Tindak Pidana Land Clearing oleh Korporasi, Menjerat Direktur & Manajer Perusahaan Pelanggar

LEGAL OPINION
Question: Dalam hukum pidana korporasi, yang bisa terancam hukuman pidana itu direksi, atau bisa juga kena merembet ke pegawai, semisal pejabat manajer? Bukannya perseroan terbatas itu yang menjadi wakil dan bertanggung-jawab, hanyalah pihak direksi?
Brief Answer: Dalam stelsel “tindak pidana korporasi”, jerat ancaman pidana penjara maupun denda dapat dijatuhkan baik terhadap penanggung-jawab korporasi (dalam konteks badan hukum seperti Perseroan Terbatas, yang bertanggung-jawab ialah pejabat direktur) maupun terhadap anggota badan hukum yang secara nyata dan langsung melakukan keterlibatan / memberi perintah untuk dilakukannya suatu pelanggaran hukum terkait kepentingan korporasi.
Sekalipun korporasi (rechtspersoon) yang menjadi subjek hukum terhukum, namun bukan berarti pihak manusia selaku subjek hukum naturlijk persoon dibenarkan untuk menyalah-gunakan korporasi untuk melakukan suatu perbuatan melawan hukum. Korporasi adalah benda mati, sehingga otak / penggeraknya selalu merupakan subjek hukum manusia yang menjadi pengurus. Sehingga, dalam konsep “tindak pidana korporasi”, yang paling ideal ialah menghukum korporasinya (dicabut izin maupun denda) sekaligus para pengurus maupun anggotanya (pidana fisik penjara dan/atau denda).
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah contoh konkret, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk putusan Mahkamah Agung RI perkara “tindak pidana korporasi” pembakaran hutan, register Nomor 1266 K/PID.SUS/2014 tanggal 4 Maret 2015, dimana Terdakwa I selaku Direktur Utama PT. Mekarsari Alam Lestari (PT. MAL) yang berhak dan berwenang bertindak untuk dan atas nama Direksi serta mewakili PT. MAL, bersama dengan Terdakwa II sebagai Manager Estate / Proyek PT. MPI yang diangkat oleh Direksi Perseroan, selama berlangsungnya kegiatan pembukaan lahan dan penanaman kelapa sawit antara tahun 2008 sampai dengan tahun 2009, bertempat di lahan perkebunan Kelapa Sawit PT. MAL.
Para Terdakwa didakwakan karena “mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut-serta melakukan perbuatan secara melawan hukum dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh atau atas nama badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain dan dilakukan oleh orang-orang baik berdasar hubungan kerja maupun berdasar hubungan lain, yang bertindak dalam lingkungan badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut”, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 41 Ayat (1) jo. Pasal 46 Ayat (1), (2) Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
PT. MAL ternyata dalam melakukan usaha perkebunan kelapa sawit, tidak memiliki ijin usaha perkebunan (IUP), Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL), Rencana Kerja Tahunan (RKT), dan hanya mendasarkan kepada Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan tertanggal 14 Oktober 1999 tentang Pelepasan Kawasan Hutan seluas 13.192,69 ha untuk usaha budidaya perkebunan kelapa sawit atas nama PT. Usaha (HGU).
Berdasarkan akta tertanggal 22 Agustus 2008 tentang Pernyataan Keputusan Para Pemegang Saham PT. MAL, susunan anggota Direksi dan Komisaris Perseroan adalah sebagai berikut:
- Direktur Utama : Suheri Terta (Terdakwa I);
- Direktur : Tino Mulyawanto;
- Direktur : Jufendiwan Heriyanto;
- Komisaris Utama : Surya Darmadi;
- Komisaris : Muhammad Agus Barnawi.
Struktur organisasi PT. MAL dipimpin oleh seorang direktur utama yang membawahi manager kebun / manager proyek, yang dijabat oleh Terdakwa II (Fachruddin Lubis), sedangkan manager kebun / manager proyek membawahi beberapa asisten dan dibawah asisten ada mandor yang membawahi karyawan.
