LEGAL OPINION
Wajib Setor Modal Dasar sebagai Syarat Pendirian PT, Namun PT Belum Resmi Berdiri dan Belum Punya Rekening ataupun NPWP, Blunder Konsep Badan Hukum Perseroan Terbatas
Question: Bagaimana mau setor modal ke rekening kekayaan PT, jika PT awalnya balum resmi dan belum sah berdiri? Jika mau dirikan PT di Indonesia, harus setor modal dasar dulu, tapi belum jadi itu PT alias belum berdiri, gimana setornya? Ini ibarat ayam atau telur duluan.
Tidak mungkin juga seluruh pendiri akan setor modal berupa inbreng barang, mesin, atau tanah tanpa modal uang tunai. Untuk buka rekening atas nama PT, pihak bank selalu meminta SIUP-TDP, NPWP, dan akta pendirian serta pengesahan PT itu dari Kementerian Hukum. Jika rekening atas nama PT itu saja belum ada, mau setor modal dasar sebagai syarat pendirian PT, ke mana?
Inbreng pun akan membawa masalah, karena bagaimana cara balik-nama tanah ke atas nama PT jika PT-nya sendiri belum betul-betul ada? Bagaimana dapat disebut inbreng bila tidak bisa dibalik-nama atau dialihkan keatas nama PT?
Brief Answer: Khusus untuk konteks badan hukum Perseroan Terbatas yang baru akan didirikan (belum betul-betul berdiri dan sah, baru sebatas “calon / embiro PT”), solusi temporernya dapat memanfaatkan norma Peraturan Menteri Hukum & HAM RI Nomor 4 Tahun 2014, yang salah satu norma pengaturannya menyebutkan bahwa slip setoran atau fotokopi surat keterangan bank atas nama Perseroan atau rekening bersama atas nama para pendiri atau asli surat pernyataan telah menyetor modal Perseroan yang ditanda-tangani oleh semua anggota direksi bersama-sama semua pendiri serta semua anggota dewan komisaris Perseroan, jika setoran modal dalam bentuk uang.
Meski demikian, bila salah satu pendiri atau ahli waris pendiri dikemudian hari hendak mempermasalahkan, blunder tetap tidak dapat dihindari—sebagai contoh “surat pernyataan” demikian adalah keterangan palsu karena tetap saja fakta empiriknya adalah mustahil menyetor kepada PT bila PT itu sendiri belum sah berdiri, terutama bila ... sehingga tidak mungkin para calon pendiri PT menghadap notaris sembari dengan membawa ... , alias sangat tidak efisien.
Namun demikian bukan berarti tidak terdapat counter-argument bagi salah satu pendiri atau ahli waris pihak pendiri, ketika dirinya hendak menggugat eksistensi Perseroan Terbatas dengan alasan adanya cacat saat proses pendirian, dengan dalil-dalil sebagai berikut:
1) ...;
2) ...;
3) ...;
4) ...;
5) ... . [Note SHIETRA & PARTNERS: Data selengkapnya hanya diperuntukkan bagi klien pembayar tarif konsultasi tanya-jawab maupun pengguna jasa yang berlangganan layanan database berbayar Konsultan Shietra. Hubungi Kami untuk membeli data lengkap pembahasan ini.]
PEMBAHASAN:
Pernah benar-benar terjadi seorang ahli waris salah satu pihak pendiri, mengancam akan membubarkan perseroan yang salah satunya ialah klien dari SHIETRA & PARTNERS, dengan alasan tiada bukti dokumen ataupun catatan dalam pembukuan bahwa saat perseroan didirikan belasan tahun lampau, pernah ada setoran modal dasar oleh para pendiri, sekalipun fakta empiriknya saat kini Perseroan Terbatas ... . [Note SHIETRA & PARTNERS: Data selengkapnya hanya diperuntukkan bagi klien pembayar tarif konsultasi tanya-jawab maupun pengguna jasa yang berlangganan layanan database berbayar Konsultan Shietra.]
