Subjek Hukum Ahli Waris Almarhum Wajib Diurai secara Mendetail Siapa Saja yang Pihak-Pihak Menjadi Ahli Waris dalam Surat Gugatan

LEGAL OPINION
Question: Apa bisa, jika mau membuat surat gugatan, disebut saja tergugatnya ialah “para ahli waris si ‘anu’”? Kami tak punya data siapa saja anak-anak orang yang mau kami gugat, ini sama artinya menutup hak kami untuk menggugat bila kami diwajibkan pengadilan untuk sebutkan satu per satu secara terperinci mulai dari berapa banyak jumlah ahli warisnya, nama masing-masing dari mereka, umur, pekerjaan, hingga alamat mereka. Kami hanya orang awam biasa yang tidak punya hak akses terhadap data kependudukan.
Brief Answer: Hukum Acara Perdata yang berlaku di Indonesia saat kini, memang masih bersifat sangat formalistis, kaku (tidak dinamis), ketinggalan zaman (bahkan dapat dikatakan sangat “terbelakang” alias “kolot”), dan tidak mengakomodir asas “kemanfaatan”. Melihat segala kelemahan pada Hukum Acara Perdata di Indonesia, maka rekomendasi terbaik dan paling rasional ialah tidak menunda-nunda hingga subjek hukum perorangan yang akan digugat tidak sampai menjadi “almarhum” yang mana segala hak dan kewajibannya beralih kepada ahli waris sehingga dapat menyukarkan prosedur persidangan saat merumuskan para pihak tergugat dalam surat gugatan.
Bila subjek hukum berupa “badan hukum” (rechtspersoon) seperti Perseroan Terbatas, Koperasi, maupun Yayasan, pengurusnya silih-berganti karena meninggal dunia ataupun diganti, tidak mengakibatkan entitas status “badan hukum”-nya berubah subjek hukumnya, maka tidak sama halnya dengan subjek hukum orang-perorangan (natuurlijk persoon), dimana satu orang “natuurlijk persoon” dikemudian hari ternyata meninggal dunia, maka subjek hukum yang perlu ditarik sebagai pihak tergugat ialah seluruh subjek hukum ahli warisnya, dimana dapat dipastikan akan dijumpai kesukaran tersendiri untuk memperoleh data siapa dan berapa banyak ataupun alamat dari para ahli waris almarhum—yang tentunya tiada lawan yang akan secara sukarela membuka data-data kependudukan keluarganya. Prasyarat dalam hukum acara perdata demikian, selalu menjadi “penjegal” paling utama (penyulit), seolah kurang berpihak bagi para pencari keadilan.
Ternyata, praktik peradilan kita menerapkan “standar ganda”, semisal ketika yang dijadikan tergugat ialah badan hukum seperti Perseroan Terbatas, dimana penggugat tidak perlu mencantumkan nama dari direksi yang mewakili pihak Perseroan Terbatas selaku tergugat, karena sang pengurusnya akan tampil secara sendirinya ke hadapan persidangan untuk mewakili kepentingan Perseroan Terbatas tersebut, karenanya pihak penggugat tidak perlu tahu dan tidak perlu dipusingkan oleh “teka-teki” siapakah yang kini menjabat sebagai direksi Perseroan Terbatas yang digugat olehnya—mengingat pejabat direksi sebuah badan hukum dapat silih-berganti.
Sama halnya, semestinya biarlah para ahli waris almarhum tampil secara sendirinya demi membela kepentingan mereka atas boedel waris yang mengandung warisan hak serta kewajiban peninggalan almarhum pewaris, tanpa perlu membebani beban formalistis yang tidak berfaedah untuk diwajibkan. Bila para ahli waris almarhum dapat tampil sendiri guna membela kepentingan boedel waris milik mereka, maka mengapa juga pihak penggugat yang harus bersusah-payah menjaring dan “menyeret” satu per satu nama-nama para ahli waris tersebut?
