun, sementara bila kita semasa hidup mengotori dan mencemari diri kita sendiri dengan perbuatan-perbuatan kotor, perbuatan-perbuatan buruk, dan perbuatan-perbuatan dosa, perbuatan-perbuatan tercela seperti menyakiti, merugikan, hingga melukai makhluk hidup lainnya, maka apakah mungkin kita dapat bersatu dan menjadi satu dengan Tuhan ataupun menjadi penghuni alam surgawi setelah kematian tiba?

A. Bisa, air dan minyak menjadi satu dengan diberi DETERJEN! Itulah sebabnya kita patut bersyukur nabi muncul ke dunia ini untuk mewartakan kabar gembira, bahwa pendosa pun dapat masuk surga lewar ritual sembah-sujud untuk “menghapus dosa’.

B. Mustahil, ibarat api dan air yang tidak saling bersenyawa dan saling meniadakan serta saling menegasikan satu sama lainnya. Bagaimana mungkin, korban dan pelaku kejahatan kembali bertemu di surga sebagai tetangga yang bertetangga, yang artinya pihak korban akan menjadi korban untuk kedua kalinya hidup bertetangga dengan sang pelaku di surga, yang menyerupai dunia manusia “jilid kedua”.

25. Mungkinkah surga akan mendekat dengan kita ketika kita memuja-muji surga itu sebagai alam yang indah dan agung? Mungkinkah kita akan bersatu dengan Tuhan dengan cara memuja-muji dan memberi sembah-sujud, persembahan kurban, ataupun mengagung-agungkan nama Tuhan?

A. Raja ketika dipuja-puji akan senang, lantas memberikan kita hadiah. Si raja yang sama, jika tidak dipuja-puji, akan murka. Demikianlah cara kerjanya para penguasa, termasuk perihal “power tends to corrupts”, berlaku disini.

B. Bagaikan sekalipun kita memuja-muji air lautan di tepi pantai sebagai indah, mempesona, mengagumkan, tetap saja air laut itu ada tempatnya semula tanpa pernah menjadi lebih dekat dengan kita.

26. Apakah yang selama ini ada di benak Anda, alam surgawi dipenuhi penuh dengan kegembiraan surgawi seperti meditasi, ataukah justru penuh dengan kesenangan duniawi selayaknya manusia yang bersenang-senang di dunia seperti menikah, bersetubuh, makan dan minum?

A. Tentu saja punya banyak istri, bersetubuh dengan banyak istri, makan tanpa batas, dan tidur yang nyenyak sesuka hati tanpa perlu bekerja atau sebagainya.

B. Jika hidup, entah di dunia manusia ataupun di alam dewata, hanya untuk makan, minum, dan tidur ataupun bersetubuh, lantas apa bedanya dengan hewan dari alam hewan?

27. Bila ternyata di alam surgawi, ada aturan dilarang melakukan perbuatan buruk seperti berbohong, menipu, mencuri, kekerasan fisik, menjadikan kaum “Ahimsa” sebagai “mangsa empuk”, ataupun berbuat dosa dengan menyakiti, melukai, ataupun merugikan penghuni surga lainnya, maka apakah Anda akan tetap tertarik masuk dan menjadi penghuni resmi dari alam surgawi serta terikat oleh aturan surgawi itu untuk selama-lamanya?

A. Aturan itu akan saya GUGAT! Selama ini saya hidup dengan cara memakan hak-hak orang lain, merampas hak-hak orang lain, main kekerasan fisik untuk menyelesaikan setiap masalah, tidak tabu melukai, merugikan, ataupun menyakiti orang lain, berbuat dosa seolah menu makanan sehari-hari, mencari uang dengan cara menipu jika tidak mencuri, dan menjadikan orang-orang baik yang pemurah dan pemaaf maupun orang-orang lugu sebagai sasaran untuk saya jadikan “mangsa empuk”.

B. Aduh, SUDAH TIDAK SABAR LAGI MASUK SURGA, ALAM YANG DAMAI, BEBAS DARI SEGALA KEJAHATAN ATAUPUN KEKERASAN FISIK, ORANG-ORANG BAIK BISA HIDUP DENGAN DAMAI DAN TENANG BEBAS DARI SEGALA JENIS KEJAHATAN MAUPUN GANGGUAN KESERAKAHAN PENGHUNI SURGA LAINNYA.

