Bahaya Lamar Kerja lewat Internet / secara Online, SKANDAL INDOBARA JOBSTREET. Penyalahgunaan Data Pribadi & Pelanggaran Privasi

LEGAL OPINION
Question: Saat ini kalau para pencari kerja hendak melamar kerja, sudah sifatnya kirim resume dan CV (Curriculum Vitae) lewat email, atau lewat suatu situs online dimana CV berisi data-data pelamar dikirm secara elektronik dalam bentuk softcopy file “.doc” maupun “.pdf”.
Kemarin saya coba-coba browsing di internet, dengan mengetikkan nama saya sendiri. Alangkah terkejutnya, ternyata ada perusahaan bernama PT. Indobara Bahana yang sudah salah-gunakan file CV yang dulu pernah saya kirim saat melamar kerja dengan di-publish di website resmi perusahaan PT. Indobara Bahana, sehingga orang-orang di internet bisa lihat data-data pribadi saya. Entah sudah berapa juta orang pengguna internet yang melihat data-data pribadi saya, akibat disebar-luaskan PT. Indobara Bahana. Setelah diselidiki, ternyata para pelamar kerja lainnya juga menjadi korban serupa oleh PT. Indobara Bahana. Data-data pribadi para pelamar lainnya, tampil pada tayangan di Google, dimana semua orang pengguna internet dapat melihat data-data seperti tanggal lahir, email, NIK, hingga alamat para pelamar kerja PT. Indobara Bahana yang menggunakan jalur platform digital Jobstreet. Hati-hati jika melamar lewat Jobstreet, karena ternyata Jobstreet lepas tanggung-jawab secara begitu saja, dan menelantarkan para pelamarnya ketika data-data rahasia disalahgunakan oleh perusahaan pemasang iklan lowongan kerja melalui Jobstreet.
Semisal kita mendaftar dan membuka akun di media sosial, untuk menghapus akun itu kendalinya ada penuh di tangan kita, sehingga data privasi tetap ada dikendali tangan kita sendiri. Ada tiga bukti mutlak tak terbantahkan bahwa PT. Indobara Bahana dengan sengaja telah menyalahgunakan data-data saya pribadi pelamar kerja, sekaligus membuktikan bahwa PT. Indobara Bahana adalah perusahaan penipu yang berkedok lowongan pekerjaan, yakni:
- Kesatu, softcopy CV saya oleh mereka di-upload ke server domain website PT. Indobara Bahana berbentuk World Wide Web (www.) sehingga dapat di-crawl oleh Google Bot Spider, bukan di hard-disc yang terputus dari internet;
- Kedua, berbagai surat komplain saya tidak dibalas, bahkan meminta maaf pun tidak kepada saya selaku korban; dan
- Ketiga, softcopy CV saya tersebut adalah CV yang dulu saya ajukan 6 tahun lalu. CV dan data-data pribadi didalamnya adalah milik saya, bukan milik Indobara Bahana, sehingga itu melanggar UU ITE yang mengatur bahwa menyimpan data elektronik tanpa hak, adalah dilarang dan merupakan pidana.
Apa memang di negeri ini, data-data pribadi boleh disebar-luaskan seperti itu, dengan modus iklan membuka lowongan kerja? Apa seorang pelamar kerja, demikian rentannya oleh perusahaan-perusahaan yang tidak punya kode etik semacam PT. Indobara Bahana? Bukan karena dibobol oleh hacker, namun justru data-data pribadi orang di-publish kepada publik oleh pihak PT. Indobara Bahana itu sendiri maupun tiadanya tanggung-jawab etis dari pihak Jobstreet yang memberikan data-data pelamar kerja tanpa memastikan perlindungan data pribadi bagi pemilik data peribadi yang melamar kerja lewat platform digital mereka.
[Note: SHIETRA & PARTNERS men-disclose nama PT. INDOBARA BAHANA, dimana kami memiliki bukti pelanggaran hak privasi (data pribadi masyarakat / pelamar kerja) demikian oleh perusahaan bernama PT. INDOBARA BAHANA dimaksud, semata dengan maksud agar masyarakat dan publik lebih berhati-hati dan mulai menyadari dan waspada terhadap modus-modus berkedok lowongan pekerjaan, agar tidak lagi terulang menjadi korban serupa oleh perusahaan-perusahaan tidak etis yang tidak bertanggung-jawab demikian.]
[Kami menyebutnya sebagai skandal Indobara Bahana ala Cambrigde Analytica. Kami juga memiliki bukti, bahwa dalam Skandal Indobara ini, PT. Jobstreet selaku perusahaan pemasang iklan lowongan kerja dan pendaftaran lamaran secara online, sama sekali tidak berupaya melindungi data-data rahasia ribuan pelamarnya, bahkan tidak melakukan audit investigasi terhadap keselamatan data-data pribadi pelamar terkait penyalah-gunaan data-data pribadi oleh PT. INDOBARA BAHANA ketika skandal ini dikuak dan dilaporkan. Bila PT. INDOBARA BAHANA maupun PT. JOBSTREET bermaksud untuk memperkarakan kami karena mengungkap informasi fakta empirik tersebut, maka PT. INDOBARA BAHANA dan PT. JOBSTREET telah melakukan pelanggaran derajat ketiga:
1) melanggar hak privasi pelamar kerja, bahkan menggelapkan dan menyalah-gunakannya. Seluruh data para pelamar, di-publish oleh Indobara Bahana pada website resmi perusahaannya, dan Jobstreet sama sekali tidak melakukan investigasi untuk memastikan keamanan data-data pribadi para pelamarnya, sekalipun telah kami beri laporan perihal pembocoran data milik pelamar;
2) tidak meminta maaf, namun justru seolah menutupi kesalahan dan bahkan aksi “cuci tangan” seolah tidak pernah melakukan pelanggaran apapun, meski perbuatannya telah secara konkret membahayakan keselamatan para pelamar selaku korban;
3) mengkriminalisasi korbannya sendiri.]
Brief Answer: Penyalah-gunaan data-data pribadi yang bersifat sensitif, mulai dari alamat domisili, tanggal lahir, hingga Nomor Induk Kependudukan (NIK), nomor kontak, alamat email, salinan Kartu Tanda Penduduk (KTP), hingga salinan Kartu Keluarga (KK), termasuk sebagai pelanggaran privasi yang dapat ditindak secara hukum baik gugatan perdata “Perbuatan Melawan Hukum”, maupun tuntutan pidana “Penggelapan”.
Sudah saatnya pemerintah menerbitkan regulasi, yang secara tegas mengatur perlindungan privasi bagi kalangan pelamar kerja di Tanah Air, agar data-data pribadi pelamar tidak disalah-gunakan oleh pihak yang mengatas-namakan “membuka lowongan pekerjaan”.
