Ambivalensi Kerugian akibat Pencemaran Nama Baik, Sarat Nuansa Subjektif

LEGAL OPINION
Question: Memangnya yang jadi patokan atau ukuran nilai nama baik, itu apa, seperti apa cara menilainya atau mengukurnya? Apakah jika orang yang tidak terkenal, tidak punya reputasi, nilai harga nama baiknya itu tidak punya nilai sama sekali sehingga boleh diinjak-injak, sementara untuk orang yang orangtua-nya punya nama besar maka sedikit kena kritik aja, lalu bilang pencemaran nama baik dan minta ganti-rugi miliaran Rupiah?
Kalau memang seperti itu caranya, sama artinya orang-orang berkuasa itu kebal dikritik, dikritik dikit langsung dibungkam dengan tuntut ganti-rugi pencemaran nama baik miliaran Rupiah, alias anti kritik, sementara orang kecil hanya bsa pasrah saat dikritik. Kalau seperti itu terus, dan dibiarkan, sama artinya membrendel bahkan membungkam insan pers. Menjatuhkan lawan politik juga, akan sangat mudah sekali jika oleh pengadilan dibenarkan seperti itu.
Brief Answer: Hukum yang baik, tidak boleh bersifat subjektif, dalam artian penilaiannya tidak objektif, sehingga menjelma egoistik-sentris, yang polanya menggunakan paradigma sentripetal, bukan sentrifugal. Praktik demikian bukanlah hukum yang ideal, karena sangat mudah disusupi faktor kekuasaan dan politik.
Sebagai contoh, seseorang warga yang terkena gigit seekor anjing milik sang tetangga, menggugat ganti-rugi ratusan miliar Rupiah hanya karena alasan yang terkena gigit adalah berprofesi sebagai seorang direktur. Pertanyaan / isu hukumnya akan menjadi senada: Apakah apabila yang terkena gigit adalah seorang gelandangan tuna wisma, maka sekalipun dirinya diterkam hingga tewas, nilai kemanusiaan dirinya tidak punya nilai sama sekali.
Hukum wajib memandang nyawa / hidup, harkat, dan martabat setiap individu adalah sebagai equal, setara, seimbang, dan tidak ada yang satu individu yang lebih bernilai daripada individu lainnya. Bahkan seorang presiden / kepala negara sekalipun tidak menjadi alasan untuk mengorbankan seorang rakyat jelata hanya demi kepentingan dirinya sendiri. Tanpa rakyat, tiada raja. Tanpa pekerja, tiada pengusaha. Seseorang yang melakukan tindak kriminil, sehingga mendapat penindakan secara hukum, sama artinya mencemarkan nama dirinya sendiri.
Sama saja dengan “mantan napi koruptor”, telah selesainya menjalani vonis pidana penjara, bukan berarti namanya berhak dituntut untuk dipulihkan. Sang “mantan napi koruptor” tetap saja dibatasi hak-hak politiknya, karena dirinya telah secara melawan hukum mencemarkan nama baiknya / reputasinya sendiri dengan melakukan tindak kriminil. Dan pers tetap berhak untuk menyiarkan atau mewartakan sepak-terjang / sejarah sang “mantan napi”.
Adakah diantara kita yang masih berminat untuk berbisnis dengan seorang mantan koruptor, mantan penipu, mantan perampok, mantan pembunuh? Bila hanya aksi kriminil “mencuri ayam”, adalah tepat menuntut tidak lagi disingguh-singgung perihal perbuatan demikian. Namun bila tindak kriminil yang dilakukan olehnya bersifat kejam atau demikian korup, publik berhak tahu dengan siapa mereka sedang berhadapan untuk menjaga diri dari potensi menjadi korban serupa, dari mantan pelaku aksi kriminil demikian.
Ambil contoh seorang “mantan napi koruptor”, untuk kembali mengajukan diri sebagai calon legislatif (caleg), maka sang caleg wajib mengumumkan pada publik bahwa dirinya memiliki rekam jejak sebagai seorang koruptor terhukum, meski dirinya telah selesai menjalani masa pidana. Publik berhak tahu, dengan siapa mereka akan menjatuhkan suara pilihannya—itulah falsafah utamanya.
