Uji Mandiri Tes SQ, Spiritual Quotient

ARTIKEL SENI HIDUP

Kecerdasan Spiritual ternyata Berkorelasi Linear dengan Tingkat Tinggi atau Rendahnya IQ, Intelektual Quotient, dimana IQ tidak Terlepas dari EQ, Emotional Quotient

Kurang tepat bila disebutkan bahwa, tes kecerdasan hanya memungkinkan untuk sebatas “tes IQ”? Sejatinya, barometer atau parameter untuk menguji EQ (Emotional Quotient) maupun SQ seseorang, bukanlah hal yang mustahil, untuk bahkan kita melakukan “self-test” terhadap diri kita sendiri, sekaligus dapat menjadi “tools” bagi kita dalam rangka “mengukur” kedalaman ataupun kedangkalan SQ yang bersarang dalam jiwa dan pikiran seseorang. Dalam kesempatan ini, penulis akan mengajak para pembaca untuk mencoba menguji tingkat kecerdasan kita sendiri, pada khususnya pada level manakah tingkat SQ kita.

Berikut di bawah ini telah penulis susun serangkaian pertanyaan introspektif, dimana metodenya telah dirancang secara khusus secara holistik untuk mewakili setiap aspek spiritual (meski belum lengkap seutuhnya dan masih terbatas kriteria yang tersaji, namun setidaknya cukup mamadai), yang dapat para pembaca pilih opsi jawabannya yang disaling-kontraskan, sesuai keadaan sebenarnya dan sejujur mungkin terhadap diri kita sendiri, mengingat sifatnya ialah “self-test” sehingga hasil terhadap proses assessment hanya akan diketahui oleh diri kita sendiri tanpa resiko mendapat “penghakiman” dari pihak eksternal diri.

Sedapat mungkin, jawablah secepat mungkin, tanpa perlu memikirkan terlampau lama dalam memilih opsi jawabannya, mengingat sifat uji kecerdasan spiritual yang penulis rancang ialah untuk menggali, memetakan, dan memotret keadaan “alam bawah sadar” yang telah tertanam dalam kepala dan jiwa kita dan menjadi “perangkat lunak” dalam melihat dunia dan eksesnya ialah ketika membuat keputusan di keseharian.

1. Bagaimanakah cara Anda dalam rangka memuliakan Tuhan, bila memang Anda yakini bahwa Tuhan eksis adanya sebagai pencipta alam semesta?

A. Melakukan ritual sembah-sujud dan puja-puji terhadap Tuhan, secara rutin tanpa pernah absen, sebagai cara umat manusia melayani Tuhan.

B. Menjadi manusia yang mulia, dengan memiliki perbuatan-perbuatan yang tidak dapat dicela oleh para bijaksana, sudah merupakan cara yang lebih dari cukup untuk memuliakan keagungan Tuhan.

2. Apa yang menjadi keyakinan Anda mengenai kesucian, keagungan, dan keluhuran?

A. Ritual penghapusan dosa ataupun penebusan dosa sebagai jalan menuju kemurnian dan keagungan.

B. Tidak berbuat kejahatan. Setidaknya dengan tidak melakukan kejahatan apapun seperti merugikan atau menyakiti individu lainnya, sudah cukup memadai bila saat kini kita belum mampu banyak menanam perbuatan bajik semasa hidup ataupun menjalani hidup kesucian.

3. Mungkinkah yang kotor dapat bersatu dengan yang bersih-murni?

A. Setelah melakukan ritual dan permohonan penghapusan / penebusan dosa, manusia yang selama hidupnya dikotori dosa, akan kembali menjadi suci bersih seperti baru dilahirkan.

B. Harapan yang kelewat delusif, bagaikan api hendak bersatu dengan air, penjahat bersatu dengan surga, pendosa bersatu dengan Tuhan.

4. Apa yang menjadi perspektif Anda mengenai “jiwa ksatria”?

A. Semua manusia ditakdirkan dan dikodratkan untuk menjadi pendosa yang berdosa.

B. Ksatria adalah pribadi yang penuh tanggung-jawab, tidak akan pernah lari dari perbuatannya sendiri, dan siap bersedia untuk bertanggung-jawaban sekalipun korbannya tidak memintakan pertanggung-jawaban, apapun konsekuensi serta harga yang harus kita bayarkan atas perbuatan kita sendiri. “Seorang ksatria”, adalah lawan kata dari “seorang pengecut”.

5. Apakah yang dimaksud dengan keberuntungan?

A. Berhasil melakukan kejahatan, merugikan ataupun menyakiti orang lain, tanpa mendapatkan hukuman yang setimpal atau bahkan tanpa konsekuensi apapun sama sekali.

B. Penjahat yang selalu gagal dalam mewujudkan niat jahatnya dan tidak pernah berhasil dalam melakukan aksi kejahatannya, adalah penjahat yang paling beruntung.

6. Apakah yang dimaksud dengan kemalangan?

A. Gagal melakukan banyak kejahatan semasa hidup, sehingga merugi karena tidak dapat memanfaatkan secara optimal tawaran penghapusan / penebusan dosa, kabar baik yang dibawakan oleh agama.

B. Penjahat yang selalu berhasil dan tidak pernah gagal dalam mewujudkan rencana aksi kejahatannya, dengan merugikan, melukai, maupun menyakiti korbannya, adalah penjahat yang paling naas sekaligus tercatat sebagai penjahat yang paling tidak beruntung diantara sejarah kejahatan yang dikenal oleh peradaban manusia.

7. Apa yang dimaksud dengan zaman kegelapan?

A. Ketika orang-orang jahat yang perilakunya patut dicela oleh para bijaksanawan serta tercela secara nurani, etika, maupun moralitas bangsa beradab, tidak dapat masuk ke surga setelah kematiannya.

