Pekerja Kontrak Melakukan Pelanggaran Berat, Diputus Hubungan Kerja Tanpa Kompensasi Sisa Masa Kerja dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

LEGAL OPINION
Question: Bila memang hubungan kerja antara perusahaan dan si pekerja kontrak, ialah PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu), maka bila terjadi pengakhiran kerja sepihak oleh perusahaan, perusahaan diwajibkan bayar sisa masa kerja dalam PKWT ke si pekerja kontrak. Tapi gimana jika si pekerja kontrak membuat gaduh dan berbagai pelanggaran, apakah bila ia di-PHK juga akan berisiko bagi perusahaan untuk bayar sisa masa kerja dalam kontraknya yang masih tersisa beberapa bulan lagi?
Brief Answer: Bila hubungan industrial memang betul dan telah benar secara yuridis diikat dalam hubungan PKWT, maka ketika sang Pekerja mengajukan gugatan terhadap Pengusaha ke hadapan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), maka sang Pekerja tidak berhak menuntut Upah Proses (Upah Proses hanya menjadi hak istimewa Pekerja Tetap), bahkan jika terbukti PHK didahului surat peringatan atas pelanggaran yang dilakukan oleh Pekerja, maka pihak Pengusaha dapat melakukan PHK sebelum masa kerja dalam kontrak berakhir, tanpa diwajibkan membayar kompensasi apapun.
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah ilustrasi konkret, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan lewat putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial register Nomor 284 K/Pdt.Sus-PHI/2017 tanggal 6 April 2017, perkara antara:
- PT. EVINDO PRIMA JAYA, sebagai Pemohon Kasasi, semula selaku Tergugat; melawan
- 18 orang Pekerja, selaku Para Termohon Kasasi dahulu Para Penggugat.
Para Penggugat mendalilkan bahwa pihak perusahaan menerapkan sistem harian lepas yang melebihi batas waktu yang melanggar norma Pasal 10 Keputusan menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP. 100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.
Begitupula didalilkan bahwa PKWT yang diterapkan Tergugat terhadap Penggugat adalah bertentangan dengan Undang-Undang, karenanya PKWT tersebut demi hukum menjadi Pekerja Permanen, maka PHK yang dilakukan Tergugat menjadi tidak sah.
Terhadap gugatan sang Pekerja, Pengadilan Hubungan Industrial Serang kemudian menjatuhakn putusan Nomor 82/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.Srg, tanggal 20 Oktober 2016, dengan pertimbangan hukum serta amar sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa dari Posita Gugatan Para Penggugat dihubungkan dengan tanggapan jawaban Tergugat seperti di atas, dapat disimpulkan bahwa yang menjadi pokok perkara adalah ketidak-sesuaian pendapat tentang pengakhiran hubungan kerja Para Penggugat oleh Tergugat;
“Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa berdasarkan bukti T-14b yang menunjukkan bagian-bagian Para Penggugat bekerja, ternyata Para Penggugat telah ditempatkan dan telah melaksanakan pekerjaan di PT. Evindo Prima Jaya di bagian-bagian produksi dan merupakan kegiatan utama, yang merupakan proses produksi bukan kegiatan penunjang perusahaan, walaupun Tergugat mendalilkan bahwa Para Penggugat bukan karyawan PT. Evindo Prima Jaya tetapi karyawan PT. Akita Semesta, bila dikaitkan dengan ketentuan Pasal 65 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 maka Tergugat telah melanggar ketentuan Pasal 65 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, dengan demikian ketentuan Pasal 65 ayat (8) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, demi hukum status hubungan kerja Para Penggugat dengan perusahaan penerima pemborongan (PT Akita Semesta) beralih menjadi hubungan kerja Para Penggugat dengan perusahaan pemberi pekerjaan (PT. Evindo Prima Jaya), apalagi hubungan kerja antara Para Penggugat dengan PT. Akita Semesta masih kabur / tidak jelas kebenarannya karena pada saat melamar Para Penggugat melamar di PT Evindo Prima Jaya.
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, Majelis Hakim berpendapat bahwa status Para Penggugat, sejak awal telah bekerja di PT. Evindo Prima Jaya, sehingga tempat bekerja Para Penggugat sebenarnya adalah PT. Evindo Prima Jaya.
