Kuorum Rapat Umum Pemegang Saham Tidak Tercapai, Penetapan Pengadilan, serta Perihal Ketentuan Minimum Voting

LEGAL OPINION
Syarat Minimum Jumlah Suara dalam Voting, sebagai Instrumen Hukum Perlindungan Hukum bagi Pemegang Saham Minoritas
Question: JIka RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) mengalami kebuntuan bukan karena “deadlock”, namun karena jumlah pemegang saham (dengan “hak suara”) tidak pernah lengkap untuk memenuhi jumlah kuorum minimum pemegang saham agar forum RUPS dapat dibuka dan dilangsungkan, maka dapat dimintakan RUPS “ulangan” kedua dengan jumlah minimum kuorum yang lebih kecil atau bahkan mengajukan (permohonan) ke pengadilan agar diizinkan menyelenggarakan RUPS dengan jumlah minimum kuorum yang lebih kecil lagi (untuk RUPS “ulangan” ketiga).
Permasalahan yang sering terjadi, bagaimana jika selama ini tidak pernah ada masalah dengan “kuorum” karena para pemegang saham semuanya selalu hadir, bahkan hadir dengan lengkap seluruhnya, namun saat membahas mata acara yang menjadi agenda RUPS selalu mengalami jalan buntu untuk membuat keputusan karena tidak memenuhi jumlah minimum aturan perihal “voting”.
Pertanyaannya, apa bisa minta penetapan ke pengadilan, agar diberi izin oleh pengadilan untuk menyelenggarakan RUPS “ulangan” dengan jumlah syarat minimum perolehan suara dalam “voting” ditetapkan lebih kecil daripada apa yang sudah diatur oleh Undang-Undang Perseroan Terbatas, sehingga RUPS dapat dibuka kembali dan menghasilkan keputusan, tidak selalu terbentur pada kondisi “deadlock” setiap kali RUPS diadakan, karena para pemegang saham saling bersikukuh satu sama lain? Praktis, tidak pernah ada keputusan sah dari RUPS sampai sejauh ini yang dapat menentukan arah gerak perusahaan yang seolah terombang-ambing tanpa arah yang jelas, dahulu aktif beroperasi kini menjadi seperti mati suri.
Brief Answer: Pada falsafahnya, “deadlock”-nya RUPS memang dapat mengakibatkan “mati surinya” roda operasional perseroan, karena tiada “mandat” maupun program kerja yang dapat diberikan kepada Direksi maupun Dewan Komisaris yang juga menjadi Organ dari Perseroan Terbatas. Bisa kita analogikan, bila RUPS menyerupai parlemen, Direksi adalah eksekutif, dan Dewan Komisaris adalah pengawas dari apa yang telah digariskan oleh parlemen. Layaknya suatu negara, tidak dapat berfungsi secara efektif ketika salah satu lembaga “Trias Politica”-nya vakum ataupun absen.
“Mandek”-nya parlemen, mengakibatkan fungsi legislasi maupun budgeting suatu organisasi menjadi “tumpul”. Karena itulah, Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas mengenal “escape clause” dari suatu “kebuntuan” demikian, lewat diaturnya mekanisme “RUPS (ulangan) Kedua”, “RUPS (ulangan) Ketiga”, dan seterusnya, baik dengan eksplisit diaturnya norma dalam pasal-pasal yang menurunkan syarat minimum “kuorum” maupun ditetapkan oleh Pengadilan Negeri.
Namun pada sisi lain, jika masalah “buntu”-nya penyelenggaraan RUPS bukan diakibatkan oleh tidak terpenuhinya syarat minimum dalam “kuorum”, semisal para pemegang saham selalu hadir setiap kali diundang dalam RUPS, namun kemudian terbentur dalam syarat minimum dalam “voting” diakibatkan suara yang dikeluarkan oleh para pemegang saham dengan “hak suara” dalam forum rapat tidak secara bulat menyetujui suatu usul atau rencana yang dikemukakan sebagaimana agenda acara, maka itulah yang disebut sebagai “deadlock”.
Perlu dipahami, bahwa Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas TIDAK membuka peluang diturunkannya syarat minimum jumlah dalam “voting”, namun hanya mengakomodasi kemungkinan untuk diturunkannya syarat minimum jumlah “kuorum”. Tujuannya, atau latar belakangnya, tidak lain demi melindungi kepentingan “pemegang saham minoritas”—dimana pada saat itulah pihak “pemegang saham minoritas” memiliki “bargaining power” alias “daya tawar” untuk bernegosiasi ketika berhadapan dengan dominasi ataupun hegemoni “pemegang saham mayoritas”.
