Hukum Perdata ACTIO PAULIANA, terkait Asset yang Telah Diagunkan

LEGAL OPINION
Question: Apakah “actio pauliana” bisa diajukan oleh saya selaku pemberi modal usaha terhadap pihak peminjam modal, atas barang atau tanah milik si peminjam modal ini yang dibeli olehnya dari uang modal yang sebelumnya saya pinjamkan pada yang bersangkutan yang ternyata kemudian olehnya dijaminkan ke bank (sebagai agunan)? Bagaimana juga dengan agunan milik “penjamin murni” yang bukan debitor penerima dana kredit, namun semata dijadikan agunan bagi kepentingan debitor lainnya?
Brief Answer:Actio Pauliana” merupakan sebuah instrumen atau mekanisme hukum, guna melakukan “regres” terhadap suatu perbuatan hukum yang mengakibatkan batalnya sebuah peralihan hak kebendaan dari satu subjek hukum kepada subjek hukum lainnya, baik benda berwujud maupun berupa benda tidak berwujud, benda bergerak maupun benda tidak bergerak, termasuk didalamnya atau berkelindan erat terhadap suatu upaya Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU, money laundring) dimana mekanisme “Actio Pauliana” ini sifatnya sebagai sebuah upaya hukum secara keperdataan, sekalipun dengan atau tanpa upaya hukum pemidanaan seperti penggelapan ataupun TPPU.
Esensi yang terpenting dan terkandung dalam mekanisme hukum “Actio Pauliana” ialah, ketika seorang / suatu kreditor mengajukan batalnya segala perikatan hukum yang dilakukan oleh seorang debitor kepada pihak ketiga dimana perikatan sang debitor tersebut sejatinya tidak diwajibkan untuk dilakukan oleh si debitor kepada pihak ketiga tersebut yang membawa kerugian bagi kreditornya, sepanjang dapat dibuktikan bahwa ketika tindakan sang debitor tersebut dilakukan baik si debitor maupun orang pihak ketiga bersangkutan, mengetahui bahwa tindakan mereka membawa akibat yang merugikan kreditor dari sang debitor.
Hanya saja, hukum perdata menambahkan pula, hak-hak yang diperolehnya dengan itikad baik oleh orang-orang pihak ketiga atas barang-barang yang menjadi pokok perbuatan hukum yang dimohon pembatalannya oleh sang kreditor, dilindungi. Karenanya, syarat untuk mengajukan “Actio Pauliana” oleh sang kreditor, menjadi amat ketat serta limitatif keberlakuannya, mengingat harus terpenuhinya tiga syarat mutlak berikut secara kumulatif:
- perikatan hukum yang dilakukan oleh seorang debitor kepada pihak ketiga dimana perikatan sang debitor tersebut sejatinya tidak diwajibkan untuk dilakukan oleh si debitor kepada pihak ketiga (biasanya berupa peralihan asset atau harta kekayaan dan kepemilikan);
- sepanjang dapat dibuktikan bahwa ketika tindakan sang debitor tersebut dilakukan baik si debitor maupun orang pihak ketiga bersangkutan, mengetahui bahwa tindakan mereka membawa akibat yang merugikan kreditor dari sang debitor; dan
- hak-hak yang diperolehnya dengan itikad TIDAK baik oleh orang-orang pihak ketiga atas barang-barang yang menjadi pokok perbuatan hukum yang dimohon pembatalannya oleh sang kreditor.
Agunan, yang menjadi perikatan asessoir (turunan / lanjutan) dari suatu “perikatan pokok” berupa fasilitas kredit dari suatu perbankan kepada seorang / suatu “nasabah debitor”-nya, adalah sesuatu yang sifatnya diwajibkan dari hukum kebiasaan dunia perbankan nasional. Pihak perbankan yang penerima agunan pelunasan piutang, termasuk dalam kategori “pihak ketiga”, yang besar kemungkinan tidak mengetahui adanya “sengketa internal antara sang nasabah debitor terhadap kreditor lainnya”, dimana bila pihak perbankan ternyata tidak dapat dibuktikan memiliki itikad buruk ketika menerima agunan, maka posisi atau kedudukan hukum pihak perbankan terhadap hak pelunasan atas agunan yang diikat sempurna sebagai jaminan Hak Tanggungan maupun Fidusia, dilindungi oleh hukum.
Bila pun tidak dapat dimaknai demikian, maka hanya agunan yang tidak diikat sempurna Hak Tanggungan maupun Fidusia yang masih dapat diperdebatkan apakah dapat atau tidaknya dibatalkan perolehan dan penyerahan agunan demikian lewat mekanisme gugatan “Actio Pauliana” yang diajukan oleh kreditor lainnya dari sang debitor. Terlagi pula, telah terdapat kaedah hukum berupa Surat Edaran Mahkamah Agung No. 7 Tahun 2012 tentang Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan, yang telah secara tegas mengatur secara eksplisit tanpa menyisakan ruang celah penafsiran:
Pemegang Hak Tanggungan yang beritikad baik harus dilindungi sekalipun kemudian diketahui bahwa pemberi hak tanggungan adalah orang yang tidak berhak.”
“Perlindungan harus diberikan kepada pembeli yang ber-itikad baik sekalipun kemudian diketahui bahwa penjual adalah orang yang tidak berhak (obyek jual beli tanah).”
