Mengklaim Ditipu / Digelapkan, Tanpa Tindak Lanjut secara Pidana, Klaim yang Tidak Memiliki Nilai

LEGAL OPINION
Question: Sering kan, ada istri kreditor yang hendak menggugat, ngakunya kalau dirinya ngak pernah jadikan agunan aset harta gono-gininya. Alasannya, si suami bawa wanita lain lalu mengaku-ngaku sebagai sang istri saat agunkan itu harta bersama mereka. Apa klaim sumir semacam itu, akan diberi bobot pertimbangan oleh hakim nantinya jika benar-benar sampai terjadi gugatan?
Brief Answer: Bila tuduhannya ialah adanya suatu tindak pidana penipuan atau penggelapan, maka tuduhan demikian wajib terlebih dahulu dibuktikan dalam perkara pidana, tidak bisa secara serta-merta mengklaim telah ditipu atau digelapkan dalam perkara perdata.
Menjadi suatu alat bukti bernama “persangkaan” bagi hakim perkara perdata, bahwa jika klaim telah ditipu / digelapkan, namun tidak disertai laporan / tuntutan pidana ke hadapan pihak kepolisian, maka klaim demikian adalah “kebohongan” semata yang tidak memiliki nilai pembuktian apapun, selain klaim sepihak.
PEMBAHASAN:
Contoh kasus berikut kerap terjadi dalam praktik secara masif, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan dari putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh sengketa pembiayaan register Nomor 26/Pdt.G/2013/PN.BNA. tanggal 14 April 2014, perkara antara:
- Ir. MIRYADI AMIR, sebagai Penggugat; melawan
1. PT. AUSTINDO NUSANTARA JAYA FINANCE (ANJF) dahulu bernama PT. MITRA PINASTHIKA MUSTIKA FINANCE (MPM FINANCE), selaku Tergugat I;
2. YUHAIRINA BINTI M. YUNUS, selaku Tergugat II;
3. AZHAR, S.H., Notaris/PPAT Banda Aceh; sebagai Tergugat III; dan
4. Pemerintah Republik Indonesia, cq. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia di Jakarta, cq. Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Wilayah Provinsi Aceh, selaku Tergugat IV.
Penggugat yang merupakan suami dari Tergugat II, mendalilkan tidak pernah mengetahui dan atau tidak pernah melakukan perjanjian pembiayaan dengan Tergugat I, perihal pembelian mobil atas nama Penggugat yang tidak pernah dijaminkan kepada siapapun. Penggugat mendalilkan Tergugat II tidak mengakui adanya perjanjian pembiayaan tersebut, dan menyatakan BPKB mobil telah hilang dan sedang diurus BPKB duplikatnya oleh Tergugat.
Penggugat mendalilkan adanya rekayasa dari Tergugat I dengan memalsukan tanda-tangan Penggugat, dimana Penggugat menyatakan Tergugat II telah memperoleh KTP Penggugat tanpa seizin maupun sepengetahuan Penggugat. Pihak Lembaga Pembiayaan menarik kendaraan milik Penggugat, dengan alasan kenderaan tersebut sebagai jaminan hutang / jaminan fidusia kepada Tergugat I dengan jumlah hutang sekitar Rp. 223.000.000,- yang tidak dilunasi oleh Tergugat II.
Perjanjian pembiayaan dibuat oleh Tergugat I dan Tergugat II tanpa mengikut-sertakan atau tanpa izin Penggugat selaku suami Tergugat II, sehingga perbuatan Tergugat III menerbitkan Akta Jaminan Fidusia dan perbuatan Tergugat IV menerbitkan Sertipikat Jaminan Fidusia yang didasarkan pada kesepakatan atau perjanjian yang cacat hukum, adalah merupakan perbuatan melawan hukum.
Tergugat I membantah Penggugat, dengan menerangkan bahwa Penggugat pernah menyerahkan KTP serta membuat dan menanda-tangani Surat Persetujuan pengambilan kredit tertanggal 25 Mei 2011 untuk isterinya (Tergugat II) untuk menandatangani Perjanjian Pembiayaan Konsumen, termasuk menjaminkan objek kendaraan secara Fidusia.
Penarikan kendaraan dilakukan pada tanggal 3 Mai 2013, setelah Tergugat II dan Penggugat Tertunggak kredit selama 15 bulan, dimana Tergugat I sudah berulang-kali memperingatkat Tergugat II maupun Penggugat untuk melaksanakan kewajibannya melunasi seluruh angsuran kreditnya yang tertunggak kepada Tergugat I. Akan tetapi Penggugat dan Tergugat II tidak juga membayar tunggakan kreditnya, sehingga wajar bila Tergugat I menarik mobil yang diagunkan dalam perjanjian kredit pembiayaan.
