LEGAL OPINION
Kejanggalan yang Menjadi Cacat Bawaan Lahir Konsep
Koperasi di Indonesia, Menerapkan Prinsip ONE MAN ONE VOTE namun Resiko akibat Kerugian
Usaha Memakai STANDAR GANDA
Anggota Koperasi Identik dengan Shareholders / Pemegang Saham dalam Konteks Perseroan Terbatas
Question: Bila hendak investasi ke sebuah koperasi “simpan-pinjam”, sebaiknya menjadi pihak kreditor pemberi pinjaman bagi kegiatan koperasi, menjadi anggota, atau ada mekanisme lain yang lebih aman bagi pemilik modal?
Brief Answer: Pasang-surutnya koperasi sangat mempengaruhi
imbal-hasil / pengembalian dana investor yang memilih menempatkan dananya pada
suatu badan hukum bernama Koperasi dengan cara tidak menjadi “anggota koperasi”,
karena anggota yang menyetorkan modal berjumlah besar justru akan merugi karena
sistem voting Rapat Anggota Koperasi menerapkan aturan main “one man one vote”. Mengingat pula, adapun
terkait Modal pinjaman untuk operasional Koperasi, dapat berasal dari :
a. anggota; b. Koperasi lainnya dan/atau anggotanya; c. bank dan lembaga; d.
penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya; e. sumber lain yang sah
(pinjaman dari bukan anggota yang dilakukan tidak melalui penawaran secara
umum.)
Pemupukan modal dari modal
penyertaan, baik yang bersumber dari Pemerintah maupun dari masyarakat,
dilaksanakan dalam rangka memperkuat kegiatan usaha Koperasi terutama yang
berbentuk investasi. Modal penyertaan ikut menanggung resiko. Pemilik modal
penyertaan tidak mempunyai hak suara dalam Rapat Anggota dan dalam menentukan
kebijaksanaan Koperasi secara keseluruhan. Namun demikian, pemilik modal
penyertaan dapat diikut-sertakan dalam pengelolaan dan pengawasan usaha
investasi yang didukung oleh modal penyertaannya sesuai dengan perjanjian
dengan Koperasi.
Kata kuncinya, sebelum
bersepakat untuk menempatkan dana investasi atau permodalan kepada pihak
koperasi, ikat Koperasi dengan perjanjian terkait pengelolaan dan pengawasan
agar diserahkan ke tengan investor / pemodal guna memastikan kelangsungan usaha
dan kepastian pengembalian dana pemodalan. Ketika Pengurus Koperasi telah
terikat oleh perjanjian pengelolaan dengan serta ke tangan investor, maka
sepenuhnya pengelolaan usaha Koperasi yang dibiayai lewat pembiayaan investor
menjadi beralih ke tangan investor.
PEMBAHASAN:
Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2012 tentang Perkoperasian, statusnya telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi
No. 28/PUU-XI/2013, sehingga pada saat ulasan ini disusun, ketentuan tentang
Koperasi merujuk kembali pada reglasi sebelumnya, yakni Undang-Undang Nomor 25
Tahun 1992 tentang Perkoperasian, yang mana substansi pengaturannya masih
sangat sederhana dan kurang lengkap, sehingga kerap menimbulkan beragam
kerancuan dalam praktik maupun terhadap penafsiran keberlakuan norma-norma
pasal di dalamnya. Adapun, Koperasi melaksanakan prinsip Koperasi sebagai
berikut:
a. keanggotaan bersifat
sukarela dan terbuka;
b. pengelolaan dilakukan secara
demokratis;
c. pembagian sisa hasil
usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing
anggota;
d. pemberian balas jasa yang
terbatas terhadap modal.
