ARTIKEL
HUKUM
Buruk wajah, jangan cermin
dibelah, demikian pepatah sejak lama mengingatkan kita. Karena itu jugalah,
jangan pernah mencoba-coba berbuat kejahatan, sebab apa yang telah menjadi
sejarah, maka sekali menorehkan sejarah kejahatan maka selamanya itu menjadi bagian
dari rekaman sejarah dan bagian dari fakta kebenaran itu sendiri yang tidak lagi
dapat dihapuskan. Reputasi menjadi penting, dan jangan salahkan calon pemberi
kerja bila mensyaratkan surat keterangan semacam “Surat Keterangan Catatan
Kepolisian” maupun melacak rekam-jejak para pelamar karena kita tentunya tidak
berminat untuk menerima kerja ataupun bekerja sama dengan para kriminil maupun
perusahaan yang pernah mendapat vonis bersalah sebagai Terpidana—alias tidak “beli
kucing dalam karung”, sebagaimana telah lazim dilakukan dalam suatu “legal due dilligence” kalangan pengusaha
manapun sebelum menjalin suatu kerja sama.
Baru-baru ini penulis mendapat
surat resmi dari kantor hukum di Surakarta bernama RICKY BUDHI HARTONO S.H., M.H.
& PARTNERS, yang mengaku sebagai kuasa hukum dari kliennya yang bernama IRAWAN
CHANDRA SUMAMPAUW, terkait CV. BIMA POLYPLAST, mencoba meminta penulis untuk
menghapus website yang penulis kelola dan asuh, seolah-olah penulis tidak memiliki
hak untuk melakukan eksaminasi terhadap putusan pengadilan yang merupakan “dokumen
milik publik”, terutama terhadap artikel hukum ulasan penulis yang menyangkut fakta-fakta
hukum perihal sang klien dari RICKY BUDHI HARTONO S.H., M.H. & PARTNERS. Sungguh
suatu permintaan yang terlampau “berlebihan” serta “naif” untuk dapat
dikabulkan. Mereka pikir siapa diri mereka, sehingga merasa berhak dan berani untuk tawar-menawar dengan penulis, bahkan menuduh penulis telah mencoreng reputasi sang pengusaha yang oleh pengadilan telah terbukti secara sah dan meyakinkan sebagai pemilik perusahaan yang MENCURI LISTRIK HINGGA MENCAPAI NILAI MILIARAN RUPIAH (putusan pengadilan tidak diajukan upaya hukum Banding, artinya disetujui dan diakui oleh yang bersangkutan)? Mereka hanyalah seorang KORUPTOR PEMILIK USAHA PENCURIAN LISTRIK MILIK NEGARA dan seorang PENGACARA KORUPTOR. Itukah yang layak dan patut disebut sebagai pengusaha (pemilik usaha) yang jujur dan bersih? Sungguh permintaan yang melanggar KESUSILAAN maupun KEPATUTAN, bila seorang koruptor hendak tampil atau menuntut agar di-citra-kan bak malaikat yang suci bersih (pengusaha MUNAFIK yang hendak CUCI TANGAN).
Bila semua penjahat menuntut
hal yang sama, maupun mereka yang secara serampangan mengajukan gugatan perdata
seolah tiada memiliki konsekuensi “membuka aib sendiri”, berspekulasi dengan upaya
hukum, lantas menuntut hal serupa untuk dihapus dari catatan sejarah ataupun
ulasan hukum oleh media peliput, sama artinya sang pengacara RICKY BUDHI
HARTONO S.H., M.H. & PARTNERS hendak menuntut penulis untuk menutup
permanen website ini maupun menutup permanen (baca : brendel) website publikasi
putusan pada official website Mahkamah
Agung RI, disamping menutup seluruh media cetak maupun media online yang diasuh
kalangan media peliput dan pers, disamping larangan terhadap kalangan akademisi
maupun mahasiswa yang menyusun karya tulis ilmiah hukum dari sumber studi kasus
untuk ditelaah dan dipublikasikan kepada publik.
RICKY BUDHI HARTONO S.H., M.H.