Adapun tugas dan tanggung-jawab serta wewenang Terdakwa I sebagai direktur utama adalah sebagai berikut:
a. Tugas: Memonitor / mengawasi semua pekerjaan berkaitan dengan operasional kebun PT. MAL, baik yang bersifat teknis dan non teknis, yaitu perencanaan kebun, teknis operasional kebun, mengangkut perizinan kebun dan masalah eksternal (masyarakat dan pemerintahan);
b. Tanggung-jawab: Melakukan pengawasan operasional secara teknis dan administrasi, serta memastikan semua operasional proyek pengembangan kebun berjalan sesuai target yang telah direncanakan;
c. Kewenangan: Memutuskan segala biaya untuk operasional kebun (baik teknis maupun adminstrasi), menentukan rekrutmen dan memberhentikan Sumber Daya Manusia dari level manajer kebun estate manajer ke bawah.
Adapun tugas, tanggung-jawab dan kewenangan Terdakwa II. Fachruddin Lubis sebagai manager kebun / proyek, adalah sebagai berikut:
a. Tugas: Melakukan operasional pembukaan kebun yang meliputi pembuatan lokasi bibitan, pekerjaan land clearing (pembukaan lahan), penanaman kelapa sawit, perawatan tanaman, dan pembuatan drainase;
b. Tanggung jawab: Melakukan pengawasan operasional secara teknis dan administrasi, serta memastikan semua operasional proyek pengembangan kebun berjalan sesuai target yang telah direncanakan;
c. Kewenangan: Melakukan operasional dan pembukaan kebun, menerima buruh harian lepas (BHL) sesuai dengan kebutuhan mengusulkan kepada Terdakwa I tentang penerimaan karyawan tetap, mengeluarkan biaya sesuai dengan anggaran yang telah disetujui Terdakwa I, yang meliputi biaya pembayaran gaji karyawan dan kas kecil;
Sementara berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dalam kegiatan usaha perkebunan harus berpedoman kepada:
a. Undang-Undang Nomor: 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan Pasal 17 ayat (1) “Setiap pelaku usaha budidaya tanaman perkebunan dengan luasan tanah tertentu dan/atau tertentu usaha industry pengolahan hasil perkebunan dengan kapasitas pabrik tertentu wajib memiliki ijin usaha perkebunan.” Pasal 26: “Setiap pelaku usaha perkebunan dilarang membuka dan atau mengolah lahan dengan cara pembakaran yang berakibat terjadinya pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup.”
b. Peraturan Pemerintah Nomor: 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan atau Lahan:
- Pasal 11: “Setiap orang dilarang melakukan kegiatan pembakaran hutan dan atau lahan.”
- Pasal 13 “Setiap penanggung jawab usaha yang usahanya dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap kerusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan atau lahan wajib mencegah terjadinya kebakaran hutan dan atau lahan di lokasi usahanya.”
- Pasal 18 ayat (1) “Setiap penanggung jawab usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 bertanggung-jawab atas terjadinya kebakaran hutan dan atau lahan di lokasi usahanya dan wajib segera melakukan penanggulangan kebakaran hutan dan atau lahan di lokasi usahanya.”
c. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 357/Kpts/HK.350/5/2002 yang telah diperbaharui dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26/Permentan/OT.140/2007 tentang Pedoman Perijinan Usaha Perkebunan Pasal 6 ayat (1): Usaha Budidaya tanaman perkebunan yang luas lahannya 25 (dua puluh lima) hektar atau lebih wajib memiliki ijin.
