Pemerintah Daerah Penerima Pembebasan Tanah hasil Fasilitas Umum Developer Perumahan, Bertanggung Jawab Renteng Bayar Ganti-Rugi Pembebasan Lahan Milik Warga

LEGAL OPINION
Tanah Diambil Pemerintah untuk Kepentingan Jalan Umum, Tetap Wajib Bayar Ganti Rugi Kepada Pemilik Tanah
Question: Sebagai yang punya tanah, kalau oleh Pemda (Pemerintah Daerah) dijadikan jalan umum, apa boleh jadi alasan tanah itu untuk kepentingan jalan umum lantas tidak mau bayar ganti-rugi tanah yang diambil Pemda? Memang untuk kepentingan banyak orang, tapi apa artinya harus mengorbankan hak pemilik tanah?
Brief Answer: Rezim negara berhukum yang moderat, tidak lagi bersifat otoriter dalam artian dapat merampas hak individual warga negara dengan alasan demi kepentingan komunal—itulah tepatnya doktrin negara dengan ideologi k0munisme. Sebaliknya, Negara Indonesia tidak menganut rezim hukum estrem k0munis dan tidak juga liberalis, namun tipe negara hukum moderat, dimana hak publik diakui sama seperti penghormatan terhadap hak kepemilikan individual—sehingga jaminan kepastian hukum dapat tetap terpelihara.
Namun yang lebih kompleks ialah ketika pembebasan lahan dilakukan oleh pihak swasta (seperti pihak perusahaan pengembang / developer), dengan bantuan pihak pemerintah setempat yang memfasilitasi pembebasan tanah, mengingat pada akhirnya pemerintah yang akan menerima “fasos” dan “fasum”, maka pertanyaan yang paling relevan untuk diajukan ialah, pihak-pihak mana sajakah yang paling bertanggung-jawab, untuk membayar ganti-rugi, apakah pihak swasta (developer) ataukah pihak pemerintah selaku calon penerima “fasos” dan “fasum”? Jawabannya dibahas oleh SHIETRA & PARTNERS dalam bagian Pembahasan.
PEMBAHASAN:
Kasus konkret berikut tepat kiranya menjadi representasi, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk putusan Mahkamah Agung RI sengketa tanah register Nomor 684 PK/Pdt/2012 tanggal 14 Maret 2013, perkara antara:
- WALIKOTA SURABAYA cq. KEPALA DINAS BINA MARGA & PEMATUSAN KOTA SURABAYA (dahulu Dinas Pekerjaan Umum Kotamadya Surabaya), sebagai Pemohon Peninjauan Kembali, semula selaku Tergugat II; melawan
- Ny. LINDA HANDAYANI NYOTO, sebagai Termohon Peninjauan Kembali dahulu Penggugat; dan
1. PT. INTI INSAN LESTARI; 2. KEPALA KELURAHAN DUKUH PAKIS; 3. KEPALA KANTOR PERTANAHAN KOTA SURABAYA, selaku Para Turut Termohon Peninjauan Kembali dahulu Tergugat I, Turut Tergugat I dan II.
Penggugat merupakan pemilik sebidang tanah sebagaimana dibuktikan lewat keberadaan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang diterbtikan pada tahun 1994, seluas 3.565 M², terletak di Provinsi Jawa Timur, Kota Surabaya, dan tercatat atas nama Penggugat.
Bermula pada sekitar tahun 1995 dan 1996, antara Tergugat I dan Tergugat II bersama-sama mengadakan proyek pembangunan “jalan tembus” antara Jalan Mayjend Sungkono Jajar Tunggal—Gudang Peluru, wilayah jalan mana berada di Kota Surabaya.
Tergugat I sangat berkepentingan dengan pembangunan proyek “jalan tembus” tersebut, karena dengan adanya “jalan tembus” itu kepentingan Tergugat I sebagai pengembang yang pada saat itu membangun proyek Perumahan Villa Bukit Mas dapat mempermudah akses keluar-masuk bagi para konsumen dan/atau penghuni Perumahan Villa Bukit Mas yang dijual olehnya.
