A person skilled at fortune-telling by read our palms,
When a patient comes to ask for a prediction by the fortune teller who is known to be accurate,
Asking what their fate would be in the future,
Hopefully hearing stories that are beautiful and pleasing to the listeners,
But the fortune teller will answer in a flat tone without feeling surprised to read the fate and life line of the patient,
As follows,
That they will grow old themselves,
Before then experiencing pain,
Until finally died.
Those are the facts,
Like or dislike,
It’s their right to believe or not in this prediction.
On another occasion,
When a husband and wife who just gave birth to a child as their baby,
Come to the fortune teller known for his honest nature,
Asking what kind of great human being will his child be, in the future, when he grows up,
The fortune teller will answer in the same flat tone,
That the child will grow old,
Before becoming sick,
Until finally died,
Leaving behind his wife and children who were loved by him,
Leaving behind all the treasures that he had so hard to gain throughout his life,
That life is full of suffering,
Full of dissatisfaction,
Full of injustice,
Full of disappointment,
Never going according to your will,
There is no ideal,
The truth doesn’t always win,
The good is not always supported,
Criminals may roam freely in search of prey,
The victims could only scream in silence,
Nothing can be held tight,
Nothing can be firmly grasped,
Everything always changes without certainty,
Being played by the waves of karma,
Trapped in the ritual cycle of the samsara circle.
That’s the fortune teller’s prediction.
Hey, why do you just predict my fate, said the husband and his wife.
Whoever tries to visit the fortune teller,
Will get similar answers and forecast results.
The rich,
The poor,
Powerful man,
Weak people,
Successful people,
The one who failed,
Young people,
Parents,
Men,
Or women,
Without exception,
Got the same fate prediction,
The same estuary,
Wallowing in the mouth of the same ocean,
Mixed,
It goes up and down like the wheels of a train that keeps turning.
Unfortunately,
Not many of us would really like to listen to such an honest prophecy,
And they came with high hopes to hear the prophecy that since all they wanted to hear,
If necessary, to deceive yourself or to be deceived by the fortune teller,
That this life will go smoothly,
That this life and universe will support all our desires and dreams,
That things will work out ideally,
Full of beauty like the colors of the rainbow,
Eternal happiness,
Full of satisfaction,
There is no pain or suffering,
Eternal pleasure,
Worthy of being held tight and grasped firmly,
The justice that stands tall,
Truth and good people always win,
A life worthy of us living and being reborn,
Before coming back to being reborn without end.
Unfortunately,
It is only your wish,
However, it is not the reality that we face so far, or in the future,
All that is just the beauty of myth in a fairy tale world,
Where the righteous always win and end with a “happy ending”.
In fact,
This life is like a “never ending story”,
Endless repetition of death and rebirth,
It’s like a natural cycle where the sun makes water vapor from the ocean,
Become a cloud,
Before it became rain that drenched the lakes and mountain springs,
Flowing back to the same ocean.
Many of us,
Adult humans,
Still being childish,
Who just loves to listen to fairy tales,
Trapped in a dream world,
Dreamed for their whole life,
Closing our eyes from the harsh realities of life,
Always deceive yourself,
Not just deceiving other people,
So clever in lying to our own lives,
As if life is satisfying,
That this life is happiness,
That this life is worthy of being born and reborn,
That justice and truth always triumph and survive,
And all our other fantasies.
That’s,
What we call,
A utopian world that only exists in a fairy tale.
The gods and heavens are impermanent,
The gods remained ensnared by their inner dissatisfaction,
And remain subject to the law of karma,
Where these divine beings will die when their good karmic savings run out,
Before being reborn into a lower realms of living creatures,
Where even,
The chance to be reborn as a human,
It is very difficult.
From childhood to growing up,
Not a few of us still enjoy listening to fantasy tales.
Dishonest fortune teller,
Will always tell untrue things about life,
As if life is so beautiful and full of happiness,
Like giving sweet candy to a stupid little child,
Like a fairy tales teller who skilled at pleasing the ears of his listeners,
Simply by telling what the listeners really want and hope to hear.