Dalam melaksanakan kegiatan usaha perkebunan setiap pelaku usaha harus memiliki antara lain: AMDAL, Ijin Usaha Perkebunan (IUP), sarana dan prasarana serta sumber daya manusia dalam penanggulangan kebakaran hutan / lahan yang memadai, SOP penanggulangan kebakaran dan tim khusus yang ahli dalam menanggulangi kebakaran hutan / lahan, namun dalam pelaksanaannya para Terdakwa (PT. MAL) tidak memiliki kesemua itu. Terdakwa I memerintahkan Terdakwa II untuk:
a. Membuka dan menyiapkan lahan gambut untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit dengan membuat kanal-kanal berdiameter 3 meter dan 10 meter yang berfungsi sebagai pembatas blok atau petak lahan perkebunan sekaligus untuk melokalisir kebakaran agar api tetap berada di jalur penanaman yang telah direncanakan;
b. Membuka lahan dengan cara land clearing dimana sisa-sisa tegakan kayu dan semak belukar hasil land clearing yang sangat mudah terbakar disusun dalam bentuk rumpukan jalur (stacking) memanjang dari arah utara ke selatan dengan ketinggian lebih kurang 2 (dua) meter dan lebar lebih kurang 3 meter diatas lahan blok yang akan ditanami kelapa sawit.
Dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2009, terjadi beberapa kali kebakaran di lokasi rumpukan jalur (stacking) pada blok-blok lahan perkebunan PT. MAL. yang telah disiapkan untuk ditanam kelapa sawit. Setiap kali terjadi kebakaran lahan, PT. MAL sebelumnya telah menyiapkan bibit kelapa sawit untuk ditanam di areal / lokasi yang terbakar tersebut.
Abu bekas pembakaran yang terkena air dan meresap ke dalam tanah secara langsung akan meningkatkan PH tanah menjadi 6,45 yang sangat sesuai untuk ditanami kelapa sawit. Hal ini sesuai dengan hasil analisa terhadap media tanah yang berasal dari lahan PT. MAL yang dilakukan oleh seorang Ahli.
Para Terdakwa mengetahui betul atau seharunys menyadari bahwa rumpukan kayu (stacking) yang berada diatas lahan blok yang akan ditanami kelapa sawit tersebut, mempunyai potensi yang sangat tinggi untuk terjadi kebakaran, namun oleh para Terdakwa rumpukan kayu tetap dibiarkan berada di lokasi sehingga terjadi kebakaran di jalur blok penanaman yang akan ditanami kelapa sawit, seolah memang sudah disengajakan. Padahal seharusnya rumpukan kayu kering tersebut dibersihkan atau dibuang karena rawan terbakar.
Setiap terjadi kebakaran di lokasi dalam kurun waktu tahun 2008 sampai tahun 2009, tidak ada upaya maksimal dari PT. MAL untuk melakukan pemadaman api. Selain itu tidak ada usaha dari PT. MAL untuk memperbaiki sarana dan prasarana, ataupun meningkatkan sumber daya manusia dalam penanggulangan kebakaran lahan. Padahal pada saat terjadi kebakaran tahun 2007 di lahan PT. MAL, pihak BAPEDALDA Provinsi Riau telah memberikan teguran kepada PT. MAL agar melakukan upaya-upaya maksimal mencegah terjadinya kebakaran di lahan PT. MAL, antara lain dengan meningkatkan sarana dan prasarana, membuat SOP (Standar Operasional Prosedur) penanggulangan kebakaran, dan para Terdakwa mengetahui dan menyadari bahwa sarana dan prasarana yang dimiliki PT. MAL dalam penanggulangan kebakaran tidak memadai untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya kebakaran lahan untuk lahan seluas 4.745,33 ha, sehingga kebakaran terjadi berulang-ulang.
Apa yang menjadi motif dari modus Para Terdakaw? Kebakaran lahan yang terjadi di lokasi kebun kelapa sawit PT. MAL dapat mengurangi / menghemat biaya pembersihan lahan dari sisa-sisa land clearing (rumpukan jalur), mengurangi biaya dan mempercepat pembasmian hama seperti tikus dan kumbang yang banyak bersembunyi di dalam rumpukan jalur, meningkatkan dan mempercepat naiknya PH tanah yang berasal dari abu bekas bakaran, sehingga cocok untuk ditanami kelapa sawit, menghemat biaya untuk pengapuran dan pemupukan dalam rangka peningkatan PH tanah dan mempercepat kegiatan pembukaan lahan sehingga proses penanaman bibit kelapa sawit dapat dilakukan secara cepat dan bersamaan.
