Gadai Saham Perseroan Terbatas, ILEGAL karena DILARANG HUKUM, Kecuali Saham Tanpa Hak Suara PT. Terbuka (Tbk.)

LEGAL OPINION
MANDATORY EXCHANGEABLE BOND DILARANG OLEH UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS
Question: Apa benar, saham PT milik seorang atau milik para pemegang saham dapat diagunkan dengan “gadai saham”, sehingga saham perseroan dapat dijadikan sebagai jaminan pelunasan hutang?
Brief Answer: Bukan saham pada sebuah Perseroan Terbatas yang terpenting bagi / di mata kalangan kreditor demi terjaminnya pelunasan hutang-piutang, namun aset milik Perseroan Terbatas bersangkutan selaku debitor—mengingat begitu mudahnya saat kini untuk bisa mendirikan sebuah Perseroan Terbatas, dimana juga nilai riil setiap satu lembar saham bukanlah sebagaimana tertuang dalam Akta Pendirian Perseroan Terbatas, namun nilai aset dan aktiva (equity) milik Perseroan Terbatas itu sendiri sebagai salah satu faktor terpenting dari prinsip “Know Your Customer”, yakni faktor “collateral” alias objek agunan itu sendiri.
Terkecuali, Perseroan Terbatas dimaksud memiliki nama besar yang penting, sehingga bila sekalipun saham Perseroan Terbatas benar-benar dapat dilelang eksekusi baik secara ikatan Fidusia maupun mekanisme Gadai, publik tertarik untuk berpartisipasi dengan melakukan penawaran dan membelinya. Namun demikian, biasanya “nama besar” suatu korporasi terletak pada berbagai “merek dagang” (trademark) maupun berbagai Hak Kekayaan Intelektual seperti “Hak Cipta”, “Paten”, “Rahasia Dagang”, “Desain Industri”, dan lain sebagainya—dimana bisa saja Perseroan Terbatas dimaksud jatuh pailit namun berbagai “merek dagang” maupun Hak Kekayaan Intelektual lain milik sang korporasi sebelumnya telah dijual kepada pihak ketiga atau dieksekusi kepailitan oleh pihak Kurator bila tidak menjadi objek agunan yang dilelang eksekusi oleh pihak Kreditor Separatis pemegang agunan. Karenanya, yang terpenting dari sebuah korporasi seperti Perseroan Terbatas, ialah aset dan “nilai ekonomis” dibalik kepemilikannya atas Hak Kekayaan Intelektual.
Model lain atau variasi lainnya dari “Gadai Saham”, ialah “Mandatory Exchangeable Bond” (MEB), dimana saham Perseroan Terbatas milik salah satu atau para pemegang saham lainnya dikorversi sebagai kompensasi atas nominal hutang-piutang sang kreditornya yang gagal untuk dilunasi oleh pihak Perseroan Terbatas selaku debitor, sehingga status pemegang saham yang mengikatkan diri dalam MEB berkedudukan sebagai “penjamin” bagi pihak Perseroan Terbatas yang berkedudukan selaku debitor—dimana hutang-piutang menjelma menjadi jual-beli atas saham.
Meski demikian, MEB bersifat “main hakim sendiri” dimana telah terdapat preseden bentukan praktik peradilan yang tegas-tegas melarang “milik beding” yang disaat bersamaan juga melarang suatu hubungan hutang-piutang menjelma menjadi jual-beli ketika debitornya gagal melunasi hutang-piutang.
Berangkat dari fakta yuridis demikian, terdapat syarat mutlak agar saham dapat dijadikan objek “Gadai” ataupun sebagai objek jaminan “Fidusia”, yakni : TELAH DISETUJUI OLEH SELURUH PEMEGANG SAHAM LAINNYA PADA PERSEROAN TERBATAS DIMAKSUD, atau SELURUH PEMEGANG SAHAM PADA PERSEROAN TERBATAS TURUT MENJADIKAN SAHAM MILIK MEREKA SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN HUTANG (baik “Gadai” maupun “Fidusia).