Kondisi RUPS yang selalu menemui “deadlock” ketika masuk dalam acara “voting”, sekalipun forum RUPS dikuasai oleh “pemegang saham mayoritas”, pada gilirannya akan mendesak dan mendorong pihak “pemegang saham mayoritas” demi kepentingannya untuk bersedia bersikap “kompromistis”—dalam pengertian bersedia untuk saling “mundur satu langkah” sehingga tercipta “win win solution” (amicable solution). Terbenturnya pada aturan minimum jumlah suara dalam “voting” yang tidak diberi ruang untuk diturunkan oleh undang-undang, tidak lain untuk meningkatkan daya tawar bagi “pemegang saham minoritas” ketika bernegosiasi dengan para “pemegang saham mayoritas”.
Sehingga, dapat dikatakan pula, falsafah dibalik pengaturan norma perihal “kuorum” yang dapat ditoleransi dalam “RUPS (ulangan) Kedua” ataupun “RUPS (ulangan) Ketiga”, ialah agar RUPS dapat terselenggara. Namun, falsafah dibalik syarat minimum jumlah “voting” yang tidak dapat ditoleransi dalam setiap kesempatan diselenggarakan RUPS, merupakan bentuk perlindungan hukum (negara) bagi kepentingan “pemegang saham minoritas”.
Dengan kata lain, ketentuan limitatif-imperatif perihal syarat jumlah minimum “voting” yang tidak dapat diturunkan besaran persentasenya dalam setiap penyelenggaraan RUPS, sejatinya merupakan “safety nett” alias “jaring pengaman” bagi kepentingan “pemegang saham minoritas”—sehingga, pihak “pemegang saham mayoritas” tidak menjelma “predator” bagi sesama pemegang saham.
PEMBAHASAN:
Argumentasi SHIETRA & PARTNERS bukan tiada memiliki dasar hukum yang relevan mengaturnya, bahkan telah secara eksplisit Undang-Undang Perseroan Terbatas tidak memberi ruang penurunan syarat minimum jumlah “voting” sekalipun untuk “RUPS (ulangan) Kedua”, Ketiga, dan seterusnya. Artinya, syarat jumlah minimum dalam “voting” adalah tetap, tanpa penurunan, dan tidak dapat diturunkan sekalipun untuk “RUPS (ulangan) Kedua”, maupun penetapan pengadilan dalam rangka “RUPS (ulangan) Ketiga”.
Bahkan, Undang-Undang Perseroan Terbatas secara tersurat hanya memberi ruang penetapan pengadilan untuk menyelenggarakan RUPS dengan hanya menurunkan syarat minimum jumlah “kuorum” semata, BUKAN untuk memohon agar diturunkannya syarat jumlah minimum dalam “voting”, sebagaimana tertuang dalam norma-norma imperatif-limitatif, sebagaimana dihimpun oleh SHIETRA & PARTNERS berikut:
UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS
Pasal 86
(1) RUPS dapat dilangsungkan jika dalam RUPS lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali Undang-Undang dan/atau anggaran dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar.
(2) Dalam hal kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, dapat diadakan pemanggilan RUPS kedua.
(3) Dalam pemanggilan RUPS kedua harus disebutkan bahwa RUPS pertama telah dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum.
(4) RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam RUPS paling sedikit 1/3 (satu pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali anggaran dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar.
(5) Dalam hal kuorum RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak tercapai, Perseroan dapat memohon kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan atas permohonan Perseroan agar ditetapkan kuorum untuk RUPS ketiga.
[Note SHIETRA & PARTNERS : Sehingga telah secara eksplisit, pembentuk Undang-Undang hanya memberi ruang penurunan syarat minimum “kuorum” semata untuk ditetapkan oleh pengadilan, bukan menurunkan syarat minimum “voting”.]
(6) Pemanggilan RUPS ketiga harus menyebutkan bahwa RUPS kedua telah dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum dan RUPS ketiga akan dilangsungkan dengan kuorum yang telah ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri.
(7) Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai kuorum RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap.
(8) Pemanggilan RUPS kedua dan ketiga dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum RUPS kedua atau ketiga dilangsungkan.
(9) RUPS kedua dan ketiga dilangsungkan dalam jangka waktu paling cepat 10 (sepuluh) hari dan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari setelah RUPS yang mendahuluinya dilangsungkan.