28. Bila para penghuni alam surgawi ialah para dewa dan dewi yang baik hatinya sebaik hati orang-orang baik di dunia manusia, apakah pendapat yang muncul di benak Anda?

A. “MANGSA EMPUK”! Sudah tidak sabar saja menjadikan dewa-dewi baik hati itu sebagai objek “sapi perahan” untuk saya eksploitasi, saya tipu, saya manipulasi, saya perdaya, saya bohongi, saya ingkar janji, saya aniaya bagaikan karung untuk latihan pukulan tinju, saya peras dengan gaya ala premanisme, saya rampok, saya culik dan perkosa, saya perbudak, saya jadikan babu tanpa upah, saya kurung di rumah, saya hisap dan MAKAN!

B. Jadi ragu bila pendosa bisa masuk surga, karena bisa jadi para dewa dan dewi yang baik hati akan punah seperti orang-orang baik di dunia manusia kian langka karena alih-alih dilestarikan, justru dimakan dan dijadikan “mangsa empuk”. Turut prihatin bagi para dewa-dewi yang baik hati di alam dewata jika penghuni barunya ialah manusia-manusia yang jahat dan penuh dosa. Orang dan dewa yang baik, ialah untuk dilestarikan dan dilindungi, bukan untuk diperdaya, dieksploitasi, terlebih untuk disakiti.

29. Bila bulan bisa “ngomong” (bicara) maka tiada lagi yang bisa berbohong, sehingga semua orang dapat mengetahui seluruh perbuatan kita selama hidup, segenap perbuatan baik ataupun perbuatan buruk kita, yang tersembunyi ataupun yang terang-terangan dan bahkan dapat membaca pikiran kita, apakah masih ada orang yang menaruh hormat dan respek terhadap kita?

A. Untung itu hanya ada di lagu, lagipula semua orang berbohong satu sama lainnya. Yang bodoh itu orang yang tidak berbohong sehingga dibohongi.

B. Kejujuran adalah pelita dunia. Dunia ini tidak pernah kekurangan orang-orang yang tidak jujur. Orang-orang yang tidak jujur, adalah sampah. Dunia ini tidak pernah kekurangan “manusia sampah”.

30. Bila pintu gerbang surga hanya terbuka bagi kita untuk masuk sebagai penghuni baru alam surwati, dengan izin berupa maaf dari orang-orang yang pernah menjadi korban kita semasa hidup sebagai manusia di alam manusia, maka apakah ada kemungkinan harapan bagi kita untuk masuk surga?

A. Meminta maaf dan mohon ampun, cukup kepada Tuhan. Tuhan Maha Kuasa nan Maha Pemurah juga Maha Penyayang. Cukup berikan “lip services” berupa puja-puji serta rajin sembah-sujud kepada Tuhan, maka Tuhan pun akan senang dan memberikan kita hadiah istimewa, berupa tiket masuk alam surgawi lengkap dengan para bidadari yang “lezat” menunggu kita untuk dijamah dan digauli.

B. Korban memaafkan atau tidaknya, tidak relevan. Korban mendendam atau tidaknya, tidak juga relevan. Korban mengetahui atau tidaknya telah diperdaya dan dijadikan korban, juga tidak relevan. Semuanya tercatat dan direkam oleh Hukum Karma, dimana Hukum Karma pula yang menjadi hakim sekaligus eksekutornya.

31. Apakah tabu, fakta bahwa kita pernah menjadikan orang lain sebagai korban semasa hidup kita sebagai manusia, yang bisa jadi menjadi penjegal kita memasuki alam surgawi?

A. Semua itu rencana Tuhan, terjadi atas seizin Tuhan bila kita memakan orang yang lebih lemah. Siapa suruh dan siapa yang salah, dilahirkan dalam kondisi ekonomi dan kekuasaan yang lebih lemah sehingga menjadi “mangsa empuk” oleh kita untuk dimakan?