& PARTNERS mengklaim dan mengeluhkan pada penulis bahwa publikasi hukum yang
penulis asuh dalam website ini telah merugikan sang klien yang bernama IRAWAN
CHANDRA SUMAMPAUW, terkait CV. BIMA POLYPLAST, dengan kutipan keluhan sebagai
berikut: “... ternyata hal tersebut
berdampak kerugian kepada klien kami, karena oleh orang awam, termasuk mitra
bisnis Klien Kami beranggapan bahwa klien Kami terlibat dalam tindak pidana
tersebut diatas sehingga merusak kredibilitas Klien Kami dihadapan mitra-mitra
bisnisnya yang berdampak pula terhadap merosotnya kepercayaan kepada klien Kami
sebagai seorang pengusaha...”
Baru menjadi mengherankan, ketika RICKY BUDHI HARTONO S.H., M.H. &
PARTNERS alih-alih menyalahkan website dan publikasi Mahkamah Agung RI yang
juga mempublikasi putusan terkait IRAWAN CHANDRA SUMAMPAUW dan CV. BIMA
POLYPLAST, dirinya maupun klien-nya justru menyalahkan dan menunjuk ke hidung “penulis”
sebagai “aktor kejahatan” untuk “dikambing-hitamkan” terhadap tidak kredibelnya
diri bersangkutan—suatu tuduhan yang “salah alamat”, karena sumber data putusan
yang penulis himpun dan sajikan kepada publik bersumber dari website remi Mahkamah
Agung RI itu sendiri, yang mana sayangnya secara parsial RICKY BUDHI HARTONO
S.H., M.H. & PARTNERS hanya menunjuk “hidung” penulis sebagai pelakunya—yang
tentunya secara implisit melecehkan harkat dan martabat profesi penulis, yang
sebagai konsekuensinya penulsi tafsirkan sebagai tantangan terbuka bagi penulis
untuk melakukan pertarungan hukum terhadap yang bersangkutan beserta klien-nya.
Menjadi mengherankan, ketika RICKY BUDHI HARTONO S.H., M.H. &
PARTNERS membuat kalimat blunder-akrobatik berikut dalam surat resminya kepada
penulis : “...tanpa bermaksud menyalahkan
isi serta amar putusan pengadilan tersebut, ...”. Lantas, atas dasar
apa dirinya justru hendak menyalahkan pihak penulis yang hanya sekadar
mengutip isi putusan yang dibentuk oleh Majelis Hakim dalam pertimbangan
hukum yang dibaca pada persidangan yang terbuka untuk umum, selayaknya kalangan
profesional wartawan yang sekadar meliput dan menuangkannya dalam bentuk media
tertulis, dengan kutipan substansi putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo register
Nomor 222/Pid.Sus/2015/PN.Skh tanggal 08 Juni 2016, dimana yang menjadi Para
Terdakwa ialah CV. BIMA POLYPLAST (Terdakwa I) bersama IRAWAN ANDRY SUMAMPAUW (Terdakwa
II) dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan sebagai berikut:
“Menimbang bahwa berdasarkan
Fakta Hukum yang terungkap di perisidangan bahwa terungkapnya dugaan bahwa CV.
BIMA POLYPLAST II (Pabrik II) telah menggunakan daya tenaga listrik secara
tanpa hak dan melawan hukum adalah dengan rangkaian kejadian sebagai berikut:
1. Bahwa awal mulanya pada bulan Maret 2013 Saksi SULI ANDRIYANI, Saksi
EDI KARSONO, Saksi AGUS BUDIASTO dan Saksi UMAR KHANDAM yang tergabung dalam
Tim Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL) atas perintah Saksi PURWADI
selaku Manager PT PLN (Persero) Area Surakarta dengan didampingi petugas
Kepolisian dari Polsek Grogol telah melakukan Penertiban Pemakaian Tenaga
Listrik (P2TL) di CV. BIMA POLYPLAST I (Pabrik I) yang dimiliki oleh
sdr. IRAWAN CHANDRA SUMAMPAUW yang berlokasi di Arak-arak pinggir Kecamatan
Grogol Kabupaten Sukoharjo, sebagaimana tercantum dalam Berita Acara Hasil
Temuan Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL) Nomor 000616 tanggal 20 Maret
2013 bahwa yaitu pada sambungan listrik dengan ID Pelanggan Nomor ... An.