Isu hukum demikian adalah isu hukum laten yang selalu “seksi” untuk dijadikan dalil untuk melancarkan ancaman dan serangan. Praktis, seluruh Perseroan Terbatas yang ada dan eksis saat kini di Indonesia, mengandung cacat prosedural-formil saat proses pendiriannya—yakni, bagaimana mungkin menyetor modal bila belum ada PT yang benar-benar eksis untuk disetorkan? Kita perlu mulai memahami, secara konseptual Perseroan Terbatas merupakan subjek hukum (rechtspersoon) yang memiliki salah satu ciri utama : ... . [Note SHIETRA & PARTNERS: Data selengkapnya hanya diperuntukkan bagi klien pembayar tarif konsultasi tanya-jawab maupun pengguna jasa yang berlangganan layanan database berbayar Konsultan Shietra.]
Terdapat celah hukum bagi pemegang saham / salah satu pihak pendiri yang dapat sewaktu-waktu mempermasalahkan eksistensi dari berdirinya suatu perseroan. Akta pendirian saat Perseroan Terbatas sah berdiri, akan menjelma Anggaran Dasar sebagai Akta Perdana, yang menurut ketentuan Pasal 15 Ayat (1) Butir (d) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT), disebutkan bahwa “Anggaran dasar memuat sekurang-kurangnya: besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor.” Sementara kita tahu, saat Akta Pendirian dibentuk, tiada / belum ada Perseroan Terbatas yang eksis (not yet establish).
Perihal “modal (paling) dasar (saat bermaksud mendirikan PT)”, diatur dalam norma Pasal 32
1) Modal dasar Perseroan paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
2) Undang-Undang yang mengatur kegiatan usaha tertentu dapat menentukan jumlah minimum modal Perseroan yang lebih besar daripada ketentuan modal dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
3) Perubahan besarnya modal dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.”
Kemelut perihal “modal disetor (atas modal dasar)”, akan kita jumpai blunder laten dalam ketentuan Pasal 33 UU PT:
1) Paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 harus ditempatkan dan disetor penuh.
2) Modal ditempatkan dan disetor penuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah.
3) Pengeluaran saham lebih lanjut yang dilakukan setiap kali untuk menambah modal yang ditempatkan harus disetor penuh.”
Penjelasan Resmi Pasal 33 UU PT:
Ayat (2) : Yang dimaksud dengan ‘bukti penyetoran yang sah’, antara lain bukti setoran pemegang saham ke dalam rekening bank atas nama Perseroan, data dari laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan, atau neraca Perseroan yang ditandatangani oleh Direksi dan Dewan Komisaris.
Ayat (3) : Ketentuan ini menegaskan bahwa tidak dimungkinkan penyetoran atas saham dengan cara mengangsur.” [Note SHIETRA & PARTNERS : Dengan kata lain, Undang-Undang Perseroan Terbatas sendiri telah menutup kemungkinan / kebolehan untuk menyetor “modal disetorkan” sebagaimana nominal dalam Akta Pendirian setelah PT sah berdiri.”
Diperkeruh oleh keberadaan norma Pasal 146 UU PT:
1) Pengadilan negeri dapat membubarkan Perseroan atas:
a. permohonan kejaksaan berdasarkan alasan Perseroan melanggar kepentingan umum atau Perseroan melakukan perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan;
b. permohonan pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan adanya cacat hukum dalam akta pendirian;
c. permohonan pemegang saham, Direksi atau Dewan Komisaris berdasarkan alasan Perseroan tidak mungkin untuk dilanjutkan.
2) Dalam penetapan pengadilan ditetapkan juga penunjukan likuidator.”
BERITA NEGARA REPUBLIK Indonesia No. 392, 2014.
PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 2014
TENTANG
TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN PENGESAHAN BADAN HUKUM
DAN PERSETUJUAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR
SERTA PENYAMPAIAN PEMBERITAHUAN PERUBAHAN
ANGGARAN DASAR DAN PERUBAHAN DATA PERSEROAN TERBATAS
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa untuk meningkatkan pemberian pelayanan kepada masyarakat dan mempercepat proses pengesahan badan hukum, persetujuan perubahan anggaran dasar, penyampaian pemberitahuan perubahan anggaran dasar, dan perubahan data perseroan terbatas perlu diatur mengenai tata cara pengesahan badan hukum, persetujuan perubahan anggaran dasar, penyampaian pemberitahuan perubahan anggaran dasar, dan perubahan data perseroan terbatas yang dilakukan melalui media elektronik;
b. bahwa dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, pengesahan badan hukum perseroan terbatas harus didahului dengan persetujuan pemakaian nama yang belum diatur secara komprehensif dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.HH-01.AH.01.01 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Pesetujuan Perubahan Anggaran Dasar serta Penyampaian Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan Terbatas, sehingga perlu diganti;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar serta Penyampaian Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan Terbatas;
Mengingat :
1.Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756);
2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengajuan dan Pemakaian Nama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5244);
4. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.HH-05.OT.01.01 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 676) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.HH-05.OT.01.01 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 740);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA TENTANG TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN PENGESAHAN BADAN HUKUM DAN PESETUJUAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR SERTA PENYAMPAIAN PEMBERITAHUAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR DAN PERUBAHAN DATA PERSEROAN TERBATAS.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Undang-Undang adalah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
2. Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya.