Tidak ditaatinya Kebijakan Privasi (privacy policy) yang sudah lazim diberlakukan berbagai perusahaan global (hukum kebiasaan internasional dalam rangka Good Corporate Governance), merupakan wujud tata kelola korporasi yang hanya berorientasi profit, namun tanpa menghormati ataupun menghargai hak-hak privasi karyawan maupun para calon pencari kerja.
Lebih jauh lagi, pelamar yang tidak diterima bekerja, perlu diatur dalam sebuah regulasi, untuk berhak meminta kembali hardcopy CV yang pernah ia ajukan, atau meminta agar calon pemberi kerja menghapus data-data softcopy yang dahulu pernah diberikan sang pelamar, agar tidak terjadi penyalah-gunaan data-data pribadi demikian, atau bila tidak diminta demikian oleh pelamar, maka wajib dimusnahkan data-data pribadi sensitif demikian setelah tempo beberapa waktu.
Mengapa disebut sebagai telah “menyalah-gunakan”? Karena pelamar kerja memberikan data-data pribadi dan privasi dalam CV mereka, semata untuk tujuan perkenalan diri dari pelamar / kandidat kepada calon pemberi kerja—bukan untuk tujuan yang lain. Ketika calon pemberi kerja justru mengambil, menyimpan, dan menyalah-gunakan data-data yang diberikan pelamar bukan untuk tujuan kepentingan pelamar, atau bahkan untuk merugikan pihak pelamar yang telah memberikan data-data pribadinya tersebut, maka hal tersebut dikateorikan sebagai “perbuatan melawan hukum”, baik dalam konteks perdata maupun pidana.
Data-data pribadi pelamar BUKANLAH MILIK CALON PEMBERI KERJA, sehingga calon pemberi kerja tidak punya hak untuk menyimpan data-data pribadi pelamar—kecuali bila pelamar telah resmi bekerja sebagai pegawai lembaga bersangkutan. Bila menyimpannya saja adalah “tidak berhak”, terlebih menyebar-luaskannya, atau menyalah-gunakan seperti memanfaatkan nomor kontak, alamat email, dsb.
Kebijakan Privasi (konvensi internasional), telah melarang praktik demikian (lihat kasus pembocoran data pribadi pengguna akun Facebook yang disalah-gunakan oleh Cambrigde Analytica dalam memenangkan calon presiden AS, Donald Trump). Data-data pribadi tersebut tidak boleh dipergunakan TANPA PERSETUJUAN PEMILIK DATA PRIBADI.
SHIETRA & PARTNERS lebih mendorong, agar pemerintah / penyusun regulasi mengatur secara tegas, agar pembuka lowongan kerja dilarang mensyaratkan dicantumkannya data-data pribadi dalam resume yang diajukan pelamar kerja, dan disaat bersamaan setiap pencari kerja diwajibkan pula untuk tidak lagi mencantumkan data-data pribadi mereka pada surat lamaran kerja, CV, dsb.
Tidak ada korelasinya antara kompetensi / kualifikasi pelamar kerja yang dibutuhkan penyedia pekerjaan, terhadap data-data pribadi sang pelamar. Pada dasarnya hanya otoritas negara yang dibenarkan untuk menyimpan informasi terkait data-data pribadi / kependudukan seorang warga negara.
Untuk sementara ini, bagi kalangan pencari kerja, cukuplah mencantumkan tahun kelahiran alih-alih tanggal lengkap kelahiran, cukuplah sebutkan wilayah domisili alih-alih alamat lengkap tempat tinggal, cukuplah uraikan kompetensi dan kualifikasi alih-alih membuka data-data pribadi tanpa perlindungan atau antisipasi apapun. Hanya berikan salinan KTP maupun Kartu Keluarga ketika telah resmi bekerja di perusahaan bersangkutan (ketika surat perjanjian kerja telah Anda terima, alias bukan sekadar 1 rangkap yang dipegang pihak perusahaan).
Begitupula pada formulir pelamar yang disediakan pihak calon pemberi kerja, katakanlah pada pihak calon pemberi kerja, bahwa data-data pribadi baru akan diisi ketika resmi diterima bekerja, terutama informasi perihal susunan anggota keluarga, nama ayah dan nama ibu, nomor telepon mereka, dsb.
Mulailah sadari, Anda belum resmi diterima bekerja, sehingga posisi Anda dapat menjadi rentan bila data-data pribadi yang bersifat rahasia tersebut, ternyata disalah-gunakan oleh orang-orang tidak bertanggung-jawab, atau bahkan data-data pribadi Anda diperjual-belikan untuk tujuan Kartu Kredit, penipuan lainnya, atau seperti kasus Cambrigde Analytica.
Jangan terlampau optimis Anda akan diterima bekerja, karena banyak iklan lowongan pekerjaan, sejatinya tidak pernah sejak awal bermaksud untuk merekrut seorang pekerja. Terdapat banyak perusahaan, membuka iklan lowongan dengan maksud hanya untuk “mencuri ilmu” pelamar saat proses interview oleh pemasang iklan, dimana tentunya pelamar akan menunjukkan pengetahuan terbaik mereka dalam menjawab setiap pertanyaan yang diajukan “calon” pemberi kerja, atau semata bermaksud untuk menghimpun data-data pribadi warga negara, dengan kedok lowongan pekerjaan.
Di era yang marak penipuan berkedok iklan lowongan kerja serta kecanggihan media digital seperti saat ini dan modus-modus penipuan yang menyasar para pencari kerja, seorang pelamar kerja tidak lagi dapat bersikap naif dan lugu, namun perlu mengantisipasinya. Ironisnya, sangat minim sekali perlindungan oleh otoritas negara dibidang ketenagakerjaan, terhadap jutaan angkatan kerja di Tanah Air.
PEMBAHASAN:
Perlindungan data pribadi sudah menjadi asas hukum internasional, dimana tidak ada satu subjek hukum manapun, baik perorangan maupun korporasi, yang dibenarkan untuk melanggar hak privasi warga negara lainnya, terlebih menyalah-gunakan data-data pribadi seseorang warga yang menjadi pelamar kerja.
Telaah kasus berikut oleh SHIETRA & PARTNERS, meski dalam wujud yang berkebalikan, namun tetap dapat memberi cerminan konkret perihal pentingnya kewajiban perlindungan data-data terkait privasi, serta betapa berbahayanya bila data-data pribadi demikian disalah-gunakan, sebagaimana tertuang dalam putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial register Nomor 568 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 26 Juli 2016, perkara antara:
- ANIES TRI HANDOKO, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Tergugat; melawan