B. Ketika orang-orang jahat yang perilakunya patut dicela oleh para bijaksanawan serta tercela secara nurani, etika, maupun moralitas bangsa beradab, justru diberikan “karpet merah” untuk memasuki alam surgawi yang pintunya dibuka lebar bagi para penjahat yang berlumuran dosa tersebut, sehingga alam surgawi dipenuhi oleh penghunian manusia-manusia yang jahat dan berdosa, menyerupai dunia manusia versi kedua yang penuh kejahatan.

8. Apa yang dimaksud dengan zaman keemasan?

A. Ketika orang-orang baik, namun tidak bersedia menjadi salah satu budak penyembah Tuhan yang sewaktu-waktu dapat memamerkan kuasanya dengan menindas umat manusia yang lemah dan tidak berdaya, sebelum kemudian dilempar ke dalam api neraka abadi setelah kematiannya untuk disiksa.

B. Ketika orang-orang baik, tidak beragama sekalipun, pintu surga terbuka lebar baginya untuk menjadi salah satu penghuni alam surgawi sebagai para makhluk dewata.

9. Apa yang dimaksud dengan nikmat?

A. Ketika segala sesuatu yang berkah dan menguntungkan adanya, cukup dimintakan dan dimohonkan, maka segala sesuatunya akan jatuh dari langit, tanpa perlu ada sebab yang mendahuluinya sama sekali, tanpa perlu menanam apapun sebelumnya.

B. Ketika buah kebaikan dari benih kebaikan yang sebelumnya kita tanam dan taburkan, sudah waktunya matang, panen, dan berbuah manis. Menanam kebaikan, berbuah dan memetik kebaikan. Menanam keburukan, berbuah dan memetik keburukan.

10. Apakah yang lebih penting, makanan yang masuk ke dalam mulut ataukah apa yang dikeluarkan dari dalam mulut (ucapan dan perilaku)?

A. Makanan yang dimasukkan ke dalam mulut dan tubuh, sebagai harga mati yang tidak dapat ditawar-tawar.

B. Kita semua saling berbagi sumber daya tanah, sumber daya udara dan nafas, sumber daya air selama miliaran tahun lamanya, maka setiap jejak tanah mengandung unsur hara semua jenis hewan dan tumbuhan, bahkan sebuah sayur yang segar dan menyehatkan dapat tumbuh dari atas kotoran segala jenis hewan yang menjadi pupuknya. Sebuah teratai yang cantik tidak pernah perduli, ia tumbuh dari sebuah kolam berlumpur sekalipun. Ucapan yang dilandasi kejujuran dan semangat akuntabilitas, ucapan yang kongruen antara hati dan mulut, serta ucapan yang yang jauh dari tendensi eksploitatif maupun manipulatif, itulah yang paling terpenting.

11. Bagaimana cara melayani Tuhan?

A. Melakukan praktik pengorbanan hewan, menyembah dan sujud, nyanyian lagu puja-puji, sebagaimana personifikasi seorang raja yang akan senang ketika dipuja dan dipuji oleh para hamba-nya.

B. Dengan tidak melakukan kejahatan, melakukan perbuatan baik, dan mensucikan hati serta pikiran, menjadi manusia yang mulia.

12. Siapakah yang paling disayangi oleh Tuhan?

A. Yang paling rajin melayani Tuhan dengan lidah dan mulut, lip services.

B. Manusia yang suci, manusia yang baik dan mulia, serta manusia yang berjiwa ksatria, mengharumkan nama penciptanya di mata semesta.

13. Siapakah penyebab terjadinya bencana, seperti bencana alam?

A. Semua terjadi adalah berdasarkan kehendak, rencana, serta izin dari Tuhan. Tuhan yang paling bertanggung-jawab atas segala suka dan duka umat manusia.

B. Semua adalah warisan perbuatan kita sendiri, dimana kita sendiri yang menanam maka kita sendiri pula yang memetiknya, karenanya tiada yang dapat kita persalahkan, terlebih “mengkambing-hitamkan” langit maupun menyalahkan Tuhan atas akibat (konsekuensi) dari perbuatan kita sendiri.

14. Bagaimana bila seandainya Tuhan ternyata “tidak ada”, atau “ada” namun sedang jatuh tertidur?

A. Tuhan tidak boleh tertidur, agar bumi tidak berhenti berputar, agar matahari dapat tetap terbit di pagi hari, agar hujan dapat tetap turun di musim penghujan, agar rezeki didistribusikan sekalipun sangat tidak merata, agar ternak tetap bertelur sebanyak yang diputuskan oleh Tuhan setiap harinya. Karenanya, setiap harinya Tuhan harus bersedia merepotkan dirinya untuk memastikan kehidupan manusia di Bumi, tanpa pernah boleh tertidur.

B. Ada atau tidaknya Tuhan, tidak relevan lagi, karena Tuhan tidak perlu tersandera oleh kehidupan manusia, seolah-olah kebebasan Tuhan dirampas setelah penciptaan kehidupan umat manusia, dimana karenanyalah diciptakan serta tercipta hukum alam, hukum sebab-akibat, hukum kimia, hukum fisika, dan berbagai hukum lainnya. Bila manusia mengenal teknologi canggih semacam robot ataupun AI (Artificial Intelligence), sehingga kita mengenal “otopilot”, maka pastilah Tuhan tidak kalah canggihnya.

15. Apakah mungkin, Tuhan membenci?

A. Kitab suci berkata demikian, membenci kaum tertentu dan ditumpaskan lewat perantaraan tangan para umatnya.

B. Tuhan demi menjaga keluhuran serta keagungannya, mustahil memiliki personifikasi layaknya manusia yang paling dipenuhi kekotoran batin padanya. JIka manusia demikian dibenci, mengapa diciptakan dan dilahirkan? Dilahirkan hanya untuk dibenci? Tuhan bukanlah sosok yang “kurang kerjaan” dan berpikiran pendek saat melakukan penciptaan.