B. Satu orang korban, sudah terlampau banyak. Kutukan dari satu orang korban, sudah terlampau banyak.

32. Bila semua orang dapat mengetahui seluruh perbuatan kita selama hidup, terutama ketika kita membalas kebaikan dan budi baik (“air susu”) orang lain dengan “air tuba”, maka apakah masih ada orang yang berminat memberikan kebaikan hatinya dengan menolong dan membantu kita ketika sedang mengalami kesulitan hidup dan membutuhkan pertolongan atau ketika meminta bantuan orang lain?

A. Untung saya banyak UANG, cukup bayar, tidak perlu minta tolong. Selama banyak uang, kekuasaaan di tangan, anak buah dan pengikut pun banyak siap melayani.

B. Perbuatan baik dari orang baik, harus dihargai dan dilestarikan, bukan untuk diperdaya dan dieksploitasi. Orang baik yang gemar menolong lebih langka daripada permata dan logam mulia mana pun, sehingga harus dijaga betul dan dilestarikan kebaikan hati orang-orang yang berbaik hati. Bila seseorang tidak mampu berbuat baik, setidaknya jangan berbuat jahat, serta jangan menjahati orang-orang baik, maka itu sudah lebih dari cukup mulia.

33. Bila semasa hidup kita pernah mencelakai orang lain, merugikan hak-hak orang lain atas properti, atas kemerdekaan hidupnya, bahkan membuat orang lain berpotensi mengalami musibah, lantas semata dengan alasan kita tidak perduli atas konsekuensinya sampai sejauh itu atas perbuatan kita (semisal tidak menerapkan “protokol kesehatan” semasa masa pandemik akibat wabah menular mematikan antar manusia), sudah lupa, tidak mengakui, sudah masa lampau biarlah berlalu, “tabrak lari”, berkelit sedemikian rupa, masih juga berdebat dengan korban, aksi “maling teriak maling”, apakah layak menurut suara hati nurani kita terdalam dan paling jujur, orang semacam itu masuk ke dalam surga?

A. Untung ada agama yang menawarkan iming-iming “penghapusan dosa” ataupun “pengampunan dosa”. Jika tidak, buat apa kita repot-repot beragama dan beribadah, menjual jiwa menjadi budak dari makhluk adikodrati yan kerap pamer kuasa atas manusia yang lemah tidak berdaya?

B. Semua perbuatan kita semasa hidup, perbuatan baik ataupun buruk, besar ataupun kecil, benar atau tidak benar, diakui atau tidak diakui, diingat atau dilupakan, dipungkiri ataupun tidak dipungkiri, karena lalai atau disengaja, perbuatan itulah yang akan kita warisi sendiri, terlahir dari perbuatan kita sendiri, berhubungan dengan perbuatan kita sendiri, dan berbahagia ataupun menderita oleh akibat perbuatan kita sendiri. Mengetahui dan menyadari kebenaran ini, maka apakah ada yang benar-benar dapat kita curangi dalam hidup dan kehidupan ini?

34. Bila kita merasa berhak berbuat dosa dengan menjahati orang lain, lantas mengharap dihapus segala dosa-dosa kita, maka bagaimana jika kemudian orang lain berbuat dosa kepada kita dengan menyakiti, melukai, ataupun merugikan kita, lantas pelakunya yang menjadikan kita korban tersebut kemudian dihapus dosa-dosanya oleh hakim di pengadilan ataupun oleh Tuhan di surga dengan memasukkannya ke dalam surga?

A. Akan saya bunuh itu orang, sewaktu nanti bertemu kembali di surga!

B. Sudah sewajarnya dan sudah sepatutnya, orang jahat dijahati oleh orang jahat lainnya. Bagaimana jika segala pahala orang-orang tersebut yang dihapus, alih-alih segala dosa mereka yang dihapuskan? Bagaimana bila pihak korban yang ditanyakan demikian, apakah mereka bersedia menghapuskan dosa-dosa para pendosa yang telah pernah menjahati mereka? Mengapa juga, para pelakunya tidak berani meminta maaf dari korbannya, justru memohon ampun secara “salah alamat” kepada Tuhan?

