Jual-Beli Tanah dengan Bukti Kuitansi Tanpa Perantara PPAT, Tidak Diakui Hukum

LEGAL OPINION
Question: Dulu memang pas beli tanah, ngak di depan PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah), tapi ada kuitansi jual-beli dengan pemilik tanah yang kami beli. Apa ada resikonya? Kuitansi itu masih kami simpan, sudah lunas, bahkan ada fotonya juga saat kami menyerahkan uang tunai pembelian itu kepada si penjualnya.
Brief Answer: Perbuatan hukum peralihan hak atas tanah lewat jual-beli, berbeda dengan jual-beli objek bergerak lainnya. Khusus untuk konteks peralihan hak atas tanah, salah satu prasyarat mutlaknya ialah terpenuhinya “asas terang”, disamping “asas tunai”. Tidak terpenuhinya kedua syarat mutlak demikian, maka jual-beli hak atas tanah menjadi tidak sah.
Yang dimaksud dengan “asas terang” ialah, perbuatan hukum peralihan hak atas tanah dilakukan di hadapan PPAT dengan akta otentik. Kuitansi dalam konteks jual-beli hak atas tanah, tidak diakui kekuatannya secara yuridis, sehingga juga tidak mengikat bagi pihak ketiga.
Tidak diindahkannya prasyarat mutlak perbuatan hukum konteks pertanahan, mengakibatkan harga jual-beli yang telah dibayarkan pihak pembeli kepada penjual, menjadi tidak bermakna sama sekali di mata hukum—dan membuka potensi “merugi dua kali” terutama ketika terdapat pihak ketiga yang juga mengklaim sebagai pemilik sah atas bidang tanah.
Adalah tidak logis, sanggup membeli sebidang tanah, namun merasa tidak sanggup membayar jasa PPAT. Bermaksud untuk “berhemat”, alih-alih mendulang “untung”, justru pada akhirnya mengalami “musibah hukum”, dan “merugi dua kali lipat” disamping biaya waktu dan biaya energi serta perhatian bila dikemudian hari terjadi sengketa dengan pihak ketiga.
PEMBAHASAN:
Ilustrasi kasus konkret berikut dapat menjadi cerminan, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk putusan Mahkamah Agung RI sengketa tanah register Nomor 312 K/Pdt/2017 tanggal 24 Mei 2017, perkara antara:
- UNA bin NAEDI, sebagai Pemohon Kasasi, semula selaku Penggugat; melawan
- PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA Tbk., selaku Termohon Kasasi dahulu Tergugat I; dan
1. KEPALA DESA TARIKOLOT; 2. CAMAT PADA KECAMATAN CITEUREUP; 3. KANTOR BADAN PERTANAHAN NASIONAL (BPN) KABUPATEN BOGOR, sebagai Para Turut Termohon Kasasi dahulu Tergugat II, III dan IV.
Penggugat pada tahun 1980 mengkalim telah membeli 2 bidang tanah seluas lebih kurang 2.200 m², terletak di Citeureup. Beralihnya kepemilikan atas kedua bidang tanah kepada pihak Penggugat, didasarkan “alas hak” jual-beli, bukan karena warisan ataupun hibah.
Bidang-bidang tanah tersebut sejak dibeli Penggugat, tidak pernah dialihkan, dijaminkan dan/atau dijual oleh Penggugat kepada pihak manapun. Namun kemudian Tergugat I mengaku sebagai pemilik sah bidang-bidang tanah milik Penggugat tersebut, dengan cara membeli dari pihak lain.
Terhadap gugatan Penggugat, Pengadilan Negeri Cibinong kemudian menjatuhakn putusan sebagaimana register Nomor 95/Pdt.G/2015/PN.Cbi. tanggal 9 September 2016, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
- Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya.”
Dalam tingkat banding atas permohonan Penggugat, putusan Pengadilan Negeri di atas kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Bandung lewat putusan Nomor 111/Pdt/2016/PT.Bdg. tanggal 26 April 2016.
Pihak Penggugat mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah memeriksa secara saksama memori kasasi tanggal 23 September 2016 dan jawaban memori tanggal 16 November 2016 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti dalam hal ini Pengadilan Tinggi Bandung tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa Penggugat tidak dapat membuktikan objek sengketa merupakan hak milik Penggugat yang diperoleh dari membeli dari alm. Roji alias Anip tanggal 16 Maret 1980 dan membeli dari pemilik H Juhri bin Karim tanggal 20 April 1980;
“Bahwa karena tidak dipenuhi syarat sahnya jual-beli yang harus dilakukan di hadapan Pejabat (unsur terang), lagipula bukti-bukti Penggugat (vide P1) tidak menyebut letak secara rinci apakah yang dijual tersebut adalah objek sengketa yang sekarang diperkarakan dan Letter C Desa bukanlah bukti kepemilikan, demikian juga bukti kuitansi tidak membuktikan jual beli atas objek sengketa;
“Bahwa sebaliknya Tergugat dapat membuktikan objek sengketa adalah miliknya berasal dari Sertifikat Hak Guna Bangunan (perpanjangan) Nomor 63 Desa Tanikolot yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Bogor;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: UNA bin NAEDI tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.