3. Sistem Administrasi Badan Hukum yang selanjutnya disingkat SABH adalah pelayanan jasa teknologi informasi Perseroan secara elektronik yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum.
4. Pemohon adalah pendiri bersama-sama atau direksi Perseroan yang telah memperoleh status badan hukum atau Likuidator Perseroan bubar atau Kurator Perseroan pailit yang memberikan kuasa kepada Notaris untuk mengajukan permohonan melalui SABH.
5. Format Isian adalah bentuk pengisian data yang dilakukan secara elektronik untuk permohonan pengajuan pemakaian nama Perseroan, pengesahan badan hukum dan pemberian persetujuan perubahan anggaran dasar, penyampaian pemberitahuan perubahan anggaran dasar dan perubahan data Perseroan.
6. Format Isian Pengajuan Pemakaian Nama Perseroan yang selanjutnya disebut Format Pengajuan Nama adalah format isian untuk pengajuan nama Perseroan yang akan dipakai dalam pendirian Perseroan ataupun perubahan nama Perseroan.
7. Format Isian Pendirian yang selanjutnya disebut Format Pendirian adalah format isian untuk permohonan pengesahan badan hukum Perseroan.
8. Format Isian Perubahan Anggaran Dasar dan/atau Data Perseroan yang selanjutnya disebut Format Perubahan adalah format isian untuk permohonan persetujuan perubahan anggaran dasar, pemberitahuan anggaran dasar, dan/atau data Perseroan.
9. Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya disingkat RUPS adalah organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada direksi atau dewan komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang dan/atau anggaran dasar.
BAB II
PENGESAHAN BADAN HUKUM PERSEROAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 2
(1) Permohonan pengesahan badan hukum Perseroan diajukan oleh Pemohon kepada Menteri.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan melalui SABH.
Pasal 3
Permohonan Pengesahan Badan Hukum Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus didahului dengan pengajuan nama Perseroan.
Bagian Kedua
Permohonan Pengajuan Nama Perseroan
Pasal 4
(1) Pemohon mengajukan permohonan pemakaian nama Perseroan kepada Menteri melalui SABH.
(2) Pengajuan nama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengisi Format Pengajuan Nama Perseroan.
(3) Format Pengajuan Nama Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:
a. nomor pembayaran persetujuan pemakaian nama Perseroan dari bank persepsi; dan
b. nama Perseroan yang dipesan.
Pasal 5
(1) Pemohon wajib membayar terlebih dahulu biaya persetujuan pemakaian nama Perseroan melalui bank persepsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk 1 (satu) nama Perseroan yang akan disetujui.
(2) Besarnya biaya persetujuan pemakaian nama Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
(3) Biaya yang telah dibayarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal dibayarkan.
(4) Biaya yang telah dibayarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat ditarik kembali.
Pasal 6
(1) Nama Perseroan yang dipesan harus memenuhi persyaratan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara pengajuan dan pemakaian nama Perseroan.
(2) Pemohon wajib mengisi formulir pernyataan yang berisi bahwa nama Perseroan yang dipesan telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan Pemohon bertanggung jawab penuh terhadap nama Perseroan yang dipesan.
Pasal 7
(1) Nama Perseroan yang telah disetujui oleh Menteri diberikan persetujuan pemakaian nama secara elektronik.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. nomor pemesanan nama Perseroan;
b. nama Perseroan yang dapat dipakai;
c. tanggal pemesanan;
d. tanggal daluarsa; dan
e. kode pembayaran.
(3) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya untuk 1 (satu) nama Perseroan.