Sementara Tergugat II turut berkepentingan dengan pembangunan proyek “jalan tembus” demikian, yakni untuk mempermudah dan mempersingkat arus lalu-lintas bagi masyarakat umum dan pemakai jalan dalam menempuh rute dari Jalan Gunungsari menuju rute Jalan Mayjend Sungkono, Surabaya.
Dari hasil pendataan yang dilakukan oleh Turut Tergugat I dan hasil pengukuran yang dilakukan oleh Turut Tergugat II, puluhan warga yang tinggal atau mempunyai bidang tanah yang terkena proyek “jalan tembus”, sebagian atau seluruh tanahnya telah terpotong untuk proyek pembangunan “jalan tembus”, termasuk didalamnya bidang tanah milik Penggugat seluas 923 M², yang merupakan sebagian dari luas 3.565 M², akan tetapi sama sekali tidak pernah diberi kompensasi dan/atau ganti-rugi, baik oleh Tergugat I maupun Tergugat II. Padahal, “jalan tembus” tersebut telah selama puluhan tahun digunakan sebagai akses keluar masuk bagi para penghuni Perumahan Villa Bukit Mas dan masyarakat umum. [Note SHIETRA & PARTNERS: Menjadi menarik menyimak perkara tersebut, karena selama puluhan tahun telah dibiarkan menjadi jalan umum, apakah artinya hak untuk menggugat menjadi kadaluarsa?]
Tindakan Tergugat I dan Tergugat II yang melaksanakan proyek pembangunan “jalan tembus” demikian, dengan memotong bidang tanah milik Penggugat, tanpa memberikan ganti-rugi, dinilai sebagai suatu “perbuatan melawan hukum” (onrechtmatige daad).
Penggugat merujuk Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum, dimana warga pemilik tanah berhak untuk menuntut segala kerugian yang diderita akibat proyek pembebasan lahan. Adapun kerugian yang diderita oleh Penggugat, salah satunya iaalh kerugian materiil berupa:
- terpotongnya tanah seluas 923 M² dikalikan dengan nilai jual obyek pajak, yaitu Rp.4.155.000,00 per M2 = Rp.3.835.065.000,00;
- hilangnya hak untuk menggunakan tanah itu sejak terpotong untuk jalan mulai tahun 1995 sampai dengan sekarang = Rp. 750.000.000,00 ;
Sementara dalam bantahannya, pihak pemerintah selaku Tergugat II berkeberatan terhadap pokok tuntutan gugatan yang meminta “menyatakan Tergugat I dan Tergugat II, secara bersama-sama telah melakukan perbuatan melanggar hukum terhadap Penggugat”.
Niat Penggugat untuk menggugat Tergugat II dinilai sebagai terlampau dini (premature), karena Penggugat mengakui bahwa yang berkepentingan dengan pembangunan “jalan tembus” tersebut ialah pihak Tergugat I selaku perusahaan pengembang perumahan Villa Bukit Mas, sedangkan Tergugat II hanya menjalankan fungsi pemerintahan untuk mengatur administrasi dan penataan ruang kota termasuk keberadaan jalan, dan selanjutnya jalan tersebut akan diserahkan oleh Tergugat I kepada Tergugat II sebagai fasilitas umum (fasum) perumahan, guna pemenuhan kewajiban hukum Tergugat I sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1987 tentang Penyerahan Prasarana Lingkungan, Utilitas Umum dan Fasilitas Sosial Perumahan Kepada Pemerintah Daerah.