Penjelasan Resmi Pasal 86
Ayat (1) : Penyimpangan atas ketentuan pada ayat ini hanya dimungkinkan dalam hal yang ditentukan Undang-Undang ini. Anggaran dasar tidak boleh menentukan kuorum yang lebih kecil daripada kuorum yang ditentukan oleh Undang-Undang ini.
Ayat (2) : Dalam hal kuorum RUPS pertama tidak tercapai, rapat harus tetap dibuka dan kemudian ditutup dengan membuat notulen rapat yang menerangkan bahwa RUPS pertama tidak dapat dilanjutkan karena kuorum tidak tercapai dan selanjutnya dapat diadakan pemanggilan RUPS yang kedua.
Ayat (5) : Dalam hal kuorum RUPS kedua tidak tercapai, maka RUPS harus tetap dibuka dan kemudian ditutup dengan membuat notulen RUPS yang menerangkan bahwa RUPS kedua tidak dapat dilanjutkan karena kuorum tidak tercapai dan selanjutnya dapat diajukan permohonan kepada ketua pengadilan negeri untuk menetapkan kuorum RUPS ketiga.
Ayat (6) : Dalam hal ketua pengadilan negeri berhalangan, penetapan dilakukan oleh pejabat lain yang mewakili ketua.
Ayat (7) : Yang dimaksud dengan “bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap” adalah bahwa atas penetapan tersebut tidak dapat diajukan banding, kasasi, atau peninjauan kembali.
Pasal 87
(1) Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat.
(2) Dalam hal keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, keputusan adalah sah jika disetujui lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan kecuali Undang-Undang dan/atau anggaran dasar menentukan bahwa keputusan adalah sah jika disetujui oleh jumlah suara setuju yang lebih besar.
[Note SHIETRA & PARTNERS : Pasal perihal jumlah minimum “voting” sebagaimana Pasal 87 UU PT di atas, tidak menurunkan jumlah minimum “voting” baik untuk RUPS “ulangan” Kedua, Ketiga, dst, sekalipun lewat penetapan pengadilan. Sehingga, angka jumlah minimum “voting” telah dikunci oleh pembentuk undang-undang demi melindungi kepentingan pemegang saham minoritas.]
Penjelasan Resmi Pasal 87
Ayat (1) : Yang dimaksud dengan “musyawarah untuk mufakat” adalah hasil kesepakatan yang disetujui oleh pemegang saham yang hadir atau diwakili dalam RUPS.
Ayat (2) : Yang dimaksud dengan “disetujui lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian” adalah bahwa usul dalam mata acara rapat harus disetujui lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah suara yang dikeluarkan. Jika terdapat 3 (tiga) usul atau calon dan tidak ada yang memperoleh suara lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian, pemungutan suara atas 2 (dua) usul atau calon yang mendapatkan suara terbanyak harus diulang sehingga salah satu usul atau calon mendapatkan suara lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian.
Pasal 88
(1) RUPS untuk mengubah anggaran dasar dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.
(2) Dalam hal kuorum kehadiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, dapat diselenggarakan RUPS kedua.
(3) RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam rapat paling sedikit 3/5 (tiga perlima) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.
[Note SHIETRA & PARTNERS : Dengan kata lain, syarat minimum jumlah “voting” untuk RUPS Pertama maupun RUPS (ulangan) Kedua, tidak mengalami penurunan, yakni tetap 2/3 dari jumlah suara yang dikeluarkan. Dengan kata lain, hanya “kuorum” yang dapat diturunkan dalam RUPS (ulangan) Kedua maupun RUPS berdasarkan penetapan pengadilan.]
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9) mutatis mutandis berlaku bagi RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) mengenai kuorum kehadiran dan ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS berlaku juga bagi Perseroan Terbuka sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Pasal 89
(1) RUPS untuk menyetujui Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan, pengajuan permohonan agar Perseroan dinyatakan pailit, perpanjangan jangka waktu berdirinya, dan pembubaran Perseroan dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.
(2) Dalam hal kuorum kehadiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, dapat diadakan RUPS kedua.
(3) RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam rapat paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui oleh paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.
[Note SHIETRA & PARTNERS : Sebagaimana telah ternyata dalam ketentuan normatif yang demikian eksplisit di atas, “RUPS ulangan” tidak dibolehkan menurunkan syarat minimum jumlah “voting”. Syarat minimum yang dapat diturunkan dalam forum “RUPS ulangan”, hanya sebatas ketentuan minimum “kuorum” semata.]