Pasal 8
Dalam hal nama tidak memenuhi persyaratan pengajuan dan pemakaian nama Perseroan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Menteri dapat menolak nama Perseroan tersebut secara elektronik.
Pasal 9
Pemakaian nama Perseroan yang telah mendapat persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 berlaku untuk jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari.
Pasal 10
Format Pengajuan Nama Perseroan dan tata cara pengisiannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 serta surat pernyataan dan tata cara pengisiannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Bagian Ketiga
Permohonan Pengesahan Perseroan Terbatas
Pasal 11
(1) Untuk memperoleh Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan, Pemohon harus mengajukan permohonan secara elektronik kepada Menteri.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal Akta pendirian telah ditandatangani. [Note SHIETRA & PARTNERS : Badan hukum PT belum benar-benar berdiri ketika belum dinyatakan sah lewat Surat Keputusan Kementerian Hukum. Artinya, tiada dapat dibuka rekening atas nama PT, sekalipun Akta Pendirian telah dibuat oleh para pendiri.]
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara mengisi Format Pendirian Perseroan.
Pasal 12
(1) Pemohon wajib membayar biaya permohonan pengesahan badan hukum Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.
(2) Biaya pengesahan badan hukum Perseroan dibayarkan melalui bank persepsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Besarnya biaya pengesahan badan hukum Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Pasal 13
(1) Pengisian Format Pendirian Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) juga harus dilengkapi dengan dokumen pendukung yang disampaikan secara elektronik.
(2) Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa surat pernyataan secara elektronik dari pemohon tentang dokumen untuk pendirian Perseroan yang telah lengkap.
(3) Dokumen untuk pendirian Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disimpan Notaris, yang meliputi:
a. minuta akta pendirian Perseroan atau minuta akta perubahan pendirian Perseroan;
b. minuta akta peleburan dalam hal pendirian Perseroan dilakukan dalam rangka peleburan;
c. bukti setor modal Perseroan, berupa:
1. fotokopi slip setoran atau fotokopi surat keterangan bank atas nama Perseroan atau rekening bersama atas nama para pendiri atau asli surat pernyataan telah menyetor modal Perseroan yang ditanda-tangani oleh semua anggota direksi bersama-sama semua pendiri serta semua anggota dewan komisaris Perseroan, jika setoran modal dalam bentuk uang;
2. asli surat keterangan penilaian dari ahli yang tidak terafiliasi atau bukti pembelian barang jika setoran modal dalam bentuk lain selain uang yang disertai bukti pengumuman dalam surat kabar jika setoran dalam bentuk benda tidak bergerak;
3. fotokopi Peraturan Pemerintah dan/atau Keputusan Menteri Keuangan bagi Perseroan Persero atau Peraturan Daerah dalam hal pendiri adalah Perusahaan Daerah atau Pemerintah Daerah Provinsi / Kabupaten / Kota; atau
4. fotokopi neraca dari Perseroan yang meleburkan diri atau neraca dari perusahaan bukan badan hukum yang dimasukkan sebagai setoran modal. [Note SHIETRA & PARTNERS : Terkecuali merger (penggabungan), konsolidasi juga dibelenggu dilematika serupa, yakni dua atau lebih perseroan saling meleburkan diri dengan mendirikan satu badan hukum Perseroan Terbatas baru, namun Perseroan Terbatas yang baru belum “benar-benar berdiri dan sah”.]
d. surat pernyataan kesanggupan dari pendiri untuk memperoleh keputusan, persetujuan, atau rekomendasi dari instansi teknis untuk Perseroan bidang usaha tertentu atau fotokopi keputusan, persetujuan, dan rekomendasi dari instansi teknis terkait untuk Perseroan bidang usaha tertentu; dan
e. fotokopi surat keterangan mengenai alamat lengkap Perseroan dari pengelola gedung atau instansi yang berwenang atau asli surat pernyataan mengenai alamat lengkap Perseroan yang ditanda-tangani oleh semua anggota direksi bersama-sama semua pendiri serta semua anggota dewan komisaris perseroan.
Pasal 14
(1) Pemohon wajib mengisi surat pernyataan secara elektronik yang menyatakan Format Pendirian Perseroan dan keterangan mengenai dokumen pendukung telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta Pemohon bertanggung jawab penuh terhadap Format Pendirian Perseroan dan keterangan tersebut.