Lahan perkebunan yang dimiliki oleh PT. MAL adalah lahan gambut dengan ketebalan lebih dari tiga meter yang PH tanahnya berdasarkan keterangan seorang ahli ialah sekitar 3,85, sementara PH tanah yang ideal untuk kelapa sawit adalah sebesar 5-6. Untuk mencapai PH tanah sebesar 5-6 tersebut pihak PT. MAL harus melakukan pengapuran dan pemupukan yang memakan biaya besar dan waktu yang lama.
Berdasarkan keterangan ahli, menjelaskan dari bekas atau sisa pembakaran yang terjadi secara merata pada beberapa lokasi lahan PT. MAL dan tipe api yang membakar dari arah utara ke selatan hanya pada lahan yang dipersiapkan untuk ditanam kelapa sawit, maka kebakaran yang terjadi di lahan PT. MAL merupakan perbuatan yang disengaja, sehingga diharapkan api yang akan membakar target yang diharapkan dengan bahan takar adalah rumpukan log (rumpukan jalur) dan adanya bibit kelapa sawit yang telah dipersiapkan untuk segera ditanam pada lokasi yang telah dipersiapkan (lokasi bekas terbakar). Berdasarkan keterangan ahli, akibat kebakaran lahan di PT. MAL, antara lain:
1. Menyebabkan terjadinya kerusakan lapisan permukaan gambut setebal 1 cm. Lapisan yang rusak tidak bisa dikembalikan lagi pada kondisi awal, kalaupun kembali lagi maka akan membutuhkan waktu yang cukup lama dengan syarat kondisi yang terbakar tidak boleh diganggu. Akibat kerusakan ini jelas mengganggu kehidupan manusia maupun mahluk hidup lainnya, karena fungsinya sebagai penyimpan air tidak berjalan lagi dan itu akan menimbulkan ancaman banjir dan kekeringan;
2. Dengan rusaknya lapisan ini akan mengurangi masa pakai lahan yang terbakar tersebut sehinggga tentu saja akan mengurangi pemasukan Negara. Dimana biaya kerugian ekologis dan ekonomis yang diakibatkan oleh pembakaran lahan di areal kebun PT. MAL adalah sebesar Rp87.705.875.000,00;
3. Akibat pembakaran lahan tersebut telah menghasilkan gas-gas yang dapat mengganggu lingkungan hidup, manusia, dan mahluk hidup lainnya.
Sementara dalam dakwaan alternatifnya, Terdakwa didakwakan karena “mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan karena kealpaannya melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh atau atas nama badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain dan dilakukan oleh orang-orang baik berdasar hubungan kerja maupun berdasar hubungan lain, yang bertindak dalam lingkungan badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut”, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 42 Ayat (1) jo. Pasal 46 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Terhadap tuntutan pihak Jaksa, yang kemudian menjadi Putusan Pengadilan Negeri Pelalawan Nomor 08/Pid.B/2012/PN.Plw tanggal 11 September 2012, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
1. Menyatakan Terdakwa I: SUHERI TERTA, S.E., dan Terdakwa II: FACHRUDIN LUBIS tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana sebagaimana Dakwaan Primair;
2. Membebaskan Terdakwa I: SUHERI TERTA, S.E., dan Terdakwa II: FACHRUDIN LUBIS oleh karena itu dari Dakwaan Primair tersebut;
3. Menyatakan Terdakwa I: SUHERI TERTA, S.E., dan Terdakwa II: FACHRUDIN LUBIS tersebut diatas terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana ‘Karena Lalainya Melakukan Perbuatan Yang Mengakibatkan Kerusakan Lingkungan Hidup’;
4. Menjatuhkan Pidana terhadap Terdakwa I: SUHERI TERTA, S.E., dan Terdakwa II: FACHRUDIN LUBIS oleh karena itu dengan pidana denda sebesar Rp133.334.000,00 (seratus tiga puluh tiga juta tiga ratus tiga puluh empat ribu rupiah).”