Otherwise,
An honest fortune teller,
Will always say the truth and what it is,
No matter how bitter it is about the truth about life that entangles living things in this universe.
That honest fortune teller,
Named the Buddha.
The sweet one,
Don’t always swallow it right away.
The bitter one,
Don’t always throw it away.
As well as,
When someone rebukes our bad behavior or our mistakes,
As a result of greed,
We reject all criticisms and warnings given by others,
Even more fierce than people who complain about our actions or bad behavior or evil attitudes.
Many people prefer to deceive themselves,
As if he had been good,
As if he had done right,
As if he were flawless in terms of behavior and morality,
As if guaranteed entry to heaven,
Or even bought an insurance policy to enter heaven,
As if heaven can be purchased through the lowly praises,
Incarnate someone against criticism,
Incarnate someone who can no longer be repaired.
Not being able to see oneself as it is,
Even if it’s as easy as looking at ourselves in a mirror,
When we have the will to,
To be honest with oneself and towards others,
And begin to realize that there is no one we can forbid to convey facts about ourselves,
And there is nothing that we can really cheat in this life.
Man who can be corrected and man who can no longer be corrected,
Everything really depends on the decision of the person himself,
Whether he is brave or not,
Facing the fact that he was far from perfect,
That he’s still so bad,
That he was very despicable and full of morality defects.
That is why,
Those who are against criticism,
Certainly COWARDS,
Even if they behave like a thug or a bouncer who gets angry when criticized,
Because they do not dare to face the fact that they are bad people, and they are sure to go to hell.
That’s the result of the forecast,
Which is actually easy to predict and predict ourselves,
By using the formula from the Law of Karma.
We,
Indeed, we can become our own fortune tellers,
Using the teachings of the great teacher to humans and gods,
The Dhamma of the Buddha.
© HERY SHIETRA Copyright.
Seseorang ahli meramal garis tangan yang jujur,
Ketika seorang pasien datang untuk meminta diramalkan oleh sang peramal yang dikenal sebagai akurat ramalannya,
Bertanya akan jadi seperti apa nasib mereka di masa mendatang,
Dengan penuh harapan mendengar cerita-cerita yang indah dan menyenangkan untuk didengar para pendengarnya,
Namun sang peramal akan menjawab dengan nada datar tanpa merasa terkejut membaca nasib dan garis hidup sang pasien,
Sebagai berikut,
Bahwa diri mereka akan menjadi tua,
Sebelum kemudian mengalami sakit,
Sampai akhirnya meninggal.
Itu saja faktanya,
Suka atau tidak suka,
Itu hak mereka untuk percaya atau tidak terhadap hasil ramalan ini.
Pada kesempatan lainnya,
Ketika sepasang suami dan istri yang baru melahirkan anak sebagai buah hati mereka,
Mendatangi sang peramal yang dikenal akan sifat jujurnya,
Menanyakan akan jadi sosok manusia hebat seperti apakah anaknya nanti, dimasa mendatang, ketika beranjak dewasa,
Sang peramal pun akan menjawab dengan nada yang sama datarnya,
Bahwa sang anak kelak akan menjadi tua,
Sebelum kemudian menjadi sakit,
Sampai akhirnya meninggal dunia,
Meninggalkan istri dan anak-anak yang dicintai olehnya,
Meninggalkan segala harta yang diperolehnya dengan susah-payah sepanjang hidupnya,
Bahwa hidup adalah penuh penderitaan,
Penuh ketidakpuasan,
Penuh ketidakadilan,
Penuh kekecewaan,
Tidak pernah berjalan sesuai kehendak,
Tiada hal yang ideal,
Yang benar belum tentu selalu menang,
Yang baik tidak selalu didukung,
Pelaku kejahatan bisa jadi bebas berkeliaran mencari mangsa,
Korban-korban hanya bisa menjerit dalam bisu,
Tiada yang dapat dipegang erat,
Tiada yang dapat digenggam secara kuat-kuat,
Semuanya selalu berubah tanpa kepastian,
Dipermainkan oleh ombang-ambing ombak karma,
Terjebak dalam siklus ritual lingkaran samsara.