(2) Dalam hal Format Pendirian Perseroan telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Menteri langsung menyatakan tidak berkeberatan atas permohonan pengesahan badan hukum Perseroan secara elektronik.
Pasal 15
(1) Menteri menerbitkan Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal pernyataan tidak berkeberatan dari Menteri.
(2) Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Pemohon secara elektronik.
(3) Notaris dapat langsung melakukan pencetakan sendiri Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan, menggunakan kertas berwarna putih ukuran F4/folio dengan berat 80 (delapan puluh) gram.
(4) Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib ditandatangani dan dibubuhi cap jabatan oleh Notaris serta memuat frasa yang menyatakan “Keputusan Menteri ini dicetak dari SABH”.
Pasal 16
Dalam hal Format Pendirian Perseroan yang dilengkapi dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Keputusan Menteri tersebut dicabut. [Note SHIETRA & PARTNERS : Sebagaimana telah kita bahas sebelumnya, salah satu cacat prosedural proses pendirian perseroan, ialah perihal “modal disetor” atas “modal dasar” yang selalu fiktif sifatnya, mengingat badan hukum PT belum benar-benar eksis dan berdiri.]
Pasal 17
Format Pendirian Perseroan dan tata cara pengisiannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 serta pernyataan dan tata cara pengisiannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
BAB III
PERSETUJUAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PERSEROAN
Pasal 18
(1) Perubahan anggaran dasar tertentu harus mendapat persetujuan Menteri.
(2) Perubahan anggaran dasar tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. nama Perseroan dan/atau tempat kedudukan Perseroan;
b. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
c. jangka waktu berdirinya Perseroan;
d. besarnya modal dasar;
e. pengurangan modal ditempatkan dan disetor; dan/atau
f. status Perseroan yang tertutup menjadi Perseroan terbuka atau sebaliknya.
(3) Perubahan anggaran dasar tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimuat atau dinyatakan dalam akta Notaris dalam Bahasa Indonesia.
(4) Perubahan anggaran dasar yang tidak dimuat dalam akta berita acara rapat yang dibuat Notaris harus dinyatakan dalam akta Notaris dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS.
(5) Perubahan anggaran dasar tidak boleh dinyatakan dalam akta Notaris setelah lewat jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
(6) Permohonan persetujuan perubahan anggaran dasar tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada Menteri, dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal akta Notaris yang memuat perubahan anggaran dasar.
(7) Apabila jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (6) telah lewat, permohonan persetujuan perubahan anggaran dasar tidak dapat diajukan kepada Menteri.
Pasal 19
Perubahan anggaran dasar yang diputuskan di luar RUPS harus dinyatakan dalam akta Notaris dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan seluruh pemegang saham.
Pasal 20
Permohonan persetujuan perubahan anggaran dasar tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) diajukan oleh Pemohon melalui SABH dengan cara mengisi Format Perubahan dilengkapi keterangan mengenai dokumen pendukung.
Pasal 21
Jika dalam permohonan persetujuan perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 terdapat perubahan nama Perseroan, permohonan persetujuan perubahan anggaran dasar diajukan setelah pemakaian nama memperoleh persetujuan dari Menteri.
Pasal 22
Ketentuan mengenai tata cara permohonan pengesahan badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 14 sampai dengan Pasal 16, berlaku secara mutatis mutandis untuk tata cara permohonan persetujuan perubahan anggaran dasar.
Pasal 23
(1) Pengisian Format Perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 juga harus dilengkapi dengan dokumen pendukung yang disampaikan secara elektronik.
(2) Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pernyataan secara elektronik dari Pemohon mengenai dokumen perubahan anggaran dasar yang telah lengkap.