Dalam tingkat banding, yang menjadi putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor 235/PID.SUS/2012/PTR tanggal 7 Februari 2013, dengan pertimbangan hukum serta amar sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa Penuntut Umum dalam memori bandingnya dengan mengemukakan alasan / keberatan sebagaimana yang diuraikan dalam memori bandingnya pada pokoknya tidak sependapat dengan pertimbangan hukum oleh Majelis Hakim tingkat pertama khususnya keberatan tentang penjatuhan hukuman yang tidak menerapkan hukuman penjara kepada para Terdakwa sebagaimana yang diminta dalam tuntutan pidana / dalam requisitornya.
“Menimbang, bahwa terhadap keberatan Penuntut Umum mengenai tidak dijatuhkannya hukuman penjara kepada para Terdakwa, dan hanya pidana denda, akan tetapi Penuntut Umum dan Majelis Hakim sependapat tentang dakwaan subsidair yang terbukti yaitu para Terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana melanggar Pasal 42 ayat (1) jo. Pasal 46 ayat (1), (2) Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP;
“Menimbang, bahwa dengan mengacu pada ketentuan Pasal 42 Ayat (1) jo. Pasal 46 Ayat (1), (2) Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang dinyatakan telah terbukti dalam dakwaan subsidair tersebut, dimana salah satu unsurnya adalah ‘Dilakukan oleh atau atas nama Badan Hukum, Perseroan Perserikatan, Yayasan atau Organisasi lain dan dilakukan oleh orang-orang baik berdasar hubungan kerja maupun berdasar hubungan lain yang bertindak dalam lingkungan Badan Hukum, Perseroan, Perserikatan, Yayasan atau organisasi lain’ oleh karena itu para Terdakwa melakukan perbuatan atas nama PT. Mekarsari Alam Lestari (PT. MAL) sebagai perbuatan koorporasi berdasarkan hubungan kerja yaitu sebagai Direktur Utama dan Manager Proyek dan karena para Terdakwa bertindak atas nama koorporasi maka berdasarkan ketentuan pasal 116 Ayat (1) Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, tindak pidana lingkungan hidup yang dilakukan oleh atau atas nama badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada Badan Usaha dan atau orang yang memberi perintah atau orang yang bertindak sebagai pemimpin dalam tindak pidana tersebut;
“Menimbang, bahwa Para Terdakwa masing-masing selaku Direktur Utama dan selaku Manager, adalah orang yang memberi perintah atau pemimpin, maka ancaman pidananya kumulatif berupa pidana penjara dan denda;
“Menimbang, bahwa menurut Pengadilan Tinggi perlu dipertimbangkan pula secara lebih jauh, bahwa meskipun di persidangan terungkap bahwa Terdakwa-Terdakwa / perusahaan telah melakukan tindakan-tindakan yang berupaya untuk mencegah kebakaran, seperti beberapa penyediaan traktor untuk pemadam kebakaran (Robin), sejumlah menara pengawas api, sejumlah spyper solo dan eksavator, disamping itu membuat kanal-kanal sekeliling dengan lebar diameter 3 M dan kedalaman 3 M, memasang papan-papan peringatan tidak membakar di setiap lokasi (‘awas api’, ‘Jangan membakar’ dan sebagainya), namun dibanding dengan luasnya lahan, maka peralatan anti kebakaran tersebut serta personil-personil yang siap siaga melakukan pencegahan dan pemadaman kebakaran kurang memadai, serta secara ideal sebaiknya ada suatu divisi khusus untuk penanganan kebakaran lahan (berhubung di Wilayah Riau sering terjadinya kebakaran lahan, terutama musim kemarau), sehingga dalam hal ini pihak Terdakwa telah melakukan kelalaian terhadap yang seharusnya diperbuat untuk itu, karena itu Terdakwa-Terdakwa tentunya bertanggung jawab atas terjadinya kebakaran lahan, karena kebakaran lahan yang terakumulasi menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi banyak pihak (secara ekologi, ekonomis, kesehatan serta gangguan lalu-lintas penerbangan).