Itulah hasil ramalan sang peramal.
Hei, mengapa Anda justru meramalkan nasib saya, kata sang suami dan istrinya.
Siapa pun yang mencoba mengunjungi sang peramal,
Akan mendapatkan jawaban dan hasil ramalan serupa.
Orang kaya,
Orang miskin,
Orang berkuasa,
Orang lemah,
Orang sukses,
Orang gagal,
Orang muda,
Orang tua,
Pria,
Ataupun wanita,
Tanpa terkecuali,
Mendapat hasil ramalan nasib yang sama,
Muara yang sama,
Berkubang pada muara samudera yang sama,
Bercampur aduk,
Naik dan turun bagaikan roda sebuah kereta yang terus berputar.
Sayangnya,
Tidak banyak diantara kita yang ingin benar-benar mendengarkan ramalan yang sejujur itu,
Dan mereka datang dengan harapan besar untuk mendengarkan ramalan yang sejak semua ingin mereka dengar,
Jika perlu, menipu diri sendiri atau untuk ditipu oleh sang peramal,
Bahwa hidup ini akan berjalan lancar,
Bahwa kehidupan dan alam semesta ini akan mendukung seluruh keinginan dan mimpi kita,
Bahwa segala sesuatunya akan berjalan secara ideal,
Penuh keindahan seperti warna pelangi,
Kebahagiaan yang kekal,
Penuh kepuasan,
Tiada sakit ataupun penderitaan,
Kesenangan yang abadi,
Layak untuk dipegang erat-erat dan digenggam secara kuat-kuat,
Keadilan yang tegak setegak-tegaknya,
Kebenaran dan orang baik selalu menang,
Kehidupan yang layak untuk kita hidup dan terlahir kembali,
Sebelum kemudian kembali lagi terlahir tanpa akhir.
Sayangnya,
Itu semata adalah keinginan dirimu,
Namun bukan kenyataan pada realita yang sebenarnya kita hadapi selama ini, maupun nantinya di masa mendatang,
Semua itu hanyalah keindahan mitos dalam dunia dongeng,
Dimana orang-orang benar selalu menang dan berakhir dengan “happy ending”.
Faktanya,
Kehidupan ini ialah bagaikan “never ending story”,
Repetisi tiada akhir kematian dan kelahiran kembali,
Bagaikan siklus alam dimana matahari membuat uap air dari samudera,
Menjadi awan,
Sebelum kemudian menjadi hujan yang membasahi danau dan mata air pegunungan,
Mengalir kembali ke samudera yang sama.
Banyak diantara kita,
Para manusia dewasa,
Yang masih bersikap kekanak-kanakan,
Yang hanya senang mendengarkan cerita-cerita dongeng,
Terjebak dalam dunia impian,
Bermimpi untuk seumur hidup mereka,
Menutup mata dari kenyataan yang pahit tentang kehidupan,
Selalu menipu diri sendiri,
Bukan hanya sekadar menipu orang lain,
Hingga pandai membohongi hidup sendiri,
Seolah hidup ini memuaskan,
Bahwa hidup ini adalah kebahagiaan,
Bahwa hidup ini layak dilahirkan dan terlahir kembali,
Bahwa keadilan dan kebenaran selalu menang dan selamat,
Dan segala fantasi kita lainnya.
Itulah,
Yang kita sebut sebagai,
Dunia utopia yang hanya eksis dalam dunia dongeng.
Alam dewa dan surga tidaklah kekal,
Para dewata tetap terjerat oleh rasa ketidakpuasan dalam diri mereka,
Serta tetap tunduk pada hukum karma,
Dimana para makhluk dewata tersebut akan meninggal ketika tabungan karma baiknya habis,
Sebelum kemudian terlahir kembali di alam kehidupan yang lebih rendah,
Dimana bahkan,
Peluang untuk dapat terlahir kembali sebagai seorang manusia,
Sangatlah sukar.