35. Siapakah yang paling merugi, korban ataukah pelaku kejahatan?

A. Korban, rugi di dunia manusia dan merugi pula di akherat.

B. Pelaku kejahatan, bersikap egois terhadap diri sendiri dengan menanam benih Karma Buruk yang menyerupai menggali “lubang kubur” untuk diri sendiri, semakin dalam dan semakin dalam lagi dengan bangganya, tidak menaruh perduli terhadap kondisi dirinya sendiri di masa mendatang.

36. Siapakah yang semestinya paling takut atas suatu perbuatan buruk ataupun kejahatan?

A. Korban yang harus takut menjadi korban kejahatan, setelah dijadikan korban, korban yang menjerit pun akan dianggap “tidak sopan” dan “sudah gila” oleh masyarakat yang buruk “sense of justice”-nya karena terbiasa dan dibiasakan oleh didikan / ajaran keagamaan yang bahkan mempromosikan perbuatan dosa ketika ternyata Tuhan lebih PRO terhadap pelaku kejahatan dengan menghapus dosa-dosa para pendosa yang berbuat jahat kepada korban-korbannya.

B. Pelaku kejahatan yang semestinya paling patut merasa takut atas perbuatan jahatnya sendiri, karena cepat atau lambat si pelaku kejahatan akan menjadi korban kejahatan oleh penjahat lainnya, dimana penjahat lainnya tersebut kemudian akan dihapus dosa-dosanya, lantas siapa yang paling merugi dan paling menderita?

37. Diberitakan, seorang artis Korea maupun artis di Jepang, bunuh diri setelah di-bully oleh warganet (cyber bullying). Bagaimana menurut pendapat Anda?

A. Ah, sepele begitu saja, diributkan. Sepele begitu saja, bunuh diri. Salah si orang yang bunuh diri itu sendiri. Sepele.

B. Ciri khas pelaku kejahatan mana pun, ialah selalu dimulai dengan meremehkan dan menyepelekan perasaan korbannya. Tidak ada penjahat dan pelaku kejahatan yang tidak menyepelekan perasaan korbannya.

38. Bila sepanjang hidup kita, kita pernah menjadikan satu atau lebih orang lain sebagai korban dari perbuatan buruk kita, menurut Anda apakah mereka (para korban) memiliki “hak VETO” ketika Tuhan hendak memasukkan seorang pendosa (yang pernah menyakiti sang korban yang kemudian melakukan komplain dengan “hak VETO”) ke dalam surga?

A. Tuhan digambarkan oleh dogma keyakinan keagamaan, sebagai sosok personifikasi raja yang sangat tergila-gila pada puja-puji dan sembah-sujud. Asal kita berhasil rajin melakukan ritual “asal BOS senang”, maka akan diberi hadiah keistimewaan berupa tiket dan “karpet merah” tergelar bagi kita menuju alam surgawi setelah kematian tiba.

B. Itulah mengapa kita perlu tetap menjadi orang baik dan salah satu kaum “Ahimsa”, sekalipun artinya rentan kerap menjadi “mangsa empuk” para manusia-manusia jahat yang penuh dosa, semata agar semakin baik dan semakin suci diri kita, maka semakin celaka dan semakin dalam buah Karma Buruk yang akan diwarisi dan dipetik oleh si pelaku kejahatan itu sendiri. Kebaikan dan kesucian diri, adalah perlindungan diri yang paling efektif dan paling menjamin daripada menyewa seorang bodyguard sekalipun. Ketika seseorang berhasil menjadi manusia yang suci dan murni bebas dari noda dosa, maka kesuciannya membuatnya niscaya bersatu dengan yang juga suci di langit, yakni Tuhan. Itulah cara untuk memuliakan nama Tuhan, yang menciptakan sang orang baik. Tuhan bangga atas ciptaan yang baik, bukan seseorang yang pandai bermulut manis. Bila kita “alergi” terhadap orang-orang bermulut manis namun minim integritas, maka terlebih Tuhan.

39. Menurut Anda, siapakah yang paling berhak menjadi penghuni alam surgawi?

A. Penyembah Tuhan yang rajin melakukan ritual sembah-sujud dan menyanyikan nyanyian puja-puji terhadap Tuhan agar Tuhan senang dan tersanjung dengan harapan meng-anak-emas-kan manusia yang memberikan “lip services”. Jika orang baik yang ateis tetap bisa masuk surga, jika begitu untuk apa kita “beragamakan ritual” dan mengapa bukan “beragamakan kebaikan” saja?