Irawan Handy Sumampauw dengan hasil temuan:
2. Bahwa CV BIMA POLYPLAST I (Pabrik I) yang dibawah manajemen yang
dipimpin oleh IRAWAN CHANDRA SUMAMPAUW (yang merupakan Kakak Terdakwa)
yang berlokasi di Arak-arak pinggir Kecamatan Grogol Kabupaten Sukoharjodengan
ID Pelanggan Nomor ... An. IRAWAN HANDY SUMAMPAUW telah menyelesaikan
pembayaran Tagihan Susulan sebesar Rp. 3.200.000.000,00 maka hasil temuan team
P2TL telah ditindak lanjuti dan selesai untuk Pabrik I tanpa perlu menggunakan
proses hukum;
“M E N G A D I L I :
1. Menyatakan Terdakwa I. CV BIMA POLYPLAST II dan Terdakwa Pengurus
IRAWAN ANDRY SUMAMPAUW masing-masing telah terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “MENGGUNAKAN TENAGA LISTRIK YANG
BUKAN HAKNYA SECARA MELAWAN HUKUM”;
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa I. CV BIMA POLYPLAST II berupa denda
sebesar Rp. 1.114.130.088 (satu milliar seratus empat belas juta seratus tiga
puluh ribu delapan puluh delapan rupiah), dengan ketentuan apabila denda
tersebut tidak dibayar dalam waktu 1 (satu) tahun maka memerintahkan kepada PT.
PLN (Persero) Area Surakarta untuk melakukan pemutusan sambungan arus listrik
ke CV. BIMA POLYPLAST II;
3. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Pengurus IRAWAN ANDRY SUMAMPAUW dengan
pidana penjara selama 3 (tiga) bulan.”
Publikasi pada website penulis telah mencantumkan secara imparsial, namun
secara utuh menyertakan pula keterangan bahwa “CV BIMA POLYPLAST I (Pabrik I) yang dibawah manajemen yang dipimpin
oleh IRAWAN CHANDRA SUMAMPAUW (yang merupakan Kakak Terdakwa) yang
berlokasi di Arak-arak pinggir Kecamatan Grogol Kabupaten Sukoharjodengan ID
Pelanggan Nomor ... An. IRAWAN HANDY SUMAMPAUW telah menyelesaikan pembayaran
Tagihan Susulan sebesar Rp. 3.200.000.000,00 maka hasil temuan team P2TL telah
ditindak lanjuti dan selesai untuk Pabrik I tanpa perlu menggunakan proses
hukum”, sehingga menjadi mengherankan ketika yang bersangkutan
masih juga mempermasalahkan dan menuntut hal yang menurut penulis terlampau “berlebihan”. Namun, fakta hukumnya tetap saja, apapun dalil dari yang bersangkutan, CV. BIMA
POLYPLAST terbukti merupakan kriminil dimana pemilik badan usaha kriminal pencurian listrik yang merugikan negara senilai miliaran rupiah tersebut dimiliki oleh IRAWAN CHANDRA
SUMAMPAUW.
Sebagai contoh lainnya, ketika kita mengetikkan nama “IRAWAN CHANDRA
SUMAMPAUW” maupun “CV. BIMA POLYPLAST” pada mesin pencarian di browser website
internet maupun pada website Mahkamah Agung RI, maka kita akan menemukan
website resmi Mahkamah Agung RI berisi informasi hukum yang tidak berbeda dengan
ulasan penulis dalam website ini, sehingga menjadi aneh bila secara parsial
pihak RICKY BUDHI HARTONO S.H., M.H. & PARTNERS maupun kliennya IRAWAN
CHANDRA SUMAMPAUW, menunjuk “hidung” kami sebagai satu-satunya pihak yang
paling bertanggung-jawab atas apa yang terjadi pada pihak IRAWAN CHANDRA
SUMAMPAUW. Buruk wajah, atau karena memang tidak mampu berbisnis secara layak
dan memadai, tidak etis bila yang bersangkutan hendak “membelah cermin” serta “mengkambing-hitamkan”.
Dalam akhir surat resminya, RICKY BUDHI HARTONO S.H., M.H. & PARTNERS
meminta agar artikel yang penulis publikasikan berjudul “Tindak Pidana Korporasi, Perusahaan & Pengurus Dihukum secara
Kolektif” yang isinya tercantum nama Klien bersangkutan, meski sejatinya
penulis hanya sekadar MENGUTIP ISI AMAR PUTUSAN SEBAGAIMANA DIBACAKAN
HAKIM SEBAGAI PERTIMBANGAN HUKUMNYA DI PENGADILAN, karena dinilai yang
bersangkutan merugikan kepentingan klien-nya. Mengapa tidak sekalian saja,
meminta penulis untuk menghapus seluruh isi website profesi penulis ini, agar
tidak mendiskriminasi pihak-pihak lain yang juga disebut-sebut namanya dalam
putusan pengadilan sebagaimana juga dipublikasikan dalam website resmi Mahkamah
Agung RI?