- PT. HANJAYA MANDALA SAMPOERNA TBK (PT. HM SAMPOERNA TBK.), selaku Termohon Kasasi dahulu Penggugat.
Penggugat dan Tergugat terikat hubungan kerja yang didasarkan pada Perjanjian Kerja sejak tahun 1997, sehingga Penggugat dan Tergugat harus tunduk dan patuh atas segala ketentuan yang lahir sebagai akibat dari hubungan hukum ketenagakerjaan. Per tanggal 1 Januari 2014, Tergugat diangkat menjadi IS Team Leader Technical Infrastructure, dengan upah terakhir sebesar Rp33.550.805,00 per bulan.
Penggugat sebagai pemberi kerja, sementara Tergugat sebagai pekerja. Maka, berdasarkan Pasal 1 Ayat (15) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, Tergugat selaku pekerja wajib melaksanaan pekerjaan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan standar yang diberlakukan dalam perusahaan Penggugat, tunduk pada perintah Penggugat selaku pemberi kerja, serta mematuhi seluruh ketentuan dalam perjanjian kerja yang telah disepakati bersama oleh Penggugat dan Tergugat. Sedangkan Penggugat selaku pemberi kerja, memiliki kewajiban untuk memberikan upah.
Selain kewajiban untuk mematuhi perintah dan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian kerja, Tergugat juga diwajibkan untuk tunduk dan patuh pada Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang telah dibuat dan disepakati bersama antara Serikat Pekerja dan pihak manajemen, serta peraturan-peraturan atau kebijakan-kebijakan lainnya yang berlaku dalam perusahaan.
Pokok permasalahan, bermula saat Tergugat melakukan pelanggaran berat” dengan mengambil data pribadi pekerja lain yang merupakan informasi rahasia perusahaan, demi kepentingan pribadi Tergugat. Tanggal 18 Juli 2014, Tergugat mengajukan laporan kepada bagian internal control departement tentang adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh saudari Ifa Fitria (Senior Purchasing Executive) dan saudara Eduard Hendra Perdana (Senior IS Analyst IPG). Laporan tersebut intinya adalah sebagai berikut:
- Memiliki hubungan romantis yang disembunyikan;
- Konflik kepentingan yang disembunyikan antara saudari Ifa Fitria dan PT. Geo Promo, salah satu vendor terdaftar PT. HM Sampoerna Tbk., (in casu Penggugat) dengan menerima paket perjalanan ke Eropa, yang mana secara tidak sah dibayar oleh PT. Geo Promo;
- Konflik kepentingan yang disembunyikan antara saudari Ifa Fitria dan PT. Media Grafika, salah satu vendor terdaftar PT. HM Sampoerna Tbk., (Penggugat), yang mana adik saudari Ifa Fitria bekerja sebagai pekerja pada perusahaan tersebut, untuk meminjam sejumlah dana;
- Saudara Eduard Hendra Perdana menyerahkan ijazah sarjana palsu ketika mendaftarkan sebagai pekerja di PT. HM Sampoerna Tbk., (Penggugat);
- Saudari Ifa Fitria meminjam sejumlah dana dari Saudara Anies Tri Handoko (Tergugat) dan kepemilikan bisnis tembakau yang dirahasiakan.
Untuk mendukung laporan Tergugat kepada Departemen Compliance, Tergugat mengajukan beberapa bukti pendukung. Berdasarkan surat elektronik Tergugat kepada Ibu Dyah Anggraini (Departemen Compliance) tanggal 30 September 2014, Tergugat telah membuka data personal saudari Ifa Fitria dan saudara Eduard Hendra Perdana, untuk kepentingan pribadi Tergugat, yang tersimpan dalam database Peoplesoft Sampoerna pada perusahaan Penggugat). Peoplesoft Sampoerna merupakan database yang berisikan data-data pribadi seluruh karyawan perusahaan (bukan calon pelamar kerja).
Data personal yang berada dalam database Peoplesoft Sampoerna merupakan data rahasia perusahaan yang hanya boleh diakses oleh orang-orang yang diberikan otorisasi oleh perusahaan sesuai kewenangan jabatannya, dan data tersebut tidak boleh dipergunakan tanpa perintah dan/atau persetujuan perusahaan.
Terlebih, data tersebut dipergunakan bukan untuk kepentingan perusahaan, melainkan untuk kepentingan pribadi Tergugat. Data personal pekerja dalam Peoplesoft Sampoerna hanya dapat diakses atau diketahui oleh bagian Human Resource Department atau pihak lain yang ditunjuk atau diberi kewenangan oleh Penggugat.
Tergugat sebagai IS Team Leader Technical Infrastructure telah mempergunakan data personal pekerja yang diperoleh Tergugat dari Peoplesoft Sampoerna tanpa perintah atau seizin Penggugat untuk kepentingan pribadi Tergugat. Dengan demikian, tindakan Tergugat yang mengakses dan membuka data personal saudari Ifa Fitria dan saudara Eduard Hendra Perdana untuk kepentingan pribadi yang tersimpan dalam Peoplesoft Sampoerna tanpa perintah / permintaan / persetujuan terlebih dahulu dari Departemen Compliance dan Departemen Legal, merupakan tindakan yang melanggar ketentuan yang berlaku pada perusahaan.
Tindakan Tergugat yang mengakses dan mempergunakan database Peoplesoft Sampoerna yang berisi informasi rahasia tanpa perintah / permintaan / persetujuan dari perusahaan, dengan iktikad tidak baik untuk kepentingan pribadi Tergugat adalah tindakan yang bertentangan dengan ketentuan:
- Pasal 30 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Transaksi Elektronik: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/atau system elektronik dengan cara apapun dengan tujuan untuk memperoleh informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik.”
- Pasal 46 ayat (2) Undang-Undang ITE: “Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).”
Tindakan Tergugat secara nyata dan jelas telah melanggar ketentuan Pedoman Perilaku Philip Morris International (PMI) yang berlaku pada perusahaan Penggugat, sebagaimana diatur pada halaman 16 paragrap 2 dan 5, sebagai berikut:
Hargailah privasi dan lindungi informasi yang dapat mengenai identitas pribadi. Kita mengumpulkan dan menggunakan informasi tentang perorangan didalam dan diluar perusahaan untuk sumber daya manusia, pemasaran, dan tujuan sah lainnya. Ini bagian biasa dalam melakukan bisnis, tetapi ada peraturan untuk mengumpulkan, menggunakan, berbagi, menyimpan, mentransfer, dan membuang data pribadi demi melindungi privasi. Jangan berikan data pribadi ke siapa pun yang tidak memiliki otorisasi untuk melihatnya karena kebutuhan bisnis yang jelas atas informasi tersebut.
Hargailah kerahasiaan dan hak kekayaan intelektual pihak lain; Jangan mencuri rahasia atau kekayaan orang lain, baik yang berupa pemikiran intelektual ataupun lainnya. Ini berlaku untuk hal-hal besar seperti proses rahasia perusahaan lain dan hal-hal kecil seperti gambar yang ditemukan di internet.”
Tindakan Tergugat secara jelas juga telah melanggar ketentuan PMI 01-C tentang Mengelola Informasi Perusahaan yang mana mengatur bahwa segala bentuk upaya untuk pengungkapan informasi rahasia perusahaan baik kepada pihak ketiga maupun internal harus seizin, sepengetahuan, petunjuk atau berdasarkan perintah dari pihak yang berwenang, di antaranya Departemen Compliance, Departemen Legal maupun Departemen Human Resources.
Berdasarkan adanya pelanggaran yang telah dilakukan oleh Tergugat, maka Penggugat berhak untuk menjatuhkan sanksi PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) terhadap Tergugat, sebagai konsekuensi hukumnya sesuai dengan ketentuan pada halaman 5 PMI 01-C dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Tergugat telah melakukan kesalahan berat yaitu melakukan investigasi sendiri dengan mengakses dan menggunakan data-data pribadi saudari Ifa Fitria dan saudara Eduard Hendra Perdana tanpa perintah / permintaan / persetujuan sebelumnya dari Departemen Compliance dan Departemen Legal untuk kepentingan pribadi Tergugat.
Berbagai bukti atas laporan yang diajukan oleh Tergugat kepada Departemen Compliance, merupakan bukti-bukti yang diperoleh Tergugat dari hasil investigasi yang dilakukan oleh Tergugat tanpa kewenangan atau otorisasi dari perusahaan. Bahkan, Tergugat dalam melakukan investigasi menggunakan cara-cara melawan hak untuk memperoleh bukti-bukti tersebut, yaitu dengan mendatangi Universitas Surabaya tempat dimana saudara Eduard Hendra Perdana pernah kuliah dan berpura-pura berniat untuk cross check sebagai perusahaan yang akan merekrut saudara Eduard Hendra Perdana.
Tergugat telah ditegur oleh Ibu Dyah Anggraini (Departemen Compliance) melalui surat elektonik tanggal 1 Oktober 2014, dan telah mengetahui dengan pasti perihal larangan dalam perusahaan untuk melakukan investigasi sendiri tanpa adanya perintah / persetujuan dari Departemen Compliance. Atas teguran tersebut, Tergugat melalui surat elektronik tanggal 1 Oktober 2014 mengakui tindakannya yang telah melakukan investigasi sendiri tanpa adanya izin ataupun otorisasi.
Berdasarkan ketentuan PMI 16-C mengenai Melaporkan Dugaan Pelanggaran Kepatuhan, diatur mengenai larangan kepada pekerja untuk melakukan investigasi sendiri tanpa persetujuan sebelumnya dari Departemen Compliance, sebagai berikut:
“Investigasi atas dugaan pelanggaran kepatuhan diawasi oleh Departemen Compliance sesuai dengan standar dan panduan yang telah ditentukan. Anda dilarang berusaha menyelidiki dugaan Pelanggaran Kepatuhan apapun tanpa persetujuan sebelumnya dari Departemen Compliance.”
Sesuai dengan bukti-bukti dan pengakuan Tergugat sendiri, secara yuridis Tergugat telah melakukan kesalahan berat dengan mengadakan investigasi sendiri dan menggunakan data-data pribadi karyawan Penggugat yang seharusnya bersifat rahasia.
Tergugat juga telah melakukan kesalahan berat dengan mengajukan laporan, untuk kepentingan balas dendam terhadap saudari Ifa Fitria dan saudara Eduard Hendra Perdana. Adapun selain kesalahan berat atas pengungkapan informasi rahasia perusahaan dan demi kepentingan pribadi dari Tergugat, maksud Tergugat mengajukan laporan terhadap Saudari Ifa Fitria dan saudara Eduard Hendra Perdana, adalah tindakan balas dendam terhadap Saudari Ifa Fitria dan saudara Eduard Hendra Perdana.
Tindakan balas dendam Tergugat tersebut disebabkan karena putusnya hubungan percintaan Tergugat dengan saudari Ifa Fitria, yang diindikasikan sebagai imbas kedekatan antara saudari Ifa Fitria dan saudara Eduard Hendra Perdana. Sementara berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan oleh Departemen Internal Control, ternyata laporan yang dibuat oleh Tergugat atas dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh saudari Ifa Fitria dan saudara Eduard Hendra Perdana, sama sekali tidak terbukti.
Selama proses investigasi yang dilakukan oleh Departemen Internal Control, ditemukan fakta-fakta yang merupakan hasil investigasi tim Departemen Internal Control, yakni sebagai berikut:
- Tergugat dan saudari Ifa Fitria menyatakan keduanya pernah memiliki hubungan romantis yang cukup serius, hingga berencana untuk menikah di tahun 2012 namun rencana tersebut gagal. Baik Tergugat maupun saudari Ifa Fitria tidak pernah mengungkapkan secara formal perihal hubungannya tersebut dalam conflict of interest disclosure form;
- Tergugat sudah lama memiliki kecurigaan terhadap saudari Ifa Fitria yang diduga telah menerima hadiah dari vendor, namun hal tersebut tidak pernah dilaporkan oleh Tergugat kepada Departemen Compliance.
Setelah hubungan Tergugat dan saudari Ifa Fitria berakhir / putus, barulah Tergugat melaporkan hal tersebut kepada Departemen Internal Control. Bahkan, Tergugat juga mengajukan gugatan perdata terhadap saudari Ifa Fitria, yang pada pokoknya Tergugat menuntut agar saudari Ifa Fitria mengembalikan biaya-biaya yang pernah dikeluarkan oleh Tergugat selama mereka memiliki hubungan khusus.
Berbagai tindakan Tergugat, dengan demikian telah melanggar ketentuan Pasal 19 Ayat (16) dan Ayat (17) PKB: “Pekerja tidak diperkenankan melakukan pelanggaran kode etik atau code of conduct; Pekerja tidak diperkenankan melakukan pelanggaran peraturan atau perjanjian lain atau peraturan tambahan termasuk pada prosedur standar kerja.”