PEMBAHASAN:
Sifat subjektivitas putusan pengadilan yang dipengaruhi faktor-faktor non yuridis, amat berbahaya karakternya, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk cerminan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sengketa register Nomor 515/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel. tanggal 24 Mei 2011, perkara antara:
- HUTOMO MANDALA PUTRA, sebagai Penggugat; melawan
1. P.T. INDO MULTI MEDIA, sebagai Tergugat I;
2. TAUFIK DARUSMAN, Karyawan PT. INDO MULTI MEDIA yang menjabat sebagai Pemimpin Redaksi dan Dewan Redaksi Majalah Garuda, selaku Tergugat II;
3. SARI WIDIATI, Karyawan PT. INDO MULTI MEDIA yang menjabat sebagai Redaktur Majalah Garuda, selaku Tergugat III;
4. PT. GARUDA INDONESIA (PERSERO), sebagai Tergugat IV;
5. PUJOBROTO, Karyawan PT. GARUDA INDONESIA (PERSERO), yang menjabat sebagai Dewan Redaksi Majalah Garuda dan Vice President Corporate Communication PT. GARUDA INDONESIA (PERSERO), sebagai Tergugat V;
6. PRASETYO BUDI, Karyawan PT. GARUDA INDONESIA (PERSERO), yang menjabat sebagai Dewan Redaksi Majalah Garuda dan SM. Marketing Communication & Promotion PT. GARUDA Indonesia (PERSERO), selaku Tergugat VI.
Gugatan “pencemaran nama baik” (bila pada saat tersebut memang terdapat putusan pengadilan yang menyatakan Penggugat sebagai seorang terpidana yang divonis penjara, yang ada ialah “nama buruk”, tiada lagi “nama baik” untuk dapat dicemarkan) ini bermula ketika diterbikan buletin The Magezine Of Garuda Indonesia, edisi Desember 2009, pada halaman 30 berisi artikel dalam bahasa Inggris berjudul “A New Destination to Enjoy in Bali”, yang dalam terjemahannya berbunyi dengan kutipan, sebagai berikut:
“Sebuah Tujuan Wisata Baru Untuk Dinikmati di Bali Daerah Pecatu yang tanahnya terdiri dari batu kapur dan batu gamping telah memperoleh wajah baru. Empat ratus hektar dari lahan yang dahulunya tandus ini telah diubah menjadi Pecatu Indah Resort, sebuah daerah wisata terpadu yang menyediakan fasilitas-fasilitas yang menyenangkan untuk dapat menikmati sensasi baru di Bali.
“Properti-properti tersebut merupakan salah satu daya tarik utama dari Pecatu Indah Resort, disamping juga pemandangan lautnya yang menakjubkan – yang merupakan alasan kuat mengapa daerah ini disebut ‘Pantai Kuta Baru’.
“...”
“(Catatan: Tommy Soeharto, pemilik dari kompleks ini, merupakan seorang pembunuh yang telah divonis oleh pengadilan).”
Merasa telah dicemarkan nama baiknya (yang anehnya Penggugat tidak turut menggugat berbagai media massa yang kala itu meliput vonis putusan pidana yang bersangkutan), dimana terhadapnya Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa setelah Majelis Hakim memperhatikan bukti P-1 dan bukti P-3 tersebut, ternyata bahwa benar didalam Majalah Garuda (The Megazine Of Garuda Indonesia) edisi bulan Desember 2009, halaman 30 pada akhir artikel berjudul ‘A New Destination to Enjoy in Bali’ terdapat note / catatan berbunyi ‘Tommy Soeharto, the owner of this complex, is a convicted murderer’, yang terjemahan resminya dalam bahasa Indonesia adalah ‘Tommy Soeharto, pemilik dari kompleks ini, merupakan seorang pembunuh yang telah divonis oleh pengadilan’;
“Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan apakah perbuatan pencantuman pada note / catatan yang berbunyi ‘Tommy Soeharto, pemilik dari kompleks ini, merupakan seorang pembunuh yang telah divonis oleh pengadilan’ dalam artikel berjudul ‘A New Destination to Enjoy in Bali’ di Majalah Garuda (The Megazine Of Garuda Indonesia) edisi bulan Desember 2009, pada halaman 30 tersebut, adalah dapat dikategorikan sebagai suatu perbuatan yang melawan hukum atau bukan perbuatan melawan hukum;