Praktis, terhadap permintaan yang terlampau berlebihan dari RICKY BUDHI
HARTONO S.H., M.H. & PARTNERS yang mengatasnamakan kepentingan kliennya, IRAWAN
CHANDRA SUMAMPAUW, penulis seketika tanggapi bahwa permintaannya “SALAH ALAMAT”,
karena semestinya keluhan dan komplain dialamatkan kepada para Terdakwa yang
telah terbukti bersalah sebagai “causa prima”-nya, serta sumber data yang
penulis himpun dan peroleh dari putusan yang dipublikasikan dari website resmi Mahkamah
Agung RI, bukan justru “mengkambing-hitamkan” pihak penulis.
Putusan pengadilan, merupakan Akta Otentik, dimana sifat putusan
pengadilan ialah sebagai dokumen milik publik yang wajib dibuka bagi umum sebagaimana
amanat Undang-Undang Keterbukaan Informasi, dimana juga sifatnya ialah “erga omnes”, yang mana dibacakan pada
sidang yang terbuka bagi umum sehingga dapat diakses secara umum, tidak
terkecuali untuk diliput dan diwarta-beritakan, sehingga menjadi tidak wajar
bila penulis masih harus memberikan kuliah pada sang pengacara mengenai sifat “erga omnes” sebuah putusan pengadilan
dan perihal apa itu makna “erga omnes”.
Semestinya sang pengacara memberi edukasi kepada kliennya, bahwa TERDAPAT
PERBEDAAN ANTARA MENCEMARKAN NAMA BAIK DAN MENCEMARKAN NAMA SENDIRI. Nama yang
sudah rusak dari sejak awal, apanya lagi yang hendak dicemarkan oleh pihak lain?
Sejarah tetaplah sejarah. Salah siapakah, bila klien dari sang pengacara
masuk kembali menjadi pengurus suatu badan usaha yang pernah divonis bersalah sebagai
narapidana? Tiada satupun publikasi pada website yang penulis asuh ini, yang
menyatakan bahwa “IRAWAN CHANDRA SUMAMPAUW adalah seorang Terdakwa ataupun
narapidana”. Lantas, dimanakah letak keberatan dari yang bersangkutan? Apakah
membuka fakta, adalah pencemaran nama baik—Jika memang demikian, lantas
siapakah yang sejatinya sedang mencemarkan, dan siapa mencemarkan nama siapa?
Sebagai penutup jawaban, penulis mengajukan TANTANGAN BALIK kepada sang
pengacara dari IRAWAN CHANDRA SUMAMPAUW, RICKY BUDHI HARTONO S.H., M.H. &
PARTNERS, untuk mengajukan gugatan perdata ataupun tuntutan pidana terhadap
penulis. Permintaan yang bersangkutan dapat menjadi preseden buruk bila
dikabulkan, karena memang tidak sedikit pihak-pihak yang mencoba meminta hal
yang sama kepada penulis—sekalipun mereka menang dalam gugatan, semisal
kalangan pekerja / buruh yang memenangkan gugatan terhadap perusahaan tempatnya
dahulu bekerja, sekalipun menang gugatan namun kemudian mereka mendapati diri mereka
sukar mendapat pekerjaan baru, semata karena telah “membuka aib sendiri” kepada
publik dan kepada calon pemberi kerja lainnya, dimana juga tentunya atas
kontribusi sang pengacara yang tidak pernah memberi edukasi pada kliennya
sendiri tentang resiko demikian.
Sebagaimana kita ketahui, segala sesuatu ada konsekuensinya. Anda
mewakili klien menggugat, sejatinya ANDA SEDANG MERUSAK NAMA KLIEN ANDA SENDIRI.
Betul, itu bukan urusan Anda selama Anda menerima fee maupun success fee pengacara.