“Menimbang, bahwa atas dasar hal tersebut diatas pertanggung-jawaban lingkungan esensinya adalah pertanggung-jawaban yang multi-dimensional, karena environmental effect dapat terkait kepada berbagai kerugian-kerugian (kerusakam tanah, rusaknya anasir-anasir mikrobiologi yang menjadi bio sistim dalam pola ekologi, mengganggu human health via asap, karbon, gangguan transportasi udara, gangguan sistim cuaca hingga menimbulkan global warming), namun secara yuridis, karena keterbatasan pembuktian, keterbatasan jangkauan hukum (legal scale) dan keterbatasan jangkauan teknologi dan lain-lain faktor, pertanggung-jawaban yang dibebankan kepada si pelaku kerusakan lingkungan masih sebatas kepada skala pembuktian / jangkauan hukum (legal scale), maka seperti apa yang dibuktikan dalam persidangan di Pengadilan Negeri;
“Menimbang, bahwa pertanggungjawaban pidana yang diberikan kepada Terdakwa-Terdakwa hendaknya didasarkan kepada aspek yang pada dasarnya adalah berbasis kepada kepastian, kegunaan, dan keadilan. Kepastian hukum dalam putusan ini diwujudkan dengan diberikan solusi hukum sebagai efek jera (detterent effect) kepada Terdakwa.
“Kegunaan yang diambil adalah bahwa hukum harus dilaksanakan demi ketertiban sosial dan perlu diarahkan perilaku masyarakat kearah yang patuh kepada hukum, sementara keadilan adalah perlu dipertimbangkan nilai kepantasan dan kepatutan yang sesuai dengan perasaan masyarakat, maka sanksi yang pantas untuk para Terdakwa adalah dijatuhkan sanksi pidana berupa hukuman penjara.
“Namun, berhubung berbagai hal telah ditempuh oleh Terdakwa-Terdakwa (seperti pengadaan peralatan-peralatan pemadam kebakaran tersebut diatas dan dan berbagai langkah-langkah yang diperlukan untuk itu seperti dipertimbangkan diatas), namun karena aspek kelalaiannya untuk melakukan tindakan-tindakan obyektif dalam prevensi kebakaran lahan di areal perkebunannya sehingga kebakaran tersebut tidak terelakan, maka hukuman yang patut diberikan kepada Terdakwa-Terdakwa adalah hukuman yang sebagaimana dalam amar putusan;
“Menimbang, bahwa namum demikian putusan Pengadilan Negeri Pelalawan Nomor 08/PID.B/2012/PN.PLW tanggal 11 September 2012 terkait pertimbangan bahwa badan hukum tidak dapat dijatuhi sanksi pidana serta pula menyangkut amar pemidanaannya maka menurut Majelis Hakim Pengadilan Tinggi bahwa putusan tersebut tidak dapat dipertahankan karena, selain pertimbangannya tidak tepat karena memandang perbuatan tersebut sebagai pidana korporasi saja yang tidak dapat dijatuhi pidana badan, melainkan pidana denda adalah juga dengan amarnya yang hanya menjatuhkan pidana denda, sebab pidana denda dalam sistim pemidanaan yang bersifat ancaman badan tidak dapat berdiri sendiri, karena pidana denda merupakan ikutan yang bersifat dependen kepada sanksi badan yang dijatuhkan;
MENGADILI :
- Menerima permintaan banding dari Penuntut Umum;
- Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Pelalawan tanggal 11 September 2012 Nomor 08/Pid.B/2012/PN.Plw;
MENGADILI SENDIRI:
1. Menyatakan bahwa Terdakwa 1. Suheri Tirta, S.E., 2. Facruddin Lubis telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana karena kelalaiannya melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup;
2. Manjatuhkan pidana Terdakwa I. Suheri Tirta, SE, dan Terdakwa II. Facruddin Lubis oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan;
3. Memerintahkan bahwa pidana tersebut tidak perlu dijalani, kecuali jika dikemudian hari ada perintah lain dalam keputusan Hakim karena para Terdakwa sebelum masa percobaan selama 1 (satu) tahun berakhir melakukan perbuatan yang dapat dihukum.”