(3) Dokumen perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disimpan oleh Notaris, yang meliputi:
a. akta tentang perubahan anggaran dasar yang dibuat Notaris;
b. notula RUPS perubahan anggaran dasar atau keputusan pemegang saham di luar RUPS;
c. akta tentang penggabungan, peleburan, pengambil-alihan, dan pemisahan yang dibuat Notaris jika perubahan anggaran dasar dalam rangka penggabungan, dengan melampirkan:
1. akta tentang persetujuan penggabungan, peleburan, pengambil-alihan, dan pemisahan rancangan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan pemisahan dari Perseroan;
2. fotokopi laporan keuangan yang meliputi 3 (tiga) tahun buku terakhir dari setiap Perseroan yang akan melakukan penggabungan, peleburan, pengambil-alihan, dan pemisahan; dan
3. bukti pengumuman dalam 1 (satu) surat kabar mengenai ringkasan rancangan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan pemisahan Perseroan.
d. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak yang diketahui Notaris sesuai dengan aslinya;
e. bukti pembayaran untuk:
1. biaya persetujuan perubahan anggaran dasar;
2. biaya pengumuman dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia; dan
3. biaya persetujuan pemakaian nama Perseroan, jika perubahan anggaran dasar mengenai perubahan nama Perseroan.
f. bukti setor modal Perseroan dari bank atas nama Perseroan, neraca Perseroan tahun buku berjalan, atau bukti setor dalam bentuk lain, jika perubahan anggaran dasar mengenai peningkatan modal setor Perseroan; [Note SHIETRA & PARTNERS : Hal tersebut di atas barulah mungkin terjadi, mengingat PT sebelumnya telah sah berdiri, dan dalam hal ini hanya melakukan perubahan terhadap Anggaran Dasar seperti peningkatan Modal Dasar.]
g. bukti pengumuman dalam surat kabar, jika perubahan anggaran dasar mengenai pengurangan modal;
h. fotokopi surat keterangan mengenai alamat lengkap Perseroan dari pengelola gedung atau instansi yang berwenang atau asli surat pernyataan mengenai alamat lengkap Perseroan yang ditandatangani oleh direksi Perseroan; dan
i. fotokopi dokumen pendukung dari instansi terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang diketahui Notaris sesuai dengan aslinya.
BAB IV
PEMBERITAHUAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PERSEROAN
DAN PERUBAHAN DATA PERSEROAN
Bagian Kesatu
Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar Perseroan
Pasal 24
(1) Perubahan anggaran dasar Perseroan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 cukup diberitahukan oleh Pemohon kepada Menteri.
(2) Permohonan pemberitahuan perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan oleh Pemohon melalui SABH dengan cara mengisi Format Perubahan dilengkapi dengan dokumen pendukung.
Pasal 25
(1) Pengisian Format Perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) juga harus dilengkapi dengan dokumen pendukung yang disampaikan secara elektronik.
(2) Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pernyataan secara elektronik dari Pemohon mengenai dokumen perubahan anggaran dasar yang telah lengkap.
(3) Dokumen perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disimpan Notaris, yang meliputi:
a. akta tentang perubahan anggaran dasar yang dibuat Notaris;
b. notula RUPS perubahan anggaran dasar atau keputusan pemegang saham di luar RUPS;
c. akta tentang penggabungan, peleburan, pengambil-alihan, dan pemisahan yang dibuat Notaris jika perubahan anggaran dasar dalam rangka penggabungan, dengan melampirkan: [Note SHIETRA & PARTNERS : Ketentuan ini mustahil dan overlaping, mengingat merger atau penggabungan badan hukum perseroan akan mengakibatkan perubahan komposisi Modal Dasar perseroan yang membutuhkan pengesahan dari otoritas, bukan sekadar notifikasi kepada otoritas.]
1. akta tentang persetujuan penggabungan, peleburan, pengambil-alihan, dan pemisahan rancangan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan pemisahan dari Perseroan;
2. fotokopi laporan keuangan yang meliputi 3 (tiga) tahun buku terakhir dari setiap Perseroan yang akan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan pemisahan; dan
3. bukti pengumuman dalam 1 (satu) surat kabar mengenai ringkasan rancangan penggabungan, peleburan, pengambil-alihan, dan pemisahan Perseroan.
d. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak yang diketahui Notaris sesuai dengan aslinya;
e. bukti pembayaran pengumuman dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia;
f. bukti setor modal Perseroan dari bank atas nama Perseroan, neraca Perseroan tahun buku berjalan, atau bukti setor dalam bentuk lain, jika perubahan anggaran dasar mengenai peningkatan modal setor Perseroan; dan
g. fotokopi dokumen pendukung dari instansi terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang diketahui Notaris sesuai dengan aslinya.
Pasal 26
Ketentuan mengenai tata cara permohonan pengesahan badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 14 sampai dengan Pasal 16, berlaku secara mutatis mutandis untuk tata cara permohonan pemberitahuan perubahan anggaran dasar.