Mengapa syarat mutlak demikian, bersifat wajib / keharusan alias imperatif dengan ancaman hukum berupa dinyatakan sebagai jaminan yang tidak sah alias ilegal? Pada prinsipnya, saham (terutama pada saham PT. “Tertutup” maupun saham pada PT. “Terbuka” yang bersifat saham dengan hak suara yang tidak dijual-belikan pada bursa efek pasar modal) bersifat saham “atas nama”, ia tidak dapat dialihkan selayaknya sebuah surat berharga “atas unjuk”, namun lebih menyerupai surat berharga “atas nama”, dimana terdapat ketentuan dalam Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas, bahwa sebelum saham dialihkan kepada pihak ketiga (kecuali peralihan hak milik atas saham yang terjadi “demi hukum” seperti peristiwa pewarisan bagi ahli waris ketika pewaris meninggal dunia) maka saham dimaksud wajib ditawarkan terlebih dahulu kepada para pemegang saham INTERNAL secara proporsional.
Ketika para pemegang saham internal Perseroan Terbatas tidak menggunakan haknya untuk membeli saham yang akan dilepas oleh salah satu pemegang saham, setelah tempo waktu tertentu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas maupun Anggaran Dasar Perseroan Terbatas bersangkutan, barulah pemegang saham dapat menawarkannya serta menjualnya kepada pihak eksternal alias kepada pihak-pihak di luar Perseroan Terbatas.
Itulah sebabnya, berbagai praktik MEB yang hanya berupa persetujuan mayoritas pemegang saham dengan hak suara dalam forum dan voting Rapat Umum Pemegang Saham yang ternyata tidak disetujui dengan “suara bulat” oleh para pemegang saham atas niat salah satu pemegang saham yang hendak menggadaikan sahamnya, baik lewat “Gadai” maupun MEB, maka pihak pembeli “Gadai Saham” maupun pihak “Kreditor MEB” tidak akan dapat mengeksekusi peralihan hak kepemilikan atas saham kepada sang kreditor ataupun kepada pihak penerima “Gadai” mengingat sifat seluruh saham dengan “hak suara” baik PT. “Tertutup” maupun PT. “Terbuka” bersifat saham “atas nama” (PT. Tbk. sekalipun memiliki separuh saham berupa saham “atas nama” yang tidak dijual di pasar modal), sebelum dialihkan kepada pihak eksternal wajib terlebih dahulu ditawarkan kepada seluruh pemegang saham internal Perseroan Terbatas secara proporsional.
Sepanjang syarat mutlak demikian tidak dipenuhi dalam mekanisme penerbitan “Gadai Saham” maupun MEB, maka sifatnya menjadi ilegal, karenanya tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat serta tidak mendapat perlindungan hukum, justru pihak pemegang saham lainnya akan dapat dan berhak untuk mengajukan upaya hukum guna menganulir praktik “Gadai Saham” maupun MEB ilegal demikian yang dinyatakan “melawan hukum” lewat jenis gugatan “perbuatan melawan hukum”—atau, konsekuensi terburuknya, saham yang dijadikan agunan “Gadai Saham”, MEB, ataupun yang dijadikan sebagai objek jaminan “Fidusia”, dari saham dengan “hak suara” demi hukum berubah menjadi saham dengan kriteria “tanpa hak suara” (yang memang hanya menjadi / serupa dengan karakteristik saham pada bursa efek pasar modal / stock exchange).
PEMBAHASAN:
Praktik “Gadai Saham” maupun dijadikan sebagai objek jaminan “Fidusia atas Saham”, sejatinya diakui kemungkinannya secara tegas bahkan secara eksplisit (dengan “syarat serta ketentuan berlaku”) bahkan oleh UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS (UU PT), sebagaimana tertuang dalam:
Pasal 50 UU PT:
(1) Direksi Perseroan wajib mengadakan dan menyimpan daftar pemegang saham, yang memuat sekurang-kurangnya:
a. nama dan alamat pemegang saham;
b. jumlah, nomor, tanggal perolehan saham yang dimiliki pemegang saham, dan klasifikasinya dalam hal dikeluarkan lebih dari satu klasifikasi saham;
c. jumlah yang disetor atas setiap saham;
d. nama dan alamat dari orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai hak gadai atas saham atau sebagai penerima jaminan fidusia saham dan tanggal perolehan hak gadai atau tanggal pendaftaran jaminan fidusia tersebut;
e. keterangan penyetoran saham dalam bentuk lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2).