Dengan demikian Tergugat II bukanlah pihak yang berkewajiban untuk membebaskan tanah untuk jalan, karena hal itu merupakan kewajiban dari Tergugat I. Karenanya, jika dalih Penggugat benar, bahwa tanahnya terkena proyek pembangunan jalan dan belum diberikan ganti-rugi, maka semestinya Penggugat meminta ganti-kerugian kepada Tergugat I, tidak secara serta-merta langsung menggugat Tergugat II.
Memang benar “jalan tembus” antara Jalan Mayjend Sungkono-Jajar Tunggal-Gudang Peluru saat ini telah menjadi aset pemerintah kota Surabaya atas dasar penyerahan fasum dari Tergugat I, dengan demikian seharusnya Penggugat tidak melibatkan Tergugat II dalam permasalahan hukum antara Penggugat dan Tergugat I selesai, demikian argumentasi pihak Pemda.
Sementara itu pihak Kantor Pertanahan dalam sanggahannya mendalilkan, Pengadilan Negeri tidak berwenang memeriksa ataupun memutus sengketa ini, karena yang berwenang merupakan kompetensi absolut dari Pengadilan Tata Usaha Negara.
Terhadap gugatan sang warga pemilik tanah, yang kemudian menjadi pertimbangan hukum serta amar Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 85/Pdt.G/2008/PN.Sby. tanggal 24 Nopember 2008, sebagai berikut :
“Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan P-1 jo. P-1.a jo. P-1 b. dihubungkan dengan pengakuan dari Tergugat II yang pada pokoknya menyatakan: Untuk mempermudah dan mempercepat pembangunan jalan, Tergugat I minta bantuan pada Pemerintah Kota Surabaya agar membantu proses pembangunan jalan tersebut, selain untuk mempermudah akses keluar masuk bagi penghuni Perumahan Villa Bukit Mas, Jalan tersebut nantinya akan bermanfaat bagi proses perkembangan Kota Surabaya karena letak jalan yang sangat strategis dan dibutuhkan oleh masyarakat luas;
“Setelah proses jalan tembus selesai, Tergugat I melaksanakan kewajibannya dengan menyerahkan prasarana lingkungan, utilitas umum, dan fasilitas sosial dimana di dalammya termasuk jalan tembus Mayjend Sungkono kepada Pemerintah Kota Surabaya, berdasarkan berita acara tahun 1998 atau lebih tepatnya pada tanggal 9 Juli 1998 sebagaimana bukti T II-6 yang sebelumnya telah dipertimbangkan pada bagian atas, oleh karena ‘jalan tembus’ yang pembangunannya juga dari sebagian tanah milik Penggugat, serta ’jalan tembus’ dimaksudkan oleh Tergugat I telah diserahkan kepada Pemerintah Kota Surabaya / Tergugat II serta penggunaan ‘jalan tembus’ dimaksud ada untuk masyarakat luas / kepentingan umum / kepentingan seluruh masyarakat, maka Tergugat I dan Tergugat II bertanggung-jawab memberikan memberikan dan/atau ganti rugi kepada Penggugat;
“Menimbang, bahwa oleh karena Tergugat I dan Tergugat II yang telah melaksanakan proyek ‘jalan tembus’ antara Jalan Mayjend Sungkono-Jajar tunggal—Gudang Peluru, surabaya dengan memotong bidang tanah milik Penggugat, dengan tanpa memberikan konpensasi dan/atau ganti-rugi, adalah merupakan Perbuatan Melawan Hukum yang menimbulkan kerugian bagi Penggugat;
MENGADILI :
Dalam Eksepsi:
1. Menolak eksepsi tentang kewenangan mengadili yang diajukan oleh Kuasa Turut Tergugat II;
2. Menyatakan Pengadilan Negeri Surabaya berwenang memeriksa dan mengadili perkara gugatan perdata yang diajukan oleh Penggugat;
3. Menolak eksepsi-eksepsi selebihnya baik yang diajukan Kuasa Tergugat II, Kuasa Turut Tergugat I dan Kuasa Turut Tergugat II;
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian;