“Menimbang bahwa untuk menjawab permasalahan apakah status hubungan kerja Para Penggugat di tempat Para Penggugat bekerja sebenarnya? Majelis Hakim mempertimbangkan hal-hal berikut:
- Bahwa tempat bekerja Para Penggugat sebenarnya sejak awal adalah di PT, Evindo Prima Jaya;
- Bahwa Para Penggugat bekerja dengan status harian dalam waktu yang bervariasi mulai dari 5 bulan lebih sampai 8 tahun lebih dan kemudian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dari tanggal 25 Agustus 2014 dan terakhir kerja tanggal 20 Februari 2015 dalam waktu 5 bulan lebih;
- Bahwa menurut keterangan saksi Para Penggugat Supriadi yang bekerja di PT. Evindo Prima Jaya mulai tahun 2007 dan PT. Evindo Prima Jaya sendiri telah ada sejak tahun 2002.
- Bahwa bukti T-5a s/d T-5p menerangkan bahwa hubungan kerja antara Para Penggugat dengan Tergugat pada tanggal 25 Agustus 2014 dengan PKWT selama 6 bulan;
- Bahwa bukti T-14b yang menunjukkan bagian-bagian Para Penggugat bekerja bukti dan diperkuat juga dengan bukti P-4 dan P-10, ternyata Para Penggugat telah ditempatkan dan telah melaksanakan pekerjaan di PT. Evindo Prima Jaya di bagian-bagian produksi dan merupakan kegiatan utama, yang merupakan proses produksi bukan kegiatan penunjang Perusahaan;
- Bahwa Pasal 3 Peraturan Perusahaan PT. Evindo Prima Jaya periode tahun 2014 s/d 2016 intinya menyatakan bahwa calon pekerja yang memenuhi syarat diterima sebagai pekerja dengan masa percobaan paling lama 3 bulan dan bila dapat menyelesaikan masa percobaan dengan baik diangkat sebagai pekerja tetap.
- Bahwa ketentuan Pasal 10 ayat (3) Kepmenakertrans Nomor KEP.100/MEN/VI/2004 menyatakan ‘Dalam hal pekerja / buruh bekerja 21 (dua puluh satu) hari atau lebih selama 3 bulan berturut-turut atau lebih maka perjanjian kerja harian lepas berubah menjadi PKWTT’.
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, Majelis Hakim berpendapat bahwa Para Penggugat telah bekerja lebih dari 3 bulan sebagai harian lepas dan Para Penggugat telah ditempatkan dan melaksanakan pekerjaan di PT Evindo Prima Jaya di bagian-bagian produksi, maka berdasarkan ketentuan Pasal 3 Peraturan Perusahaan PT. Evindo Prima Jaya periode tahun 2014 s/d 2016, ketentuan Pasal 10 ayat (3) Kepmenakertrans Nomor KEP.100/MEN/VI/2004 dan ketentuan Pasal 59 ayat (7) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 maka status Para Penggugat dalam hubungan kerjanya dengan Tergugat, adalah karyawan tetap;
“Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim mempertimbangkan pemutusan hubungan kerja Para Penggugat oleh Tergugat sebagai berikut:
- Bahwa beberapa di antara Para Penggugat mendapat Surat Peringatan Pertama (SP 1) dan di antara itu, ada yang mendapat SP 2;
- Bahwa ketentuan Pasal 161 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, berkaitan dengan pemberian Surat Peringatan pertama, kedua dan ketiga dan cara penyelesaiannya;
- Bahwa Tergugat mendalilkan, putusnya hubungan kerja antara Para Penggugat dengan Tergugat karena habisnya kontrak (bukti T-5a sampai T-5p) yaitu terakhir bekerja tanggal 20 Februari 2015;
- Bahwa mempertimbangkan anjuran Disnakertrans Kabupaten Tangerang yang dalam anjurannya untuk mempekerjakan kembali Para Penggugat (Bukti P-10);
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas maka Majelis Hakim berpendapat bahwa pemutusan hubungan kerja yang dilakukan Tergugat kepada Para Penggugat tidak sah dan batal demi hukum karena status Para Penggugat demi hukum adalah karyawan tetap dan bertentangan dengan ketentuan yang ada pada Pasal 161 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003;
MENGADILI :
1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan Tergugat kepada Para Penggugat karena alasan kontrak Para Penggugat habis, tidak sah dan batal demi hukum;
3. Menyatakan hubungan kerja antara Para Penggugat dengan Tergugat belum putus dan status Para Penggugat menjadi karyawan tetap;
4. Memerintahkan Tergugat memanggil dan mempekerjakan kembali Penggugat pada jabatan dan kedudukan semula atau yang setara dengan itu;
5. Menghukum Tergugat membayar upah Para Penggugat yang belum dibayarkan sejak bulan Maret 2015 sampai September 2015 sebesar Rp341.460.000.”