Berani berbuat, menjadi sejarah, maka Anda harus berani bertanggung jawab. Dengan
demikian, RICKY BUDHI HARTONO S.H., M.H. & PARTNERS telah menerapkan “standar
berganda”, dimana dirinya sebagai pengacara mewakili kliennya mengajukan
gugatan, yang sejatinya sedang “membuka aib sendiri” milik sang klien. Lantas,
kini, dirinya menuntut pihak lain untuk “menutupi aib sang klien”. Itulah yang
penulis sebut sebagai permintaan dengan “standar ganda”—suatu wajah yang saling
kontradiktif yang selalu dimainkan sesuai kepentingan sang kalangan pengacara
kita di Tanah Air, yang tentunya tidak dapat kita benarkan praktik-praktik “standar
berganda” demikian.
Bila untuk urusan listrik saja melakukan PENCURIAN (KORUPSI) hingga miliaran rupiah, maka bagaimana dengan hal-hal lainnya di tengan pengusaha satu ini dan pengacaranya yang justru memuliakan perilaku kriminil? Korupsi uang negara senilai miliaran rupiah, hanya diganjar hukuman pidana kurungan percobaan? Mungkin buron Djoko Tjandra akan iri hati bila mengetahui betapa rendahnya hukuman pidana bagi pelaku PENCURIAN (KORUPSI) listrik negara senilai miliaran rupiah ini. Pencuri sandal dihakimi bakar hidup-hidup hingga mati, namun koruptor diberi hukuman demikian rendah, masih juga PROTES dan ingin tampak bak MALAIKAT SUCI JUJUR!? Sebagaimana namanya, KORUPTOR, TIDAK PERNAH KENAL PUAS DAN TIDAK PUNYA MALU. Bahkan, mungkin masih juga menuntut agar dimasukkan ke surga, seolah Tuhan dapat disuap dengan segala puja-puji ataupun uang.
Sang “pengacara koruptor”, RICKY BUDHI HARTONO S.H., M.H. & PARTNERS,
kembali mengganggu penulis dengan permintaannya yang kekanakan dan diluar
kesusilaan ataupun kepatutan sekalipun berulang-kali telah penulis tolak
permintaannya yang melanggar kesusilaan demikian, mengemis-ngemis agar penulis : “...memBLOCK nama klien kami IRAWAN CHANDRA
SUMAMPOUW pada artikel pada situs yang Bapak tayangkan (dengan tidak perlu
menurunkan unggahan), mengingat salah satu tujuan hukum adalah KEMANFAATAN.”
Terpaksa penulis membuat pesan balasan sebagai berikut : “Kepada yang tidak patut dihormati, Saudara Ricky
Hartono, pengacara KORUPTOR PENCURI LISTRIK YANG MERUGIKAN UANG NEGARA DAN
RAKYAT. Tujuan hukum kemanfaatan, betul. Namun bagi SIAPA? Anda itu
bajingan rupanya ya, saudara Ricky Budie Hartono. Masih juga mengganggu waktu
saya untuk SAMPAH klien anda yang KORUPTOR ITU! Masih untung saya tidak menulis
nama klien anda sebagai KORUPTOR YANG MERUGIKAN UANG RAKYAT. Jika saya
tidak mau tutupi BOROK klien anda, anda mau apa? SAYA TANTANG ANDA, PENGACARA
TIDAK PUNYA ETIKA, MUSUH RAKYAT, PEMBELA KORUPTOR! Menurut anda, menjadi
pengacara koruptor macam klien anda itu, turut masuk neraka atau masuk surga
bersama klien anda? Saya menjadi pembela pihak RAKYAT yang hak-haknya
dirampas oleh klien anda. Jika PLN klien anda tidak diinvestigasi, bisa
jadi klien anda sekarang MENIKMATI MILIARAN RUPIAH UANG RAKYAT. Sebenarnya,
klien anda kena UU Tipikor jika jaksa menerapkan UU Tipikor. Sebagai
pemilik CV, klien anda tentu menikmati keuntungan dari perbuatan ilegal KORUPSI
demikian. Karena anda terus kurang hajar terhadap saya, membuat permintaan
konyol hendak MENUTUPI BOROK KORUPTOR BUSUK YANG LEBIH BUSUK DARI TIKUS GOT,
SEMATA KARENA ANDA DIBAYAR FEE DARI UANG KOTOR HASIL KORUPSI, berikut saya
ungkap semua FAKTA ini ke website saya. Silahkan anda nikmati hasilnya, dan
jika anda menantang lagi, akan saya buka lebih banyak lagi fakta tentang klien
anda, termasuk anda, karena anda mati-matian membela KORUPTOR! https://www.hukum-hukum.com/2020/07/permintaan-yang-terlampau-berlebihan.html.