Dimana terhadap klaim dari suami sang debitor, Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa berdasarkan dalil Penggugat yang menyatakan 1 (satu) unit mobil dibeli oleh Penggugat dan Tergugat II pada bulan Pebruari 2011;
“Menimbang, bahwa berdasarkan fakta tersebut dihubungkan dengan ketentuan Pasal 35 dan Pasal 36 Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, maka 1 (satu) unit mobil adalah harta bersama, sehingga setiap perbuatan hukum atas barang tersebut selama masa perkawinan berlangsung haruslah sepengetahuan suami / isteri;
“Menimbang, bahwa terhadap dalil pembelian secara tunai, Majelis Hakim menilai terhadap alat-alat bukti yang diajukan Penggugat di muka persidangan tidak ada yang dapat memperkuat dalilnya tersebut;
“Menimbang, bahwa Bukti P-1 membuktikan Penggugat dan Tergugat II pada saat Perjanjian Pembiayaan Konsumen, masih berstatus sebagai pasangan suami isteri yang sah sampai dengan timbulnya perceraian yang terjadi pada tahun 2013;
“Menimbang, bahwa Bukti T.I-1 tersebut diajukan oleh Tergugat I untuk membuktikan adanya penyerahan KTP Penggugat dan Tergugat II kepada Tergugat I sebagai syarat perjanjian antara Tergugat I dan Tergugat II sebagaimana Bukti T.I-6 berupa Perjanjian Pembiayaan Konsumen tertanggal 26 Mei 2011;
“Menimbang, bahwa didalam Bukti T.I-1 tersebut juga terdapat tanda-tangan Penggugat yang dapat dijadikan sebagai pembanding dengan tanda-tangan Penggugat yang terdapat dalam Bukti T.I-5 berupa Surat Persetujuan tertanggal 26 Mei 2011 yang berisi persetujuan Penggugat kepada Tergugat II sebagai isteri Penggugat untuk melakukan perjanjian sebagaimana Bukti T.I-6 tersebut;
“Menimbang, bahwa walaupun tidak diajukan bersama-sama dengan surat aslinya, keaslian Bukti T.I-1 tersebut tidak pernah dibantah baik isi maupun tanda-tangannya oleh Penggugat didalam Kesimpulannya mengenai alat-alat bukti yang diajukan oleh Tergugat I;
“Menimbang, bahwa secara setelah Majelis Hakim melakukan pemeriksaan mengenai tanda-tangan Penggugat secara ex officio berdasarkan Pasal 296 Rbg, Pasal 1877 KUHPdt yang termuat dalam Bukti T.I-1, Bukti P-1/ Bukti T.I-2 dibandingkan dengan Bukti T.I-5, maka Majelis Hakim sampai pada kesimpulan bahwa tanda-tangan yang terdapat dalam Bukti T.I-1, Bukti P-1/Bukti T.I-2 tersebut adalah identik / sama dengan tanda-tangan Penggugat yang ada pada Bukti T.I-5, bahkan walaupun dibuat dalam rentang waktu sampai beberapa tahun kemudian;
“Menimbang, bahwa bahkan Penggugat sendiri telah pula membuat tanda-tangannya sekali lagi pada Bukti P-1, sebagai contoh tanda-tangan Penggugat yang terkini dan yang benar menurut Penggugat;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut Majelis Hakim menilai tanda-tangan Penggugat sebagaimana yang termuat dalam Bukti T.I-5 adalah benar tanda-tangan Penggugat, sehingga dalil Penggugat yang menyatakan bahwa tanda-tangan Penggugat adalah dipalsukan atau hasil rekayasa oleh Tergugat I, dapat dipatahkan oleh bukti-bukti tersebut yang diajukan oleh Tergugat I;
“Menimbang, bahwa untuk menguatkan dalil Penggugat yang menyatakan tidak mengetahui adanya Perjanjian pembiayaan konsumen, Saksi Penggugat, yang bernama Imran di bawah sumpah menerangkan pada pokoknya pernah berjumpa dengan Tergugat II yang mana pada saat itu Tergugat II bertemu dengan Saksi Imran untuk meminta tolong kepada Saksi Imran mengurus duplikat BPKB Bukti yang hilang, namun ternyata setelah di cek oleh Saksi Imran di Kantor Samsat, BPKB tersebut bukan hilang melainkan dijadikan jaminan hutang Tergugat II;
“Menimbang, bahwa keterangan Saksi Imran ini ternyata telah dibantah oleh Tergugat II dalam Kesimpulannya dengan menyatakan tidak pernah mengenal atau bertemu dengan Saksi Imran dan Keterangan Saksi Imran tersebut tidak didukung oleh alat bukti lainnya, sehingga berdasarkan Pasal 306 Rbg, keterangan satu orang saksi saja dan keterangan saksi tersebut tidak dikuatkan dengan alat bukti lainnya, maka tidak memiliki kekuatan pembuktian (bewijskracht), hal mana pendapat Majelis Hakim ini telah sejalan dengan Putusan MA RI No.167 K/Sip/1959;
