KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Direktur Perseroan Terbatas Menjual Aset Perusahaan Tanpa Izin RUPS, Melangkahi Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham

LEGAL OPINION
Question: Apa benar, direksi perusahaan yang menjual sebagian atau menjadikan aset perusahaan sabagai agunan, sekalipun tanpa izin ataupun restu dari RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) maka perbuatan hukum direksi akan tetap dianggap sah dan berlaku secara hukum? Kalau begitu untuk apa undang-undang mengatur kewajiban adanya persetujuan RUPS terlebih dahulu, sebelum direksi perusahaan berencana untuk menjual atau menjadikan aset kekayaan perusahaan sebagai agunan?
Brief Answer: Sebenarnya, secara falsafah hukum sudah terdapat asas fiksi bahwa “semua orang dianggap tahu hukum”, karenanya setiap pihak patut menduga atau menyadari bahwa niat direktur suatu Perseroan Terbatas untuk menjual ataupun mengagunkan sebagian harta kekayaan perseroan wajib mendapat persetujuan dalam forum RUPS, karenanya menjadi absurd ketika Undang-Undang membuat kaedah normatif sebagai berikut: “Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tanpa persetujuan RUPS, tetap mengikat Perseroan sepanjang pihak lain dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik.” Beralasan tidak mengetahui hukum yang berlaku, bukanlah “alasan pemaaf” juga bukanlah suatu pembenaran diri untuk dapat disebut sebagai telah / tetap beritikad baik.
Frasa “wajib”, artinya imperatif dan preskriptif, bukan fakultatif “dapat atau tidak dapat”. Aturan normatif hukum, harus lugas, tegas, dan tidak menimbulkan blunder ataupun ambigu yang dapat membawa dampak berantai yang kontraproduktif terhadap keberlangsungan dunia usaha terlebih ‘kepastian hukum” sebagai taruhannya. Meski demikian, bukan berarti dapat disikapi secara kreatif sebagai jalan keluar kemelut aturan normatif sebuah undang-undang yang “blunder” demikian.
PEMBAHASAN:
Yang menjadi “blunder” dalam dunia hukum korporasi di Indonesia, ialah norma “duri dalam daging” terkait kemungkinan pengurus perseroan melakukan penyalah-gunaan wewenangnya tanpa menghormati kepentingan para pemegang saham selaku “stakeholder” perseroan, terutama norma Ayat ke-4 dari Pasal di bawah ini:
UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS
Pasal 102
(1) Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk:
a. mengalihkan kekayaan Perseroan; atau
b. menjadikan jaminan utang kekayaan Perseroan;
yang merupakan lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih Perseroan dalam 1 (satu) transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak.
(2) Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah transaksi pengalihan kekayaan bersih Perseroan yang terjadi dalam jangka waktu 1 (satu) tahun buku atau jangka waktu yang lebih lama sebagaimana diatur dalam anggaran dasar Perseroan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berlaku terhadap tindakan pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan yang dilakukan oleh Direksi sebagai pelaksanaan kegiatan usaha Perseroan sesuai dengan anggaran dasarnya.
(4) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tanpa persetujuan RUPS, tetap mengikat Perseroan sepanjang pihak lain dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik.
(5) Ketentuan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 mutatis mutandis berlaku bagi keputusan RUPS untuk menyetujui tindakan Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 89
(1) RUPS untuk menyetujui Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan, pengajuan permohonan agar Perseroan dinyatakan pailit, perpanjangan jangka waktu berdirinya, dan pembubaran Perseroan dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.
(2) Dalam hal kuorum kehadiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, dapat diadakan RUPS kedua.
(3) RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam rapat paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui oleh paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9) mutatis mutandis berlaku bagi RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) mengenai kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS berlaku juga bagi Perseroan Terbuka sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan perundangundangan di bidang pasar modal.
Penjelasan Resmi Pasal 89
Ayat (3) : Yang dimaksud dengan “kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar” adalah lebih besar daripada yang ditetapkan pada ayat ini, tetapi tidak lebih besar daripada yang ditetapkan pada ayat (1).