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9) mutatis mutandis berlaku bagi RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) mengenai kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS berlaku juga bagi Perseroan Terbuka sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan perundangundangan di bidang pasar modal.
Penjelasan Resmi Pasal 89
Ayat (3) : Yang dimaksud dengan “kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar” adalah lebih besar daripada yang ditetapkan pada ayat ini, tetapi tidak lebih besar daripada yang ditetapkan pada ayat (1).
Pasal 91
Pemegang saham dapat juga mengambil keputusan yang mengikat di luar RUPS, dengan syarat semua pemegang saham dengan hak suara menyetujui secara tertulis dengan menandatangani usul yang bersangkutan.
Penjelasan Resmi Pasal 91 UU PT
Yang dimaksud dengan “pengambilan keputusan di luar RUPS” dalam praktik dikenal dengan usul keputusan yang diedarkan (circular resolution).
Pengambilan keputusan seperti ini dilakukan tanpa diadakan RUPS secara fisik, tetapi keputusan diambil dengan cara mengirimkan secara tertulis usul yang akan diputuskan kepada semua pemegang saham dan usul tersebut disetujui secara tertulis oleh seluruh pemegang saham.
Yang dimaksud dengan “keputusan yang mengikat” adalah keputusan yang mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan keputusan RUPS.
Sekalipun undang-undang di atas telah demikian tegas, merinci secara eksplisit serta mendetail bahwa “RUPS Kedua” sekalipun tidak dapat membuat jumlah minimum “voting” menjadi turun, dan bahwa “RUPS Ketiga” hanya memungkinkan turunnya jumlah minimum “kuorum” semata, telah ternyata terdapat Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang telah melanggarnya, sebagaimana Penetapan dengan register Nomor 500/Pdt.P/2016/PN.Jkt.Brt tanggal 26-04-2017, dimohonkan oleh 1. John Kosasih; 2. Tony Sukohardjo; 3. Syarifah Hanum; 4. Aris Sumarta; melawan : 1. Lam Tin Sing; 2. Lam Toi Lai; 3. Lam Wai Lai; 4. Nursalim Wing Sing;5. Liung Yuk Lan; 6. Rong Li Nursalim; 7. Wihartati Muslim; 8. Yenrielim Haryono; 9. Werielim; 10. Sheawrielim; 11. Suseng Lim; 12. Julie Haryono; 13. Tan Soo Phin; 14. Lim Fei Lee; 15. D.K. Lim & Sons Investment Pte. Ltd., dengan amar sebagai berikut:
M E N E T A P K A N :
1. Mengabulkan permohonan para Pemohon tersebut;
2. Menetapkan kuorum kehadiran dan pengambilan keputusan untuk Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Ketiga PT. Kedaung Industrial, Ltd. Sebesar 32,38 % (tiga puluh dua koma tiga puluh delapan persen) dari jumlah seluruh saham yang telah dikeluarkan oleh Perseroan dan Keputusan dinyatakan sah bila disetujui oleh minimal 32,38 % (tiga puluh dua koma tiga puluh delapan persen) dari jumlah seluruh saham yang dikeluarkan oleh Perseroan yang hadir dalam Rapat tersebut;
3. Menunjuk Pemohon II yaitu Tony Sukohardjo sebagai ketua rapat pada Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa Ketiga PT. Kedaung Industrial, Ltd. Tersebut, dengan agenda Rapat : Pengangkatan / perubahan Susunan anggota Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan;
4. Menetapkan jangka waktu pelaksanaan RUPSLB Ketiga PT. Kedaung Industrial, Ltd. tersebut sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
5. Memerintahkan para Pemohon dan para Termohon untuk patuh dan tunduk pada Penetapan ini;
6. Membebankan kepada para Pemohon untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp 2.216.000 (dua juta dua ratus enam belas ribu rupiah).”