“Menimbang, bahwa Penggugat menggugat Para Tergugat dengan mendalilkan bahwa Para Tergugat melakukan Perbuatan Melawan Hukum dengan cara membuat Note / Catatan dalam artikel berjudul “A New Destination to Enjoy in ali’ di Majalah Garuda (The Megazine Of Garuda Indonesia) edisi bulan Desember 2009, pada halaman 30, yang dibuat oleh Para Tergugat dengan tanpa dasar dan dilakukan secara sengaja dengan niat buruk, yang telah menyimpang dari asas-asas hukum dan prinsip-prinsip hukum kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian dalam kehidupan bermasyarakat, menyerang kehormatan / martabat dan privasi Penggugat yang menurut hukum telah melanggar ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata, Pasal 1366 dan Pasal 1367 KUH Perdata;
“Menimbang, bahwa Pasal 1365 KUH Perdata menentukan bahwa Tiap perbuatan melawan hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian ini mengganti kerugian tersebut;
“Menimbang, bahwa selanjutnya Pasal 1366 KUH Perdata menentukan bahwa setiap orang bertanggung-jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya, sedangkan Pasal 1367 KUH Perdata pada pokoknya mengatur seseorang tidak saja bertanggung-jawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya, majikan-majikan dan mereka yang mengangkat orang-orang lain untuk mewakili urusan-urusan mereka, adalah bertanggung-jawab tentang kerugian yang diterbitkan oleh pelayan-pelayan atau bawahan-bawahan mereka didalam melakukan pekerjaan untuk mana orang-orang ini dipakainya;
“Menimbang, bahwa bahwa berdasarkan pengertian Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana dalam Pasal 1365 KUH Perdata, maka unsur-unsur yang harus ada untuk menentukan suatu perbuatan sebagai perbuatan melawan hukum, adalah sebagai berikut:
1. Adanya perbuatan yang bersifat melawan hukum, yang menurut yurisprudensi tetap adalah:
a. perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku, atau
b. Perbuatan yang melanggar hak subyektif orang lain, atau
c. Perbuatan yang melanggar kaidah tata susila, atau
d. Perbuatan yang bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian serta sikap hati-hati yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan dengan sesama warga masyarakat atau terhadap harta benda orang lain;
2 Adanya kerugian;
3 Adanya kesalahan pada si pelaku;
4 Hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian;
“Menimbang, bahwa dengan memperhatikan note / catatan berbunyi ‘Tommy Soeharto, the owner of this complex, is a convicted murderer’, yang terjemahan resminya dalam bahasa Indonesia adalah ‘Tommy Soeharto, pemilik dari kompleks ini, merupakan seorang pembunuh yang telah divonis oleh pengadilan’ pada akhir artikel berjudul ‘A New Destination to Enjoy in Bali’ dihubungkan dengan unsur-unsur untuk adanya suatu perbuatan melawan hukum, Majelis Hakim akan mempertimbangkan sebagai berikut;
Ad. 1. Adanya perbuatan yang bersifat melawan hukum;
“Menimbang, bahwa suatu perbuatan bersifat melawan hukum yang berdasarkan ilmu hukum dan yurisprudensi, haruslah memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:
a. Bertentangan dengan kewajiban hukum si Pelaku, maksudnya apabila perbuatan tersebut bertentangan dengan kewajiban berdasarkan undang-undang;
b. Melanggar hak subyektif orang lain, artinya suatu kewenangan khusus seseorang yang diakui oleh hukum dan kewenangan itu diberikan kepadanya untuk mempertahankan kepentingan baik dalam hal-hal kebendaan, hak-hak pribadi, dan hak-hak khusus lainnya;
c. Melanggar kaidah tata kesusilaan, artinya perbuatan tersebut bertentangan dengan kaedah moral yang diterima oleh masyarakat sebagai suatu hukum yang tak tertulis;
d. Bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian, serta sikap kehati-hatian yang seharusnya yang dimiliki seseorang dalam pergaulan sesama anggota masyarakat atau terhadap harta benda orang lain, artinya apabila seseorang dalam memenuhi kepentingan dirinya tidak memperhatikan norma kepatutan, ketelitian dan sikap hati-hati sehingga mengakibatkan kerugian bagi orang lain;
“Menimbang, bahwa Tergugat I adalah PT. Indo Multi Media sebagai Penerbit Majalah Garuda, The Magazine of Garuda Indonesia, yang khusus disediakan untuk dibaca oleh para penumpang penerbangan domestik / dalam negeri maupun internasional, sedangkan Tergugat II dan Tergugat III adalah karyawan dari Tergugat I yang menjabat masing-masing sebagai Pemimpin Redaksi Majalah Garuda dan Redaktur Majalah Garuda yang tugas pokoknya telah ditentukan sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing;
“Menimbang, bahwa Tergugat IV adalah PT. Garuda Indonesia (Persero) adalah maskapai penerbangan nasional yang dioperasikan oleh Tergugat IV, sedangkan Tergugat V dan Tergugat VI adalah karyawan dari Terggat IV yang menjabat masing-masing sebagai Vice President Corporate Communication dan SM. Marketing Communication & Promotion serta merangkap pula sebagai Anggota Dewan Redaksi pada Majalah Garuda, yang bertanggung-jawab untuk mengawasi pelaksanaan pekerjaan dari Tergugat I;
“Menimbang, bahwa setelah Majelis Hakim membaca dan meneliti bukti P-1 dan bukti P-3 tersebut ternyata isi artikel berjudul ‘A New Destination to Enjoy in Bali’ dikaitkan dengan Note / Catatan pada artikel tersebut adalah tidak relevan baik dari segi judul maupun dari segi isi dengan Note/Catatan sehingga menimbulkan persepsi yang buruk atau negative para pembaca terhadap diri Penggugat, sehingga dapat diketegorikan sebagai perbuatan yang menyerang kehormatan / martabat dan privasi Penggugat;
Menimbang, bahwa selain itu dengan adanya pencantuman note / catatan berbunyi ‘Tommy Soeharto, the owner of this complex, is a convicted murdeer’, pada akhir artikel berjudul “A New Destination to Enjoy in Bali” tersebut, telah meletakan stigma negative kepada diri Penggugat sebagai seorang terpidana, padahal Penggugat telah selesai menjalani sanksi pidana yang menurut doktrin hukum pidana telah menjadi orang biasa dan dipulihkan hak-hak hukumnya seperti semula sebelum menjadi terpidana;
[Note SHIETRA & PARTNERS: Dalam preseden putusan Internasional perihal “The Right to be Forgotten”, pers yang meliput dan menyiarkan lama setelah terjadinya kepailitan terhadap seorang warga, tidak dapat dipersalahkan. Sifatnya pun haruslah telah puluhan tahun lampau, dimana hukuman hanya sebatas berupa penghapusan hasil pencarian dari mesin penelusuran milik Google, bukan berupa gugatan ganti-rugi, dan disaat bersamaan pers tetap diberi hak untuk selamanya menyiarkan berita tersebut dalam publikasi websitenya. Sama halnya, hingga kini buku-buku pelajaran di sekolah masih mencantumkan sejarah kejahatan Lenin maupun Hitler, apakah artinya keluarga Lenin dan Hitler memiliki hak untuk menuntut ganti-kerugian?]
[Sejarah kriminil tidak dapat dibenarkan untuk dituntut agar dihapus. Sejarah menjadi lembaran sejarah yang harus diakui dan tidak boleh dihapus atau ditutup-tutupi untuk dokumentasi, sehingga sudah menjadi domain publik. Begitupula berbagai putusan pidana dalam publikasi Mahkamah Agung RI, maka apakah artinya seluruh mantan narapidana yang telah selesai menjalani masa vonisnya, berhak menggugat ganti-rugi terhadap asas keterbukaan informasi publik yang menjadi kebijakan Mahkamah Agung RI?]
[Berani berbuat, berani bertanggung jawab. Secara falsafah, Penggugat-lah yang justru telah mencemarkan nama baiknya sendiri, dengan melakukan tindak pidana kriminil. Penggugat hanya paling patut menggugat sikap kriminil dirinya sendiri.]
