Is it That Difficult, to Live Without Harming Others? Apakah Sesulit Itu, Hidup Tanpa Merugikan Orang Lain?

HERY SHIETRA, Is it That Difficult, to Live Without Harming Others? Apakah Sesulit Itu, Hidup Tanpa Merugikan Orang Lain?

Is not sometimes, makes us smile amused,
Not a few humans,
Those who pursue the acquisition or accumulate wealth,
By cheating ways,
By deception,
By robbing other people’s rights,
By harming others,
By taking what is not given,
By means of violence,
With a very clever trick,
With manipulation and exploitation,
With promises or fake lures,
With crime and other cunning modes,
But in the end,
When all the wealth and money was collected by him,
He will also die,
Sooner or later,
Passed away from this world,
Without bringing with him any of the treasures he collected, in a malicious way, during his lifetime as a human,
Except for carrying a mountain of bad karma to be picked by himself in the next life.
In fact,
Being we can say,
He was great because he managed to accumulate a lot of wealth and resources, maliciously, without being touched by the law and without being stopped by anyone,
Or,
Is he really really stupid because he is so proud and likes to plant bad karma seeds and dig grave holes for himself?
Is it really that difficult,
Looking for food without taking rice from someone else’s plate?
Is not an impossibility,
If we are fair and honest without being littered with greed or cheating,
Making a living without harming others.
Is it really that difficult,
Looking for profit without harming others?
Is not an impossibility,
If we want to be transparent and accountable as civilized human beings,
Looking for fun without sacrificing the lives and interests of others.
Is it really not possible,
Satisfying all your own desires and greed, without hurting or injuring others?
Is not an impossibility,
When we are creative in seeking pleasure, in healthy and impeccable ways,
Become a successful entrepreneur by giving and receiving benefits for everyone,
Without harming anyone,
Moreover being sacrificed.
This is what is called symbiosis mutualism,
Win-win solution,
Instead of eating one for his own personal gain.
Because,
As said by the Buddha,
“Doing good” means,
Not hurting yourself nor hurting others.
That is,
When someone earns income by harming or sacrificing the interests of others,
Then he works not in good ways,
However, making a living by evil means,
Alias, doing evil deeds,
As a criminal himself,
Or, as an evil businessman,
Or, as an evil human being,
And become part or agent of the crime itself.
Greed,
Make these greedy people,
Have no shame in doing evil,
Even feeling that evil and successfully doing evil is an achievement to be proud of,
So, failing to control himself,
Doing activities or doing business without being based on ethical and moral signs,
If necessary, sacrifice the rights and interests of others for personal gain,
If necessary, eat the lives of others for the sake of pleasure and to satisfy his personal greedy nature.
If Devadatta and the Mara always try to hurt the Buddha,
Even though the Buddha’s behavior has been clean and pure from all bad deeds,
So, the people who harm us are the Mara who exist in the story of our lives.
Despite the bitter facts,
The good news is,
The Buddha said this to the Mara when he did evil to the Buddha,
“Do you think you will escape the bad karma that you planted yourself now, O Mara?”
Vengeance will occur,
Not by the Buddha and also not from the Buddha’s hands,
But by the law of karma that binds and restrains the Mara,
Where is the law of karma that is the judge,
And the law of karma is also the executor.
That is why,
Devadatta was eventually engulfed by the Earth,
Not by the Buddha’s command to the Earth to swallow Devadatta alive,
But by bad karma that was planted by Devadatta himself.
Maybe,
This is what happened at that time, said by the Buddha as a comment on Devadatta being swallowed by the Earth,
“You asked for it, O Devadatta. Therefore, no one should be sad for yourself, for what you planted yourself, and for what you are now picking yourself. Be sad for yourself, Devadatta.”
When we meet Devadatta and Mara in our lives,
Then we can imitate the Buddha’s way of making comments,
Instead of grieving over our fate of being victims of crime,
The villain himself should be most saddened by the bad karma that he has planted and which they will reap themselves in the next life.
© HERY SHIETRA Copyright.