(2) Selain daftar pemegang saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direksi Perseroan wajib mengadakan dan menyimpan daftar khusus yang memuat keterangan mengenai saham anggota Direksi dan Dewan Komisaris beserta keluarganya dalam Perseroan dan/atau pada Perseroan lain serta tanggal saham itu diperoleh.
(3) Dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dicatat juga setiap perubahan kepemilikan saham.
(4) Daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disediakan di tempat kedudukan Perseroan agar dapat dilihat oleh para pemegang saham. [Catatan SHIETRA & PARTNERS : Redaksional pengaturan ayat ke-4 di atas, kurang sempurna, mengingat kreditor penerima Gadai atau Fidusia juga termasuk pihak-pihak yang berkepentingan.]
(5) Dalam hal peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal tidak mengatur lain, ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), dan ayat (4) berlaku juga bagi Perseroan Terbuka.
Pasal 43 UU PT:
(1) Seluruh saham yang dikeluarkan untuk penambahan modal harus terlebih dahulu ditawarkan kepada setiap pemegang saham seimbang dengan pemilikan saham untuk klasifikasi saham yang sama. [Note SHIETRA & PARTNERS : UU PT tidak mengatur secara eksplisit perihal syarat-syarat mengalihkan saham oleh pemegang saham kepada pihak lain, kecuali hanya menyebutkan secara “sumir” bahwa Anggaran Dasar dapat mengatur syaratnya, sehingga dapat diberlakukan norma pasal ini secara analogi. Pertimbangan yuridis kedua, mengumpamakan surat berharga “atas nama”, tidak dapat dialihkan dengan cara “endorsement”. “endosemen”, ataupun cara apapun, terlebih di-gadaikan atau di-agunkan.]
(2) Dalam hal saham yang akan dikeluarkan untuk penambahan modal merupakan saham yang klasifikasinya belum pernah dikeluarkan, yang berhak membeli terlebih dahulu adalah seluruh pemegang saham sesuai dengan perimbangan jumlah saham yang dimilikinya.
(4) Dalam hal pemegang saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menggunakan hak untuk membeli dan membayar lunas saham yang dibeli dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal penawaran, Perseroan dapat menawarkan sisa saham yang tidak diambil bagian tersebut kepada pihak ketiga.
Penjelasan Resmi Pasal 43 Ayat (4) UU PT:
Yang dimaksud dengan “jangka waktu 14 (empat belas) hari” termasuk batas waktu bagi pemegang saham untuk mengambil bagian dari pemegang saham lain yang tidak menggunakan haknya.
Pasal 48 UU PT:
(1) Saham Perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya. [Note SHIETRA & PARTNERS : Karena sifatnya saham “atas nama”, maka saham tidak dapat dapat dialihkan, terlebih diperjual-belikan dan diagunkan, kecuali saham “atas unjuk” yang dapat di-“endosemen” layaknya surat berharga berupa saham pada bursa pasar modal (namun tanpa “hak suara”).]
(2) Persyaratan kepemilikan saham dapat ditetapkan dalam anggaran dasar dengan memperhatikan persyaratan yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal persyaratan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah ditetapkan dan tidak dipenuhi, pihak yang memperoleh kepemilikan saham tersebut tidak dapat menjalankan hak selaku pemegang saham dan saham tersebut tidak diperhitungkan dalam kuorum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.
Penjelasan Resmi Pasal 48 UU PT:
Ayat (1)
Yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah Perseroan hanya diperkenankan mengeluarkan saham atas nama pemiliknya dan Perseroan tidak boleh mengeluarkan saham atas tunjuk.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “tidak dapat menjalankan hak selaku pemegang saham”, misalnya hak untuk dicatat dalam daftar pemegang saham, hak untuk menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS, atau hak untuk menerima dividen yang dibagikan.
Pasal 52 UU PT:
(1) Saham memberikan hak kepada pemiliknya untuk:
a. menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS;
b. menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi;
c. menjalankan hak lainnya berdasarkan Undang-Undang ini.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku setelah saham dicatat dalam daftar pemegang saham atas nama pemiliknya.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf c tidak berlaku bagi klasifikasi saham tertentu sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 53 UU PT:
(1) Anggaran dasar menetapkan 1 (satu) klasifikasi saham atau lebih.