Singkatnya, Tergugat dinilai telah melakukan “pelanggaran serius”, yang konsekuensi hukumnya adalah sanksi PHK. Dengan demikian, tindakan-tindakan Tergugat merupakan kesalahan berat yang mengakibatkan kerugian kepada kredibilitas dan nama baik Penggugat. Maka, merujuk norma Butir 4 SE Menakertrans Nomor SE-13/MEN/SJ-HK/I/2005:
“Dalam hal terdapat ‘alasan mendesak’ yang mengakibatkan tidak memungkinkan hubungan kerja dilanjutkan, maka pengusaha dapat menempuh upaya penyelesaian melalui lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.”
Penggugat dan Tergugat telah berupaya menyelesaikan perselisihan melalui upaya bipartit dan tripartit, namun tidak menemukan titik temu. Dalam perundingan bipartit, antara Penggugat dan Tergugat tidak berhasil mencapai kata sepakat. Pada pokoknya Tergugat menyetujui PHK terhadap dirinya, namun Tergugat tidak menyetujui tentang kompensasi PHK sejumlah 2 kali ketentuan normal yang ditawarkan oleh Penggugat.
Tergugat menyatakan dapat menerima PHK, hanya jika dirinya memberi uang pesangon berupa pembayaran gaji kepada Tergugat, sejumlah sisa masa kerja Tergugat sampai usia pensiun normal. Sehingga demi kepastian hukum, Penggugat mengajukan gugatan ke hadapan Pengadilan Hubungan Industrial.
Penggugat menekankan gugatannya, pada sifat dan bobot pelanggaran yang dilakukan Tergugat. Terhadap gugatan pihak Penggugat, Pengadilan Hubungan Industrial Surabaya kemudian menjatuhkan putusan Nomor 151/G/2015/PHI.Sby tanggal 28 Maret 2016, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan putus hubungan kerja antara Penggugat dan Tergugat terhitung mulai tanggal 28 Maret 2016;
3. Menghukum Penggugat untuk membayar uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang meliputi penggantian cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur dan penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan serta upah selama skorsing secara tunai kepada Tergugat, dengan perincian perhitungan sebagai berikut:
- Tergugat mulai bekerja di Perusahaan Penggugat sejak tanggal 15 Juli 1997 dengan mendapat upah terakhir sejumlah Rp33.550.805,00 / bulan;
- Uang pesangon: Sebesar 2 x 9 x Rp33.550.805,00 = Rp603.914.490,00.
- Uang penghargaan masa kerja; Sebesar 1 x 7 x Rp33.550.805,00 = Rp234.855.635,00.
- Uang penggantian hak yang terdiri dari: - Penggantian cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur: 9,67/16 x Rp33.550.805,00 = Rp 23.066.178,00 - Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan, sejumlah 15 % x Rp838.770.125,00 = Rp125.815.518,00.
- Sehingga jumlah seluruhnya adalah sebesar Rp987.651.821,00 ditambah dengan upah selama skorsing sejak tanggal 27 April 2015 sampai dengan tanggal 27 Maret 2016, sejumlah 11 bulan x Rp33.550.805,00 = Rp369.058.855,00 (jika belum dibayarkan);
- Jadi dengan demikian jumlah secara keseluruhan hak-hak Tergugat yang harus dibayarkan oleh Penggugat secara tunai kepada Tergugat adalah sebesar Rp1.356.710.676,00 yang terdiri dari uang kompensasi pemutusan hubungan kerja (PHK) sebesar Rp987.651.821,00 ditambah upah skorsing sebesar Rp369.058.855,00 (jika belum dibayarkan);
4. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
Pihak Tergugat yang terbukti telah menyalah-gunakan data-data yang bersifat pribadi dan sensitif, mengajukan upaya hukum kasasi, dengan dalil bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, mengatur bahwa adanya syarat materil yang harus terpenuhi, pada intinya informasi dan dokumen elektronik harus dapat dijamin keotentikannya, keutuhannya, dan ketersediaanya. Untuk menjamin terpenuhinya persyaratan materil yang dimaksud, maka dibutuhkan uji digital forensik dan pembuktian empiris.
Dimana terhadapnya, membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa keberatan-keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 12 April 2016 dan kontra memori kasasi tanggal 2 Mei 2016 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Bahwa Pemohon Kasasi / Tergugat telah melakukan pelanggaran terhadap code of conduct;
2. Bahwa atas pelanggaran yang dilakukan Pemohon Kasasi / Tergugat maka Termohon Kasasi / Penggugat telah melakukan skorsing;
3. Bahwa dengan telah dikenakan surat skorsing kepada Pemohon Kasasi dan pokok perselisihan antara Pemohon dengan Termohon Kasasi tidak berkaitan dengan alasan pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilarang sebagaimana ketentuan Pasal 153 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, dan adanya tuntutan mohon keadilan ‘ex aequo et bono’, berdasarkan Penjelasan Umum Alinea III Undang Undang Nomor 2 Tahun 2004, adil pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan alasan disharmonis;
4. Bahwa pemutusan hubungan kerja (PHK) dan kompensasi telah benar dan adil sejumlah 2 kali uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak sesuai Pasal 156 ayat (2), (3), (4) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 serta upah selama skorsing selama 11 (sebelas) bulan / upah sesuai dengan ketentuan Pasal 155 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, ternyata bahwa putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi ANIES TRI HANDOKO tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi ANIES TRI HANDOKO, tersebut.”
---
Data pribadi maupun privasi Anda selaku pelamar kerja, tidak akan pernah dijamin aman bersama Jobstreet. DIbawah inilah, email komplain resmi yang kami kirimkan kepada JobStreet.com (corpcare-id@jobstreet.com), per tanggal 9 Oktober 2018, karena tidak mendapati sedikit pun tanggung-jawab PT. Jobstreet, yang justru memihak secara membuta kepada pihak pemasang iklan lowongan yang telah menyalah-gunakan data-data pribadi pelamar:

