LEGAL OPINION
Brief Answer: Penetapan Kepailitan, terbagi menjadi dua model asal-musababnya, yakni: 1.) Didahului penetapan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang), yang berlanjut pada kepailitan akibat gagalnya kourum dan/atau voting untuk mengesahkan perdamaian ataupun akibat dibatalkannya homologasi; 2.) Kepailitan akibat adanya permohonan kepailitan oleh pihak kreditor ataupun oleh pihak debitor. Khusus dalam konteks kepailitan yang didahului adanya penetapan PKPU, tidak terbuka opsi upaya hukum kasasi.
PEMBAHASAN:
Sebagai ilustrasi konkret, untuk itu SHIETRA & PARTNERS menjadikan rujukan lewat putusan Mahkamah Agung RI sengketa kepailitan register Nomor 421 K/Pdt.Sus-Pailit/2013 tanggal 13 November 2013, perkara antara:
- PURDI E. CHANDRA, sebagai Pemohon Kasasi, semula selaku Termohon PKPU / Debitor; melawan
- PT. BANK BNI SYARIAH, sebagai Termohon Kasasi dahulu Pemohon PKPU / Kreditur Separatis; dan
- PARA KREDITOR KONKUREN dari Termohon PKPU, sebagai Turut Termohon Kasasi dahulu Pihak Kedua.
Termohon PKPU yang merupakan Debitor, semula dinyatakan “PKPU sementara”, kemudian mengajukan permohonan Pengesahan Perdamaian berdasarkan Putusan Nomor 10/Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.NIAGA.JKT.PST, terhadap Pemohon PKPU selaku Kreditur Separatis dan Pihak Kedua di depan persidangan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, dengan rincian:
- Telah diselenggarakan Rapat Kreditor Pertama tertanggal 23 April 2013, Rapat Verifikasi tanggal 8 Mei 2013, dan Rapat Pemungutan Suara atas usulan perdamaian tanggal 28 Mei 2013, yang diajukan oleh Debitor;
1) Tagihan Kreditor yang telah diakui secara tetap:
a) Tagihan Kreditor Separatis sejumlah satu Kreditor Separatis;
b) Tagihan Kreditor Konkuren sejumlah tiga Kreditor Konkuren;
2) Tagihan Kreditor yang diakui sementara : satu Kreditor Konkuren;
- Rapat Kreditor untuk pemungutan suara terhadap usulan perdamaian yang diajukan oleh Debitor / Termohon PKPU telah dihadiri oleh 4 Kreditor Konkuren dan satu Kreditor Separatis, dan telah disetujui oleh satu Kreditor Separatis dan 3 Kreditor Konkuren, akan tetapi tidak disetujui oleh satu Kreditor Konkuren;
- Setelah dilakukan penghitungan suara ternyata, untuk Kreditor Konkuren yang menyetujui usulan perdamaian a quo jumlah piutangnya tidak mewakili 2/3 dari jumlah keseluruhan tagihan Kreditor Konkuren; [Note SHIETRA & PARTNERS: Permohonan PKPU yang diajukan sang Kreditor Separatis, berbuah “bumerang”, karena pada akhirnya sang debitor justru jatuh dalam keadaan pailit akibat tidak terpenuhinya kuorum voting para Kreditor Konkuren yang notabene bukanlah pihak Pemohon PKPu.]
- Oleh karena itu, Hakim Pengawas berpendapat Debitor Pailit demi hukum harus dinyatakan pailit.
Terhadap permohonan pernyataan pailit demikian, Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menjatuhkan putusan, yaitu Putusan Nomor 10/Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst. jo. Nomor 10/Pdt.Sus/Pailit/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst. tanggal 12 Juni 2013, dengan amar sebagai berikut:
“MENETAPKAN :
1. Menetapkan usulan perdamaian yang diajukan Termohon PKPU tidak mencapai quorum;
2. Menyatakan Termohon PKPU berada dalam keadaan Pailit dengan segala akibat hukumnya.”
Sesudah putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tersebut dijatuhkan, Termohon PKPU mengajukan permohonan kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
- Bahwa oleh karena Pemohon Kasasi i.c Purdi E. Chandra dinyatakan Pailit setelah adanya putusan PKPU sebagaimana yang diatur Bab III Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan berdasarkan Pasal 293 Ayat (1) ditentukan ‘bahwa terhadap Putusan Pengadilan berdasarkan ketentuan dalam Bab III ini tidak terbuka upaya hukum’, maka permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi Purdi E. Chandra tersebut harus dinyatakan tidak dapat diterima;
“M E N G A D I L I :
“Menyatakan tidak dapat diterima permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PURDI E. CHANDRA tersebut.”
Catatan Penutup Konsultan Shietra:
Yang menjadi kekeliruan besar dengan sangat demikian fatalistis dari perkara yang SHIETRA & PARTNERS angkat sebagai contoh kasus diatas, bukanlah ditutupnya upaya hukum kasasi terhadap putusan kepailitan yang bermula dari penetapan PKPU, namun Permohonan PKPU diajukan oleh Kreditor Separatis yang sejatinya telah memiliki / menguasai jaminan kebendaan yang telah diikat sebagai agunan berupa Hak Tanggungan yang sewaktu-waktu dapat di-“parate eksekusi” ketika debitornya wanprestasi untuk melunasi hutang-hutangnya.
Sehingga, menjadi pertanyaan besar, mengapa PKPU dan kepaiiltan masih juga diajukan, sementara telah terdapat agunan sebagai jaminan pelunasan piutang, yang pada gilirannya kepailitan dapat mengancam kepentingan pelunasan piutang para Kreditor Konkuren yang tidak terjamin oleh jaminan kebendaan apapun?
Kepailitan demikian, sejatinya hanya “menumbalkan” kepentingan Kreditor Konkuren, dimana kalangan Kreditor Konkuren itu sendiri tidak menyadarinya, dan bahkan mendorong terjadinya kepailitan dengan menolak proposal perdamaian homologasi yang diajukan oleh sang debitor.
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.