Bagian Kedua
Pemberitahuan Perubahan Data Perseroan
Pasal 27
(1) Perubahan data Perseroan cukup diberitahukan oleh Pemohon kepada Menteri.
(2) Perubahan data Perseroan dengan mengisi Format Perubahan pada SABH.
(3) Perubahan data Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. perubahan susunan pemegang saham karena pengalihan saham dan/atau perubahan jumlah kepemilikan saham yang dimilikinya;
b. perubahan nama pemegang saham karena pemegang saham ganti nama;
c. perubahan susunan nama dan jabatan anggota direksi dan/atau dewan komisaris;
d. perubahan alamat lengkap Perseroan; [Note SHIETRA & PARTNERS : Terminologi hukum Perseroan Terbatas membedakan antara “kedudukan” dan “alamat”. Bila kedudukan bersifat wilayah administrasi kabupaten / kota, maka perubahan “alamat” bisa berupa perubahan pada tempat kecamatan maupun kelurahan yang masih dalam lingkup “kedudukan” kabupaten / kota yang sama.]
e. pembubaran Perseroan atau berakhirnya Perseroan karena jangka waktu berakhir;
f. berakhirnya status badan hukum Perseroan setelah pertanggung-jawaban likuidator atau Kurator telah diterima oleh RUPS, Pengadilan, atau Hakim Pengawas; dan
g. penggabungan, peleburan, pengambil-alihan, dan pemisahan yang tidak disertai perubahan anggaran dasar. [Note SHIETRA & PARTNERS : Pertanyaannya, mungkinkan terjadi penggabungan, peleburan, pengambil-alihan, dan pemisahan yang tidak disertai perubahan anggaran dasar, terutama Modal Dasar? Penggabungan selalu disertai bertambahnya modal dari dua entitas hukum menjadi satu-kesatuan, sehingga dapat dipastikan terjadi penambahan besar Modal Dasar.]
Pasal 28
(1) Pengisian Format Perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) juga harus dilengkapi dengan dokumen pendukung yang disampaikan secara elektronik.
(2) Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pernyataan secara elektronik dari Pemohon mengenai dokumen perubahan data Perseroan yang telah lengkap.
(3) Dokumen perubahan data Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disimpan Notaris, untuk:
a. perubahan susunan pemegang saham karena pengalihan saham dan/atau perubahan jumlah kepemilikan saham yang dimiliki, berupa:
1. akta tentang perubahan susunan pemegang saham yang meliputi nama dan jumlah saham yang dimiliki; dan/atau
2. akta pemindahan hak atas saham sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. perubahan nama pemegang saham karena pemegang saham ganti nama, berupa:
1. akta tentang RUPS, akta keputusan pemegang saham di luar RUPS atau dokumen lainnya tentang ganti nama pemegang saham; dan
2. keputusan instansi terkait mengenai perubahan nama pemegang saham badan hukum atau orang perseorangan.
c. perubahan susunan nama dan jabatan anggota direksi dan/atau dewan komisaris berupa akta tentang RUPS atau akta keputusan pemegang saham di luar RUPS tentang perubahan susunan direksi dan/atau dewan komisaris;
d. fotokopi surat keterangan mengenai alamat lengkap Perseroan dari pengelola gedung, instansi yang berwenang, atau asli surat pernyataan mengenai alamat lengkap Perseroan yang ditanda-tangani oleh direksi Perseroan;
e. penggabungan yang tidak disertai perubahan anggaran dasar berupa:
1. salinan akta penggabungan Perseroan;
2. akta RUPS atau keputusan pemegang saham di luar RUPS tentang persetujuan rancangan penggabungan dari Perseroan yang akan menggabungkan diri maupun yang menerima penggabungan Perseroan;
3. fotokopi laporan keuangan yang meliputi 3 (tiga) tahun buku terakhir dari setiap Perseroan yang akan melakukan penggabungan; dan
4. pengumuman dalam 1 (satu) surat kabar mengenai ringkasan rancangan penggabungan Perseroan.
f. pembubaran Perseroan berupa:
1. akta tentang RUPS, akta keputusan pemegang saham di luar RUPS atau dokumen lainnya yang menyetujui pembubaran Perseroan dan bukti pengumuman pembubaran dalam surat kabar, jika pembubaran Perseroan berdasarkan keputusan RUPS atau jangka waktu berdirinya Perseroan yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir; [Note SHIETRA & PARTNERS : Dengan demikian, dimungkinkan membuat keputusan RUPS berupa “circulair resolution” dengan agenda acara “membubarkan perseroan”.]