"​A​rtinya, Jobstreet berusaha LEPAS TANGGUNG JAWAB DAN CUCI TANGAN, dengan mendalilkan semua link tidak dapat dibuka, meski dalam tampilan Google tampak jelas data-data pribadi para pelamar via Jobstreet telah disalahgunakan pemasang iklan lowongan di Jobstreet, dan dapat dibaca oleh PUBLIK pengguna internet. Dan, bukan artinya sebelum ini link-link tersebut tidak pernah dapat dibuka oleh publik, karena terbukti cache Google Bot pernah meng-crawl dan artinya dahulu pernah dapat diakses oleh publik, sehingga kebocoran data-data pribadi pelamar kerja, PERNAH TERJADI. Itulah fakta hukumnya.
"​Jobstreet telah menipu saya dengan mengatakan akan memforward email Indobara kepada kami. Jobstreet telah berbohong ketika mengatakan via telepon kemarin sore, bahwa tidak ada pelamar lain yang disalahgunakan datanya oleh perusahaan pemasang iklan pada jobstreet, meski jelas bukti-bukti tersebut memerlihatkan ratusan pelamar kerja Indobara via Jobstreet, telah disalahgunakan Indobara dan ada keterlibatan Jobstreet sebagai penyuplai softcopy data-data pribadi pelamar.
"Itu juga sebagai bukti, bahwa jobstreet selama ini tidak pernah bersungguh-sungguh melindungi data-data pribadi pelamarnya."