4. Menghukum Terdakwa I. Suheri Tirta, SE, dan Terdakwa II. Facruddin Lubis dengan denda sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah);”
Pihak Jaksa Penuntut mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan korektif, sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
1. Bahwa alasan Kasasi Penuntut Umum dapat dibenarkan karena Judex Facti telah keliru dalam menerapkan hukum, terutama hukum acara pidana yaitu kurang dalam mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan pada diri para Terdakwa (onvoldoende gemotiveert). Sehingga putusan Judex Facti kurang adil tidak membawa efek jera karena terlalu ringan berupa hukuman penjara percobaan, tidak dapat dimasukkan adanya prevensi general (pencegahan hukum) bagi pengelola perkebunan yang lain;
2. Bahwa berdasarkan fakta hukum di persidangan diketahui:
- Bahwa Terdakwa I adalah Direktur Utama (Dirut) dan Terdakwa II adalah Manager Estate / Proyek PT. Mekarsari Alam Lestari (PT. MAL) dalam melakukan usaha perkebunan kelapa sawit tidak memiliki ijin usaha perkebunan (IUP), AMDAL, RRT dan hanya berdasarkan SK. Menhut dan Perkebunan Nomor ... tanggal 14 Oktober 1999 tentang Pelepasan Kawasan Hutan seluas 13.192,69 Ha di kelompok hutan S. Panduk-S. Buluh Kabupaten Tingkat II Kampar, Propinsi Daerah Tk. I Riau untuk usaha budidaya perkebunan kelapa sawit atas nama PT. Mekarsari Alam Lestari dengan Hak Guna Usaha (HGU) Nomor 0008 tanggal 17 Oktober 2005 seluas 4745,33 Ha;
- Bahwa pada tahun 2007 perkebunan PT. MAL pernah terbakar kemudian pada tahun 2008 ada kebakaran lagi, saat ahli meninjau lokasi, lahan yang terbakar pada tahun 2007 tersebut telah ditanami pohon sawit. Pada tahun 2008 dan 2009 terjadi kebakaran di lokasi merupakan jalur pada blok-blok lahan PT. MAL yang telah disiapkan untuk ditanam kelapa sawit, yakni di blok E37 sampai blok E40, Blok E42 sampai E 46, E 49 sampai E 51, D 52 sampai D 60, E 52 sampai E 60 dan sebagian C 53 sampai C 60;
- Bahwa setiap terjadi kebakaran lahan, PT. MAL telah menyiapkan bibit kelapa sawit untuk ditanam di bekas lahan terbakar. Pada kebakaran tahun 2007 ada indikasi kebakaran yang disengaja karena tidak ditemukan karyawan PT. MAL di tempat kebakaran, juga ada tumpukan ranting bekas tunas tebang menyebar dan merata diatas lahan. Terdakwa mengerti bahwa menggunakan kayu yang secara merata di atas lahan yang akan ditanami pohon sawit mempunyai potensi yang sangat tinggi untuk terbakar, tetapi para Terdakwa membiarkan. Pada kebakaran tahun 2008 lokasinya berdekatan dengan lahan yang terbakar tahun 2007, yang kemudian ditanami pohon sawit. Pada kebakaran tahun 2007 sampai 2008 tidak terlihat adanya menara pengawas api di areal PT. MAL;
- Bahwa dari pengamatan para ahli yang meninjau ke tempat bekas terjadinya kebakaran, setiap terjadi kebakaran dari tahun 2007 sampai dengan 2009, tidak ada upaya yang maksimal dari PT. MAL untuk melakukan pemadaman, tidak ada sarana dan prasarana serta peningkatan Sumber Daya Manusia untuk menanggulangi lahan yang terbakar, padahal pada kebakaran tahun 2007 Bapedal Riau telah memberikan teguran kepada PT. MAL agar melakukan upaya maksimal untuk mencegah terjadinya kebakaran di lahan PT. MAL;