Senada dengan penetapan yang “salah-kaprah” dan menyimpang dari rambu-rambu normatif hukum, ketika Hakim Tunggal membuat Penetapan Pengadilan berupa izin untuk menyelenggarakan RUPS dengan menyimpangi ketentuan limitatif-imperatif Undang-Undang Perseroan Terbatas perihal “kuorum dan voting”, sebagaimana dapat kita jumpai dalam Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 260/Pdt.P/2019/PN.Jkt.Utr., tanggal 09-07-2019, antara Pemohon : PT. SOFT PLAY INDONESIA, Termohon : 1. Tn. TOMMI; 2. Tn. PARK SUNG HYUN, dengan amar sebagai berikut:
MENETAPKAN :
1. Menyatakan Termohon I dan Termohon II yang telah dipanggil secara patut dan sah menurut hukum tidak hadir;
2. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya dengan tanpa hadirnya Termohon I dan Termohon II (verstek);
3. Menetapkan untuk memberikan izin kepada Pemohon dan/atau Kuasanya untuk melakukan sendiri Pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT. Soft Play KGJ dengan agenda pemberhentian dan pengangkatan Direksi dan Dewan Komisaris;
4. Menetapkan Kuorum kehadiran untuk diselenggarakannya Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT. Soft Play KGJ dengan agenda pemberhentian dan pengangkatan Direksi dan Dewan Komisaris adalah paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) dari jumlah seluruh saham;
5. Menetapkan bahwa keputusan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT. Soft Play KGJ dapat diambil dan sah berdasarkan suara setuju sekurang-kurangnya 51% (lima puluh satu persen) dari jumlah seluruh saham yang hadir dengan hak suara yang sah dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT. Soft Play KGJ dengan agenda pemberhentian dan pengangkatan Direksi dan Dewan Komisaris;
6. Menetapkan penyelenggaran Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) dengan kuorum kehadiran dan kuorum pengambilan keputusan berdasarkan penetapan ini diselenggarakan dalam jangka waktu paling cepat 10 (sepuluh) hari dan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari sejak penetapan ini, dengan jangka waktu pemanggilan 14 (empat belas) hari sebelum Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB), tidak termasuk waktu hari pemanggilan;
7. Menyatakan bahwa keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT. Soft Play KGJ yang diselenggarakan dengan kuorum kehadiran dan kuorum pengambilan keputusan dalam penetapan ini adalah sah;
8. Menetapkan Pemohon dan/atau kuasanya sebagai ketua atau pimpinan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT. Soft Play KGJ berdasarkan penetapan ini;
9. Memerintahkan Termohon I dan Termohon II untuk hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT. Soft Play KGJ, dengan agenda pemberhentian dan pengangkatan Direksi dan Dewan Komisaris, dan membawa serta memberikan seiuruh dokumen PT. Soft Play KGJ kepada seluruh pemegang saham.”
Penetapan yang ideal dan sesuai dengan norma Undang-Undang Perseroan Terbatas, dapat kita jumpai dalam Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Utara register Nomor 12/Pdt.P/2018/PN.Jkt.Utr. tanggal 08-03-2018, yang dimohonkan oleh PT. TEKINDO MINING LESTARI, dimana sang Hakim Tunggal dalam pertimbangan hukumnya memahami dan menyadari betul syarat minimum “voting” dalam RUPS tidak dapat diturunkan baik dalam “RUPS Kedua” maupun “RUPS Ketiga”, dan seterusnya, namun hanya jumlah minimum “kuorum” yang dapat diturunkan syaratnya, sehingga sang Hakim Tunggal membuat amar penetapan sebagai berikut:
M E N E T A P K A N :
1. Mengabulkan permohonan Pemohon;
2. Memberikan ijin kepada Pemohon selaku salah satu pemegang saham Perseroan untuk melakukan sendiri pemanggilan RUPSLB Pertama, Kedua dan Ketiga Perseroan dengan agenda:
- Persetujuan penjualan saham PT. Tekindo Mining Lestari (Pemohon) yaitu sebanyak 99.000 saham atau sebesar 30 % dari seluruh saham yang ditempatkan dan disetor dalam Perseroan kepada PT. Tekindo Energi;
- Menandatangani dokumen-dokumen yang berhubungan dengan penjualan saham tersebut.
3. Menetapkan bahwa ketentuan jangka waktu Pemanggilan, kuorum kehadiran, ketentuan persyaratan pengambilan keputusan untuk RUPSLB Pertama dan RUPSLB Kedua, serta penunjukan ketua rapat untuk RUPSLB Pertama dan RUPSLB Kedua sesuai dan terikat kepada Perundang-Undangan yang berlaku dan Anggaran Dasar Perseroan;
4. Menetapkan khusus RUPSLB Ketiga Kuorum kehadiran sebesar 30 % (tiga puluh persen) dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang hadir atau diwakili, dan ketentuan jangka waktu pemanggilan, ketentuan persyaratan pengambilan keputusan RUPSLB Ketiga serta penunjukkan ketua rapat untuk RUPSLB Ketiga sesuai dan terikat kepada Perundang-Undangan yang berlaku dab Anggaran Dasar Perseoan;
