Kewenangan LBH dan LSM, Lembaga Bantuan Hukum dan Lembaga Swadaya Masyarakat

LEGAL OPINION
Question: Apakah LBH (Lembaga Bantuan Hukum) dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), adalah sama? Apakah semua LSM adalah LBH atau sebaliknya apakah semua LBH adalah LSM?
Brief Answer: Biasanya, LSM menjadi wadah bagi gugatan sekelompok masyarakat, baik berupa citizen law suit maupun class action, bahkan beberapa LSM dalam bidang hukum tertentu dapat maju sebagai penggugat tanpa mendapat surat kuasa dari masyarakat dan menggugat untuk serta atas nama kepentingan masyarakat luas. Organisasi Kemasyarakatan yang biasa dikemas dengan nama julukan “Lembaga Swadaya Masyarakat”, dapat mengajukan gugatan untuk kepentingan (sekelompok) masyarakat umum dimana pokok tuntutannya (petitum) secara limitatif telah dibatasi hanya boleh berisi tuntutan untuk menghentian kegiatan, permintaan maaf, dan pembayaran uang paksa (dwangsom), sedangkan mengenai ganti-rugi adalah kewenangan LBH.
Sementara itu, sebuah LBH dapat juga mewakili sekelompok masyarakat dalam mengajukan gugatan maupun mewakili individu per individu masyarakat dalam menghadapi masalah hukum baik pidana maupun perdata, namun dengan syarat mendapat surat kuasa dari anggota masyarakat yang memiliki permasalahan hukum sebagai “principal”. Karenanya, staf pada kantor LBH seringkali berlatar-belakang profesi pengacara dengan izin beracara di persidangan.
Karenanya, sebuah LBH sangat menyerupai manajemen dan aktivitas sebuah kantor hukum pada umumnya, sementara itu LSM dalam memberi pemdampingan advokasi kepada masyarakat lebih bersifat komunal dan tidak jarang maju “sendiri” dengan mengatas-namakan kepentingan masyarakat umum, namun mengatas-namakan organisasinya sendiri selaku LSM alias Organisasi Kemasyarakatan.
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah ilustrasi konkret yang cukup unik, dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan lewat putusan Pengadilan Negeri Gorontalo sengketa gugatan perdata terkait perlindungan konsumen register Nomor 27/Pdt.G/2015/PN.Gto tanggal 14 April 2016, perkara antara:
- R.MAS.MH. AGUS RUGIARTO SH, Jabatan KETUA YLKI GORONTALO Provinsi Gorontalo,  bertindak atas nama YLKI GORONTALO Provinsi Gorontalo, sebagai Penggugat; melawan
- BANK RAKYAT INDONESIA (BRI) cq. BRI CABANG GORONTALO, selaku Tergugat.
Dimana terhadap gugatan Penggugat, Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa perkara a quo berkaitan dengan perlindungan konsumen, sehingga sebelum mempertimbangkan eksepsi tergugat dan pokok perkara terlebih dahulu Majelis Hakim berkewajiban untuk mempertimbangkan apakah Penggugat mempunyai kedudukan hukum atau kapasitas untuk mengajukan gugatan yang berkaitan dengan perlindungan konsumen ke Pengadilan Negeri?
“Menimbang, bahwa sesuai ketentuan Pasal 46 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen disebutkan ‘gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat yang memenuhi syarat yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.’;
“Menimbang, bahwa dalam ketentuan Pasal 46 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 disebutkan ‘Gugatan yang diajukan oleh kelompok konsumen, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat atau pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c atau huruf d diajukan kepada peradilan umum.’;
“Menimbang, bahwa dari ketentuan pasal 46 ayat (1) huruf c dihubungkan dengan Pasal 46 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 diatas dapat disimpulkan bahwa sebuah lembaga yang bergerak dibidang perlindungan konsumen berhak untuk mengajukan gugatan melalui Peradilan Umum untuk kepentingan perlindungan konsumen;
“Menimbang, bahwa hal tersebut didukung pula dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat yang menyebutkan ‘dalam membantu konsumen untuk memperjuangkan haknya, LPKSM dapat  melakukan advokasi atau pemberdayaan konsumen agar mampu memperjuangkan haknya secara mandiri, baik secara perorangan maupun kelompok; [Note SHIETRA & PARTNERS : Sekalipun aturan normatif hukum sedemikian jelas menerangkan kebolehan bagi LSM dibidang perlindungan konsumen untuk mewakiliki kepentingan konsumen perorangan, namun Majelis Hakim dalam perkara ini kemudian justru menyimpangi aturan di atas yang sudah jelas mengatur kebolehan.’