Kini, saya menantang bukan hanya klien anda yang kurang hajar ini, namun juga
ANDA! YOU ASKED FOR IT.”
Berhubung “pengacara koruptor”, RICKY BUDHI HARTONO S.H., M.H. &
PARTNERS, terus saja mengganggu waktu penulis untuk permintaannya yang
melanggar kesusilaan maupun kepatutan sekalipun penulis telah mengingatkan dirinya bahwa penulis dapat saja membuat artikel tambahan ini bila tetap diganggu oleh permintaan KONYOL demikian, berikut penulis ungkap kepada publik
apa yang sebenarnya terjadi secara yuridis formil. Fakta hukumnya, CV. BIMA
POLYPLAST terbukti merupakan badan usaha kriminil dimana pemilik
badan usaha kriminal pencurian listrik yang merugikan negara senilai miliaran
rupiah tersebut dimiliki oleh IRAWAN CHANDRA SUMAMPAUW—saat “tempus delicti” terjadi, IRAWAN CHANDRA
SUMAMPAUW adalah “sekutu pasif” CV. BIMA POLYPLAST yang semestinya paling
menikmati uang hasil kejahatan sebagai pemilik badan usaha, bukan “sekutu
aktif” CV. BIMA POLYPLAST (Terdakwa adik dari IRAWAN CHANDRA SUMAMPAUW yang
hanya menerima sejumlah gaji bulanan). Artinya:
1. Terdakwa adik dari IRAWAN
CHANDRA SUMAMPAUW melakukan perbuatan korupsi berupa pencurian listrik hingga
miliaran rupiah, adalah dalam rangka bukan untuk menguntungkan diri sendiri sang
adik yang menjadi Terdakwa, namun untuk keuntungan CV. BIMA POLYPLAST yang
dimiliki oleh IRAWAN CHANDRA SUMAMPAUW, sehingga yang pada muaranya
paling menikmati uang hasil kejahatan (pencurian serta korupsi) ini ialah IRAWAN
CHANDRA SUMAMPAUW selaku pemilik CV. BIMA POLYPLAST;
2. Mustahil perilaku pencurian
listrik yang mencapai miliaran rupiah dilakukan oleh Terdakwa adik dari IRAWAN
CHANDRA SUMAMPAUW tanpa sepengetahuan ataupun tanpa seizin dari IRAWAN CHANDRA
SUMAMPAUW, karena pastilah ada laporan tahunan dan laporan pertanggung-jawaban
pengurus sekutu aktif kepada sekutu pasif terkait modal usaha dan laba hasil
usaha badan usaha, dimana semestinya dapat terbaca dalam laporan keuangan, MENGAPA TIDAK ADA KOMPONEN BIAYA TAGIHAN LISTRIK SENILAI MILIARAN RUPIAH SEBAGAI PASSIVA / LIABILITY? Menurut psikologi kewajaran perilaku aksi korporasi, Tiada
untungnya bagi adik dari IRAWAN CHANDRA SUMAMPAUW melakukan perilaku ilegal
seperti korupsi listrik negara demikian, karena bukanlah adik dari IRAWAN
CHANDRA SUMAMPAUW selaku pemilik CV. BIMA POLYPLAST. Sehingga, bisa jadi
adik dari IRAWAN CHANDRA SUMAMPAUW hanya menjadi “kambing hitam” yang
ditumbalkan / dikorbankan demi menutupi kejahatan yang dilakukan / di-otak-i
oleh pemilik dari CV. BIMA POLYPLAST;
3. Mungkin IRAWAN CHANDRA
SUMAMPAUW berpikir bahwa korupsi ialah “iseng-iseng berhadiah”, bilamana
investigator PLN tidak melakukan penyelidikan terhadap meteran listrik, maka
dapat dipastikan terjadi kerugian uang negara yang MENGUNTUNGKAN PIHAK PEMILIK CV.