5. Membebankan biaya permohonan ini kepada pemohon sebesar Rp.426.000,- (empat ratus dua puluh enam ribu rupiah).”
Namun demikian, bukan berarti Penetapan Pengadilan yang menyatakan merujuk suatu pasal peraturan perundang-undangan sebagai ketentuan jumlah minimum  “kuorum dan voting” selalu akan merujuk pasal yang tepat. Alih-alih menunjuk norma pasal yang sesuai konteksnya, bisa jadi penetapan merujuk pasal yang keliru, sehingga dapat membuat keadaan riskan bagi “pemegang saham minoritas” sebagaimana tampak dalam penetapan Pengadilan Negeri Denpasar tanggal 18-01-2017, dimohonkan oleh I GUSTI PUTU BAYU SUSILA, S.H, dk., dengan amar “salah pada tempatnya” (karena merujuk pasal yang tidak tepat sesuai konteksnya), sebagai berikut:
M E N E T A P K A N :
1. Mengabulkan permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya;
2. Memberikan izin kepada Para Pemohon untuk meyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa perseroan PT. KERTI MAS BALI TOUR AND TRAVEL, dengan agenda rapat sebagai berikut:
1. Melakukan dan mengadakan perubahan Anggaran Dasar perseroan;
2. Melakukan perubahan kepemilikan saham.
3. Menetapkan jangka waktu pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa adalah 15 hari sebelum pelaksanaan RUPS;
4. Menetapkan kuorum kehadiran Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa sesuai dengan ketentuan Pasal 86 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
5. Menetapkan Pemohon I Gusti Putu Bayu Susila, S.H sebagai ketua rapat dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT. KERTI MAS BALI TOUR AND TRAVEL berdasarkan penetapan ini;
6. Memerintahkan kepada Direktur dan Komisaris PT. KERTI MAS BALI TOUR AND TRAVEL untuk hadir pada Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT. KERTI MAS BALI TOUR AND TRAVEL yang dilaksanakan sesuai penetapan ini;
7. Membebankan kepada Para Pemohon untuk membayar seluruh biaya yang timbul dalam permohonan ini sejumlah Rp. 696.000,- (enam ratus sembilan puluh enam ribu rupiah).”
Berikut inilah sebabnya mengapa “RUPS Ketiga” sekalipun tidak dapat menurunkan syarat minimum jumlah “voting”, yakni karena “kuorum” yang diturunkan oleh pengadilan lewat penetapan bisa jadi (cukup) hanya dihadiri oleh satu orang pemegang saham, sebagaimana tertuang dalam Penetapan Pengadilan Negeri Pekanbaru 220/Pdt.P/2019/PN.Pbr tanggal 20-02-2020, antara Pemohon : Tn. ARIFIN, Termohon : 1.Sdr. RIA PUDJIANTI; 2.Sdr. HAROLD KHAIRUNAS NOER; 3.Sdr. H. ARSADIANTO RACHMAN, dengan amar sebagai berikut:
MENETAPKAN:
1. Mengabulkan permohonan Pemohon tersebut;
2. Memberikan izin kepada PEMOHON untuk melakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa atas nama PT. ABINDO PRATAMA MANDIRI, yang akan dilaksanakan pada hari, tanggal, bulan, tahun 2020 (yang akan ditetapkan kemudian), dengan agenda Perubahan Pemegang Saham dan Perubahan Susunan Pengurus, dengan angka kourum yang diturunkan menjadi 1/3 dari jumlah pemegang saham;
3. Menyatakan Bukti Surat adalah Sah dan Berharga, berupa;
- Akta No. 06 tanggal 11 Juli 2014 (Akta Pendirian);
- Pengesahan Menteri Hukum  dan Hak Asasi Manusia RI, tanggal 26 Agustus 2014 No. AHU-21966.40.10.2014;
- Notulen Rapat tertanggal 06 Mei 2019 dan 20 Mei 2019 yang dibuat dihadapan AFFIN, Sarjana Hukum, Notaris di Pekanbaru;
4. Menetapkan PEMOHON dan atau kuasanya sebagai Ketua atau Pimpinan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa PT. ABINDO PRATAMA MANDIRI;
5. Menyatakan bahwa Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa yang dipimpin oleh Direksi PT. ABINDO PRATAMA MANDIRI dalam hal ini PEMOHON, dengan agenda Perubahan Pemegang Saham dan Perubahan Susunan Pengurus dapat dilaksanakan dan sah, karena telah memenuhi kuorum yang telah diturunkan, meskipun hanya dihadiri oleh 1 (satu) orang Pemegang Saham.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.