16. Apakah mungkin, manusia mendapat nilai sempurna, seperti skor 100 dalam ujian di sekolah?

A. Hanya Tuhan yang sempurna dan hanya Tuhan yang boleh mendapat nilai 100.

B. JIka Tuhan adalah sempurna adanya, maka mengapa ciptaannya justru tidak sempurna? Justru visi misi mulia umat manusia ialah, menyempurnakan dirinya agar menjadi sempurna, agar dapat bersatu dengan yang sempurna. Menjadi manusia yang tidak sempurna, adalah hinaan dan penistaan terhadap kesempurnaan Tuhan selaku penciptanya, terlebih yang tidak sempurna hendak bersatu dengan yang sempurna, sehingga dapat mencemari yang sempurna. Membuat orangtua bangga dan bahagia, dengan menjadi orang yang baik dan bertanggung-jawab, sehingga mengharumkan nama orangtua.

17. Bagaimana pandangan Anda mengenai maksiat?

A. Tuhan tidak pernah memusnahkan maksiat, terbukti dari berbagai nabi gagal memusnahkan satu pun maksiat paling primitif yang dikenal peradaban pra sejarah sekalipun, semata agar manusia dapat menikmatinya dan tidak menyia-nyiakan tawaran penghapusan / penebusan dosa, karenanya harus dipelihara, agar tidak merugi.

B. Apa yang telah menjadi noda dalam lembaran sejarah, ataupun sejarah yang telah menjadi sejarah, tidak dapat dihapus, karena sejarah tidak boleh dihapus, tidak terkecuali dosa. Tidaklah mungkin kita bertanya tentang cara menjadi manusia yang suci, kepada mereka yang berdosa, pendosa, dan penuh dosa.

18. Apa artinya cinta serta welas asih, terkait citra diri Tuhan?

A. Menghapus dan menebus dosa yang beriman kepadanya, membuka pintu surga kepada para umatnya yang beriman, dan memberikan kenikmatan duniawi sebagai bayaran dari sembah-sujud umatnya.

B. Melemparkan umat manusia ciptaannya ke dalam api neraka abadi, hanya karena tidak menyembahnya, itu menjadi cerminan keserakahan, dendam, iri hati, dengki, permusuhan, otoriter, bukan cerminan sifat penuh cinta kasih.

19. Apakah mungkin, Tuhan mencobai atau memberi cobaan kepada umat manusia?

A. Cobaan untuk menguatkan manusia dan membuktikan imannya kepada Tuhan.

B. Tidak mungkin, karena hanya yang bukan penciptanya yang masih membutuhkan uji coba eksperimen terhadap objek uji coba. Umur umat manusia sudah setua usia Planet Bumi ini, menjadi tidak rasional bila Tuhan tidak pernah belajar dari kesalahan dan kegagalannya, dimana bahwa ciptaan yang diciptakan gagal kemudian dilempar ke dalam “tong sampah” bernama neraka, bagai “lempar batu hendak sembunyi tangan”. Tuhan Maha Tahu, tidak lagi membutuhkan uji coba.

20. Apakah mungkin, Tuhan melemparkan manusia ke dalam neraka?

A. Tidak mengikuti perintah, menjauhi larangannya, dan tidak menyembahnya, api neraka menunggu.

B. JIka itu mungkin, artinya neraka menjadi monumen raksasa kegagalan Tuhan itu sendiri yang patut merasa frustasi karena ciptaannya justru membelot, membangkang, serta memberontak, sehingga seolah-olah Tuhan tidak lagi benar-benar demikian maha kuasa terhadap ciptaannya sendiri.

21. Bisakah Tuhan dikalahkan?

A. Tuhan maha kuasa, tidak terkalahkan, bila Tuhan berkehendak maka menjadilah, dengan menunjukkan ancaman dibawah kuasa milik Tuhan, berupa siksaan di dunia dan di akherat.

B. Dengan memilih untuk tidak menyembah Tuhan, berdiri di atas kaki sendiri, dan memutuskan untuk “menentukan nasib sendiri”, maka Tuhan sudah kalah telak, kalah mutlak, kalah sekalah-kalahnya.

22. Apakah Tuhan butuh nabi sebagai messenger?

A. Butuh, kata kitab suci, sebagai rasulnya.

B. Tuhan tidak butuh kompetitor yang memonopoli lidah Tuhan. Bahkan, stasiun televisi, stasiun radio, maupun gadget digital masih lebih canggih dalam urusan broadcasting siaran secara massal. Tuhan adanya di dalam hati, bukan di luar hati, terlebih hati milik orang lain. Mengapa juga harus orang lain yang mengajari kita tentang siapa itu Tuhan?

23. Apakah yang menjadi tugas utama lahirnya umat manusia?

A. Tuhan kesepian, butuh umat dan pengikut yang setiap hari menyembahnya agar dapat tetap eksis. Agama, adalah misi menyelamatkan Tuhan agar tidak punah dilupakan manusia.

B. Memuliakan diri dan menjalankan misi menyempurnakan diri. Tuhan telah penuh dan utuh, ada atau tidaknya manusia, keutuhan dan kepenuhan Tuhan tidak akan berkurang sedikit pun.

24. Menurut Anda, siapakah yang paling merugi, menjadi korban ataukah sebagai pelaku kejahatan yang telah pernah berhasil merugikan dan melukai sang korban?

A. Korban.

B. Pelaku.

25. Apa yang menjadi perspektif Anda mengenai kata “Ketuhanan”?

A. Makhluk adikodrati yang menyerupai personifikasi manusia, yang masih dikusai oleh perasaan layaknya manusia seperti merasa marah, murka, memerintah, membenci, menginginkan, mencintai, memusuhi,

B. Ketuhanan adalah padanan kata dari “batin yang seimbang tidak tergoyahkan”, bagaikan batu karang yang tidak bergeming, tetap kokoh sekalipun dihempas ombak dan badai. Suatu karakter luhur yang lebih unggul dan lebih tinggi daripada sekadar “humanis” sifatnya, yakni “Tuhanis”, bukan “premanis”.