2. akta mengenai pernyataan likuidator tentang pembubaran Perseroan berdasarkan penetapan pengadilan, dilampiri fotokopi penetapan pengadilan, jika Perseroan bubar berdasarkan penetapan pengadilan, dilampiri fotokopi putusan pengadilan yang sesuai dengan aslinya yang dibuat oleh pengadilan;
3. akta mengenai pernyataan likuidator tentang pembubaran perseroan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena harta pailit Perseroan tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan dilampiri fotokopi putusan pengadilan niaga yang sesuai dengan aslinya yang dibuat oleh pengadilan niaga;
4. akta mengenai pernyataan Kurator tentang pembubaran Perseroan berdasarkan putusan Pengadilan Niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena harta pailit dalam keadaan insolvensi, dilampiri fotokopi putusan pengadilan niaga yang sesuai dengan aslinya yang dibuat oleh pengadilan niaga; atau
5. akta mengenai pernyataan direksi tentang pembubaran Perseroan berdasarkan surat pencabutan izin usaha perbankan dan perasuransian dari instansi pemberi izin usaha, dilampiri fotokopi surat pencabutan izin tersebut yang diketahui oleh Notaris sesuai dengan aslinya.
g. telah berakhirnya Perseroan berupa:
1. surat pemberitahuan dari likuidator atau kurator mengenai pertanggung-jawaban hasil akhir proses likuidasi dan pengumuman dalam surat kabar mengenai pelunasan dan pembebasan kepada likuidator atau kurator dan akta mengenai pertanggung-jawaban hasil akhir proses likuidasi yang diketahui oleh Notaris sesuai dengan aslinya; dan
2. pengumuman dalam surat kabar mengenai hasil penggabungan, peleburan atau pemisahan.
(4) Dokumen perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf f dan huruf g selain disimpan pada Notaris juga harus disampaikan secara langsung kepada Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 29
Ketentuan mengenai tata cara permohonan pengesahan badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 14 sampai dengan Pasal 16, berlaku secara mutatis mutandis untuk tata cara permohonan pemberitahuan perubahan data Perseroan.
Pasal 30
Pengisian Format Perubahan mengenai perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dan Pasal 23 ayat (2) dapat dilakukan juga secara bersama dengan pengisian Format Perubahan mengenai data Perseroan.
BAB V
PERMOHONAN SECARA NONELEKTRONIK
Pasal 31
(1) Dalam hal permohonan pengesahan badan hukum, permohonan perubahan anggaran dasar, atau permohonan perubahan data perseroan terbatas tidak dapat diajukan secara elektronik karena disebabkan oleh:
a. Notaris yang tempat kedudukannya belum tersedia jaringan internet; atau
b. SABH tidak berfungsi sebagaimana mestinya berdasarkan pengumuman resmi oleh Menteri, Pemohon dapat mengajukan permohonan secara manual.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis dengan melampirkan:
a. dokumen pendukung; dan/atau
b. surat keterangan dari Kepala Kantor Telekomunikasi setempat yang menyatakan bahwa tempat kedudukan Notaris yang bersangkutan belum terjangkau oleh fasilitas internet.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 32
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum, persetujuan perubahan anggaran dasar Perseroan yang telah ditetapkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini; dan
b. surat pemberitahuan Menteri mengenai perubahan anggaran dasar dan pemberitahuan perubahan data Perseroan, dinyatakan tetap berlaku sepanjang belum dilakukan perubahan dan pencabutan oleh Menteri atau pembatalan oleh pengadilan.
Pasal 33
Permohonan pengesahan pendirian yang telah diajukan dan sedang diproses sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, diproses berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dengan melampirkan pernyataan secara tertulis sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 34
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.HH-01.AH.01.01 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Pesetujuan Perubahan Anggaran Dasar serta Penyampaian Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan Terbatas (Berita Negara Republik Indonesia Nomor 187 Tahun 2011), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 35
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 25 Maret 2014
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDIN
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 26 Maret 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDIN
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.