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah kaedah hukum bentukan preseden (praktik peradilan) terkait penyebutan para pihak dalam gugat-menggugat, yang sejatinya melanggar asas peradilan yang sederhana dan ringkas, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan lewat putusan Mahkamah Agung RI sengketa perdata register Nomor 2986 K/Pdt/2016 tanggal 13 Desember 2016, perkara antara:
- DEWI WURYANINGSIH, sebagai Pemohon Kasasi, semula selaku Penggugat; melawan
- PT. BANK CENTRAL ASIA Tbk. KANTOR CABANG TULUNGAGUNG, sebagai Termohon Kasasi I dahulu Tergugat; dan
1. AHLI WARIS ALM. H. HANDRY HERYONO, sebagai Turut Termohon Kasasi dahulu Turut Tergugat I; [Note SHIETRA & PARTNERS : Kedudukan Turut Tergugat sangatlah tidak substansial dan tidak esensial, sehingga menjadi sangat prosedural dan formalistis bila mencantuman identitas ringkas demikian tidak dibenarkan oleh praktik peradilan di Indonesia.]
2. PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA cq. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA cq. DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA cq. KANWIL X DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA cq. KANTOR PELAYANAN KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG (KPKNL) MALANG; 3. ENY WIDIYANTI; Negara dan Lelang (KPKNL) Malang; 4. PT BALAI LELANG TUNJUNGAN; 5. LEGOWO, sebagai Para Turut Termohon Kasasi, semula selaku Para Turut Tergugat.
Terhadap gugatan Penggugat, Pengadilan Negeri Tulungagung kemudian memberikan Putusan Nomor 44/Pdt.G/2013/PN.Ta., tanggal 10 Juni 2014 dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
Dalam Eksepsi:
- Mengabulkan eksepsi dari Tergugat;
Dalam Pokok Perkara;
- Menyatakan gugatan dari Penggugat tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard).”
Dalam tingkat banding atas permohonan Penggugat, putusan Pengadilan Negeri di atas kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Surabaya lewat putusannya register Nomor 108/Pdt/2015/PT.Sby., tanggal 18 Juni 2015.
Pihak Penggugat mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan–alasan kasasi dari Pemohon Kasasi tidak dapat dibenarkan karena putusan Judex Facti sudah tepat dan benar, Judex Facti tidak salah menerapkan hukum serta putusan Judex Facti tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang;
“Bahwa pertimbangan hukum putusan Judex Facti/Pengadilan Tinggi Surabaya yang menguatkan putusan Judex Facti/Pengadilan Negeri Tulungagung dengan menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima dapat dibenarkan, karena berdasarkan fakta-fakta Judex Facti telah memberikan pertimbangkan yang cukup dan tidak bertentangan dengan hukum, dimana ternyata gugatan Penggugat kabur atau tidak jelas dalam penyebutan subjek hukum Turut Tergugat I yang hanya menyebut sebagai ‘ahli waris Alm. H. Handry Heryono’;
“Bahwa cara penyebutan tersebut tidak dapat dibenarkan dan telah melanggar tertib hukum acara perdata terhadap tanggung jawab pribadi masing-masing subjek hukum orang pribadi dalam kedudukannya sebagai pihak dalam suatu perkara, sehingga gugatan Penggugat cacat formil dan harus dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard), untuk itu harus ditolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi;
[Note SHIETRA & PARTNERS : Terdapat cacat logika laten terhadap pertimbangan hukum Mahkamah Agung RI demikian sebagaimana tertuang di atas. Tanggung jawab pribadi para masing-masing ahli waris HANYALAH SEBATAS BAGIAN DALAM BOEDEL WARIS, tidak bersikap renteng, dimana bahkan ahli waris dapat menolak pembagian boedel waris bagi dirinya, sehingga peralihan hak dan kewajiban kepada ahli waris dari pewarisnya tidak terjadi secara “demi hukum”.]
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, ternyataputusan Judex Facti / Pengadilan Tinggi Surabaya dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang,maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi DEWI WURYANINGSIH, tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi DEWI WURYANINGSIH tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.