Apa yang kemudian terjadi, bilamana direksi perseroan tidak terlebih dahulu meminta persetujuan para pemegang saham dalam forum RUPS atas aksi korporasi yang diurus oleh sang direksi? Maka pada akhir tahun buku, perseroan akan mengadakan “RUPS Tahunan” guna membahas Laporan Tahunan berupa laporan keuangan dan laporan pertanggung-jawaban kepengurusan perseroan.
Bilamana ternyata, pejabat direktur perseroan adalah merangkap juga sebagai pemegang saham mayoritas, maka dapat SHIETRA & PARTNERS pastikan akan mudah untuk mendapatkan “acquit et de charge” (pembebasan dan pelepasan tanggung jawab pengurus perseroan karena laporan pertanggung-jawabannya dinyatakan dapat diterima oleh RUPS dalam voting yang berujung pada “Keputusan RUPS”).
Untuk itu, bandingkan dengan ketentuan normatif “kuorum dan voting” pasal sebelumnya di atas (yakni 3/4 X 3/4), terhadap ketentuan normatif “kuorum dan voting” dalam pengaturan berikut di bawah ini yang menjadi dasar hukum “RUPS Tahunan” berupa agenda acara apakah akan dianugerahkan atau tidaknya “acquit et de charge” bagi pengurus perseroan dalam aksi korporasinya mengalihkan / mengagungkan sebagian besar kekayaan perseroan:
UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS
Pasal 86
(1) RUPS dapat dilangsungkan jika dalam RUPS lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali Undang-Undang dan/atau anggaran dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar.
(2) Dalam hal kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, dapat diadakan pemanggilan RUPS kedua.
(3) Dalam pemanggilan RUPS kedua harus disebutkan bahwa RUPS pertama telah dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum.
(4) RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam RUPS paling sedikit 1/3 (satu pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali anggaran dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar.
(5) Dalam hal kuorum RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak tercapai, Perseroan dapat memohon kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan atas permohonan Perseroan agar ditetapkan kuorum untuk RUPS ketiga.
(6) Pemanggilan RUPS ketiga harus menyebutkan bahwa RUPS kedua telah dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum dan RUPS ketiga akan dilangsungkan dengan kuorum yang telah ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri.
(7) Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai kuorum RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap.
(8) Pemanggilan RUPS kedua dan ketiga dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum RUPS kedua atau ketiga dilangsungkan.
(9) RUPS kedua dan ketiga dilangsungkan dalam jangka waktu paling cepat 10 (sepuluh) hari dan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari setelah RUPS yang mendahuluinya dilangsungkan.
Penjelasan Resmi Pasal 86
Ayat (1) : Penyimpangan atas ketentuan pada ayat ini hanya dimungkinkan dalam hal yang ditentukan Undang-Undang ini. Anggaran dasar tidak boleh menentukan kuorum yang lebih kecil daripada kuorum yang ditentukan oleh Undang-Undang ini.
Ayat (2) : Dalam hal kuorum RUPS pertama tidak tercapai, rapat harus tetap dibuka dan kemudian ditutup dengan membuat notulen rapat yang menerangkan bahwa RUPS pertama tidak dapat dilanjutkan karena kuorum tidak tercapai dan selanjutnya dapat diadakan pemanggilan RUPS yang kedua.
Ayat (5) : Dalam hal kuorum RUPS kedua tidak tercapai, maka RUPS harus tetap dibuka dan kemudian ditutup dengan membuat notulen RUPS yang menerangkan bahwa RUPS kedua tidak dapat dilanjutkan karena kuorum tidak tercapai dan selanjutnya dapat diajukan permohonan kepada ketua pengadilan negeri untuk menetapkan kuorum RUPS ketiga.
Ayat (6) : Dalam hal ketua pengadilan negeri berhalangan, penetapan dilakukan oleh pejabat lain yang mewakili ketua.
Ayat (7) : Yang dimaksud dengan “bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap” adalah bahwa atas penetapan tersebut tidak dapat diajukan banding, kasasi, atau peninjauan kembali.
