Memuat Masa Percobaan dalam Kerja Kontrak PKWT, Ilegal

LEGAL OPINION
Question: Kalau memang ngak boleh ada probation di kerja kontrak, kenapa sampai sekarang dimana-mana kerja kontrak itu selalu ada probation-nya? Kalau tidak setuju, ya tidak akan keterima kerja.
Brief Answer: Sebenarnya bila kita semua mau jujur dan bersikap terbuka, kalangan pengusaha manapun tahu secara pasti bahwa aturan hukum yang ada dibidang ketenagakerjaan di Indonesia, melarang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dengan mencantumkan ketentuan masa percobaan. Singkat kata: TAHU, NAMUN TETAP SAJA DILANGGAR DAN MELANGGARNYA SECARA VULGAR BERJEMAAH.
Sementara perihal apa yang selama ini terjadi, selalu terdapat ketentuan masa percobaan hampir pada seluruh kasus Pekerja PKWT, tidak lain ialah ajang arogansi dan sekaligus spekulatif dari pihak Pengusaha bahwa Pekerjanya “tidak akan berani” untuk menggugat—terlebih terdapat “insentif” dari pengadilan bagi praktik demikian, berupa tiadanya resiko dibebani Upah Proses bagi PKWT yang menyertakan masa percobaan bila suatu waktu sang Pekerja di-putusan hubungan kerja (PHK) dengan alasan masa kontrak kerja berakhir—meski terdapat klausul masa percobaan yang dilarang didalam kontrak kerja bersangkutan. Praktis, seorang Pekerja yang “tidak suka ribut-ribut” atau takut pada arogansi pihak Pengusaha, akan memilih untuk bersikap pasif (alias pasrah) saat di-PHK saat masa kontrak kerja berakhir.
Tidak perlu jauh-jauh, yang paling kerap melanggar hukum, justru adalah kalangan hukum itu sendiri. Contoh, hampir seluruh kantor konsultan hukum besar di Tanah Air, mengikat pekerja konsultan hukum mereka dengan PKWT disertai “masa probation”. Para pemilik kantor hukum tersebut tahu dengan pasti, bahwa mereka melanggar hukum positif yang berlaku. Namun praktik demikian telah terjadi sejak lama, hingga saat kini.
Meski demikian: BERANI BERMAIN API, HARUS BERANI TERBAKAR. Sudah bukan zamannya lagi kalangan Pekerja bersikap terlampau “sopan” dengan hanya duduk berdiam diri menghadapi perlakuan yang tidak patut, disaat akses menuju Pengadilan Hubungan Industrial, relatif sangat mudah dan cepat prosesnya bagi kalangan Pekerja di Tanah Air.
PEMBAHASAN:
Salah satu contoh konkretnya, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan pada putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial register Nomor 222 K/Pdt.Sus-PHI/2017 tanggal 16 Maret 2017, perkara antara:
- PT. UMBUL REJEKI, sebagai Pemohon Kasasi, semula selaku Tergugat; melawan
- 10 orang Pekerja, selaku Para Termohon Kasasi dahulu Para Penggugat.
Gugatan ini adalah gugatan perselisihan hak disertai perselisihan PHK, dikarenakan Para Penggugat menuntut agar Perjanjian Kerja Waktu Tertentu mereka diubah menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu, namun Tergugat justru melakukan PHK. Pasal 1 Angka (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Perselisihan Hubungan Industrial, menyebutkan:
“Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.”
Kepada para Pekerja-nya tersebut, masing-masing pada bulan yang berbeda pada tahun 2015, Tergugat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada Para Penggugat dengan alasan habis masa kontrak kerja. Perselisihan PHK ini telah menempuh perundingan bipartite, yang tidak mencapai kesepakatan, sehingga selanjutnya ditempuh upaya penyelesaian melalui Mediator pada Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bekasi.
Merujuk norma Pasal 155 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, Pengusaha tidak dapat melakukan PHK kepada Pekerja sebelum perselisihan berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), dimana masing-masing pihak wajib menjalankan kewajiban sebagaimana biasanya, salah satunya membayar Upah selama sengketa (Upah Proses) masih belum mendapat putusan pengadilan.
Pada saat masuk bekerja di tempat Tergugat, 4 orang diantara Para Penggugat menjalani masa percobaan selama 3 (tiga) bulan yang disyaratkan oleh Tergugat. Setelah menjalani masa percobaan, mereka baru diizinkan menanda-tangani Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang diberikan oleh Tergugat.
Terhadap gugatan para Pekerja-nya tersebut, Pengadilan Hubungan Industrial Bandung kemudian menjatuhkan putusan Nomor 73/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.BDG tanggal 21 September 2016, dengan yang amar sebagai berikut:
MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan putus hubungan kerja antara Para Penggugat dengan Tergugat terhitung untuk Penggugat I (Dede Saripudin) sejak tanggal 4 Juni 2015, Penggugat II (Asep Henriyanto) sejak tanggal 4 Juni 2015, Penggugat III (Raksa) sejak tanggal 30 April 2015, Penggugat V (Tamiyis) sejak tanggal 15 Desember 2015;
3. Menghukum Tergugat untuk membayar kepada Penggugat I, Penggugat II, Penggugat III dan Penggugat V, Uang Pesangon sebesar 2 (dua) kali Pasal 156 ayat (2), dan Uang Penggantian Hak sebagaimana Pasal 156 ayat (4) Undang–Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dengan jumlah total sebesar Rp79.062.500,00 dengan perincian sebagai berikut: ...;
4. Menolak gugatan Para Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
Pihak Pengusaha mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok keberatan bahwa pada waktu penanda-tanganan PKWT antara PT. Umbul Rejeki) dengan para Penggugat selaku karyawan, sudah jelas tercantum mengenai tanggal berakhirnya PKWT tersebut dalam kontrak kerja.
Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
- Bahwa Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang ditanda-tangani para pihak sebagaimana telah benar dipertimbangkan Judex Facti mengatur adanya masa percobaan, hal mana bertentangan dengan ketentuan Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, menyatakan bahwa Perjanjian Kerja Waktu Tertentu tidak dapat mensyaratkan masa percobaan;
- Bahwa dengan demikian beralasan hukum menyatakan hubungan hukum menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu, dan atas Pemutusan Hubungan Kerja berhak atas 2 kali Uang Pesangon, dan Uang Penggantian Hak, adil tanpa Uang Proses dengan menyimpang dari SEMA Nomor 3 Tahun 2015 sebagaimana praktek-praktek putusan atas perkara sejenis yang telah berulang-ulang diputuskan oleh Judex Juris;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata bahwa Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bandung dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: PT. UMBUL REJEKI tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT. UMBUL REJEKI tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.