BIMA POLYPLAST [Putusan Mahkamah Konstitusi RI, kekayaan negara yang
dipisahkan, tidak terkecuali keuangan BUMN/D maupun Perum seperti PT. PLN, termasuk
sebagai “keuangan negara” yang mana pelakunya yang merugikan “keuangan negara”
dapat dijerat dengan Undang-Undang Tindak pidana korupsi (Tipikor)]. Contoh : buronan pelaku pembobolan Bank BNI, Maria Pauline Lumowa, disebut sebagai KORUPTOR dan dapat dijerat PASAL TIPIKOR, karena Bank BNI merupakan BUMN, ataupun seperti buronan Djoko Tjandra KORUPTOR hak tagih Bank Bali yang dibantu pengacaranya merekam e-KTP dengan karpet-merah. Bila ternyata
diketahui dan tertangkap-tangan korupsi listrik yang merugikan keuangan negara
hingga miliaran rupiah, maka sang adik dari IRAWAN CHANDRA SUMAMPAUW yang akan
di-TUMBAL-kan sebagai “bumper” karena didudukkan sebagai “sekutu aktif” CV.
BIMA POLYPLAST;
4. Bila Jaksa Penuntut Umum
turut mendakwa IRAWAN CHANDRA SUMAMPAUW dengan pasal-pasal Undang-Undang Tipikor
jo. Surat Edaran Mahkamah Agung tentang
Tindak Pidana Korporasi, maka dapat dipastikan pihak-pihak yang turut
menikmati dana hasil korupsi akan turut diseret sebagai Terdakwa bersama
pelaku utamanya, alias adik IRAWAN CHANDRA SUMAMPAUW bersama IRAWAN CHANDRA
SUMAMPAUW akan bersama-sama mendekam di penjara, TANPA HUKUMAN “PIDANA
PERCOBAAN” SEKALIPUN KERUGIAN NEGARA TELAH DIKEMBALIKAN. Pemilik perusahaan wajib CURIGA, dana senilai miliaran rupiah tersebut (uang yang tidak sedikit) adalah keuntungan yang bersumber dari mana, sementara tiada laporan tagihan biaya listrik kedua pabrik perusahaan yang sifatnya rutin semestinya sebagaimana bulan-bulan sebelumnya?;
5. Saking serakahnya CV. BIMA
POLYPLAST yang dimiliki IRAWAN CHANDRA SUMAMPAUW, sekalipun hukuman pidana
di Pengadilan Negeri telah demikian rendah (sehingga tidak heran CV. BIMA
POLYPLAST tidak mengajukan upaya hukum banding, yang artinya juga TIDAK
MEMBANTAH PERTIMBANGAN HUKUM MAJELIS HAKIM YANG MENYATAKAN IRAWAN CHANDRA
SUMAMPAUW SEBAGAI PEMILIK USAHA ILEGAL CV. BIMA POLYPLAST YANG KINI HENDAK
DI-BUNGKAM OLEH RICKY BUDHI HARTONO S.H., M.H. & PARTNERS), karena Terdakwa
adik dari IRAWAN CHANDRA SUMAMPAUW hanya diganjar dengan hukuman “pidana
percobaan”, namun masih juga menuntut agar rekam jejak kejahatannya yang telah
MENGKORUPSI UANG NEGARA agar dihapus seolah menjelma “pengusaha suci” yang
jujur dan tidak pernah korupsi;
6. IRAWAN CHANDRA SUMAMPAUW,
maupun CV. BIMA POLYPLAST dan pengacaranya, RICKY BUDHI HARTONO S.H., M.H.
& PARTNERS, tidak mau menyadari, betapa telah beruntungnya mereka, bahwa IRAWAN
CHANDRA SUMAMPAUW tidak turut dipidana penjara sebagai KORUPTOR, dan hukuman
pidana Pengadilan Negeri telah demikian RENDAH, masih juga mengklaim penulis telah
mencemarkan nama baik klien sang “pengacara koruptor” yang merupakan KORUPTOR,
dan kini hendak menuntut lebih banyak lagi dengan agar dirinya di-“sulap”
menjelma pengusaha bersih, suci, teladan, murni, jujur, beretika, innocence,
tidak bersalah, lugu, baik hati, murah hati, dermawan, bereputasi baik, tanpa
cacat cela, lurus, moralis, sekalipun sejatinya adalah KORUPTOR—itulah FAKTA
HUKUM PALING UTAMA yang kini penulis ungkap kepada publik, berkat permintaan RICKY
BUDHI HARTONO S.H., M.H. & PARTNERS.