B. Orang baik. Memuliakan Tuhan, ialah dengan cara menjadi manusia yang mulia nan luhur. Bila Tuhan adalah suci bersih murni, maka menjadi manusia yang suci dan luhur sama artinya mengagungkan dan mengharumkan nama Tuhan itu sendiri. Adalah mustahil, manusia kotor yang rusak dan tercemar perilakunya, dapat bersatu dengan yang suci, bersih, dan agung. Justru Tuhan bisa tercemar kesuciannya ketika dinodai dan dikotori manusia-manusia kotor (berdosa) yang hendak bersatu dengan Tuhan. Semua orang sanggup dan mampu menyanjung nama Tuhan, namun tidak semua dari mereka yang sanggup dan mampu untuk secara komitmen menanam benih-benih Karma Baik lewat perbuatan nyata.

40. Bila sepanjang hidup Anda, kerap menghisap dan menghembuskan asap bakaran tembakau di dekat bahkan di dalam ruangan tertutup atau bahkan di dalam kendaraan umum bersama dengan penumpang atau penghuni rumah lainnya yang bisa jadi adalah “per0k0k pasif” atau bahkan mengidap penyakit pernafasan semacam asma atau alergi asap, yang bisa jadi tersiksa dan menderita penyakit akibat kebiasaan egoistik Anda demi kesenangan pribadi tanpa menghiraukan derita bagi banyak orang lainnya maupun kemauan beritikad baik untuk menghargai kepentingan orang lain atas kesehatan dan keselamatannya, layakkah Anda masuk surga?

A. Sudah ada tiket jaminan masuk surga, yakni “penghapusan dosa” ataupun janji-janji “penebusan dosa” yang menyerupai “minta maaf terlebih dahulu dua ribu lampau, baru berbuat dosa pada saat kini dengan bebasnya”.

B. Akan saya gugat Surat Keputusan Tuhan dari Planet mana pun itu yang menghapus dosa-dosa para pendosa dan memasukkan para pendosa tersebut ke alam surga alih-alih dilempar ke Tong Sampah raksasa bernama neraka.

41. Manakah yang lebih merepotkan serta manakah yang lebih dibutuhkan oleh Tuhan maupun sebagai cara untuk melayani dunia dan semesta?

A. Dengan cara menyembah dan memuja-muji nama Tuhan, sebagai “lip services” yang harus umat manusia tekuni dan menjadi rajin dalam hal itu. Tidak perlu repot-repot semacam menanam benih Karma Baik, mengindari perbuatan buruk, ataupun praktik latihan mensucikan hati dan pikiran.

B. Menanam Karma Baik, melakukan kebajikan, setidaknya menghindari perbuatan buruk yang dapat menyakiti orang lain maupun diri sendiri, dan jika bisa pula praktik latihan jalan kesucian seperti bermeditasi dan hidup dengan rambu-rambu sila yang ketat, itu jauh lebih menantang serta lebih berbobot dari segi kualitas ketimbang semua praktik puja-puji dan sembah-sujud, dimana perbuatan-perbuatan baik kita atau setidaknya perbuatan-perbuatan kita yang terkontrol dari segala jenis perbuatan buruk, siap dan mau untuk bertanggung-jawab atas perbuatan kita sendiri (berjiwa ksatria), jelas dan nyata mendatangkan manfaat serta faedah bagi manusia lainnya, bagi makhluk hidup lainnya, bagi semesta dan segenap alam, serta disaat bersamaan mengharumkan nama Sang Pencipta.

42. Bila semasa hidup, kita semisal pernah bilang “pinjam”, tapi ternyata tidak pernah benar-benar mengembalikan kepada pemiliknya uang atau barang pinjaman itu, ketika orang yang memberi pinjaman mengira itu memang betul-betul hendak meminjam sehingga akan dikembalikan. Bukankah itu namanya mengecoh atau bahkan menipu (tipuan), karena bila menyatakan “minta” belum tentu diberikan, lantas mencoba cara-cara manipulasi dengan penyalah-gunaan kata “pinjam”, apakah orang-orang yang “lain di mulut namun lain di hati” demikian yang merugikan orang lain, layak masuk surga?

