LEGAL OPINION
Question: Apa benar, PK (Peninjauan Kembali) tidak bisa
jika novum-nya berupa dokumen tertanggal saat kini paska terbitnya putusan
kasasi? Novum yang kami ajukan ialah Surat Keterangan Pendaftaran Tanah, meski
baru kami mohonkan dan diterbitkan oleh Kantor Pertanahan sekarang baru-baru ini,
tapi isi keterangan di dalam surat keterangan itu menggambarkan kondisi tanah keluarga
kami yang tidak pernah berubah dari sejak puluhan tahun lampau, mengapa juga
tidak bisa dikatakan sebagai novum?
Brief Answer: Sederhananya, “novum” dimaknai sebagai “bukti
baru”, yang memang sangat rancu dan ambigu makna maupun pengaturannya karena
parameter serta kriterianya hingga saat kini belum diatur secara tegas dan belum
konsisten antar putusan tingkat Peninjauan Kembali dalam praktik di Mahkamah
Agung RI. Ada banyak jenis ragam “bukti baru” berupa dokumen yang sekalipun
memang baru diterbitkan dibelakang hari setelah putusan kasasi terbit, namun
substansi di dalamnya hanya menggambarkan “potret” keadaan di masa lampau jauh
sebelum sengketa terjadi—semisal dokumen resmi “Data Perseroan” yang dapat diakses
dan dicetak oleh publik, bila Anggaran Dasar suatu Perseroan Terbatas memang
tidak pernah diubah sejak sebelum terjadinya gugatan perdata ke pengadilan, maka
“Data Perseroan” yang sekalipun diterbitkan saat kini akan tetapi ternyata sekadar
menggambarkan “potret” keadaan Anggaran Dasar Perseroan pada saat terakhir
kalinya diubah dan berlaku hingga saat kini.
Contoh lainnya dari “bukti baru” yang sifatnya
dapat benar-benar terbit setelah putusan Kasasi terbit, ialah wujud skenario
sebagai berikut yang tidak jarang terjadi dalam praktik peradilan : Terbit
putusan tingkat Kasasi perkara Perdata yang telah “menolak” gugatan, semata
karena dalil adanya unsur “penipuan” dalam kontrak belum dibuktikan dengan
adanya putusan pidana yang telah berkekuatan hukum tetap. Lalu, terbitlah
putusan pidana yang telah inkracht
(berkekuatan hukum tetap) yang menyatakan betul bahwa Tergugat telah melakukan
tindak pidana penipuan terkait kontrak. Putusan Pidana itulah, yang tepatnya
dapat menjadi Novum dalam upaya Peninjauan Kembali perkara Perdata.
PEMBAHASAN:
Ambiguitas esensi “novum” dalam
perkara perdata, dapat kita jumpai sebagai dapat SHIETRA & PARTNERS ilustrasikan
lewat putusan Mahkamah Agung RI sengketa korporasi register Nomor 238
PK/Pdt/2014 tanggal 29 Oktober 2014, perkara antara PT. BERKAH KARYA BERSAMA
melawan Ny. SITI HARDIYANTI RUKMANA, dkk.
Pihak PT. BERKAH KARYA BERSAMA mengajukan
upaya hukum Peninjauan Kembali, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat
pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap
alasan-alasan peninjauan kembali tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan peninjauan
kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh
karena setelah meneliti dengan saksama memori peninjauan kembali dan kontra
memori peninjauan kembali dihubungkan dengan pertimbangan putusan Judex Juris
dalam tingkat kasasi dan putusan Judex Facti, dalam perkara aquo ternyata tidak
terdapat adanya kekhilafan Hakim dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa sengketa dalam
perkara a quo adalah tentang perbuatan melawan hukum dan bukan merupakan
sengketa mengenai hak berdasarkan Investment Agrement karena terdapat
pihak yang tidak terikat dengan Investment Agrement tersebut ikut digugat dalam
perkara a quo yang tidak terikat dengan perjanjian tersebut, sehingga tidak
termasuk pada ketentuan yang diatur dalam Investment Agrement tanggal 23
Agustus 2002;
“Perjanjian Investment Agreement
terjadi antara Penggugat dengan Tergugat I dan Turut Tergugat I, sedangkan
Tergugat II dan Turut Tergugat lainnya tidak terikat dengan isi perjanjian
tersebut, sehingga Pengadilan Negeri berwenang mengadili perkara a quo;
“Bahwa terbukti Para Tergugat
telah melakukan perbuatan melawan hukum sebagaimana telah dipertimbangkan oleh
Judex Facti (Pengadilan Negeri Jakarta Pusat) dan Judex Juris dengan tepat;
“Bahwa surat-surat bukti
Pemohon PK I s/d. PK IV semuanya dibuat pada tanggal 18 Oktober 2013 yaitu
setelah adanya putusan kasasi dalam perkara a quo (tanggal 2 Oktober 2013)
sehingga tidak bernilai sebagai novum yang menentukan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 67 (b) Undang-Undang Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009;
“Bahwa alasan Pemohon
Peninjauan Kembali lainnya merupakan pengulangan yang hanya mengenai perbedaan
pendapat antara Pemohon Peninjauan Kembali dengan Judex Facti (Pengadilan
Negeri) dan Judex Juris;
“Menimbang, bahwa berdasarkan
pertimbangan di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh
Pemohon Peninjauan Kembali: PT. BERKAH KARYA BERSAMA tersebut adalah tidak
beralasan sehingga harus ditolak;
“M E N G A D I L I :
“Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali
: PT. BERKAH KARYA BERSAMA, tersebut.”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR
dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi
Hery Shietra selaku Penulis.