26. Bagaimana tanggapan Anda, bilamana terdapat suatu keyakinan keagamaan yang justru mengajarkan untuk memenggal kepala, memotong tangan, ataupun merampok harta milik kaum yang berbeda keyakinan?

A. Jika itu menjadi perintah Tuhan, maka wajib hukumnya dijalankan. Menjalankan apa yang diperintahkan, mengambil serta memakan apa yang dibolehkan, dan menjauhi apa yang dilarang.

B. Orang-orang yang melanggar moralitas, dengan membunuh, mencuri, berbuat asusila, berbohong dan mabuk-mabukan, ternyata hal itu dicela oleh para bijaksana, maka tinggalkanlah. Setelah orang yang menjalankan praktik moralitas, dengan tidak membunuh, tidak mencuri, tidak asusila, tidak berbohong, dan tidak mabuk-mabukan, ternyata dipuji oleh para bijaksana, maka lakukanlah. Apabila disaat masih terikat dengan kekotoran batin, kekerasan fisik, maupun keserakahan seseorang tidak bahagia, maka tinggalkanlah. Apabila dengan bebas dari kekotoran batin, kekerasan fisik, maupun keserakahan kita akan berbahagia, maka lakukanlah.

27. Apakah Tuhan dapat dikalahkan oleh manusia, seperti hikayat Hercules melawan Zeus?

A. Tuhan Maha Kuasa.

B. Neraka sudah merupakan simbol monumental kegagalan dan kekalahan Tuhan dalam proses mencipta dan kuasa.

28. Apakah mungkin, seorang nabi salah dan bersalah?

A. Nabi adalah rasul utusan Tuhan, tidak mungkin salah ataupun bersalah.

B. Nabi adalah manusia yang dikultuskan, manusia yang “di-Tuhan-kan”. “Agama Tuhan” ataukah “Agama Nabi”? Tuhan tidak butuh kompetitor bernama nabi untuk disembah manusia.

29. Apakah dogma keagamaan, boleh dikritisi dan dipertanyakan kebenarannya?

A. Kebenaran agama, mutlak, wahyu Tuhan dilarang dan tabu untuk dipertanyakan.

B. Yang menciptakan otak pada manusia untuk mampu berpikir dan mencerna, adalah Tuhan. Jangan percaya begitu saja pada apa yang kita dengar. Jangan percaya begitu saja pada apa yang sudah tertulis di kitab suci. Jangan percaya begitu saja karena itu sudah tradisi. Jangan percaya begitu saja karena itu kabar angin. Jangan percaya begitu saja karena itu dikatakan oleh guru atau orang yang kita hormati. Setelah kita selidiki sendiri, kita buktikan, dan jika itu di puji oleh para bijaksana, maka lakukanlah, dan jika itu di cela oleh para bijaksana, maka tinggalkanlah.

30. Kesucian bersifat dilahirkan, ataukah karena hasil perbuatan dan latihan praktik moralitas dan kesucian?

A. Kesucian sifatnya dilahirkan, semisal nabi ditunjuk dan dilahirkan sebagai nabi.

B. JIka kesucian adalah diberikan, bukan buah hasil perjuangan, maka manusia yang dilahirkan tidak suci akan dikodratkan untuk tidak suci seumur hidupnya, adalah ideologi fatalistis yang pesimistik. Manusia menjadi suci dan terhormat atau tidaknya, bukan karena dilahirkan, namun karena perbuatan semasa hidupnya, itulah yang disebut ajaran yang optimistik, yakni semua manusia dapat menjadi suci dan sempurna dengan menempuh jalan kesucian.

31. Apakah dapat dibenarkan, seorang nabi memperoleh dan mengambil keuntungan dari “menjual” nama Tuhan atau mengaku-ngaku sebagai utusan Tuhan?

A. Berkat nabi sebagai messenger, manusia menjadi tahu apa perintah dan larangan Tuhan, serta apa yang menjadi janji-janji dari Tuhan, maka wajar bila manusia mencintai dan memberi hadiah kemakmuran bagi sang nabi.

B. Pendiri agama yang baik, sebanyak apapun umat pengikutnya, tetap hidup bersahaja, bebas dari segala kemelekatan. Ada ataupun tidak ada umat, tetap hidup secara selibat, makan satu kali sekali, tidak memiliki harta untuk dikumpulkan, tidur pada alas yang sederhana, dan mengenakan jubah dari kain bekas buangan, itulah yang disebut sebagai kemurnian karakter dan ketulusan berbedikasi bagi kebaikan umat manusia, bukan untuk mengambil keuntungan pribadi.

32. Mengapa Tuhan membutuhkan nabi untuk berkomunikasi dengan manusia, bukankah itu artinya juga manusia hanya bisa berkomunikasi satu arah kepada Tuhan lewat nabi? Bagaimana jika sang nabi meninggal dunia, maka akses komunikasi Tuhan kepada manusia dan juga sebaliknya, komunikasi dari manusia kepada Tuhan, terputus untuk selamanya, bahkan lewat doa dalam hati sekalipun? Jika manusia saat kini bisa berkomunikasi dan terkoneksi dengan Tuhan, itu sama artinya semua manusia sejatinya adalah nabi.

A. Itu rahasia dan rencana besar Tuhan.

B. Sudah dijawab dan terjawab oleh pertanyaan itu sendiri.

33. Bagaimana pandangan Anda, mengenai toleransi antar umat beragama?

A. Mustahil ada dua eksistensi Tuhan. Kebenaran hanya ada satu. Tuhan yang palsu wajib hukumnya dimusnahkan dan dipunahkan, jika perlu dengan menegakkan jalan Tuhan yang artinya kekerasan fisik dan paksaan lewat kekerasan dan intimidasi, secara penuh pertumpahan darah, jika diperlukan.

