Pidana Selingkuh / Perzinahan, ketika Gugatan Cerai Masih Ditingkat Kasasi (Belum Berkekuatan Hukum Tetap)

LEGAL OPINION
Question: Kalau ada suami yang sudah menikah dan bahkan sudah punya anak, ternyata dikemudian hari lalu ia tinggal di tempat lain bersama seorang gadis dan hidup seperti selayaknya suami-istri, perilaku “kumpul kebo” begitu bisa dilaporkan ke polisi, tidak?
Kalau memang bisa, itu masuknya kategori penelantaran keluarga ataukah perzinahan? Bagaimana juga jika sudah ada putusan gugatan cerai, tapi pihak istri mengajukan kasasi, maka si suami apa masih bisa dituntut karena melakukan selingkuh, kan sudah diputus cerai di Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama?
Brief Answer: Sebelum menganalisa, perlu diurai terlebih dahulu fakta hukum diseputar perkara, semisal: apakah hubungan perkawinan sah secara hukum atau hanya sah secara agama (nikah sirih). Tujuan utama perkawinan yang sah secara hukum negara, tidak lain agar pasangan suami-istri saling terikat komitmennya dalam hubungan yang saling “setia”, dalam artian jika salah satu anggota pasangan melakukan perselingkuhan, maka istri / suami-nya dapat melaporkan delik “perzinahan” yang dapat dihukum secara pidana.
Meski ancaman hukumannya hanya maksimum kurang dari 1 tahun penjara, namun praktik peradilan atas perkara pidana “perzinahan”, Majelis Hakim menjatuhkan pidana kurungan tanpa masa percobaan, sehingga ancamannya tidak dapat diremehkan.
Perihal kumulasi dakwaan, bila perselingkuhan disertai penelantaran “nafkah lahir & batin”, dapat saja pihak Jaksa Penuntut merumuskan tuntutan secara kumulatif terhadap seorang suami yang melakukan penelantaran sekaligus “pengkhianatan rumah-tangga” dalam hubungan pernikahan demikian, terlebih bila yang bersangkutan berselingkuh dengan seorang wanita yang masih dibawah umur.
Perlu juga kita pahami, bahwa putusan pengadilan yang masih dilakukan upaya hukum, baik banding, maupun kasasi, belum memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht). Hanya permohonan Peninjauan Kembali (PK), yang tidak perlu menunggu jatuhnya putusan PK. Jika terhadap putusan judex factie tidak diajukan upaya hukum oleh salah satu pasangan, maka seorang suami atau istri seketika itu juga telah berstatus sebagai “calon”, alias “duda” ataupun “janda”, maka tiada lagi relevansi delik perselingkuhan (hubungan layaknya suami-istri).
Tidak sampai disitu saja, bila ternyata wanita pihak ketiga tersebut yang melangsungkan perselingkuhan dengan sang suami, ternyata merupakan seorang wanita yang telah terikat hubungan perkawinan dengan laki-laki lain sebagai suaminya, maka kedua sejoli yang melangsungkan perselingkuhan demikian dapat sama-sama dituntut secara pidana. ibarat pepatah, berani bermain api, harus berani terbakar.
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah kasus konkret yang dapat cerminan sekaligus pembelajaran bagi warga masyarakat terutama kaum suami, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk putusan Mahkamah Agung RI perkara pidana register Nomor 1018 K/Pid/2013 tanggal 27 November 2013, dimana Terdakwa bersama HENIK (dilakukan penuntutan secara terpisah) pada kurun waktu antara tahun 2009 hingga tahun 2012, yang mana merupakan seorang pria yang telah kawin namun didapati melakukan “gendak”, padahal diketahuinya bahwa Pasal 27 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berlaku baginya, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 284 Ayat (1) ke-1a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Berawal Terdakwa yang masih terikat pernikahan yang sah dengan AGUSTINA (masih upaya kasasi dan belum ada putusan Hakim yang berkekuatan hukum tetap), dalam berumah-tangga sering terjadi keributan, hingga sekitar tahun 2009 AGUSTINA mengetahui bahwa suaminya, yakni Terdakwa, sudah menjalin hubungan berpacaran dengan HENIK dikarenakan saksi AGUSTINA sering membaca SMS mesra antara Terdakwa dengan HENIK.
Kemudian sekitar Juli 2011, AGUSTINA mendapatkan informasi bahwa Terdakwa telah tinggal serumah dengan HENIK dan Terdakwa sudah tidak pernah lagi pulang ke rumah yang ditinggali AGUSTINA beserta anak-anak mereka.
Kemudian AGUSTINA pada tanggal 29 Mei 2012 mendapatkan telpon dari Bapak HADI (suami HENIK) bahwa Bapak HADI telah mendapati secara langsung Terdakwa bersama HENIK saat tinggal dalam 1 (satu) atap di sebuah rumah. Pada saat di Kantor Polisi, AGUSTINA mengetahui bahwa Terdakwa sejak tanggal 23 Agustus 2011, berulang-kali telah melakukan persetubuhan dengan HENIK, dimana sejak bulan Desember 2011 Terdakwa telah tinggal serumah dengan HENIK, sekalipun Terdakwa mengetahui bahwa pernikahannya dengan AGUSTINA belum putus secara hukum, karena masih dalam proses Kasasi ditingkat Mahkamah Agung.
Terhadap tuntutan Jaksa, yang kemudian menjadi putusan Pengadilan Negeri Palembang Nomor 1533/Pid.B/2012/PN.Plg, tanggal 18 Desember 2012, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
- Menyatakan Terdakwa, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan kejahatan ‘Perzinahan’;
- Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 5 (lima) bulan.”
Dalam tingkat banding, yang menjadi putusan Pengadilan Tinggi Palembang Nomor 32/PID/2013/PT.PLG, tanggal 06 Maret 2013, dengan amar sebagai berikut:
- Menerima permintaan banding dari Terdakwa dan Penuntut Umum tersebut;
- Mengubah Putusan Pengadilan Negeri Palembang Nomor 1533/Pid.B/2012/PN.PLG, tanggal 18 Desember 2012, yang dimintakan banding tersebut, sepanjang mengenai lamanya pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa sehingga amar selengkapnya berbunyi sebagai berikut:
MENGADILI :
1. Menyatakan bahwa Terdakwa tersebut diatas, telah terbukti dengan sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘Perzinahan’;
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 4 (empat) bulan.”
Pihak Terdakwa mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Menimbang, bahwa putusan Pengadilan Tinggi tersebut telah diberitahukan kepada Pemohon Kasasi / Terdakwa pada tanggal 25 Maret 2013 dan Terdakwa mengajukan permohonan kasasi pada tanggal 04 April 2013, serta memori kasasinya telah diterima Kepaniteraan Pengadilan Negeri Palembang pada tanggal 10 April 2013, namun demikian oleh karena ancaman hukuman Pasal 284 ayat (1) ke-1a KUHP maksimal 9 (sembilan) bulan, sedangkan berdasarkan Pasal 45A ayat (2) huruf b Undang-Undang No.5 Tahun 2004 yang telah diperbaharui dengan Undang-Undang No.3 Tahun 2009 bahwa terhadap perkara pidana yang ancaman hukumannya maksimal 1 (satu) tahun tidak dapat dimintakan upaya hukum kasasi, oleh karena itu permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Terdakwa dinyatakan tidak dapat diterima;
M E N G A D I L I :
Menyatakan tidak dapat diterima permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Terdakwa : KEMISTA bin ZAKARURI tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.