“Menimbang, bahwa dalam hal ini jelas Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat berhak untuk mengajukan gugatan melalui Peradilan Umum untuk kepentingan perlindungan konsumen;
“Menimbang, bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001 disebutkan ‘Pemerintah mengakui LPKSM yang memenuhi syarat sebagai berikut : a. terdaftar pada Pemerintah Kabupaten / Kota dan b. bergerak dibidang perlindungan konsumen sebagaimana tercantum dalam anggaran dasarnya.’.
“Menimbang, bahwa terkait bukti surat Penggugat P-6 berupa Tanda Daftar Lembaga Perlindungan Konsumen (TDLPK) yang baru dikeluarkan oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi UMKM Kota Gorontalo pada tanggal 28 Maret 2016, sedangkan Gugatan perkara a-quo terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Gorontalo pada tanggal 10 Agustus 2015, dapat dipahami dan dimaklumi oleh Majelis Hakim karena berkaitan dengan prosedur pengajuan permohonan untuk mendapatkan TDLPK memerlukan waktu, sehingga kedudukan YLKI Gorontalo sebagai Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat tidak perlu dipersoalkan dalam perkara a quo;
“Menimbang, bahwa dari bukti bertanda P-4, P-5 dan P-6, dapat ditarik kesimpulan tentang persyaratan sebagai Penggugat yang harus berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya sebagaimana disyaratkan Pasal 46 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 dan juga persyaratan telah terdaftar pada pemerintah yang bergerak dibidang perlindungan konsumen sebagaimana ketentuan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001, ternyata telah dapat dipenuhi oleh Penggugat sehingga Penggugat berhak mengajukan gugatan untuk mewakili kepentingan konsumen secara umum ke Pengadilan Negeri;
“Menimbang, bahwa selanjutnya akan dipertimbangkan apakah Penggugat dalam mengajukan gugatannya tersebut bertindak untuk kepentingan konsumen secara umum ataukah hanya atas kepentingan perseorangan semata?
“Menimbang, bahwa perkembangan hak gugat di Indonesia dalam praktik peradilan dan perundang-undangan sudah mengenal dan mengakomodir model Gugatan Perwakilan Kelompok (class action) dan Hak Gugat Organisasi (legal standng / ius standi) dalam beberapa peraturan perundangan. Khusus mengenai perlindungan terhadap konsumen, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat yang memenuhi syarat sebagaimana dalam ketentuan Pasal 46 ayat (1) huruf c UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen disebutkan dapat secara 15 langsung bertindak mewakili konsumen sebagai Penggugat tanpa memerlukan adanya surat kuasa.
“Menimbang, bahwa legal standing dalam perkara a quo terkait adanya Study Kasus terhadap seorang Konsumen bernama Ridwan R Samiden dan Merlin Tahir, yang mengadu ke pihak YLKI Gorontalo tentang Keberatan terhadap Lelang, padahal sebelumnya pihak konsumen tersebut berniat baik dengan mengajukan Permohonan Rektrurisasi, Resceduling atau Penjadwalan Ulang terhadap Angsuran, secara format dalam penyusunan surat gugatan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Gorontalo mendudukan dirinya sebagai Penggugat bukan sebagai kuasa dari konsumen bernama Ridwan R Samiden/Merlin Tahir, sehingga kedudukan dari Penggugat selaku Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat hanya mewakili satu orang konsumen. Selaku Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat, Hak menggugat Penggugat ke Pengadilan Negeri, telah dibatasi oleh peraturan perundangan-undangan, yaitu Penggugat hanya bisa mengajukan gugatan yang menyangkut kepentingan dan hak orang banyak atau masalah yang menyangkut kepentingan khusus untuk memperjuangkan harkat dan martabat masyarakat, sementara apabila hanya kepentingan konsumen perorangan yang dirugikan, maka Penggugat hanya bisa mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri dalam kapasitas sebagai kuasa dengan memperhatikan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat;
“Menimbang, bahwa dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok, yang pada pokoknya hakim dapat memberikan nasihat terhadap perkara yang sedang diajukan. Secara substantive dapat pula diterapkan pada perkara legal standing yaitu hakim dapat memberikan nasihat kepada penggugat terkait penyusunan surat gugatan yang memenuhi persyaratan.