Artikel hasil dari waktu yang penulis luangkan untuk mengetik ini, merupakan
/ sebagai buah akibat perilaku RICKY BUDHI HARTONO S.H., M.H. & PARTNERS, ketika
“koruptor” mencoba menutupi jejak rekam kejahatan dan kebusukannya dengan
menggunakan sebuah badan usaha berbentuk CV, bahkan merugikan “uang negara
(milik rakyat)” senilai miliaran rupiah, namun juga masih bersikukuh
hendak tampil bak “orang suci”, bahkan memperkeruh keadaan dengan memakai “pengacara
koruptor” semacam RICKY BUDHI HARTONO S.H., M.H. & PARTNERS, maka akhirnya
terbit ulasan tambahan ini—sekali lagi, berkat RICKY BUDHI HARTONO S.H., M.H.
& PARTNERS yang disewa oleh IRAWAN CHANDRA SUMAMPAUW itu sendiri untuk
mencoba mengintimidasi dan mendikte publikasi penulis atas FAKTA HUKUM YANG
MENJADI HAK PUBLIK, lengkap dengan segala tuduhannya yang dialamatkan kepada penulis seolah-oleh penulis yang telah mencemarkan nama BURUK milik klien sang pengacara, sekalipun sudah dari sejak semula nama klien sang pengacara adalah buruk adanya. Mencemarkan nama sendiri dengan KORUPSI mencuri listrik negara hingga miliaran rupiah pada berbagai pabrik milik sang pengusaha KORUP, lantas penulis yang hendak dipersalahkan.
Secara pribadi, penulis menantang baik IRAWAN CHANDRA SUMAMPAUW sang
pemilik yang menikmati usaha ilegal kriminal CV. BIMA POLYPLAST, maupun pengacaranyayang lebih berpihak pada
KORUPTOR ketimbang membela hak-hak rakyat, RICKY BUDHI HARTONO S.H., M.H. &
PARTNERS, untuk menggugat ataupun melaporkan pidana atas publikasi yang berisi
FAKTA-FAKTA hukum ini. Secara moral etika dan kepatutan, maupun asas KEPASTIAN
HUKUM dan KEADILAN, tidak terkecuali, maka penulis telah berulang-kali
MENANTANG sang “pengacara koruptor”, RICKY BUDHI HARTONO S.H., M.H. &
PARTNERS, untuk membela mati-matian dan secara membuta bagi kliennya yang
menikmati atau setidaknya mencoba dan telah merugikan “keuangan negara”
(sekalipun dikembalikan karena “tertangkap tangan” OTT, meski senyatanya pabrik
keduanya dihukum pidana), untuk “duel hukum” dengan penulis yang memposisikan diri
sebagai PEMBELA KEPENTINGAN SERTA HAK-HAK RAKYAT ATAS APA YANG MENJADI
INFORMASI PUBLIK SEBAGAIMANA AKTA OTENTIK BERUPA PUTUSAN PENGADILAN YANG COBA
DIBUNGKAM OLEH SANG PENGACARA KORUPTOR, RICKY BUDHI HARTONO S.H., M.H. &
PARTNERS. Sekali lagi, you asked for it. Bila untuk urusan listrik saja melakukan PENCURIAN (KORUPSI) hingga miliaran rupiah, maka bagaimana dengan hal-hal lainnya di tengan pengusaha satu ini dan pengacaranya yang justru memuliakan perilaku kriminil? Korupsi uang negara senilai miliaran rupiah, hanya diganjar hukuman pidana kurungan percobaan? Mungkin buron Djoko Tjandra akan iri hati bila mengetahui betapa rendahnya hukuman pidana bagi pelaku PENCURIAN (KORUPSI) listrik negara senilai miliaran rupiah ini. Pencuri sandal dihakimi bakar hidup-hidup hingga mati, namun koruptor diberi hukuman demikian rendah, masih juga PROTES dan ingin tampak bak MALAIKAT SUCI JUJUR!? Sebagaimana namanya, KORUPTOR, TIDAK PERNAH KENAL PUAS DAN TIDAK PUNYA MALU. Bahkan, mungkin masih juga menuntut agar dimasukkan ke surga, seolah Tuhan dapat disuap dengan segala puja-puji ataupun uang.