Sudah menjadi rahasia umum, Jobstreet kerap ditunggangi perusahaan penipu yang memasang iklan lowongan pekerjaan lewat jobstreet[dot]com. Sudah demikian banyak korban-korban berjatuhan lewat keterlibatan langsung maupun tidak langsung JobStreet yang menampilkan iklan perusahaan penipu.

Kebohongan besar PT. Jobstreet, dapat kita temukan pelanggaran kembali yang melibatkan Jobstreet, 'Jobstreet Akui Data Penggunanya Dibobol', 01 Nov 2017, https://www.liputan 6.com/tekno/read/3147957/jobstreet-akui-data-penggunanya-dibobol :
"Liputan6 .com, Jakarta - Platform lowongan kerja dan informasi karier Jobstreet mengakui bahwa akun milik pengguna yang dibuat pada 2012 telah menjadi korban peretasan.
"Mengutip Stuff.tv, Rabu (1/11/2017), Jobstreet tidak menyebutkan berapa banyak akun yang terdampak pembobolan data tersebut. Sekadar informasi, bagi pemilik akun Jobstreet yang terdampak pembobolan, beberapa data penting, seperti alamat email, nomor telepon, hingga alamat tempat tinggal mungkin telah tersebar di dark web. Suka atau tidak, kemungkinan besar data pengguna Jobstreet yang telah bocor tengah diperjualbelikan.
"Saat Anda memercayakan data pribadi kepada kami, Anda selayaknya berharap agar informasi tersebut tetap aman. Tim kami terus berupaya agar informasi Anda di Jobstreet .com aman. Kami telah melakukan reset password pada Januari 2017 dan itu membuat akun Anda tetap aman," kata CEO Jobstreet Suresh Thiru dalam email kepada penggunanya."