Pihak Pengusaha mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok keberatan bahwa yang menjadi pokok permasalahan dalam perkara ini, yaitu mengapa sampai terjadi PHK, atau apakah yang menyebabkan sehingga PHK sampai terjadi. Para Penggugat selaku buruh, tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana yang diwajibkan dalam Undang Undang tentang Ketenagakerjaan.
Adapun bentuk nyata dari sikap dan perbuatan yang tidak patut sebagai Pekerja, yakni banyak melakukan pelanggaran dan kesalahan Indisipliner dalam bekerja di tempat Tergugat, dimana Pekerja tersebut yang selama ini bertugas pada bagian produksi yang menjalankan mesin pabrik dalam rangka kegiatan usaha (bagian penting dan vital dalam roda ekonomi perusahaan), justru tidak melaksanakan tugas, fungsi, kewajiban maupun tanggung-jawab sebagaimana mestinya, berupa seringnya para Penggugat tidak masuk kerja (mangkir / absen) dalam melaksanakan pekerjaannya pada Tergugat.
Perlu kita maklumi, dalam suatu asas pabrik, mesin produksi tidak akan bisa beroperasi secara baik serta optimal dalam melakukan kegiatan produksinya, apabila jumlah pekerja yang mengoperasikannya tidak lengkap atau ada yang mangkir kerja tanpa alasan yang jelas. Bila roda produksi perusahaan lumpuh, maka tiada sumber penghasilan untuk membayar gaji seluruh karyawan, dimana pekerja lainnya akan turut terkena imbas.
Para Penggugat telah pula melakukan pelanggaran berat berupa sikap keterlaluan yang melanggar asas hubungan industrial mendasar, yakni mempertontonkan sikap menolak perintah kerja dari Tergugat selaku atasan yang mempekerjakannya, juga bekerja secara serampangan alias asal-asalan dan tidak disiplin dalam bekerja. Bahkan salah seorang dari Penggugat sempat dilaporkan mencekik kerah baju seorang Kepala Bagian Produksi pada saat menolak perintah kerja, jelas-jelas merupakan pelanggaran berat terhadap Peraturan Perusahaan, sehingga telah pula diberikan Surat Peringatan atas tindakan tidak patut dan berbagai pelanggaran demikian.
Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa keberatan-keberatan tersebut dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 15 November 2016 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Serang telah salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa Judex Facti telah salah mempertimbangkan bukti P-2 berupa Surat Perjanjian Borongan Pekerjaan (SPBP), karena bukti tersebut hanya foto copy dari foto copy sehingga harus dikesampingkan, lagipula untuk mempertimbangkan adanya SPBP maka perusahaan pemborongan pekerjaan harus ditarik sebagai pihak dalam perkara a quo;
“Bahwa oleh karena bukti P-2 dikesampingkan maka jenis pekerjaan sebagaimana dimuat dalam Pasal 4 SPBP tentang jenis pekerjaan harus dikesampingkan, maka pertimbangan Judex Facti bahwa jenis pekerjaan bersifat tetap, tidak berdasar;
“Bahwa sesuai bukti T-I sampai dengan T-VI, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang dibuat antara Para Penggugat dengan Tergugat, tidak terbukti adanya pelanggaran karena telah ada hasil dari pemeriksaan Pegawai Pengawas;
“Bahwa sesuai bukti T-XII dan T-XIII terbukti Para Penggugat telah melakukan pelanggaran kerja, sehingga pemutusan hubungan kerja berdasar Peraturan Perusahaan (vide bukti T-IX), karenanya Tergugat tidak beralasan untuk membayar ganti-rugi sisa kontrak sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 62 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Mahkamah Agung berpendapat, terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: PT. EVINDO PRIMA JAYA tersebut dan membatalkan Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Serang Nomor 82/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.Srg, tanggal 20 Oktober 2016 selanjutnya Mahkamah Agung akan mengadili sendiri dengan amar sebagaimana yang akan disebutkan di bawah ini;
M E N G A D I L I :
1. Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: PT. EVINDO PRIMA JAYA tersebut;
2. Membatalkan Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Serang Nomor 82/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.Srg, tanggal 20 Oktober 2016;
MENGADILI SENDIRI
- Menolak gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.