Pemberi Personal Guarantee Tidak dapat Dipailitkan, Telaah Falsafah Hukum Jaminan Perseorangan

ARTIKEL HUKUM
Betul bahwa seluruh perkara kepailitan yang dikabulkan oleh Pengadilan Niaga di Indonesia, akan turut mempailitkan subjek hukum pemberi Personal Guarantee maupun Corporate Guarantee—seakan menjadi paket satu kesatuan, demikian tren-nya dewasa ini. Namun, penetapan kapailitan demikian adalah cacat hukum secara falsafah ilmu hukum yang paling mendasar, dikarenakan kedangkalan paradigma Hakim Pengadilan Niaga yang memeriksa dan memutus perkara kepailitan yang dihadapkan kepadanya.
Apa yang penulis nyatakan diatas, dapat penulis buktikan argumentasinya secara tak terbantahkan, dimana penulis merupakan Sarjana Hukum pertama dan satu-satunya di Indonesia yang secara tegas menyatakan bahwa pemberi Personal Guarantee maupun Corporate Guaratee, TIDAK DAPAT DIPAILITKAN. Apakah yang menjadi dasar perspektif dari penulis, sehingga dapat menghasilkan kesimpulan demikian?
Sebenarnya sederhana saja, dan tidak perlu “orang hukum” untuk menjelaskan cacat falsafah dipailitkannya pihak pemberi Personal Guarantee maupun Corporate Guarantee. Seperti yang telah penulis nyatakan, hanya kedangkalan berpikir serta sikap naif yang membuat kita berasumsi bahwa pemberi Personal Guarantee maupun Corporate Guarantee dapat turut dipailitkan bersama debitor yang dijamin olehnya.
Sebagaimana telah kita ketahui, pemberi Personal Guarantee maupun Corporate Guarantee hanya memberi jaminan kepada pihak kreditor tertentu, tidak kepada seluruh kreditor dari debitor yang dijamin oleh pemberi Personal Guarantee maupun Corporate Guarantee, sehingga menjadi absurd ketika debitor jatuh pailit, pemberi Personal Guarantee maupun Corporate Guarantee turut diseret sebagai Termohon Terpailit II dan seluruh tagihan / piutang puluhan bahkan ratusan pihak kreditor yang tidak pernah punya hubungan hukum dengan sang pemberi Personal Guarantee maupun Corporate Guarantee, secara serta-merta mengajukan hak tagih kepada pihak pemberi Personal Guarantee maupun Corporate Guarantee.
Praktik peradilan (Pengadilan Niaga) yang selama beberapa dasawarsa ini turut menjatuhkan status “PAILIT” kepada pihak-pihak pemberi Personal Guarantee maupun Corporate Guarantee, akan melahirkan moral hazard, berupa pemberi Personal Guarantee maupun Corporate Guarantee yang sejatinya merupakan “pihak ketiga” dari kreditor-kreditor lainnya yang tidak diberikan Personal Guarantee maupun Corporate Guarantee, para segenap kreditor tersebut akan secara serta-merta berasumsi memiliki hak tagih yang dapat ditagih dari pihak-pihak yang dinyatakan “PAILIT”—salah satunya pihak pemberi Personal Guarantee maupun Corporate Guarantee.
Untuk memudahkan pemahaman, ilustrasi berikut penulis harapkan dapat menjadi gambaran sederhana yang cukup menerangkan duduk permasalahan. PT. Anak Baru Gede merupakan debitor penerima fasiltas kredit modal kerja dari Bank Bunga Kecil. Guna keperluan penjaminan pelunasan piutang Bank Bunga Kecil, seseorang yang bernama Bapak Kumis Cepak menjadikan dirinya sebagai pihak pemberi Personal Guarantee untuk menjamin pelunasan seluruh hutang PT. Anak Baru Gede, dimana Bapak Kumis Cepak hanya menjadi pihak pemberi Personal Gurantee semata untuk Bank Bunga Kecil, tidak bagi kreditor-kreditor lainnya dari pihak PT. Anak Baru Gede.