Jika para pembaca masih berasumsi bahwa melamar pekerjaan lewat Jobstreet merupakan cara yang aman dan dijamin kerahasiaan data-data pribadi Anda, maka tinjau ulang asumsi Anda setelah menyaksikan sendiri sreecshot yang kami ambil per tanggal 09 Oktober 2018, sebagai berikut:
Jobstreet Indobara menyalahgunakan data pribadi privasi pelamar kerja


Jobstreet Indobara menyalahgunakan data pribadi privasi pelamar kerja


Jobstreet Indobara menyalahgunakan data pribadi privasi pelamar kerja
Jobstreet Indobara menyalahgunakan data pribadi privasi pelamar kerja
Jobstreet Indobara menyalahgunakan data pribadi privasi pelamar kerja
Jobstreet Indobara menyalahgunakan data pribadi privasi pelamar kerja
Jobstreet Indobara menyalahgunakan data pribadi privasi pelamar kerja
Jobstreet Indobara menyalahgunakan data pribadi privasi pelamar kerja
Jobstreet Indobara menyalahgunakan data pribadi privasi pelamar kerja
Jobstreet Indobara menyalahgunakan data pribadi privasi pelamar kerja
Jobstreet Indobara menyalahgunakan data pribadi privasi pelamar kerja
Jobstreet Indobara menyalahgunakan data pribadi privasi pelamar kerja
Jobstreet Indobara menyalahgunakan data pribadi privasi pelamar kerja
Jobstreet Indobara menyalahgunakan data pribadi privasi pelamar kerja
Jobstreet Indobara menyalahgunakan data pribadi privasi pelamar kerja
Jobstreet Indobara menyalahgunakan data pribadi privasi pelamar kerja
Jobstreet Indobara menyalahgunakan data pribadi privasi pelamar kerja
Jobstreet Indobara menyalahgunakan data pribadi privasi pelamar kerja
Jobstreet Indobara menyalahgunakan data pribadi privasi pelamar kerja
Jobstreet Indobara menyalahgunakan data pribadi privasi pelamar kerja
Jobstreet Indobara menyalahgunakan data pribadi privasi pelamar kerja
Jobstreet Indobara menyalahgunakan data pribadi privasi pelamar kerja
Jobstreet Indobara menyalahgunakan data pribadi privasi pelamar kerja
Jobstreet Indobara menyalahgunakan data pribadi privasi pelamar kerja
Jobstreet Indobara menyalahgunakan data pribadi privasi pelamar kerja
Jobstreet Indobara menyalahgunakan data pribadi privasi pelamar kerja
Jobstreet Indobara menyalahgunakan data pribadi privasi pelamar kerja
Jobstreet Indobara menyalahgunakan data pribadi privasi pelamar kerja


Jobstreet Indobara menyalahgunakan data pribadi privasi pelamar kerja


Jobstreet Indobara menyalahgunakan data pribadi privasi pelamar kerja


Jobstreet Indobara menyalahgunakan data pribadi privasi pelamar kerja


Jobstreet Indobara menyalahgunakan data pribadi privasi pelamar kerja


Jobstreet Indobara menyalahgunakan data pribadi privasi pelamar kerja


Jobstreet Indobara menyalahgunakan data pribadi privasi pelamar kerja


Jobstreet Indobara menyalahgunakan data pribadi privasi pelamar kerja

© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.