2. Menyatakan Tergugat I dan Tergugat II secara bersama-sama telah melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) terhadap Penggugat dalam perkara ini;
3. Menyatakan menurut hukum bidang tanah milik Penggugat seluas 923 M² yang merupakan sebagian dari luas 3.565 M², sebagaimana terurai dalam Sertifikat Hak Milik Nomor ... , terletak di ... dan tercatat atas nama nyonya Linda Handayani Nyoto, telah terpotong pembangunan proyek ‘jalan tembus’ antara Mayjen Sungkono—Jajar Tunggal-Gudang Peluru, Surabaya;
4. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II secara tanggung-renteng untuk membayar kepada Penggugat sebagian kerugian yang diderita oleh Penggugat, dengan rincian: Kerugian materiil: Berupa terpotongnya tanah seluas 923 M² dikalikan dengan harga jual obyek pajak, yaitu Rp.4.155.000,00 per M² = Rp.3.835.065.000,00 secara tunai dan sekaligus;
5. Menghukum Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II untuk tunduk dan patuh dengan isi putusan dalam perkara ini;
6. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II secara tanggung renteng membayar seluruh ongkos yang timbul dalam perkara ini, diperhitungkan jumlah seluruhnya sebesar Rp.1.426.000,00;
7. Menolak gugatan Penggugat untuk yang lain dan selebihnya.”
Dalam tingkat banding, yang kemudian menjadi amar Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor 152/PDT/2009/PT.SBY., tanggal 18 Juni 2009, sebagai berikut:
MENGADILI :
- Menerima permohonan banding dari Tergugat II dan Turut Tergugat II/ Pembanding;
- Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 85/Pdt.G/2008/ PN.Sby., tanggal 24 Nopember 2008.”
Dalam tingkat kasasi, yang menjadi amar Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 384 K/Pdt/2010, tanggal 1 September 2010, sebagai berikut:
MENGADILI :
- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I : Walikota Surabaya cq. Kepala Dinas Bina Marga & Pematusan Kota Surabaya (dahulu Dinas Pekerjaan Umum Kotamadya Surabaya) dan Pemohon Kasasi II : Kepala Kantor Pertanahan Kota Surabaya, tersebut.”
Pihak pemerintah mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali, dengan pokok keberatan bahwa Tergugat II bukanlah pihak yang berkewajiban untuk membebaskan tanah untuk jalan unum proyek pihak developer swasta. Relevansi hubungan hukum Tergugat II secara hukum dengan obyek “jalan tembus”, semata karena adanya serah-terima fasilitas umum dan fasilitas sosial (fasum-fasos) perumahan milik Tergugat I.
Berdasarkan berita acara penyerahan fasum tersebut, tanah yang digunakan untuk “jalan tembus” tersebut, pada awalnya adalah tanah dengan sertifikat induk milik PT. Inti Insan Lestari (Tergugat I) yang kemudian diserahkan kepada Pemerintah Kota Surabaya sebagai Fasum Perumahan sebagaimana diwajibkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1987 tentang Penyerahan Prasarana Lingkungan, Utilitas Umum Dan Fasilitas Sosial Perumahan Kepada Pemerintah Daerah, yang mana dalam ketentuan Pasal 1 Ayat (1) jo. Pasal 4, terdapat pengaturan bahwa Perusahaan Pembangunan Perumahan wajib menyerahkan Prasarana Lingkungan, Utilitas Umum, dan Fasilitas Sosial (termasuk di dalamnya jalan perumahan) kepada pemerintah daerah dengan suatu berita acara serah-terima. Namun ternyata serah-terima fasum terdapat “cacat tersembunyi” oleh pihak developer yang tidak jujur.