Klausula “masing-masing anggota”
sebagaimana rumusan Undang-Undang Koperasi di atas, tegas tidak menyebutkan “masing-masing
pengurus”, sehingga Sisa Hasil Usaha dibagikan kepada anggota
koperasi. Pembagian sisa hasil usaha kepada anggota dilakukan tidak
semata-mata berdasarkan modal yang dimiliki seseorang dalam Koperasi (sangat
menyerupai “pemegang saham” konteks Perseroan Terbatas), tetapi juga
berdasarkan perimbangan jasa usaha anggota terhadap Koperasi—suatu ketentuan
yang cukup sumir untuk dapat menjadi celah bagi “anggota merangkap pengurus”
untuk mencari keuntungan pribadi.
Koperasi Primer yang didirikan
oleh orang-perorangan, dibentuk sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) orang. Sementara
Koperasi Sekunder yang didirikan oleh gabungan berbagai Koperasi Primer,
minimal dibentuk oleh 3 (tiga) Koperasi. Adapun Perangkat Organisasi
Koperasi terdiri dari:
a. Rapat Anggota; (menyerupai
RUPS dalam konteks Perseroan Terbatas);
b. Pengurus; (menyerupai
Direksi dalam konteks Perseroan Terbatas);
c. Pengawas (menyerupai Dewan
Komisaris dalam konteks Perseroan Terbatas).
Pembagian sisa hasil usaha, mengangkat dan memberhentikan
pengurus, ditentukan oleh Rapat Anggota. Dalam hal dilakukan pemungutan suara, setiap
anggota mempunyai hak satu suara—namun ketentuan ini SHIETRA &
PARTNERS nilai tidak mungkin diberlakukan bila tidak dimaknai “hak satu
suara secara proporsional modal yang telah disetorkan”, karena bila dimakani “one man one vote” maka menjadi “moral hazard” bila suara anggota yang
hanya minim menyetor modal namun dianggap sejajar dan setara dengan suara
seorang anggota yang telah menyetorkan modal secara cukup besar yang karenanya
wajar memiliki lebih banyak kepentingan atas modal yang telah disetorkannya,
disamping menggoda lahirnya praktik dengan modus memasukkan banyak “anggota
bayaran” dengan setoran minim, dengan tujuan untuk mengusung calon tertentu
sebagai Pengurus koperasi.
Sebagai pemilik dan pengguna
jasa Koperasi, anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan Koperasi. Sekalipun
demikian, sepanjang tidak merugikan kepentingannya, Koperasi dapat pula
memberikan pelayanan kepada bukan anggota sesuai dengan sifat kegiatan usahanya,
dengan maksud untuk menarik yang bukan anggota menjadi anggota Koperasi—suatu
kalimat yang sangat “sumir” sekaligus “akrobatik”. Namun, satu hal yang
menarik, Undang-Undang Koperasi ternyata menegaskan bahwa “anggota adalah pemilik dan pengguna jasa sangat berkepentingan dalam
usaha yang dijalankan oleh Koperasi”
Rapat Anggota berhak meminta
keterangan dan pertanggung-jawaban Pengurus dan Pengawas mengenai pengelolaan
Koperasi, diadakan 1 (satu) tahun sekali untuk Rapat Anggota Tahunan, dan dapat
pula diadakan Rapat Anggota Luar Biasa yang bersifat insidentil sesuai
keperluan. Pengurus bertanggung jawab mengenai segala kegiatan pengelolaan
Koperasi dan usahanya kepada Rapat Anggota. Pengurus bisa mengangkat pengelola
koperasi. Pengelolaan usaha oleh Pengelola, tidak mengurangi tanggung jawab
Pengurus Koperasi.
Pengurus Koperasi dapat
mengangkat Pengelola sebagai manajer atau direksi. Maksud dari kata
diberi wewenang dan kuasa adalah pelimpahan wewenang dan kuasa yang dimiliki
oleh Pengurus. Dengan demikian Pengurus tidak lagi melaksanakan sendiri
wewenang dan kuasa yang telah dilimpahkan kepada Pengelola dan tugas Pengurus
beralih menjadi mengawasi pelaksanaan wewenang dan kuasa yang dilakukan
Pengelola. Adapun besarnya wewenang dan kuasa yang dilimpahkan ditentukan
sesuai dengan kepentingan Koperasi. Pemilihan dan pengangkatan pengelola usaha
dilaksanakan oleh Pengurus.