A. Salah si korban, dengan mudahnya dibodohi dan ditipu.

B. Jangan-jangan si penipu pun kelak akan mencoba menipu Tuhan ketika setibanya di alam surga, dan berhasil masuk surga dengan cara mengecoh Tuhan.

43. Bila memang ada yang namanya “penghapusan dosa”, bukan sekadar iming-iming, bukankah itu artinya manusia yang menjadi umat ideologi “penghapusan dosa” ataupun “penebusan dosa” demikian, menjadi tidak lagi takut ataupun menjadikan tabu, maksiat ataupun perbuatan-perbuatan dosa semacam menyakiti, melukai, dan merugikan orang lain?

A. Jelas merugi memilih untuk hidup menjadi atau sebagai orang baik, “mangsa empuk” para manusia pendosa. Bila bisa memilih menjadi pendosa agar tidak merugi sendiri, mengapa masih juga memilih menjadi orang baik yang kemudian bernasib dikurbankan dan ditumbalkan oleh manusia-manusia pendosa yang menjadi semakin rajin berbuat dosa?

B. Bagaimana bila Anda yang saya rugikan, sakiti, dan lukai, lantas dosa-dosa saya dihapus dan Anda yang menjadi korban untuk ditumbalkan? Bukankah itu menjelma peradaban yang rusak, dimana “standar moral” manusia menjelma “serigala bagi sesamanya”, saling memakan tanpa rasa takut ataupun rasa malu. Ajaran yang dipromosikan keyakinan keagamaan semestinya membuat manusia berangsur meningkat kualitas nuraninya menjadi lebih beradab dan lebih “humanis”, bukan justru menjadikan manusia layaknya “hewanis” dan tidak ubahnya “premanis”.

44. Apakah Anda yakin, jika tidak ada seorang pun yang mengetahui perbuatan buruk kita, lantas artinya kita tidak pernah melakukan perbuatan buruk tersebut dan tetap suci bersih tidak berdosa?

A. Berbuat jahat dan menjahati orang lain, adalah hal yang “sepele” saja, sepanjang tidak ada orang lain yang tahu perbuatan jahat kita.

B. Bukankah konon, Tuhan adalah “Maha Tahu”, mengapa masih berdelusi bahwa ketika orang lain tidak tahu perbuatan buruk kita, lantas kita masih merasa berhak masuk surga? Siapa yang sebetulnya hendak kita curangi, sementara itu kita tidak dapat mencurangi Tuhan, tidak dapat mencurangi kata hati, tidak dapat mencurangi kebenaran, tidak dapat mencurangi korban, bahkan tidak dapat bersikap curang terhadap sejarah dan Hukum Karma yang mencatat kesemua perilaku kita yang terbuka ataupun yang tertutup dan tersembunyi, tanpa terkecuali.

45. Bila ada kelahiran kembali dan kita terlahir kembali, maka Anda memilih untuk menjadi manusia yang seperti apakah, menjadi manusia baik ataukah sebagai manusia jahat yang berdosa?

A. Bukankah sudah jelas, merugi sendiri memilih menjadi manusia baik, karena manusia baik akan selalu menjadi “mangsa empuk”. Lagipula, menjadi manusia yang jahat (pendosa) artinya tidak menyia-nyiakan kabar baik dari Tuhan tentang “penghapusan dosa”, atau setidaknya tidak membuat mubazir dosa (yang baru akan dibuat pada) masa kini yang telah “ditebus” ribuan tahun lampau.

B. Memilih menjadi manusia yang baik, karena bila sekalipun memang rentan berpotensi menjadi “mangsa empuk” oleh orang-orang jahat, namun hanya orang baik yang berhak mendapatkan keadilan. Orang-orang jahat layak untuk diperlakukan jahat oleh orang jahat lainnya, mereka tidak berhak menuntut keadilan karena memang patut menerimanya. Orang-orang jahat yang meski berbahagia atas kejahatannya, namun hanya soal waktu saja sampai mereka berjumpa orang jahat lainnya dan diperlakukan secara jahat oleh sesama orang jahat.