(2) Setiap saham dalam klasifikasi yang sama memberikan kepada pemegangnya hak yang sama.
(3) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) klasifikasi saham, anggaran dasar menetapkan salah satu di antaranya sebagai saham biasa.
(4) Klasifikasi saham sebagaimana dimaksud pada ayat (3), antara lain:
a. saham dengan hak suara atau tanpa hak suara;
b. saham dengan hak khusus untuk mencalonkan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris;
c. saham yang setelah jangka waktu tertentu ditarik kembali atau ditukar dengan klasifikasi saham lain;
d. saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima dividen lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian dividen secara kumulatif atau nonkumulatif;
e. saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian sisa kekayaan Perseroan dalam likuidasi.
Penjelasan Resmi Pasal 53 UU PT:
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “klasifikasi saham” adalah pengelompokan saham berdasarkan karakteristik yang sama.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “saham biasa” adalah saham yang mempunyai hak suara untuk mengambil keputusan dalam RUPS mengenai segala hal yang berkaitan dengan pengurusan Perseroan, mempunyai hak untuk menerima dividen yang dibagikan, dan menerima sisa kekayaan hasil likuidasi. Hak suara yang dimiliki oleh pemegang saham biasa dapat dimiliki juga oleh pemegang saham klasifikasi lain.
Ayat (4)
Bermacam-macam klasifikasi saham tidak selalu menunjukkan bahwa klasifikasi tersebut masing-masing berdiri sendiri, terpisah satu sama lain, tetapi dapat merupakan gabungan dari 2 (dua) klasifikasi atau lebih.
Pasal 56 UU PT:
(1) Pemindahan hak atas saham dilakukan dengan akta pemindahan hak.
(2) Akta pemindahan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau salinannya disampaikan secara tertulis kepada Perseroan.
(3) Direksi wajib mencatat pemindahan hak atas saham, tanggal, dan hari pemindahan hak tersebut dalam daftar pemegang saham atau daftar khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dan ayat (2) dan memberitahukan perubahan susunan pemegang saham kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pencatatan pemindahan hak.
(4) Dalam hal pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum dilakukan, Menteri menolak permohonan persetujuan atau pemberitahuan yang dilaksanakan berdasarkan susunan dan nama pemegang saham yang belum diberitahukan tersebut.
(5) Ketentuan mengenai tata cara pemindahan hak atas saham yang diperdagangkan di pasar modal diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Pasal 57 UU PT:
(1) Dalam anggaran dasar dapat diatur persyaratan mengenai pemindahan hak atas saham, yaitu:
a. keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham dengan klasifikasi tertentu atau pemegang saham lainnya;
b. keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Organ Perseroan; dan/atau
c. keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal pemindahan hak atas saham disebabkan peralihan hak karena hukum, kecuali keharusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berkenaan dengan kewarisan.
Pasal 58 UU PT:
(1) Dalam hal anggaran dasar mengharuskan pemegang saham penjual menawarkan terlebih dahulu sahamnya kepada pemegang saham klasifikasi tertentu atau pemegang saham lain, dan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal penawaran dilakukan ternyata pemegang saham tersebut tidak membeli, pemegang saham penjual dapat menawarkan dan menjual sahamnya kepada pihak ketiga. [Note SHIETRA & PARTNERS : Itulah yang disebut sebagai norma hukum yang “sumir”, mengingat konsekuensinya logisnya timbul pertanyaan pada benak pemegang saham, bagaimana jika Anggaran Dasar tidak mengaturnya? Itulah pentingnya teknik “Argumentum per Analogiam” lewat keberadaan norma-norma / pasal-pasal sebelumnya dalam undang-undang ini.]
(2) Setiap pemegang saham penjual yang diharuskan menawarkan sahamnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak menarik kembali penawaran tersebut, setelah lewatnya jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(3) Kewajiban menawarkan kepada pemegang saham klasifikasi tertentu atau pemegang saham lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku 1 (satu) kali.