Pengelola bertanggung jawab
sepenuhnya kepada Pengurus. Selanjutnya hubungan kerja tersebut sesuai dengan
yang diperjanjikan dilakukan secara kontraktual. Sementara pihak Pengurus, baik
bersama-sama, maupun sendiri-sendiri, menanggung kerugian yang diderita
Koperasi, kaena tindakan yang dilakukan dengan kesengajaan atau kelalaiannya. Disamping
penggantian kerugian tersebut, apabila tindakan itu dilakukan dengan
kesengajaan, tidak menutup kemungkinan bagi penuntut umum untuk melakukan
penuntuntutan (pidana).
Modal Koperasi terdiri dari modal
sendiri dan modal pinjaman. Modal sendiri dapat berasal dari:
a. simpanan pokok; b. simpanan wajib; c. dana cadangan; d. hibah. Simpanan
pokok adalah sejumlah uang yang sama banyaknya yang wajib dibayarkan oleh masing-masing
anggota kepada Koperasi, pada saat pertama kali masuk menjadi anggota. Simpanan
pokok tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi
anggota—artinya, bila kita maknai secara sebaliknya, Simpanan pokok dapat diambil
kembali ketika yang bersangkutan keluar dari ke-anggota-an koperasi.
Simpanan wajib adalah jumlah simpanan tertentu yang tidak harus
sama antar anggota, yang wajib dibayar oleh masing-masing anggota kepada
Koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu. Simpanan wajib tidak dapat
diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota. Konstruksi “simpanan
wajib” maupun “simpanan pokok”, sangat menyerupai konsepsi “setoran modal”
dalam konteks pemegang saham pada badan hukum Perseroan Terbatas.
Adapun terkait Modal
pinjaman, dapat berasal dari : a. anggota; b. Koperasi lainnya dan/atau
anggotanya; c. bank dan lembaga; d. penerbitan obligasi dan surat hutang
lainnya; e. sumber lain yang sah (pinjaman dari bukan anggota yang
dilakukan tidak melalui penawaran secara umum.)
Pemupukan modal dari modal penyertaan, baik yang bersumber dari
Pemerintah maupun dari masyarakat, dilaksanakan dalam rangka memperkuat
kegiatan usaha Koperasi terutama yang berbentuk investasi. Modal penyertaan
ikut menanggung resiko. Pemilik modal penyertaan tidak mempunyai hak suara
dalam Rapat Anggota dan dalam menentukan kebijaksanaan Koperasi secara
keseluruhan. Namun demikian, pemilik modal penyertaan dapat diikut-sertakan
dalam pengelolaan dan pengawasan usaha investasi yang didukung oleh modal
penyertaannya sesuai dengan perjanjian dengan Koperasi.
Usaha Koperasi adalah usaha
yang berkaitan langsung dengan kepentingan anggota, untuk meningkatkan usaha
dan kesejahteraan anggota. Kelebihan kemampuan pelayanan Koperasi dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang bukan anggota Koperasi. Menurut
Penjelasan Resmi Undang-undang Koperasi : Yang dimaksud dengan kelebihan
kemampuan usaha Koperasi adalah kelebihan kapasitas dana dan daya yang dimiliki
oleh Koperasi untuk melayani anggotanya. Kelebihan kapasitas tersebut oleh
Koperasi dapat dimanfaatkan untuk berusaha dengan bukan anggota dengan tujuan
untuk mengoptimalkan skala ekonomi dalam arti memperbesar volume usaha dan
menekan biaya per unit yang memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada
anggotanya serta memasyarakatkan Koperasi. Itu adalah pengaturan untuk Koperasi
pada kegiatan usaha pada umumnya.