46. Bila orang jahat (para pendosa) dimasukkan ke surga, maka kira-kira siapakah penghuni alam surgawi yang kini telah ada yang akan terlebih menjadi punah terlebih dahulu?

A. Sudah jelas, para dewa dan dewi yang “Ahimsa”, yang baik hati, yang pemurah, yang penyabar, yang lemah, yang lembut, mereka adalah “mangsa empuk” untuk dimakan. Jadi tidak sabar, masuk ke surga.

B. Bisa jadi alam “neraka” jauh lebih damai dan lebih bertenggang-rasa dan toleran disamping saling pengertian antar penghuninya, meski setiap hari merasakan kondisi “peluh” akibat mandi sauna.

47. Bila menghdapi masalah, perbedaan pendapat, perbedaan kepentingan, maka apakah yang akan Anda lakukan sebagai solusinya?

A. Gunakan kekerasan fisik untuk mengintimidasi, mengancam, menganiaya. Itulah sebabnya Tuhan menciptakan tangan dan kaki, yakni untuk memukul dan menendang orang-orang yang berbeda pendapat, berbeda keyakinan, dan berbeda kepentingan dengan kita.

B. Manusia purbakala, menyelesaikan segala sesuatunya dan memaksakan kehendak dengan cara mengandalkan kekerasan fisik (akibat volume kapasitas otak mereka yang miskin disamping minim). Zaman kini sudah modern, canggih, namun mengapa sikap sebagian di antara masyarakat kita justru menampilkan keterbelangan secara seronok, secara vulgar di depan umum, bahkan dengan bangga menjadikannya sebagai cara untuk mengacam dan intimidasi. Sebuah sikap penyalah-gunaan terhadap fungsi tangan, kaki, dan otot.

48. Bila kita pernah berbuat jahat semasa hidup, lantas pihak korban bahkan sama sekali tidak menyadari dirinya telah diperlakukan secara jahat karena diperdaya atau karena memang tidak menyadarinya, ataupun ketika pihak korban tidak mengajukan tuntutan terhadap kita, tidak meminta semumlah uang ganti-kerugian, atau ketika kita berhasil “tabrak lari” untuk berkelit dari tanggung-jawab, atau sekadar “gimmick” akan bertanggung-jawab namun tidak akan pernah kita realisasi, atau ketika pihak korban selalu gagal menuntut pertanggung-jawaban dari kita selaku pelaku yang telah pernah melakukan kejahatan terhadap diri mereka, maka apakah pendapat Anda mengenai kondisi semacam demikian?

A. Berhasil berbuat kejahatan, adalah kemujuran. Terlebih beruntung lagi, ketika korbannya tidak sadar, tidak menuntut, tidak menggugat, atau ketika kita bisa lepas tanggung-jawab dengan mudahnya.

B. Hanya penjahat paling sial di muka bumi ini, yang dapat dengan mudah dan lancarnya berbuat kejahatan (menanam karma buruk), dimana bahkan pelakunya merasa tidak perlu bertanggung-jawab atas perbuatannya terhadap kerugian dan deria yang ditanggung oleh pihak korban semata karena tidak diminta dan tidak dituntut oleh para korbannya. Kontras terhadap mereka yang memiliki jiwa seorang ksatria, seorang ksatria akan siap dan berani untuk bertanggung-jawab terhadap korbannya sekalipun tanpa diminta, hingga tuntas. Berani berbuat, maka bertani bertanggung-jawab serta dimintakan pertanggung-jawaban.

Tidak perlu bagi penulis untuk mengutakan bobot poin masing-masing opsi jawaban atas masing-masing pertanyaan yang ada. Agar tidak terkesan “menghakimi”, maka cukuplah kita persilahkan kepada masing-masing individu untuk membuat penilaian terhadap dirinya sendiri ketika melakukan evaluasi diri secara mandiri dengan serangkaian pertanyaan dan opsi jawaban yang tersedia, lebih condong ke arah manakah. Hati nurani dan suara hati yang terdalam, sudah lebih dari cukup untuk memberikan jawabannya kepada kita, “layak atau tidaknya”-kah kita? Setidaknya, suara hati “tidak bisa bohong”, sekeras apapun orang tersebut berusaha memungkiri jawaban yang muncul dari suara hatinya sendiri.

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.