“Menimbang, ... bahwa kewajiban Para Tergugat dalam pembuatan atau penerbitan Majalah Garuda adalah menjaga / mencegah agar teks dan gambar yang bersumber dari/untuk Majalah Garuda maupun artikel-artikel didalamnya agar tidak bertentangan dengan norma-norma hukum, sosial, budaya dan agama yang berlaku di Indonesia;
“Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan tersebut diatas Mejelis Hakim berkesimpulan bahwa Para Tergugat yang telah mencantumkan note / catatan berbunyi ‘Tommy Soeharto, the owner of this complex, is a convicted murderer’, pada akhir artikel dalam Majalah Garuda adalah perbuatan yang bertentangan dengan hak suyektif orang lain, bertentangan dengan kewajiban hukum Para Tergugat, bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian dalam kehidupan Masyarakat, oleh karenanya adalah Perbuatan Melawan Hukum;
Menimbang, bahwa mengenai pendapat Para Tergugat bahwa seandainya pun terbukti bahwa Para Tergugat terlibat dalam pembuatan Notes / catatan, fakta yang terkandung dalam Note / Catatan yang dipermasalahkan bukan merupakan hal baru dan merupakan fakta yang tidak terbantahkan (notoir fact), karena status Penggugat in casu Hutomo Mandala Putra sesuai Putusan Mahkamah Agung No. 38 PK/Pid/2003 tanggal 26 Juli 2002 telah banyak diberitakan atau dimuat dalam media massa baik media cetak maupun elektronik, dan jika merujuk pada ketentuan Pasal 1377 KHU Perdata, maka jelas bahwa Penggugat tidak memiliki dasar untuk menyatakan bahwa Notes / Catatan yang dimuat pada Majalah Garuda Edisi Desember 2009 dapat dikategorikan menyerang kehormatan / martabat dan privasi Penggugat;
“Menimbang, bahwa mengenai Pendapat Para Tergugat tersebut, Majelis Hakim tidak sependapat, karena Pasal 1377 KUH Perdata hanya berlaku terhadap gugat perdata berdasakan Pasal 1372 KUH Perdata khusus tentang penghinan, dan sebagaimana telah diuraikan diatas bahwa Penggugat dalam surat gugatannya mengajukan gugatan kepada Para Tergugat adalah didasarkan pada perbuatan Melawan Hukum sebagaimana dalam Pasal 1365 KUH Perdata, tidak mendasarkan perbuatan penghinaan tertentu, sehingga tidak tercakup oleh ketentuan Pasal 1377 KUH Perdata; [Note SHIETRA & PARTNERS: Adakah penghinaan yang tidak melawan hukum? Secara doktrin, penghinaan merupakan salah satu derivatif dari perbuatan melawan hukum.]
“Menimbang, bahwa mengenai pendapat ahli bahwa dalam gugatan perdata atas dasar penghinaan harus membuktikan adanya unsur kesengajaan dan perbuatan tersebut harus dilakukan secara terus-menerus dan bertujuan tunggal, dapat diterima apabila gugatan tersebut didasarkan pada Pasal 1372 KUH Perdata yang mensyaratkan adanya opzet (unsur kesengajaan) yang merujuk pada pasal penghinaan dalam pasal 310 KUHPidana, namun tentu tidak berlaku apabila gugatan tersebut didasarkan pada perbuatan melawan hukum karena adanya kesalahan atau kelalaian, sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata;
“Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan diatas, maka unsur Ad. 1. yakni adanya perbuatan yang bersifat melawan hukum telah terbukti terpenuhi;
Ad. 2. Adanya kerugian;
“Menimbang, bahwa sebagaimana telah dipertimbangkan diatas bahwa Para Tergugat telah mencantumkan note / catatan dalam Majalah Garuda dan akibat dari adanya perbuatan Para tergugat tersebut, Penggugat telah mengalami kerugian yang terdiri dari kerugian Materil dan kerugian Immateril;
“Menimbang, bahwa kerugian Materil Penggugat adalah berupa biaya-biaya yang telah dikeluarkan Penggugat untuk mendukung dan mengsukseskan penyelenggaraan turnamen golf internasional di Bali yakni berupa Biaya tiket pesawat Penggugat tujuan Jakarta - Dempasar dan tiket pesawat Penggugat tujuan Dempasar - Jakarta, dan biaya akomodasi Penggugat selama berada di Bali;
“Menimbang, bahwa kerugian immaterial Penggugat adalah kerugian yang diderita oleh Penggugat sebagai akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Para Tergugat yakni berupa perasaan tidak nyaman karena telah diserang kehormatan / martabat dan privasi Penggugat yang menimbulkan persepsi negative bagi diri Penggugat sebagai seorang pengusaha professional yang mempunyai reputasi tingkat nasional maupun internasional; [Note SHIETRA & PARTNERS: Bila sudah tahu dirinya punya reputasi selangit, mengapa juga masih melakukan aksi kriminil? Dipidananya dan telah menjalani masa vonis, bukan berarti memberi hak untuk aksi “cuci tangan”. Bagai Surat Keterangan Catatan Kepolisian, sejarah kriminil tidak dapat dihapus.]
“Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan diatas, maka unsur Ad. 2. yakni adanya kerugian telah terbukti terpenuhi;
Ad. 3. Adanya kesalahan pada si pelaku;
“Menimbang, bahwa syarat kesalahan dalam Pasal 1365 KUH Perdata menekankan bahwa pelaku perbuatan melawan hukum hanyalah bertanggung-jawab atas kerugian yang ditimbulkan apabila perbuatan tersebut dapat dipersalahkan kepadanya;
“Menimbang, bahwa Vollmar membagi syarat kesalahan dalam dua arti yakni dalam arti subyektif (abstrak) dan dalam arti obyektif (konkrit). Kesalahan dalam arti subyektif maka seorang pelaku pada umumnya dapat diteliti apakah perbuatannya dapat dipersalahkan kepadanya, apakah keadaan jiwanya adalah sedemikian rupa sehingga ia dapat menyadari maksud dan arti perbuatannya dan apakah si pelaku pada umumnya dapat dipertanggung-jawabkan, sedangkan kesalahan dalam arti obyektif adalah bahwa apakah si pelaku pada umumnya dapat dipertanggung-jawabkan, dapat dipersalahkan mengenai sesuatu perbuatan tertentu dalam arti bahwa ia harus dapat mencegah timbulnya akibat-akibat dari suatu perbuatan yang kongkrit;
“Menimbang, bahwa adanya note/catatan dalam artikel berjudul ‘A New Destination to Enjoy in Bali’ di Majalah Garuda (The Magazine of Garuda Indonesia) edisi bulan Desember 2009, pada halaman 30 yang dibuat oleh Para Tergugat, ternyata bahwa judul dan isi artikel tidak sesuai dan bertentangan dengan note / catatan yang ada pada artikel tersebut, note / catatan tersebut menyimpang dari judul dan isi artikel kerena menyerang kehormatan / martabat dan privasi Penggugat serta menimbulkan persepsi negative bagi para pembaca terhadap diri pribadi Penggugat dan Kawasan Pecatu Indah Resort dimana Penggugat adalah pemegang saham PT. Bali Pecatu Graha;
“Menimbang, bahwa ... ternyata bahwa dari bukti-bukti yang diajukan oleh Para Tergugat tidak ada satu buktipun yang menunjukan adanya itikat baik dari Para Tergugat untuk segera mencabut dan meralat serta memohon maaf kepada Penggugat dalam Majalah Garuda Edisi berikut atas adanya note / catatan dalam artikel tersebut, bahkan Para Tergugat berpendapat bahwa pembuatan note/catatan dalam Majalah Garuda tersebut bukan merupakan hal yang baru dan merupakan fakta yang tidak terbantahkan (notoir fact), karena status Penggugat in casu Hutomo Mandala Putra sesuai dengan Putusan Mahkamah Agung No. 38 PK/Pid/2003 tanggal 26 Juli 2002, telah banyak diberitakan atau dimuat dalam media massa baik media cetak maupun elektronik;
“Menimbang, bahwa mengenai pendapat Para Tergugat bahwa tidak ada suatu kesalahan apapun yang dilakukan oleh Para Tergugat dengan adanya note / catatan dalam Artikel tersebut pada Majalah Garuda karena bukan merupakan hal yang baru dan merupakan fakta yang tidak terbantahkan (notoir fact), karena status Penggugat in casu Hutomo Mandala Putra sesuai dengan Putusan Mahkamah Agung No. 38 PK/Pid/2003 tanggal 26 Juli 2002, menurut Majelis Hakim haruslah dikesampingkan karena Penggugat H. Hutomo Mandala Putra telah melaksanakan atau telah selesai menjalani sanksi pidananya yang menurut doktrin hukum pidana telah menjadi orang biasa dan dipulihkan hak-hak hukumnya seperti semula sebelum menjadi terpidana; [Note SHIETRA & PARTNERS: Namun dijalaninya vonis hukuman pidana, dimaknai sebagai hak untuk menghapus sejarah kriminilnya. Statusnya tetap saja sebagai mantan kriminil, bukan sebagai “orang tidak bersalah” (innocence man). Pidana penjara bukan sebagai ajang aksi “cuci tangan”, terlebih dimaknai sebagai sarana “cuci nama”.]