Namun, perihal konteks spesifik
berupa “Koperasi Simpan-Pinjam” berupa dana / uang, Koperasi dapat
menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam
dari dan untuk: a. anggota Koperasi yang bersangkutan; b. Koperasi lain dan/atau
anggotanya. [Note SHIETRA & PARTNERS : Hanya opsi “A” dan “B” ini
saja, tidak ada opsi “C”, yang artinya : tidak terbuka kebolehan untuk pihak diluar
“anggota koperasi”] Kegiatan usaha simpan pinjam dapat dilaksanakan sebagai
salah satu atau satu-satunya kegiatan usaha Koperasi.
Sisa Hasil Usaha Koperasi
merupakan pendapatan Koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku, dikurangi
dengan biaya, penyusutan, dan kewajiban lainnya termasuk pajak dalam tahun buku
yang bersangkutan. Sisa Hasil Usaha setelah dikurangi dana cadangan, dibagikan
kepada anggota sebanding dengan jasa usaha yang dilakukan oleh masing-masing
anggota Koperasi. Adapun yang rancu, akibat sistem voting dalam Rapat
Anggota “one man one vote”,
apakah artinya juga berlaku sistem “one
man one share” dalam pembagian Sisa Hasil Usaha, sekalipun modal
yang pernah disetor masing-masing Anggota adalah saling beragam? Itulah kerancuan
paling utama dalam konsep perkoperasian kita, disamping sumirnya kalimat “sebanding
dengan jasa usaha yang dilakukan oleh masing-masing anggota” (apakah tingkat besaran
modal yang pernah disetorkan anggota, tidak termasuk didalamnya sebagai andil
tersendiri?).
Koperasi dapat dibubarkan oleh
pemerintah, apabila terdapat bukti bahwa Koperasi yang bersangkutan tidak
memenuhi ketentuan Undang-undang ini. sementara itu, Anggota hanya
menanggung kerugian terbatas pada simpanan pokok dan simpanan wajib serta modal
penyertaannya—menjadi pertanyaan besar SHIETRA & PARTNERS :
Mengapa jika resiko menanggung kerugian, kita tampaknya sepakat untuk
memaknainya sebagai ditanggung secara “proporsional” oleh masing-masing anggota,
maka mengapa pembagian Sisa Hasil Usaha tidak juga dibagikan dengan prinsip
yang sama, yakni dibagikan secara “proporsional” dengan besaran modal yang
pernah disetorkan ke koperasi? Bukankah dengan demikian, konsepsi koperasi kita
menganut “standar ganda”? JIka resiko tidak ditanggung “one man one same risk”, mengapa juga sistem voting dalam koperasi
justru menganut “one man one vote”?
Justru, sistem dan “aturan main”
koperasi seperti demikian lebih menimbulkan ketidak-adilan di tengah-tengah masyarakat
yang menjadi anggotanya yang telah menyetorkan modal lebih besar dari rata-rata
anggota lainnya, karenanya tidak menjadi tidak mengherankan bila perkoperasian
di Indonesia tidak pernah maju dan cenderung tertinggal jauh dari lembaga
keuangan lainnya seperti perbankan ataupun lembaga pembiayaan semacam leasing.
Pada praktik berbagai badan
hukum Koperasi di lapangan, tidak sedikit terjadi pelanggaran serta
penyalah-gunaan terhadap badan hukum Koperasi, terutama oleh sebagian oknum “anggota”
yang berkuasa dan memiliki “pengaruh”, terutama oleh pihak “pengurus” yang
menjabat dan terus menjabat untuk periode demi periode masa jabatan sekalipun
formalitas Rapat Anggota tidak dilangsungkan secara semestinya sesuai koridor
hukum yang berlaku, mengingat kelemahan utama dalam Undang-Undang Koperasi yang
saat kini berlaku, yakni : TIADANYA ANCAMAN SANKSI PIDANA BAGI PELANGGAR YANG
MELANGGAR NORMA-NORMA YANG TELAH DIGARISKAN DALAM UNDANG-UNDANG KOPERASI INI.
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR
dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi
Hery Shietra selaku Penulis.