Bukankah terkadang, membuat kita tersenyum geli,
Tidak sedikit manusia,
Yang mengejar perolehan dan mengumpulkan harta kekayaan,
Dengan cara-cara curang,
Dengan penipuan,
Dengan merampok hak-hak orang lain,
Dengan merugikan orang lain,
Dengan mengambil apa yang tidak diberikan,
Dengan cara-cara kekerasan,
Dengan tipu mulihat yang sangat cerdik,
Dengan manipulasi serta eksploitasi,
Dengan janji-janji ataupun iming-iming palsu,
Dengan kejahatan dan modus-modus licik lainnya,
Namun pada akhirnya,
Ketika semua kekayaan dan harta itu berhasil dikumpulkan oleh dirinya,
Dirinya pun tidak terkecuali akan mati,
Cepat ataupun lambat,
Meninggal dunia dari dunia ini,
Tanpa membawa serta satu pun harta-harta yang dikumpulkannya secara jahat selama hidupnya sebagai manusia,
Kecuali membawa tabungan segunung karma buruk untuk dipetik olehnya sendiri di kehidupan berikutnya.
Sebenarnya,
Menjadi dapat kita katakan,
Dirinya tersebut adalah hebat karena berhasil mengumpulkan banyak harta kekayaan secara jahat tanpa tersentuh oleh hukum dan tanpa dapat dihentikan oleh siapapun,
Ataukah,
Dirinya sejatinya sungguh-sungguh bodoh karena begitu bangga dan gemar menanam benih karma buruk serta menggali lubang kubur untuk dirinya sendiri?
Apakah memang sesukar itu,
Mencari makanan tanpa mengambil nasi dari piring milik orang lain?
Bukanlah suatu kemustahilan,
Bila kita bersikap adil dan penuh kejujuran tanpa dikotori oleh sifat-sifat penuh keserakahan ataupun kecurangan,
Mencari nafkah tanpa merugikan orang lain.
Apakah memang sesulit itu,
Mencari keuntungan tanpa merugikan orang lain?
Bukanlah suatu kemustahilan,
Bila kita mau bersikap transparan dan akuntabel sebagai seorang manusia beradab,
Mencari kesenangan tanpa mengorbankan hidup dan kepentingan orang lain.
Apakah memang tidak bisa,
Memuaskan segala keinginan dan keserakahan diri sendiri, tanpa melukai ataupun menyakiti orang lain?
Bukanlah suatu kemustahilan,
Bila kita bersikap kreatif untuk mencari kesenangan dengan cara-cara yang sehat dan tidak tercela,
Menjadi pengusaha yang sukses dengan saling memberi dan menerima keuntungan bagi semua orang,
Tanpa ada yang dirugikan,
Terlebih dikorbankan.
Inilah yang disebut sebagai simbiosis mutualisme,
Saling menguntungkan,
Alih-alih memakan yang satu demi keuntungan pribadi dirinya sendiri.
Karena,
Sebagaimana dikatakan oleh Sang Buddha,
Berbuat baik artinya,
Tidak menyakiti diri sendiri juga tidak menyakiti orang lain.
Artinya,
Ketika seseorang mencari penghasilan dengan cara merugikan ataupun mengorbankan kepentingan orang lain,
Maka dirinya bekerja bukan dengan cara-cara yang baik,
Namun, mencari nafkah dengan cara-cara jahat,
Alias, melakukan perbuatan jahat,
Sebagai seorang penjahat itu sendiri,
Atau, sebagai seorang pelaku usaha yang jahat,
Atau, sebagai manusia yang jahat,
Dan menjadi bagian atau agen dari kejahatan itu sendiri.
Keserakahan,
Membuat orang-orang serakah tersebut,
Tidak memiliki rasa malu untuk berbuat jahat,
Bahkan merasa bahwa kejahatan dan berhasil berbuat jahat adalah suatu prestasi yang patut dibanggakan,
Sehingga, gagal untuk mengendalikan dirinya sendiri,
Berkegiatan ataupun berusaha tanpa dilandasi rambu-rambu etika maupun moralitas,
Jika perlu, mengorbankan hak-hak dan kepentingan orang lain demi keuntungan pribadinya,
Jika perlu, memakan hidup orang lain demi kesenangan dan demi memuaskan sifat serakah pribadi dirinya.
Bila Devadatta dan Sang Mara selalu berusaha menyakiti Sang Buddha,
Sekalipun perilaku Sang Buddha telah bersih dan murni dari segala perbuatan buruk,
Maka, orang-orang yang menjahati kita adalah para Mara yang eksis dalam kisah hidup kita.
Terlepas dari fakta pahit demikian,
Kabar baiknya ialah,
Sang Buddha berkata seperti ini kepada sang Mara ketika berbuat kejahatan kepada Sang Buddha,
Apakah kau pikir, engkau akan lolos dari buah karma buruk yang engkau tanam sendiri saat kini, wahai Mara?
Pembalasan akan terjadi,
Bukan oleh Sang Buddha dan juga bukan dari tangan Sang Buddha,
Namun oleh hukum karma yang mengikat dan membelenggu sang Mara,
Dimana hukum karma yang menjadi hakim,
Dan hukum karma pula yang menjadi eksekutornya.
Itulah sebabnya,
Devadatta pada akhirnya ditelan oleh Bumi,
Bukan oleh perintah Sang Buddha kepada Bumi untuk menelan hidup-hidup Devadatta,
Namun oleh karma buruk yang ditanam sendiri oleh Devadatta.
Mungkin,
Inilah yang pada saat itu terjadi, dikatakan oleh Sang Buddha sebagai komentar atas tertelannya Devadatta oleh Bumi,
Engkau sendiri yang memintanya, wahai Devadatta. Karenanya, tidak ada seorang pun yang patut bersedih untuk dirimu, untuk apa yang engkau tanam sendiri, dan untuk apa yang kini engkau petik sendiri. Bersedihlah untuk dirimu sendiri, Devadatta.”
Bila kita menemui Devadatta dan Mara dalam hidup kita,
Maka kita dapat meniru cara Sang Buddha dalam membuat komentar,
Daripada bersedih atas nasib kita menjadi korban kejahatan,
Si penjahat itu sendiri yang semestinya paling perlu bersedih atas karma buruk yang ditanam olehnya dan yang akan mereka petik sendiri di kehidupan mendatang.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.