Ternyata, PT. Anak Baru Gede memiliki banyak hutang kepada banyak kreditor. Ketika terjadi wanprestasi ataupun “kredit macet”, oleh Bank Bunga Kecil dimohonkanlah pailit terhadap PT. Anak Baru Gede, dengan menyertakan serta Bapak Kumis Cepak sebagai Termohon Pailit II. Alhasil, PT. Anak Baru Gede beserta dengan Bapak Kumis Cepak, jatuh dalam keadaan “PAILIT”.
Efek domino yang terjadi berikutnya, kurator mengadakan pendaftaran piutang oleh para segenap kreditor dari PT. Anak Baru Gede maupun para kreditor dari Bapak Kumis Cepak dalam satu register perkara di Pengadilan Niaga (karena Bapak Kumis Cepak bisa jadi juga memiliki banyak tunggakan kepada kreditor lainnya). Barulah menjadi tampak ambigu, ketika dilakukan rapat pencocokan piutang oleh pihak kurator. Untuk itu penulis akan mengupas kerancuan yang terjadi dalam praktik rezim kepailitan di Indonesia.
Bapak Kumis Cepak sama sekali tidak tahu-menahu, tidak mengenal, bahkan tidak pernah memberi Personal Guarantee kepada kreditor-kreditor lain diluar Bank Bunga Kecil, namun berbagai kalangan perbankan, kreditor perorangan maupun kreditor korporasi lainnya yang selama ini hanya memiliki hubungan hukum hutang-piutang dengan pihak PT. Anak Baru Gede, secara serta-merta mengajukan hak tagih piutang mereka, dan menuntut pelunasan dari boedel pailit harta / aset milik PT. Anak Baru Gede maupun harta / aset milik Bapak Kumis Cepak (dalam satu paket pendaftaran dan pencocokan piutang serta pelunasannya).
Sekali lagi, padahal Bapak Kumis Cepak sama sekali tidak kenal dan tidak pernah tahu-menahu perihal kreditor lainnya tersebut yang mengajukan hak tagih dan menuntut pelunasan justru dari harta / aset milik Bapak Kumis Cepak—semata karena harta / aset PT. Anak Baru Gede tidak cukup untuk melunasi seluruh piutang kreditor-kreditor tersebut.
Sekalipun, Bapak Kumis Cepak dalam Akta Personal Guarantee (Borgtocht) hanya melepas “hak istimewa” dan memberi jaminan pribadi kepada pihak Bank Bunga Kecil, namun mengapa dalam praktiknya justru para kreditor lainnya dari pihak PT. Anak Baru Gede, justru mengajukan hak tagih dan menuntut pelunasan dari harta / aset pribadi Bapak Kumis Cepak yang tidak pernah memberi Personal Guarantee bagi piutang para kreditor lainnya tersebut?
Modus sebaliknya juga dapat terjadi, pemberi Personal Guarantee maupun Corporate Guarantee “merampok” aset-aset harta debitor yang dijamin olehnya, dengan cara menjadi pihak pemberi Personal Guarantee maupun Corporate Guarantee. Berikut gambaran konkret sederhananya, yang sangat “mengerikan” karena dapat disebut sebagai modus “white collar crime”.
Bapak Kumis Cepak memiliki tagihan hutang-piutang oleh berbagai lembaga penerbit Kartu Kredit. Ketika Bapak Kumis Cepak jatuh pailit bersama PT. Anak Baru Gede, maka para lembaga penerbit Kartu Kredit tersebut dapat juga menagih dari aset / harta PT. Anak Baru Gede yang sama sekali tak tahu-menahu dengan lembaga penerbit Kartu Kredit demikian.