Pasal 87
(1) Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat.
(2) Dalam hal keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, keputusan adalah sah jika disetujui lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan kecuali Undang-Undang dan/atau anggaran dasar menentukan bahwa keputusan adalah sah jika disetujui oleh jumlah suara setuju yang lebih besar.
Penjelasan Resmi Pasal 87
Ayat (1) : Yang dimaksud dengan “musyawarah untuk mufakat” adalah hasil kesepakatan yang disetujui oleh pemegang saham yang hadir atau diwakili dalam RUPS.
Ayat (2) : Yang dimaksud dengan “disetujui lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian” adalah bahwa usul dalam mata acara rapat harus disetujui lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah suara yang dikeluarkan. Jika terdapat 3 (tiga) usul atau calon dan tidak ada yang memperoleh suara lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian, pemungutan suara atas 2 (dua) usul atau calon yang mendapatkan suara terbanyak harus diulang sehingga salah satu usul atau calon mendapatkan suara lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian.
Menjadi jelas, syarat untuk RUPS khusus membahas rencana direksi yang hendak / akan mengalihkan ataupun mengagunkan kekayaan perseroan, harus mendapat persertujuan dengan ketentuan “kuorum dan voting” 3/4 X 3/4, sementara bila direksi tidak / belum mendapat “restu” untuk perbuatan hukum demikian, akan tetapi akan dibahas dalam RUPS Tahunan guna membahas agenda mata acara seperti apakah akan diberikan atau tidaknya “acquit et de charge” bagi sang pengurus, maka berlaku ketentuan “kuorum dan voting” yang jauh lebih rendah, yakni 1/2 X 1/2.
Lebih baik preventif, daripada kuratif—itulah prinsip emas dalam praktik hukum yang paling ideal. Untuk itu, para pemegang saham dalam mengantisipasi serta melakukan mitigasi sesegera mungkin “berkejaran dengan waktu” dengan melakukan “RUPS Luar Biasa” (insidentil) dengan agenda acara perubahan terhadap Anggaran Dasar, ketika mulai tampak gelagat direksi perseroan hendak mengalihkan / mengagunkan aset-aset perseroan, terutama pasal-pasal Anggaran Dasar terkait kewenangan direksi, dengan membatasi lingkup kewenangannya salah satunya agar pengalihan ataupun untuk dapat mengagunkan aset-aset milik perseroan maka direksi wajib atas persetujuan seluruh pemegang saham, dengan ketentuan normatif “kuorum dan voting” mata acara perubahan Anggaran Dasar:
UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS
Pasal 88
(1) RUPS untuk mengubah anggaran dasar dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.
(2) Dalam hal kuorum kehadiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, dapat diselenggarakan RUPS kedua.
(3) RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam rapat paling sedikit 3/5 (tiga perlima) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9) mutatis mutandis berlaku bagi RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) mengenai kuorum kehadiran dan ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS berlaku juga bagi Perseroan Terbuka sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Catatan Penutup SHIETRA & PARTNERS :
Terkadang, strategi hukum baru dapat disusun oleh pemegang saham minoritas ataupun pemegang saham yang tidak menjabat sebagai pejabat direksi perseroan, ketika telah terlebih dahulu dipahami “kelemahan dan kelebihan” masing-masing ketentuan normatif terkait “kuorum dan voting”. Ketika satu langkah menemui “titik buntu”, maka bukan diartikan tiada terdapat solusi langkah / koridor hukum lainnya yang dapat ditempuh untuk memitigasi dan antisipasi “kemungkinan terburuk” yang mungkin dapat terjadi.
Terkadang pula, solusinya terdapat dalam pengaturan hukum itu sendiri, hanya saja perlu kita temukan lewat ketelitian disamping kepekaan terhadap sistem prosedur hukum, dan sedikit melakukan sentuhan improvisasi disamping elaborasi yang cerdas terhadap kaedah dalam peraturan perundang-undangan. Bila satu jalan menemui keadaan “buntu”, maka kadangkala pintu jalan keluarnya terbuka di tempat lain, menunggu untuk kita temukan.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.