“Menimbang, bahwa dalam salah petitum gugatannya, Penggugat meminta ganti kerugian kepada pihak tergugat, padahal dalam perkara a quo tuntutan yang dilakukan oleh Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat yang mendasarkan gugatannya tersebut dengan dasar legal standing, petitum yang seharusnya diminta adalah Penghentian kegiatan, Permintaan maaf, dan Pembayaran uang paksa (dwangsom) bukan ganti kerugian. Sehingga menjadi tidak jelas kedudukan Penggugat sebagai Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat atau sebagai kuasa. Perkara legal standing yang diajukan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Gorontalo tidak menyangkut harkat martabat orang banyak melainkan dalam mengajukan tuntutannya mengatas-namakan kepentingan individu terkait permasalahan utang-piutang.
“Menimbang, bahwa berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok secara substansi dapat diterapkan dalam gugatan legal standing, mengingat permasalahan hak gugat organisasi / legal standing belum ada peraturan khusus yang mengaturnya, sehingga legal standing atau hak gugat organisasi juga termasuk kelompok, akan tetapi memiliki tujuan khusus, hampir sama dengan apa yang dimaksud dengan class action yaitu sama-sama berbentuk kelompok. Class action berbentuk kelompok namun belum terlembaga sehingga dalam melakukan gugatan dipersayaratkan adanya kesamaan hubungan hukum dan mengalami kerugian secara langsung akibat dari kegiatan pelaku usaha atau pemerintah. Lain hal dengan legal standing meskipun tidak secara langsung mengalami kerugian, organisasi / kelompok ini dapat melakukan gugatan berdasarkan pemenuhan syarat-syarat yang telah ditentukan, sehingga secara substansi hukum acara perdata yang diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok dapat diterapkan pada hak gugat organisasi;
“Menimbang, bahwa didalam Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas Dan Administrasi Pengadilan Dalam Empat Lingkungan Peradilan Mahkamah Agung Edisi 2007 pada halaman 65-66 disebutkan Organisasi Kemasyarakatan / Lembaga Swadaya Masyarakat yang memenuhi syarat dapat mengajukan Gugatan untuk kepentingan masyarakat dan dalam tuntutan / petitumnya hanya berisi Penghentian kegiatan, Permintaan maaf, dan Pembayaran uang paksa (dwangsom), sedangkan mengenai ganti rugi hanya bisa diminta sebatas ongkos-ongkos yang dikeluarkan oleh penggugat;
“Menimbang, bahwa dengan demikian kepentingan perseorangan jelas tidak bisa diakomodir dalam suatu gugatan yang diajukan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Gorontalo dalam kapasitasnya sebagai Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (bukan sebagai kuasa hukum), dalam mengajukan gugatan perlindungan konsumen bukan individu yang diwakili Lembaga Perlindungan Konsumen, akan tetapi masyarakat pengguna barang dan jasa (konsumen) yang merasa telah dan akan dirugikan secara keseluruhan;
“Menimbang, bahwa oleh karena Penggugat hanya mengajukan gugatan untuk kepentingan individu semata dan bukan untuk kepentingan umum masyarakat pengguna barang dan jasa (konsumen) secara keseluruhan atau kepentingan orang banyak, maka Majelis Hakim berpendapat Penggugat tidak memenuhi syarat formal sebagaimana telah dipertimbangkan diatas;
“Menimbang, bahwa oleh karena Penggugat (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Gorontalo) tidak memiliki kapasitas hukum (legitima standi in judicio) untuk menggugat dalam perkara a quo dengan menggunakan prosedur Hak Gugat Organisasi (legal standing / ius standi), maka gugatan Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima (Niet onvantkelijke verklaard);
M E N G A D I L I :
-  Menyatakan gugatan dari Penggugat tidak dapat diterima.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.