- Bahwa setelah ahli datang di tempat bekas kebakaran dan mengambil sampel tanah, ternyata hasilnya PH tanah meningkat menjadi 6,42 yang sangat cocok untuk ditanami pohon sawit, lahan yang terbakar juga sudah dibuat kanal-kanal untuk persiapan penanaman sawit, dan pernah bertemu dengan seseorang yang membawa jerigen minyak, ketika ditanya orang tersebut menjawab minyak tersebut akan digunakan untuk membakar lahan;
3. Bahwa pembakaran lahan yang sering dipraktekkan dalam pembakaran perkebunan, adalah cara yang paling hemat dan murah dalam pembukaan lahan karena setelah pohon ditebang ditunggu kering kemudian dibakar, diatas lahan yang sudah dibakar langsung ditanam kelapa sawit;
4. Bahwa akibat dari pembakaran lahan selain merusak lingkungan hidup, negara Indonesia juga dikecam oleh negara tetangga karena asap yang ditimbulkan oleh kebakaran lahan sangat mengganggu penerbangan dan mengganggu kesehatan warganya, karena asap yang dihisap dapat menimbulkan penyakit;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas Mahkamah Agung berpendapat para Terdakwa tersebut telah terbukti secara sah dan meyakinkan telah bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan oleh Penuntut Umum dalam Dakwaan Subsidair, oleh karena itu pidana yang dijatuhkan terhadap para Terdakwa harus diperbaiki dan disesuaikan dengan berat dan akibat perbuatan para Terdakwa;
“Menimbang, bahwa terdapat cukup alasan untuk mengabulkan Permohonan Kasasi dari Penuntut Umum dan membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor 235/PID.SUS/2012/PTR tanggal 7 Februari 2013 yang membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Pelalawan Nomor 08/Pid.B/2012/PN.Plw tanggal 11 September 2012, untuk kemudian Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara ini dengan amar putusan sebagaimana yang akan disebutkan dibawah ini;
“Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan pidana Mahkamah Agung akan mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan yang meringankan Terdakwa;
Hal-hal yang memberatkan:
- Perbuatan para Terdakwa tidak sejalan dengan program pemerintah menjalankan kegiatan usaha yang ramah lingkungan sehingga menyebabkan lingkungan hidup mengalami kerusakan;
- Perbuatan para Terdakwa merusak kesehatan masyarakat dan menyebabkan negara Indonesia dikecam negara tetangga;
Hal-hal yang meringankan:
- Para Terdakwa belum pernah dihukum;
- Para Terdakwa adalah tulang punggung keluarga;
M E N G A D I L I :
“Mengabulkan Permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi: Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Pangkalan Kerinci tersebut;
“Membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor 235/PID.SUS/2012/PTR tanggal 7 Februari 2013 yang membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Pelalawan Nomor: 08/Pid.B/2012/PN.Plw tanggal 11 September 2012;
“MENGADILI SENDIRI:
1. Menyatakan Terdakwa I. SUHERI TERTA, S.E., dan Terdakwa II. FACHRUDDIN LUBIS bersalah melakukan Tindak Pidana ‘karena lalainya melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup’;
2. Menjatuhkan Pidana terhadap Terdakwa I. SUHERI TERTA, S.E., dan Terdakwa II. FACHRUDDIN LUBIS masing-masing selama 1 (satu) tahun dan denda Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan kurungan selama 2 (dua) bulan;
3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Para Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
4. Memerintahkan Para Terdakwa ditahan.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.