B. Kebebasan beragama dan memeluk keyakinan sesuai keyakinan masing-masing, adalah hak asasi manusia. Untuk apa Tuhan menciptakan kemajemukan dan melahirkan kosakata “bhineka” untuk dikenal kamus manusia?

34. Apakah agama, mengakui dan mengenal hal semacam hak asasi manusia?

A. Agama adalah hubungan antara Tuhan dan manusia, konsep semacam hak asasi manusia tidak berlaku bagi Tuhan, karena Tuhan yang menciptakan manusia, maka Tuhan bebas sepenuhnya untuk sesuka hati bersikap se-lalim dan sewenang-wenang seperti apapun terhadap kehidupan umat manusia.

B. Orangtua yang melahirkan anaknya, maka memiliki kewajiban terhadap sang anak. Tuhan, karenanya pula, memiliki kewajiban terhadap ciptaannya, yang bernama hak asasi manusia, yang bermakna hak manusia atas sikap Tuhan maupun terhadap sikap dari sesama manusia selaku ciptaan lainnya.

35. Apa itu korupsi menurut perspektif keagamaan?

A. Bukanlah hal tabu maksiat semacam mencuri ataupun berzinah, sepanjang rajin beribadah dan beriman kepada Tuhan, terjamin dan dijamin masuk ke surga, kata nabi.

B. Berbuat dosa, dengan menyakiti, merugikan, hingga melukai orang lain, namun masih juga mengharapkan masuk surga, itulah yang disebut sebagai korupsi terhadap dosa dan koruptif terhadap surga.

36. Apa artinya mencintai kedamaian dan perdamaian (cinta damai)?

A. Ketika tiada lagi kemajemukan ataupun kebhinekaan di dunia ini, semuanya seragam.

B. Memberi ruang kebebasan untuk memilih meyakini dan untuk tidak meyakini. Upaya-upaya yang mencoba untuk memusnahkan kemajemukan, sama artinya melawan kehendak Tuhan ketika pertama kalinya menciptakan kebhinekaan ke muka bumi. Kemajemukan adalah awal dari segalanya, sementara keseragaman yang dipaksakan dapat menjadi akhir dari segalanya.

37. Apa yang menjadi perspektif Anda mengenai kebahagiaan surgawi?

A. Alam dimana terdapat kesenangan duniawi tanpa batas dan tanpa batasan.

B. Alam dimana hanya terdapat kebahagiaan spriritualis, bebas dari segala jenis bentuk kesenangan duniawi yang kotor sifatnya.

38. Apakah yang menjadi definisi dari kata “dosa” dalam ranah spiritual?

A. Tidak rajin menyembah Tuhan.

B. Ranah spiritual tidak dapat terlepas dari ranah sosial (tanggung jawab antar sesama manusia dan sesama warga dunia). Berbuat kejahatan seperti melukai, merugikan, ataupun menyakiti individu lainnya, sama artinya menyakiti, merugikan, maupun melukai makhluk ciptaan lainnya dari Tuhan, selaku sesama ciptaan dari Tuhan. Umat manusia yang baik, akan mampu memahami, bersedia menghargai, dan saling menjaga sesama ciptaan Tuhan.

39. JIka korban tidak menuntut pertanggung-jawaban, atau bahkan tidak sadar telah ditipu, dikelabui, dieksploitasi, atau semacam korban “tabrak lari”, maka bagaimanakah yang sebetulnya terjadi dalam perspektif spiritual bagi sang pelaku yang telah melakukan kejahatan terhadap sang korban?

A. Menjadi keuntungan sekaligus “bonus” bagi sang pelaku kejahatan, itulah yang disebut tidak merugi di dunia. Lalu, setelah meninggal, sang pelakunya dihapus dosa-dosanya, dan inilah yang disebut sebagai cara agar tidak merugi di akherat.

B. Yang semestinya takut berbuat jahat dan kejahatan, adalah sang pelakunya itu sendiri, karena tidak bertanggung-jawab sama artinya lari dari konsekuensi dan tanggung-jawab, alias hanya sekadar menunda waktu eksekusi hukumannya. Tidak ada yang benar-benar dapat kita curangi dalam hidup dan kehidupan ini, buah karma buruk pasti akan berbuah pada pelakunya dikemudian hari, cepat atau lambat, terlebih bila sang pelakunya tidak menyesali perbuatannya dengan benar-benar bertanggung-jawab sekalipun sang korban tidak memintanya, semisal membayar ganti-kerugian atau meminta agar pengadilan menjatuhkan hukuman bagi dirinya dengan mengakui segala perbuatannya, bukan kepada Tuhan pengakuan tersebut, namun kepada korban dan hakim di pengadilan.

40. Apa itu kekerasan fisik, dalam perspektif spiritual?

A. Cara untuk menegakkan jalan Tuhan, lewat perantaraan tangan-tangan umat-umatnya.

B. Agama yang baik, hanya mengajarkan “Ahimsa”, tanpa kekerasan. Diluar itu, yang ada ialah ideologi, bukan agama, yakni ideologi kekerasan fisik bernama penjajahan dengan mengatas-namakan wakil Tuhan di dunia.

41. Apa itu “otak”, dalam perspektif spiritual?

A. Manusia tidak membutuhkan otak di kepala, itu musuh bagi iman. Manusia hanya membutuhkan iman di dalam hati. Beriman kepada Tuhan, bukan mempertanyakan tentang Tuhan.