Pemilik asal hanya dapat mengajukan gugatan ganti rugi kepada Penjual yang tidak berhak.”
PEMBAHASAN:
Norma hukum tentang “Actio Pauliana”, terdapat pengaturannya secara eksplisit sebagaimana dalam ketentuan Pasal 1341 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:
1.) Meskipun demikian, tiap orang berpiutang boleh mengajukan batalnya segala tindakan yang tidak diwajibkan yang dilakukan oleh si berutang, dengan nama apa pun juga yang merugikan orang-orang berpiutang; asal dibuktikan bahwa ketika tindakan tersebut dilakukan, baik si berhutang maupun orang dengan atau untuk siapa si berhutang itu berbuat, mengetahui bahwa tindakan itu membawa akibat yang merugikan orang-orang yang berpiutang.
2.) Hak-hak yang diperolehnya dengan itikad baik oleh orang-orang pihak ketiga atas barang-barang yang menjadi pokok perbuatan yang batal itu, dilindungi.
3.) Untuk mengajukan hal batalnya perbuatan-perbuatan yang dilakukan dengan cuma-cuma oleh si berhutang, cukuplah si berpiutang  membuktikan bahwa si berhutang pada waktu melakukan perbuatan itu tahu, bahwa ia dengan berbuat demikian merugikan orang-orang yang mengutangkan kepadanya, tak peduli apakah orang yang menerima keuntungan juga mengetahuinya atau tidak.”
Sekalipun terdapat ketidak-konsistenan redaksional pengaturan pasal di atas, terutama kontradiktif antara bunyi pengaturan dalam Ayat ke-3 terhadap Ayat Ke-1, dimana pada satu sisi disebutkan : “...asal dibuktikan bahwa ketika tindakan tersebut dilakukan, baik si berhutang maupun orang dengan atau untuk siapa si berhutang itu berbuat, mengetahui bahwa tindakan itu membawa akibat yang merugikan orang-orang yang berpiutang”, sementara pada sisi lain disebutkan bahwa “...tak peduli apakah orang yang menerima keuntungan juga mengetahuinya atau tidak”.
Namun, satu hal yang pasti dan tidak lagi dapat diperdebatkan, demi asas kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pihak ketiga yang beritikad baik, terutama atas hak pelunasan yang bersumber dari agunan yang diikat sempurna dengan Hak Tanggungan, maka perlu untuk kita perhatikan kaedah normatif hukum sebagaimana terdapat pengaturannya dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2012 tentang Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan, menyatakan:
- Pemegang Hak Tanggungan yang beritikad baik harus dilindungi sekalipun kemudian diketahui bahwa pemberi hak tanggungan adalah orang yang tidak berhak.”
- Perlindungan harus diberikan kepada pembeli yang ber-itikad baik sekalipun kemudian diketahui bahwa penjual adalah orang yang tidak berhak (obyek jual beli tanah).”
- Pemilik asal hanya dapat mengajukan gugatan ganti rugi kepada Penjual yang tidak berhak.”
Mengingat Hak Tanggungan semata bersifat sebagai “accessoir” alias perjanjian turunan dari perjanjian pokok berupa akta hutang-piutang, dalam artian bila tiada perjanjian pokok berupa perjanjian hutang-piutang, maka tidak akan terbit perjanjian turunan berupa perikatan Hak Tanggungan atas agunan jaminan pelunasan hutang milik sang debitor ataupun milik pihak ketiga selaku penjamin.
Karena masih belum dilunasinya dan belum tuntasnya perjanjian pokok, maka sepanjang itu pula masih ada kewajiban bagi pihak debitor pemilik agunan untuk melunasi hutang atau setidaknya menyerahkan sejumlah jaminan berupa agunan kepada pihak kreditor pemegang jaminan kebendaan. Kecuali, bila ternyata dapat dbuktikan fasilitas kredit telah lunas dan selesai, namun agunan tidak kunjung dibebaskan dari ikatan beban Hak Tanggungan, maka dapat diajukan “Actio Pauliana” terhadap Hak Tanggungan yang dikuasai oleh sang kreditor.
Karenanya, bahkan syarat pertama “Actio Pauliana”, yakni “perikatan hukum yang dilakukan oleh seorang debitor kepada pihak ketiga dimana perikatan sang debitor tersebut sejatinya tidak diwajibkan untuk dilakukan oleh si debitor kepada pihak ketiga (biasanya berupa peralihan asset atau harta kekayaan dan kepemilikan)”, menjadi tidak terpenuhi, karena agunan bersifat wajib sebagai syarat pencairan kredit, sehingga karenanya juga Hak Tanggungan yang menjadi jaminan hak pelunasan piutang kreditor pemegang jaminan kebendaan, tidak dapat diganggu-gugat.
Perihal pemilik agunan menjaminkan aset benda tidak bergerak miliknya untuk kepentingan debitor lain diluar diri sang pemilik agunan, tidak pula dapat menjadi alasan mengajukan “Actio Pauliana”, mengingat terdapat rambu atau syarat kedua, yakni : “hak-hak yang diperolehnya dengan itikad TIDAK baik oleh orang-orang pihak ketiga atas barang-barang yang menjadi pokok perbuatan hukum yang dimohon pembatalannya oleh sang kreditor”.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.