Dari kecil hingga beranjak dewasa,
Tidak sedikit diantara kita yang masih senang mendengarkan dongeng-dongeng fantasi.
Peramal yang tidak jujur,
Akan selalu menceritakan hal-hal yang tidak benar mengenai kehidupan,
Seolah hidup ini demikian indah dan penuh kebahagiaan,
Bagaikan memberikan permen manis kepada anak kecil yang bodoh,
Bagaikan seorang pencerita dongeng yang terampil menyenangkan telinga para pendengarnya,
Semata dengan cara menceritakan apa yang memang ingin dan berharap untuk didengarkan oleh para pendengarnya.
Sebaliknya,
Seorang peramal yang jujur,
Akan selalu berkata secara benar dan apa adanya,
Sepahit apapun itu mengenai kebenaran akan kehidupan yang menjerat makhluk hidup dalam alam semesta ini.
Peramal yang jujur itu,
Bernama Sang Buddha.
Yang manis,
Jangan selalu langsung ditelan.
Yang pahit,
Jangan selalu langsung dibuang.
Sama halnya,
Ketika seseorang menegur perilaku buruk kita ataupun kesalahan kita,
Akibat keserakahan,
Kita menolak segala kritik dan peringatan yang diberikan oleh orang lain,
Bahkan bersikap lebih galak daripada orang-orang yang mengajukan komplain terhadap perbuatan ataupun perilaku buruk ataupun sikap jahat kita.
Banyak orang yang lebih senang untuk menipu dirinya sendiri,
Seolah dirinya telah bersikap baik,
Seolah dirinya telah berbuat benar,
Seolah dirinya tanpa cacat cela dari segi perilaku maupun moralitas,
Seolah telah terjamin masuk surga,
Atau bahkan telah membeli polis asuransi untuk masuk surga,
Seolah surga dapat dibeli lewat puja-puji rendahan,
Menjelma seseorang anti terhadap kritik,
Menjelma seseorang yang tidak akan dapat lagi untuk diperbaiki.
Tidak mampu melihat diri sendiri secara apa adanya,
Sekalipun semudah memandang diri kita sendiri di depan sebuah cermin,
Bila kita memiliki kemauan untuk itu,
Untuk bersikap jujur terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain,
Dan mulai menyadari bahwa tiada seorang pun yang dapat kita larang untuk menyampaikan fakta mengenai diri kita,
Serta tiada hal apapun yang dapat benar-benar kita curangi dalam hidup ini.
Manusia yang dapat dikoreksi dan manusia yang tidak dapat lagi untuk dikoreksi,
Semua sangat bergantung pada keputusan orang itu sendiri,
Apakah dirinya berani atau tidak,
Menghadapi kenyataan bahwa dirinya masih jauh dari sempurna,
Bahwa dirinya masih sangat buruk,
Bahwa dirinya sangat tercela dan penuh cacat moralitas.
Itulah sebabnya,
Orang-orang yang anti terhadap kritik,
Dapat dipastikan adalah orang-orang yang PENGECUT,
Sekalipun mereka bersikap seperti seorang preman atau tukang pukul yang akan marah ketika dikritik,
Karena mereka tidak berani menghadapi kenyataan, bahwa mereka adalah orang-orang yang buruk, dan dapat dipastikan mereka akan masuk neraka.
Itulah hasil ramalannya,
Yang sebenarnya mudah dapat kita prediksi dan ramalkan sendiri,
Dengan memakai rumusan dari Hukum Karma.
Kita,
Sejatinya, dapat menjadi ahli ramal bagi diri kita sendiri,
Dengan memakai ajaran sang guru agung bagi para manusia dan para dewa,
Dhamma dari Sang Buddha.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.