“Menimbang, bahwa berdasarkan Bukti T.I-1 yang ada pada Tergugat I dan Bukti Bukti P-1/T.I-2, dihubungkan dengan adanya tanda-tangan Penggugat pada Bukti T.I-5, maka Majelis Hakim berpendapat Penggugat telah mengetahui adanya Surat Persetujuan dan Surat Perjanjian Pembiayaan Konsumen, sehingga dalil Penggugat yang menyatakan tidak pernah menyerahkan KTP-nya kepada Tergugat II atau pun Tergugat II membawa KTP Penggugat tanpa sepengetahuan Penggugat, adalah dengan sendirinya menjadi sesuatu hal yang secara nyata / notoir tidak mungkin terjadi;
“Menimbang, bahwa Majelis Hakim pertimbangan Majelis Hakim tersebut di atas diperkuat dengan adanya penilaian, yaitu apabila sejak awal Penggugat sungguh-sungguh mendalilkan adanya pemalsuan tanda tangan yang dilakukan oleh baik Tergugat I atau Tergugat II, mengapa Penggugat tidak melakukan tindakan konkrit dengan cara melaporkan kepada Polisi sejak mengetahui adanya tunggakkan angsuran pada awal tahun 2012? Atau mengapa Penggugat tidak melaporkan adanya penggelapan, karena BPKB dan KTP miliknya telah disalah-gunakan oleh Tergugat II atau Tergugat I. Bukankah dengan dilaporkan kepada Polisi, Penggugat sebenarnya akan memperoleh bukti-bukti yang kuat untuk membuktikan adanya perbuatan-perbuatan yang didalilkan oleh Penggugat terhadap Tergugat I dan Tergugat II;
“Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 6 Keputusan Presiden RI No. 61 Tahun 1988 jo. Pasal 1 huruf p Keputusan Menteri Keuangan No. 125/KMK.013/1988 dan Peraturan Menteri Keuangan No. 84/PMK.012/2006 Tentang Perusahaan Pembiayaan Pasal 1 huruf g serta Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga Pembiayaan, maka diperoleh kesimpulan yang dimaksud dengan ‘Pembiayaan Konsumen adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran’;
“Menimbang, bahwa di dalam keterangan Saksi Juni Hartami yang diajukan oleh Tergugat I, menerangkan bahwa kredit tersebut adalah kredit yang di-‘take over’ dari Bank Panin sebelum dilanjutkan kepada Tergugat I;
“Menimbang, bahwa keterangan Saksi Juni Hartami tersebut ternyata telah bersesuaian dengan Bukti P-6 Surat Pemberitahuan dan Undangan tertanggal 31 Juli 2012, yang pada pokoknya Penggugat mempermasalahkan pemberian fasilitas Pembiayaan Ulang (refinancing) atas 1 (satu) unit mobil Nissan Grand Livina tanpa sepengetahuan dari Penggugat;
“Menimbang, bahwa refinancing dalam praktek yang dilakukan oleh perusahaan pembiayaan adalah hal yang sudah umum terjadi dan tidak bertentangan dengan hukum, sepanjang hal tersebut dilaksanakan berdasarkan kesepakatan dan kecakapan dalam koridor ketentuan hukum mengenai lembaga-lembaga pembiayaan dan perjanjian pada umumnya;
“Menimbang, bahwa berdasarkan bukti-bukti tersebut, Majelis Hakim menilai pada saat permasalahan kredit tersebut muncul di awal tahun 2012, Penggugat telah mengetahui bahwa perjanjian kredit antara Tergugat I dengan Tergugat II adalah perjanjian pembiayaan ulang / refinancing dengan melakukan pengambialihan / take over hutang Tergugat II pada pihak lain (Bank Panin) oleh Tergugat I, sehingga sebagaimana Bukti T.I-6/Bukti T.III-4 yang diterima oleh Tergugat II adalah dalam bentuk dana tunai dari Tergugat I ;
“Menimbang, bahwa mengenai Majelis Hakim menilai walaupun Bukti T.I-6 / Bukti T.III-4 merupakan pembiayaan ulang/refinancing, namun tetap saja Bukti T.I-6 / Bukti T.III-4 tersebut merupakan pembiayaan konsumen, karena diawali oleh pihak lain (Bank Panin) untuk pembelian mobil (barang) tersebut dengan angsuran lalu diambil-alih / take over oleh Tergugat I;