Penjelasan Resmi Pasal 58 Ayat (3) UU PT:
Yang dimaksud dengan “hanya berlaku 1 (satu) kali” adalah anggaran dasar Perseroan tidak boleh menentukan menawarkan sahamnya lebih dari 1 (satu) kali sebelum menawarkan kepada pihak ketiga.
Pasal 59 UU PT:
(1) Pemberian persetujuan pemindahan hak atas saham yang memerlukan persetujuan Organ Perseroan atau penolakannya harus diberikan secara tertulis dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal Organ Perseroan menerima permintaan persetujuan pemindahan hak tersebut.
(2) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Organ Perseroan tidak memberikan pernyataan tertulis, Organ Perseroan dianggap menyetujui pemindahan hak atas saham tersebut.
(3) Dalam hal pemindahan hak atas saham disetujui oleh Organ Perseroan, pemindahan hak harus dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 dan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan diberikan.
Pasal 60 UU PT:
(1) Saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 kepada pemiliknya.
(2) Saham dapat diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia sepanjang tidak ditentukan lain dalam anggaran dasar.
(3) Gadai saham atau jaminan fidusia atas saham yang telah didaftarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan wajib dicatat dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50.
(4) Hak suara atas saham yang diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia tetap berada pada pemegang saham. [Note SHIETRA & PARTNERS : Pernah terjadi, kreditor pemegang MEB sekalipun belum beralih hak atas saham kepada / ke atas nama sang kreditor, dalam Kontrak MEB antara pihak pemegang saham dan kreditornya disebutkan bahwa “hak suara” beralih kepada sang kreditor, maka Kontrak MEB demikian yang menyerupai praktik “nominee” ialah ILEGAL, tidak memenuhi “syarat sah perjanjian unsur objektif : causa yang sahih” vide Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sehingga “batal demi hukum”.]
Penjelasan Resmi Pasal 60 UU PT:
Ayat (1)
Kepemilikan atas saham sebagai benda bergerak memberikan hak kebendaan kepada pemiliknya. Hak tersebut dapat dipertahankan terhadap setiap orang.
Ayat (3)
Ketentuan ini dimaksudkan agar Perseroan atau pihak lain yang berkepentingan dapat mengetahui mengenai status saham tersebut.
Ayat (4)
Ketentuan ini menegaskan kembali asas hukum yang tidak memungkinkan pengalihan hak suara terlepas dari kepemilikan atas saham. Sedangkan hak lain di luar hak suara dapat diperjanjikan sesuai dengan kesepakatan di antara pemegang saham dan pemegang agunan.
Pasal 61 UU PT:
(1) Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap Perseroan ke pengadilan negeri apabila dirugikan karena tindakan Perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi, dan/atau Dewan Komisaris.
(2) Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan ke pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan.
Pasal 84 UU PT:
(1) Setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan lain.
(2) Hak suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:
a. saham Perseroan yang dikuasai sendiri oleh Perseroan;
b. saham induk Perseroan yang dikuasai oleh anak perusahaannya secara langsung atau tidak langsung; atau
c. saham Perseroan yang dikuasai oleh Perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh Perseroan.
Pasal 85 UU PT:
(1) Pemegang saham, baik sendiri maupun diwakili berdasarkan surat kuasa berhak menghadiri RUPS dan menggunakan hak suaranya sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi pemegang saham dari saham tanpa hak suara.
(3) Dalam pemungutan suara, suara yang dikeluarkan oleh pemegang saham berlaku untuk seluruh saham yang dimilikinya dan pemegang saham tidak berhak memberikan kuasa kepada lebih dari seorang kuasa untuk sebagian dari jumlah saham yang dimilikinya dengan suara yang berbeda.
(4) Dalam pemungutan suara, anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan karyawan Perseroan yang bersangkutan dilarang bertindak sebagai kuasa dari pemegang saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Dalam hal pemegang saham hadir sendiri dalam RUPS, surat kuasa yang telah diberikan tidak berlaku untuk rapat tersebut.
(6) Ketua rapat berhak menentukan siapa yang berhak hadir dalam RUPS dengan memperhatikan ketentuan Undang-Undang ini dan anggaran dasar Perseroan.
(7) Terhadap Perseroan Terbuka selain berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (6) berlaku juga ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.