B. Mengapa Tuhan seolah-olah tidak mungkin dan anti berada di dalam otak di kepala kita, para umat manusia?

42. Siapakah yang menjadi pencipta “otak” di kepala manusia?

A. Yang jelas “otak” adalah ciptaan Satan, dan keraguan terhadap Tuhan adalah hasutan Iblis.

B. Baik “iman” maupun “otak”, keduanya diciptakan oleh pencipta yang sama dengan yang menciptakan orang-orang jahat, yang menciptakan penyakit, yang menciptakan petaka, yang menciptakan derita, yang menciptakan kematian, yang menciptakan kerusakan, yang menciptakan usia tua, yang menciptakan kekumuhan, yang menciptakan kejahatan, dan lain sebagainya. Kita tidak dapat bersikap parsial dalam menggambarkan sosok Tuhan.

43. Apakah agama, dapat dimasukkan ke dalam sendi-sendi politik, menjadi negara hukum berdasarkan agama tertentu, alias negara agama?

A. Antara hukum, negara, politik, dan agama, tidak dapat dipisahkan. Hukum, negara, dan politik, menjadi subordinat dari agama, yakni satu agama dan sekte tertentu.

B. Antara hukum, negara, politik, dan agama, harus saling terpisah, dalam rangka menjaga kemurnian dan kesucian agama, agar agama tidak dipolitisir dan tidak pula mempolitisir agama, menjadikan politik sebagai agama, meng-agama-kan politik, bahkan menjadikan agama sebagai hukum negara yang bersifat berlaku umum bagi kalangan rakyat yang majemuk latar-belakang keyakinannya.

44. Agama semestinya membebaskan, ataukah sebaliiknya, menyandera?

A. Manusia harus tunduk pada segala perintah dan larangan Tuhan, semata agar tidak dilempar ke dalam neraka. Manusia harus takut pada Tuhan, sang Maha Pemurah nan Maha Penyayang.

B. Agama semestinya membebaskan, karena pilihan yang berkualitas dibangun atas dasar kesukarelaan, kerelaan hati, pilihan bebas, ketulusan, dan kemerdekaan dalam memilih maupun untuk tidak memilih.

45. Apa yang menjadi hukum tertinggi dari agama?

A. Menyembah Tuhan.

B. Malu berbuat jahat dan takut akan akibat perbuatan jahat yang dibuat (pasti akan berbuah pada sang pelakunya sendiri). Menghindari perbuatan buruk, memperbanyak perbuatan bajik, serta mensucikan hati dan pikiran.

46. Apa yang menjadi pandangan di mata Anda, tentang orang-orang baik yang jujur, pemurah, pemaaf, dan baik hati?

A. Sasaran empuk untuk dijadikan “mangsa empuk”.

B. Orang-orang baik dan para “Ahimsa” (tanpa kekerasan), adalah orang-orang langka, sehingga perlu dilestarikan, dijaga agar tidak terluka (terlebih punah), dihargai, dan dijadikan suri teladan.

47. Bagaimana cara Anda menyelesaikan setiap masalah terkait orang lain?

A. Menggunakan cara-cara kekerasan fisik, seperti ancaman, intimidasi, penganiayaan, pengeroyokan, senjata tajam, jika perlu menyewa preman dan menyuap aparatur penegak hukum maupun pejabat pemerintahan, dalam rangka agar segala kemauan kita terpenuhi.

B. Ahimsa, tanpa kekerasan fisik. Hanya orang yang tidak punya “kekuatan otak” ataupun iman, yang mengandalkan kekerasan fisik (“kekuatan otot”) untuk memaksakan kehendaknya.

48. JIka Tuhan adalah Maha Tahu, mengapa umat manusia masih juga meminta ini dan itu, mengeluhkan ini dan itu, protes ini dan itu dalam doanya kepada Tuhan?

A. Rahasia Tuhan.

B. Sudah terjawab dalam pertanyaan itu sendiri.

49. Apakah menurut Anda, ada yang namanya kewajiban asasi manusia?

A. Ada, beriman (menyembah) kepada Tuhan, melayani lewat puja-puji dan sembah-sujud.

B. Bila yang dimaksud ialah kewajiban asasi manusia terhadap Tuhan, maka jawabannya ialah : Faktanya, kita tidak pernah meminta untuk dilahirkan, dan alangkah bersyukurnya bila kita dapat memilih untuk tidak pernah terlahirkan atau setidaknya tidak lagi terlahirkan dalam rahim mana pun. Sungguh beruntung, mereka yang tidak pernah terlahirkan dalam alam mana pun dan tidak pernah eksis di dunia manapun.

50. Apakah kehidupan ini layak untuk kembali terus menjelma, dalam alam kehidupan mana pun?

A. Layak, hidup ini nikmat, bukan dukkha. Nikmat di dunia dan nikmat di akherat, dan terus menjelma dalam alam kehidupan mana pun.

B. Segala sesuatunya tunduk pada tiga corak kehidupan, yakni : Ketidak-kekalan, ketidak-puasan, dan tiada inti diri yang kekal bernama “Aku”—jika ada yang bernama “Aku”, mengapa “Aku” bahkan tidak dapat memilih dan memutuskan tubuh “Aku” sendiri untuk memiliki wajah yang tampan-rupawan dan kulit yang putih bersih tanpa penyakit? Mengapa “Aku” justru cenderung menyakiti diri “Aku” sendiri?

51. Kenikmatan duniawi, siapa yang menciptakan dan memberikan kepada umat manusia?

A. Pemberian Tuhan, segala nikmat adalah pemberian Tuhan, karenanya umat cukup meminta dan memohonkannya kepada Tuhan.

B. Diciptakan oleh pencipta yang sama dengan yang menciptakan kesengsaraan duniawi. Bila penyakit adalah ciptaan dan pemberian sang pencipta, mengapa juga obat penyakitnya harus umat manusia mintakan dan mohonkan kepada sang pencipta yang sama? Seolah-olah, terdapat “Tuhan yang jahat” dan “Tuhan yang baik”, dua sosok yang saling berbeda dan terpisahkan. Menjadi aneh, ketika umat manusia meminta pertolongan dan memohon obat penyembuh dari Tuhan yang sama dengan yang menciptakan dan memberikan penyakit serta berbagai petaka kepada manusia.

