KATA SEPAKAT, BUKAN AKHIR DARI SEGALANYA DALAM PERJANJIAN PERDATA

LEGAL OPINION
Question: Bukankah yang namanya jual-beli, tidak boleh dibatalkan oleh satu orang pihak tanpa adanya kesepakatan untuk membatalkan apa yang sudah diperjanjikan sebelumnya?
Brief Answer: Betul bahwa Pasal 1338 Ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak memungkinkan pembatalan perikatan secara sepihak, namun bukan berarti salah satu pihak (atau bahkan pihak ketiga) tidak dimungkinkan untuk menggugat pembatalan perjanjian tersebut ke hadapan pengadilan. Namun, kata “sepakat”, bukanlah akhir dari segalanya.
Pada prinsipnya, suatu perjanjian dianggap mengandung “causa yang sahih” sepanjang belum terdapat pihak-pihak yang membuktikan sebaliknya, sehingga pada hakekatnya setiap perjanjian selalu dipandang sebagai “bersyarat batal” (vide Pasal 1266 KUHPerdata, alias selalu di-‘hantui’ oleh ‘syarat batal’ semisal oleh dalil-dalil adanya ‘cacat kehendak’). Karena itulah, tiada gunanya membuat suatu pihak menyatakan sepakat mengikatkan diri dalam suatu perjanjian, bila kesepakatan itu terjadi akibat faktor penipuan ataupun paksaan.
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah cerminan konkret yang cukup representatif, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS ilustrasikan lewat putusan Mahkamah Agung RI sengketa perikatan perdata register Nomor 2015 K/Pdt/2015 tanggal 30 Desember 2015, perkara antara:
- SAYUTI, sebagai Pemohon Kasasi, semula selaku Penggugat; melawan
- SARNO SARLAN, BRE cq. ahli warisnya, adalah: MAS MILIA, WORO PRIATINI, dan BAGUS PRAKOSO, selaku Termohon Kasasi dahulu Tergugat.
Penggugat mengklaim sebagai pemilik objek bangunan rumah dengan Sertifikat Hak Milik, yang dapat dibeli dari: Ir. Sarno Sarlan (almarhum), sebagaimana tertuang dalam Akta Pengikatan Jual Beli tanggal 19 Januari 2004 kemudian dilanjutkan dengan Akta Jual Beli tanggal 08 Maret 2004, yang dibuat di hadapan Notaris/PPAT sehingga Sertifikat Hak Milik atas nama Sarno Sarlan di-“balik nama” menjadi atas nama Penggugat.
Menurut pengakuan Sarno Sarlan kepada Penggugat, bahwa beliau tidak terikat dalam perkawinan dengan seorang wanita bernama Mas Milia, sebagaimana tertuang dalam Surat Pernyataan tertanggal 19 Januari 2004 yang dibuat dirinya, saat hendak menandatangani Akta Pengikatan Jual Beli.
Mulanya, Penggugat mengenal Sarno Sarlan sewaktu Penggugat menyewa rumah Sarno Sarlan, selama 5 tahun. Namun kemudian, pada pertengahan bulan Agustus 2003, Penggugat mendapat surat dari Sarno Sarlan, yang berisi: bahwa rumah yang Penggugat sewa secara kontrak agar dibeli oleh Penggugat dengan harga Rp300.000.000,00; karena Sarno Sarlan sangat memerlukan uang untuk berobat dan biaya hidup.
Penggugat menerima tawaran tersebut, maka dibelilah rumah dan tanah milik Sarno Sarlan tersebut, dibayar secara mencicil hingga lunas. Adapun jumlah uang yang telah Penggugat bayar kepada Sarno Sarlan adalah Rp300.000.000,00 untuk harga tanah dan rumah, biaya akta Notaris sebesar Rp15.000.000,00 ditambah bayar Pajak Bumi dan Bangunan setiap tahun Rp300.000,00 selama 9 tahun Rp2.700.000,00; perbaikan bangunan rumah Rp100.000.000,00; sehingga total biaya yang sudah dikeluarkan berjumlah Rp417.700.000,00.
Tanggal 28 Agustus 2013, tanah dan rumah milik Penggugat kemudian dieksekusi oleh Jurusita Pengadilan Negeri Kelas I. A Palembang, dan sudah diserahkan kepada Tergugat guna untuk melaksanakan Putusan Pengadilan Tinggi Palembang Nomor 28/PDT/2006/PT.PLG. tanggal 20 Juni 2006 jo. Putusan Mahkamah Agung Nomor 173 K/PDT/2007 tanggal 06 Pebruari 2008, sesuai menurut Berita Acara Eksekusi Pengosongan, berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri.
Dengan telah dieksekusi-nya tanah dan rumah yang Penggugat beli, dan kemudian dibatalkan oleh pengadilan, namun demikian uang pembelian dari Penggugat tidak dikembalikan oleh Sarno Sarlan, senilai Rp417.700.000,00 sehingga jelas merugikan Penggugat karena bila perikatan dibatalkan, secara hukum segala keadaan kembali seperti kondisi semula, termasuk dana-dana pembelian yang sebelumnya telah diserahkan pihak Penggugat.
Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 173 K/PDT/2007 tanggal 08 Pebruari 2008 tersebut, permintaan Tergugat untuk membatalkan jual beli antara Sarno Sarlan (sebagai penjual) dan Penggugat (sebagai pembeli), telah dikabulkan oleh Pengadilan dan juga sudah dieksekusi pengosongan yang kini dikuasai kembali oleh Tergugat dan ahli warisnya. Lewat gugatan ini, Penggugat menuntut dua kali besaran nilai harga jual-beli yang sebelumnya telah dibayarkan.
Dalam sanggahannya, pihak Tergugat mendalilkan, pengikatan jual beli dan jual beli yang dilakukan oleh Penggugat dengan Sarno Sarlan, ada unsur penipuan (Bedrog) dan Kesesatan (Dwaling). Dengan demikian sebetulnya Penggugat-lah yang telah beriktikat tidak baik dan Melawan Hukum.
Tergugat kemudian mendalilkan, kerugian Materil yang nyata-nyata di derita oleh Tergugat adalah bahwa Penggugat telah menguasai rumah milik Tergugat secara tanpa hak, sejak dilakukannya Pengikatan jual beli tanggal 19 Januari 2004 hingga di-eksekusi pengosongan oleh Juru Sita Pengadilan Negeri pada tahun 2013, yakni lebih kurang selama 9 tahun, maka Tergugat-lah yang merasa paling berhak untuk menuntut ganti-rugi atas perbuatan Penggugat yang telah menempati rumah milik Tergugat dengan cara melawan Hukum. Apalagi, tambah pihak Tergugat, rumah Tergugat saat dieksekusi dan diserahkan kepada Tergugat, ternyata sudah dalam keadaan rusak parah.
Terhadap gugatan demikian, Pengadilan Negeri Palembang kemudian menjatuhkan Putusan Nomor 37/Pdt.G/2013/PN.Plg. tanggal 8 Mei 2014, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara
- Menolak gugatan Penggugat seluruhnya.”
Dalam tingkat banding atas permohonan Penggugat, putusan Pengadilan Negeri tersebut kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Palembang dengan Putusan Nomor 118/PDT/2014/PT.PLG. tanggal 13 Januari 2015.
Pihak Penggugat mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok keberatan bahwa Penggugat tidak mengetahui jika ternyata tanah dan bangunan yang dibeli olehnya dari Sarno Sarlan, adalah Harta Gono-Gini antara Sarno Sarlan dan Mas Melia, karena mereka belum bercerai, karenanya Tergugat sebagai Ahli Waris dari Sarno Sarlan memiliki tanggung-jawab yuridis untuk mengembalikan uang pembelian yang sudah dibayar oleh Penggugat kepada Sarno Sarlan, dimana yang semestinya digugat karena penipuan, ialah pihak Sarno Sarlan itu sendiri, bukan pihak pembeli yang merupakan pihak ketiga yang beritikad baik sehingga semestinya mendapat perlindungan hukum.
Mengingat objek tanah dan bangunan sudah diambil kembali sebagai harta gono-gini Sarno Sarlan dan Mas Melia (Tergugat), maka uang yang sudah dibayar oleh Penggugat sudah sewajarnya harus dikembalikan oleh Tergugat kepada Penggugat, sebagai konsekuensi pembatalan perikatan sebagaimana diatur Pasal 1265 KUHPerdata.
Bagaimana mungkin, jual-beli dibatalkan, namun harga pembelian yang telah dibayarkan, tetap menjadi milik pihak penjual? Jika hal demikian dibenarkan oleh hukum, sama artinya membuka peluang modus “perampokan” dengan dalil pembatalan perjanjian jual-beli. Bila objek jual-beli dikembalikan ke penguasaan penjual, mengapa disaat bersamaan, uang pembelian tidak diwajibkan oleh pengadilan untuk dikembalikan kepada pihak pembeli?
Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan secara sumir saja, bahkan meleset dalam mengurai dan menganalisa isu hukum relevan atas sengketa yang terjadi, sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah memeriksa secara saksama memori kasasi tanggal 6 April 2015 dan jawaban memori kasasi tanggal 12 Mei 2015 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa Judex Facti telah mempertimbangkan bukti-bukti kedua belah pihak dan telah melaksanakan hukum acara dengan benar dalam memutus perkara ini serta putusan Judex Facti tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang;
- Bahwa pihak Penggugat di persidangan dari surat bukti dan saksi tidak dapat membuktikan dalil-dalil gugatannya, sementara pihak Tergugat dari surat-surat bukti dan saksi-saksinya telah dapat membuktikan dalil-dalil sangkalannya;
- Bahwa Penggugat tidak dapat membuktikan apa benar Tergugat telah membatalkan jual beli antara Penggugat dengan Sarno Sarlan, Bre, bukti-bukti surat yang diajukan Penggugat (P2, P3 & P4) tidak ada aslinya (hilang) dan tidak jelas kapan, dimana serta melalui apa Tergugat telah membatalkan jual beli tersebut;
- Bahwa berdasarkan fakta hukum dapat diketahui (bukti T.5 & T.6) bahwa yang membatalkan jual beli tanah dan bangunan antara Penggugat dan Sarno Sarlan, Bre bukanlah Tergugat, tetapi adalah Putusan Pengadilan Tinggi Palembang yang dikuatkan oleh putusan Mahkamah Agung;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, ternyata putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan Kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: SAYUTI tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi: SAYUTI tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.