Pembangunan “jalan tembus” tersebut pada awalnya semata untuk kepentingan dari Tergugat I sebagai pengembang Perumahan Villa Bukit Mas, dengan tujuan mempermudah akses keluar masuk perumahan bagi para penghuninya. Pada awalnya juga Tergugat II tidak terkait dengan proses pengadaan dan pembayaran ganti-rugi atas lahan yang digunakan untuk pembangunan jalan, meski selanjutnya, untuk mempermudah dan mempercepat pembangunan jalan, maka Tergugat I meminta bantuan kepada Pemerintah Kota Surabaya agar membantu proses pembangunan jalan tersebut dengan alasan selain untuk mempermudah akses keluar masuk bagi penghuni perumahan Villa Bukit Mas, jalan tersebut nantinya akan bermanfaat bagi proses perkembangan Kota Surabaya karena letak jalan yang sangat strategis dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat luas—alias Pemda telah terkena getah sikap tidak bertanggung-jawab pihak pengembang perumahan.
Dalam rangka kepentingan umum, maka Pemerintah Kota Surabaya melalui Tergugat II bersedia membantu untuk membangun jalan tembus Mayjend Sungkono dengan beberapa persyaratan, yaitu antara lain bahwa biaya pembebasan tanah yang dibutuhkan untuk pembangunan jalan harus ditanggung oleh Tergugat I, dan Tergugat II sifatnya hanya membantu saja agar pembagunan jalan dapat diselesaikan dengan tepat. Syarat lain yang diminta Pemerintah Kota Surabaya pada saat itu, ialah agar setelah pembangunan jalan selesai, maka Tergugat I harus menyerahkan tanah tersebut kepada Pemerintah Kota Surabaya.
Ketentuan tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum sebagaimana yang menjadi dasar bagi pihak Penggugat untuk mengajukan gugatan ini, tidak dapat diberlakukan untuk konteks perkara pembebasan tanah yang dilakukan oleh pihak swasta (di luar pemerintah). Dengan demikian pihak Pemda seharusnya dibebaskan dari tanggung-jawab untuk pembayaran ganti-rugi, terhadap proyek yang menjadi kepentingan pihak pengembang perumahan swasta.
Pemda menyoroti pula amar putusan Putusan Pengadilan Negeri Surabaya yang menyatakan ganti-rugi sebesar Rp.3.835.065.000,00 menjadi tanggung-jawab Tergugat I dan Tergugat II secara tanggung-renteng, namun amar putusan dimaksud tidak memutuskan prosentasi yang menjadi bagian beban masing-masing, sementara Tergugat I tidak pernah hadir di persidangan sehingga sulit bagi Pemda untuk memenuhi amar putusan demikian disamping merupakan modus perampokan terhadap “uang negara”.
Dimana terhadap keberatan-keberatan demikian, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa, alasan-alasan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena pada Judex Juris maupun Judex Facti tidak diketemukan adanya kesalahan ataupun kekhilafan Hakim didalam mempertimbangkan dan memutus perkara a quo, baik dalam pertimbangan maupun putusannya yang telah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku;
“Bahwa, obyek sengketa yang dijadikan jalan umum oleh para Tergugat ternyata belum diberikan ganti-kerugian, sedangkan obyek sengketa telah digunakan untuk jalan umum, sehingga harus dibayar ganti-kerugiannya;
“Bahwa, mungkirnya Tergugat II untuk ikut bertanggung-jawab memberikan ganti-kerugian, haruslah ditolak, karena tanpa peran yang dilakukan oleh Tergugat II, tidak mungkin dan tidak akan dapat dibuat jalan oleh Tergugat I;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh WALIKOTA Surabaya cq. KEPALA DINAS BINA MARGA & PEMATUSAN KOTA SURABAYA (dahulu Dinas Pekerjaan Umum Kotamadya Surabaya) tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan Peninjauan Kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali WALIKOTA SURABAYA cq. KEPALA DINAS BINA MARGA & PEMATUSAN KOTA SURABAYA (dahulu Dinas Pekerjaan Umum Kotamadya Surabaya) tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.