52. Pelangi itu indah, ciptaan siapa?

A. Ciptaan Tuhan.

B. Ciptaan dari pencipta yang sama dengan yang menciptakan penyakit, pemukiman kumuh, orang-orang jahat, maksiat, jin yang kerap mengganggu manusia, neraka, dan miliaran planet mati di angkasa luar sana.

53. Apa pendapat Anda mengenai janji-janji “penghapusan dosa” ataupun “penebusan dosa”?

A. Untuk apa umat manusia bersedia memeluk suatu agama, bila tidak terdapat “reward” berupa penghapusan ataupun penebusan dosa?

B. Tiada yang benar-benar dapat kita curangi dalam kehidupan ini. Manusia harus belajar untuk bertanggung-jawab atas perbuatannya sendiri, dan belajar untuk mampu mempertanggung-jawabkan pilihan hidup serta keputusan kita sendiri, itulah yang disebut sebagai manusia yang merdeka, berkarakter, matang, penuh tanggung-jawab, dewasa, dan berjiwa kesatria yang patut untuk dikagumi segenap penghuni semesta.

54. Apa yang disebut “keren” secara spriritual?

A. Menjadi manusia penyembah Tuhan yang tanpa pernah absen untuk rajin memuja-muji dan sembah-sujud kepada Tuhan, alias menjadi penyembah, adalah “keren”.

B. Menjadi manusia yang baik dan mulia, bebas dari perbuatan buruk yang dapat dicela oleh para bijaksana, mampu bertahan dan melanjutkan hidup tanpa merugikan, melukai, ataupun merugikan orang lain ataupun makhluk hidup lainnya, adalah “keren”.

55. Apakah mungkin, menjadi orang suci?

A. Mustahil menjadi manusia yang suci karena sudah dikodratkan serta dilahirkan sebagai seorang pendosa yang mewarisi dosa nenek-moyang umat manusia, atau setidaknya menjadi suci dengan cara melakukan praktik ritual menyembah Tuhan atau lewat menumbalkan hewan dan makhluk hidup lainnya sebagai persembahan bagi Tuhan.

B. Dengan menghindari perbuatan buruk, memperbanyak perbuatan bajik, dan mensucikan hati dan pikiran, tiada yang mustahil, dalam rangka memuliakan Tuhan dengan menjadi manusia yang mulia.

56. Jika yang memberikan duka dan derita adalah Tuhan, mengapa umat manusia menyembah dan menyatakan berterimakasih kepada Tuhan atas nikmat dan kesembuhan yang diberikan Tuhan?

A. Agar Tuhan merasa senang-tersanjung, sehingga tidak lebih banyak memberikan derita dan lebih banyak memberikan nikmat.

B. Sama seperti seolah-olah kita perlu mengucapkan “terimakasih” kepada seorang pelaku kejahatan yang berhasil kita buat agar bersedia mengurungkan niatnya untuk menyakiti dan merugikan diri kita, ucapan “terimakasih” yang sejatinya delusif karena seolah-olah kita tidak punya hak untuk tidak disakiti ataupun dirugikan pihak lain.

57. Jika yang memberikan sakit dan menciptakan penyakit adalah Tuhan, mengapa juga meminta kesembuhan kepada Tuhan?

A. Terpaksa, manusia tidak berdaya, hanya Tuhan yang berkuasa dan penuh kuasa.

B. Sudah terjawab oleh pertanyaan itu sendiri.

58. Apakah seorang umat beragama, harus dan wajib untuk merasa malu dan merasa takut untuk berbuat dosa, seperti melakukan perbuatan jahat yang melukai, merugikan, ataupun menyakiti orang lain?

A. Tidak perlu takut dan malu, penghapusan dan penebusan dosa saja dikumandangkan setiap kali kegiatan keagamaan di tempat ibadah bahkan saat acara kematian dikumandangkan penghapusan dosa bagi almarhum kepada khalayak umum lewat pengeras suara.

B. Adalah sikap egoistik terhadap diri sendiri, ketika seseorang mengkoleksi dan menimbun diri dengan dosa. Bila dosa memang bisa dihapus, mengapa pahala tidak dihapus serta? Siapa juga yang akan menghapus? Mengapa juga meminta maaf kepada Tuhan, alih-alih kepada korban? Meminta Tuhan menghapus dosa orang-orang jahat, sama artinya meminta Tuhan untuk bersikap tidak adil terhadap korban. Tuhan adalah Maha Adil, bukan Maha Sewenang-Wenang. Bila hakim di dunia manusia pada ruang pengadilan, harus adil dan memakai istilah “Demi Keadilan Berdasarkan KETUHANAN yang Maha Esa”, mengapa juga Tuhan kalah adil dengan manusia yang duduk di bangku hakim?

59. Apakah mungkin, atau setidaknya tetap terbuka peluang, Tuhan memang benar-benar tidak pernah ada?

A. JIka Tuhan tidak ada, siapa yang ciptakan manusia?

B. Siapa yang ciptakan Tuhan? Faktanya, ada atau tidaknya Tuhan, orang jahat tetaplah orang (yang) jahat. Ada atau tidaknya Tuhan, orang baik tetaplah orang (yang) baik adanya.

60. Apakah yang dimaksud dengan jalan yang lurus dan benar dalam kehidupan spiritual manusia?

A. Rajib beribadah (menyembah) tanpa pernah abai ataupun absen untuk setidak harinya menjalankan rituil.

B. Tidak menyimpang dari rambu-rambu moralitas, prinsip-prinsip kebenaran dan kejujuran, disamping nurani, serta tidak “bengkok”, tetap berpegang teguh pada jiwa kesatria,

61. Siapakah pencipta yang telah menciptakan orang-orang jahat dan penyakti, musibah, “black magic” dan segala bencana alam maupun bencana kemanusiaan lainnya?