“Menimbang, bahwa pendapat Majelis Hakim tersebut diperkuat dengan adanya penjelasan dari Tergugat II mendalilkan : ‘Bahwa dalam hal perjanjian pembiayaan dengan Tergugat I, Tergugat II merasa diperdaya oleh Tergugat I karena dalam pencairan uang yang semestinya menurut perjanjian jumlah uang yang harus diberikan kepada Tergugat II sebesar Rp. 150.000.000,- namun dalam kenyataanya Tergugat II hanya menerima sebesar Rp.130.000.000,-.‘;
Menimbang, bahwa di dalam Duplik Tergugat I, menyebutkan : ‘Bahwa Tergugat I melaksanakan perjanjian kredit pembiayaan ini dengan itikad baik dan sama sekali tidak membodoh-bodohi Tergugat II karena Tergugat II adalah orang yang sangat pintar dan mantan Bankir tentunya dia paham dengan hukum perbankan dan tahu juga dengan kinerja lembaga pembiayaan dan yang datang memohon pinjaman pada Tergugat I adalah Tergugat II, mengenai perjanjian pokoknya adalah Rp. 150.000.000,- dan diterima oleh Tergugat II sebesar Rp. 130.000.000,- karena uang sebesar Rp. 20.000.000 tersebut untuk biaya administrasi, biaya asuransi, biaya Notaris dan biaya administrasi pendaftaran fidusia.’;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut, Majelis Hakim menilai sejak awal kesepakatan antara Tergugat I dan Tergugat II adalah mengenai pembiayaan ulang / refinancing, walaupun Tergugat II didalam Jawabannya mendalilkan adanya tipu daya dari Tergugat I, namun Tergugat II tidak dapat membuktikan adanya tipu daya tersebut dengan bukti-bukti yang diajukannya dan ternyata pula telah diakui sendiri oleh Tergugat II, Tergugat II telah menerima uang pinjaman dari Tergugat I dan mengangsurnya setiap bulan sesuai dengan perjanjian Bukti T.I-6 / Bukti T.III-4, sejak bulan Mei 2011 sampai dengan bulan Desember 2011;
“Menimbang, bahwa setelah meneliti dan mencermati bukti-bukti tersebut di atas, Perjanjian Pembiayaan Konsumen Bukti T.I-6/Bukti T.III-4 antara Tergugat I dan Tergugat II, Majelis Hakim tidak menemukan hal-hal yang bertentangan dengan syarat sahnya suatu perjanjian berkaitan dengan unsur subyektif maupun obyektifnya sebagaimana Pasal 1320 KUHPdt, Pasal 35 dan Pasal 36 Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan serta tidak pula melanggar ketentuan khusus mengenai Pembiayaan Konsumen atau Undang-Undang RI No 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia;
“Menimbang, bahwa mengenai penarikan 1 (satu) mobil ... yang dilakukan oleh Tergugat I pada tanggal 03 Mei 2013, Majelis Hakim menilai Penggugat berdasarkan alat-alat bukti yang diajukannya tidak dapat membuktikan adanya pelanggaran prosedur yang dilakukan oleh Tergugat I, sebaliknya berdasarkan Bukti P-4, Bukti P-5, dan Bukti T.I-8 berupa tabel tunggakkan kredit Tergugat II kepada Tergugat I, terbukti memang benar adanya kelalaian Tergugat II dalam memenuhi prestasi sesuai perjanjian, sehingga beralaskan kesepakatan tersebut Tergugat I melakukan penarikan 1 (satu) mobil ...;
“Menimbang, bahwa dari seluruh rangkaian pertimbangan tersebut di atas, Majelis Hakim menilai Penggugat dengan alat-alat bukti yang diajukannya tersebut di atas tidak dapat lagi mempertahankan dalil-dalilnya yang menyatakan adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Para Tergugat dalam rangka Perjanjian Pembiayaan Konsumen, Akta Jaminan Fidusia, penerbitan Sertifikat Jaminan Fidusia serta penarikan sebagaimana 1 (satu) mobil ... yang dilakukan oleh Tergugat I pada tanggal 13 Mei 2013 yang disyaratkan Pasal 1365 KUHPdt tentang Perbuatan Melawan Hukum;
“Menimbang, bahwa karena materi pokok gugatan Pengggugat mengenai adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III maupun Tergugat IV tidak terbukti menurut hukum, maka petitum gugatan Penggugat haruslah dinyatakan ditolak seluruhnya dan terhadap alat-alat bukti lain dan selebihnya Majelis Hakim menilai tidak memiliki relevansi lagi untuk dipertimbangkan lebih lanjut dan haruslah dikesampingkan;
M E N G A D I L I :
Dalam Pokok Perkara:
- Menolak Gugatan Penggugat.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.