Semisal PT. Suka Cari Ribut (seolah-olah) berhutang triliunan rupiah kepada kreditornya yang bernama Bapak Memancing Diair Keruh. Bapak Memancing Diair Keruh sebetulnya adalah pemilik (beneficial owner) dari PT. Suka Cari Ribut. Untuk mencari jalan pintas meraih keuntungan, seolah menjadi “malaikat penolong”, PT. Suka Cari Ribut menawarkan diri sebagai pemberi Corporate Guarantee bagi PT. Anak Baru Gede.
Ketika PT. Anak Baru Gede bersama PT. Suka Cari Ribut dipailitkan oleh Bank Bunga Kecil, maka Bapak Memancing Diair Keruh tampil mendaftarkan piutang / hak tagihnya ke hadapan kurator, menuntut pelunasan piutang-piutangnya senilai triliunan rupiah yang sebetulnya “kredit rekayasa” alias  “Kredit fiktif” sekadar untuk “merampok” (modus) seluruh harta kekayaan PT. Anak Baru Gede.
Menyimak pembahasan sederhana diatas, bukan “isapan jempol” ketika terdapat agenda tersembunyi (hidden agenda) ketika suatu pihak debitor dipailitkan bersama dengan seorang atau suatu pihak pemberi Personal Guarantee maupun Corporate Guarantee. Kemungkinan skenarionya dapat sangat majemuk, seperti yang telah penulis ungkap secara lugas dan gamblang dalam bahasan diatas.
Bisa jadi pihak pemberi Personal Guarantee maupun Corporate Guarantee hendak “merampok” boedel pailit aset / harta debitor yang dijamin olehnya, atau bisa jadi juga menjadi ajang “aji mumpung” para kreditor fiktif bentukan pihak debitor terjamin itu sendiri, yang memang dengan jahatnya beritikad buruk justru hendak mencelakai sang pemberi Personal Guarantee maupun Corporate Guarantee dengan cara semudah mempailitkan dirinya sendiri. itulah moral hazard kedua yang sama sekali tidak pernah mendapat sentuhan pertimbangan hukum Hakim di Pengadilan Niaga—dan cukup patut untuk kita sayangkan.
Melihat dan menyadari bahaya laten tersembunyi dipailitkannya seorang atau pihak pemberi Personal Guarantee maupun Corporate Guarantee, sudah saatnya praktik di ruang Pengadilan Niaga mengoreksi salah-kaprah hukum kepailitan yang selama ini dengan demikian mudahnya turut mempailitkan pihak pemberi Personal Guarantee maupun Corporate Guarantee.
Banyak pihak yang dapat bermain dengan “memancing di air keruh” dalam perkara-perkara kepailitan. Apa yang penulis sebutkan tersebut, bukanlah sebuah hipotesis ataupun asumsi belaka, namun memang demikianlah apa yang terjadi di balik latar berlakang perkara-perkara kepailitan, berbagai kepentingan “bermain” dan mencoba meraup keuntungan demi kepentingan pribadi sekalipun dengan menumbalkan pihak-pihak lain yang tidak tahu-menahu.
Setelah menyimak ulasan tidak terbantahkan diatas, bila masih terdapat pihak-pihak yang berpendirian atau berpendapat bahwa pihak pemberi Personal Guarantee maupun Corporate Guarantee dapat seketika turut dipailitkan semata karena sebagai pihak penjamin telah melepas “hak istimewa” agar kreditornya terlebih dahulu menagih dari pihak debitornya, hal tersebut menjadi indikasi nyata bahwa kompetensi ilmu hukum yang bersangkutan menjadi patut untuk diragukan.
Sebagai penutup, penulis tegaskan, ide dan pemaparan tersebut diatas adalah Hak Cipta, Hak Moril, serta Hak Ekonomi dari Konsultan Hukum Hery Shietra selaku penulis. Pihak-pihak yang mencoba memakai ide dan pemikiran milik penulis sebagaimana terurai dalam berbagai publikasi di website ini, tanpa izin tertulis dari penulis, akan penulis tindak sesuai hukum perdata maupun hukum pidana Hak Cipta yang berlaku.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.