A. Yang jelas, segala hal jelek dan negatif adalah ciptaan iblis. Tuhan adalah Maha Pencipta, namun hanya menciptakan kesembuhan, kenikmatan, kebahagiaan, rezeki, dan kegembiraan.

B. Siapakah yang selama ini menjadi pencipta iblis, dan segala derita duniawi ini? Mungkinkah segala sesuatu dapat terjadi, semisal aksi sang iblis, terwujud diluar dari rencana dan seizin Tuhan, sang Maha Kuasa dan Maha Tahu? Mengapa umat manusia justru harus berdoa dan meminta tolong kepada pihak yang sama dengan menciptakan dan merencanakan segala derita dan kejahatan bagi umat manusia tersebut?

62. Apakah yang paling diharapkan dan dibutuhkan oleh Tuhan?

A. Pelayanan oleh umat manusia, yakni disembah dan disujud, dipuja dan dipuji.

B. Tuhan tidak membutuhkan apa dan siapapun, karena Tuhan telah sempurna, utuh, dan lengkap, tanpa kekurangan satu hal pun sekalipun tanpa umat manusia. Mengapa juga seolah-olah Tuhan yang membutuhkan manusia, berupa sembah sujud dan pengakuan?

63. Apakah Tuhan, bisa salah?

A. Tuhan Maha Sempurna, impossible Tuhan bisa berbuat salah ataupun keliru.

B. Eksistensi maupun anccaman perihal neraka, merupakan bukti monumental betapa Tuhan telah salah dan gagal dalam proses penciptaan manusia, yang mana umur umat manusia telah setua umur Planet Bumi, namun ternyata masih saja Tuhan mencobai manusia yang dijadikan “kelinci percobaan” untuk eksperimen Tuhan yang tidak pernah selesai “mencobai” dan tidak pernah sempurna, kemudian melemparkan ciptaannya yang gagal tersebut ke dalam neraka seolah menjadi “tong sampah” raksasa bagi Tuhan untuk ajang “cuci tangan” (hand laundring). Bila Tuhan tidak pernah salah, mengapa terdapat miliaran planet mati di alam semesta, dan hanya ada satu planet yang dihuni kehidupan seperti Bumi ini, bukankah itu adalah kemubaziran? Dari segi ilmu peluang, wajar saja bila ada satu buah planet yang hidup di tengah-tengah miliaran planet lain yang mati adanya, bukan sesuatu yang istimewa, kecuali sebaliknya miliaran planet adalah hidup adanya dan hanya ada satu planet yang mati.

64. Apakah Tuhan boleh dan dibenarkan untuk berbuat lalim bagaikan raja yang lalim, kepada umat manusia?

A. Tuhan yang menciptakan manusia, karenanya Tuhan memiliki hak prerogatif untuk menyiksa dan memberikan derita kepada umat manusia.

B. Buat anak sendiri, di-coba-coba. Untuk anak sendiri, diberikan siksaan. Kecuali relasinya menyerupai seorang raja yang gila pujian namun penuh kuasa terhadap rakyat jelata yang tidak berdaya, relasi yang timpang melahirkan penyalah-gunaan kekuasaan. Raja yang tiran dan korup, itukah yang hendak kita gambarkan tentang sosok Tuhan yang semestinya agung dan Maha Pemurah nan Maha Penyayang?

65. Seperti apakah, tipe atau jenis manusia yang paling sukar untuk dihadapi sekaligus paling berbahaya?

A. Orang-orang yang tidak menyembah Tuhan (tidak beriman kepada Tuhan).

B. Orang-orang yang tidak takut dan tidak malu berbuat jahat dengan melukai, menyakiti, ataupun merugikan orang-orang lainnya.

Demikianlah seperangkat tanya-jawab sebagai alat bantu bagi kita untuk melakukan sebuah “self-test” SQ yang bersarang dalam pikiran dan jiwa internal terdalam diri kita. Penulis tidak dalam posisi menentukan apakah jawaban “A” ataukah jawaban “B” yang menjadi opsi jawaban SQ tinggi ataukah rendah-nya. Hati nurani dan kata hati masing-masing dari para peserta “self-test” SQ ini, sudah mampu menjawabnya secara inheren, tanpa memerlukan pihak eksternal diri untuk menggurui terlebih menghakimi.

Yang menarik dari “self-test” sebagaimana telah penulis suguhkan di atas ialah, ternyata terdapat korelasi erat antara IQ, EQ, dan SQ. Adalah mustahil, seseorang mengklaim memiliki IQ yang rendah disaat bersamaan membanggakan diri memiliki EQ dan SQ yang tinggi. Faktanya ialah, tidak akan pernah dapat kita jumpai di tengah masyarakat, seseorang warga dengan tingkat IQ yang rendah namun memiliki E       Q maupun SQ yang tinggi—kecuali yang bersangkutan sedang berhalusinasi atau “berdelusi diri”.

EQ yang memadai, yang dimungkinkan bila seseorang individu memiliki IQ yang juga memadai, dimana EQ dan IQ yang memadai menjadi landasan kokoh bagi berdirinya SQ yang juga kokoh dan mumpuni. Fondasi yang lemah, tidak dapat diandalkan untuk mampu membangun konstruksi bangunan yang kokoh. Dengan kata lain, dapat kita katakan bahwa, pilar penopang yang menjadi pondasi bagi berbagai tipe kecerdasan yang dikenal oleh umat manusia, selama ini berakar pada IQ, dimana pilar IQ menopang pilar EQ yang berada di atasnya, sebelum kemudian pilar EQ menjadi pilar penopang dari SQ yang menjadi pilar tertinggi dalam konstruksi bangunan kecerdasan seorang umat manusia.

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.