“Menimbang, bahwa Bukti P-40 berupa Surat dari PT. Garuda Indonesia (Persero), tanggal 4 Nopember 2010, yang ditujukan kepada Bapak Hutomo Mandala Putra, berisi permohonan maaf sehubungan dengan artikel yang dimuat dalam Majalah Garuda ‘The Magazine of Garuda Indonesia’ edisi bulan Desember 2009 pada kolom ‘travel notes’ yang berjudul ‘A New Destination to Enjoy in Bali’, bahwa kesalahan dan kekeliruan yang terjadi dalam artikel tersebut sungguh merupakan hal yang diluar-niatan dan kehendak kami sama sekali;
“Menimbang, bahwa dari kedua bukti P-15 dan P-40 tersebut telah menunjukan adanya kesalahan yang dilakukan oleh Para Tergugat atas adanya note / catatan dalam artikel berjudul ‘A New Destination to Enjoy in Bali’ pada Majalah Garuda; [Note SHIETRA & PARTNERS: Niat baik Tergugat untuk meminta maaf, justru menjadi bumerang, karena disalah-gunakan oleh Penggugat untuk “menjebak”, seolah-olah Penggugat mengakui telah melanggar hukum.]
“Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan diatas, maka unsur Ad. 3. yakni adanya kesalahan pada sipelaku telah terbukti terpenuhi;
Ad. 4. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian;
“Menimbang, ...  note / catatan tersebut menyimpang dari judul dan isi artikel kerena menyerang kehormatan / martabat dan privasi Penggugat serta menimbulkan persepsi negative bagi para pembaca terhadap diri pribadi Penggugat dan Kawasan Pecatu Indah Resort dimana Penggugat adalah pemegang saham PT. Bali Pecatu Graha;
“Menimbang, bahwa Bukti P-4 berupa Surat dari PT. Cupumanik Griya Permai No. ... , tanggal 8 Desember 2009, perihal : Klarifikasi pemberitaan di Majalah Garuda yang ditujukan kepada PT. Bali Pecatu Graha berisi antara lain : dengan adanya pemberitaan pada Majalah Garuda edisi bulan Desember 2009 halaman 30, diminta PT. Bali Pecatu Graha memberikan klarifikasi berkaitan dengan kepemilikan hak atas tanah dan keamanan untuk berinvestasi pada Pecatu Indah Resort, termasuk menyelesaikan segala masalah hukum yang ada kaitannya dengan Bapak Hutomo Mandala Putra (Tommy Soeharto), agar para calon penyewa atau calon pembeli kami tidak lagi merasa kawatir dan kami dapat menjalankan bisnis property di Kawasan Pecatu Indah Resort ini dengan baik;
“Menimbang, bahwa Bukti P-5 berupa Surat dari Gede Sandia Deputy General Manager New Kuta Golf No. ... , tanggal 19 Desember 2009, perihal : Mohon Penjelasan, yang ditujukan kepada GM Marketing PT. Bali Pecatu Graha, berisi minta penjelasan adanya pemberitaan pada Majalah Garuda edisi bulan Desember 2009 halaman 30 yang menyebutkan adanya catatan / notes yang berbunyi ‘Tommy Soeharto, the owner of this complex is a convicted murderer’, karena banyak tamu yang menanyakan dan dikhawatirkan mempengaruhi kinerja pemasaran kami; [Note SHIETRA & PARTNERS: Penggugat yang justru telah merusak bisnisnya sendiri, dengan cara mencemarkan reputasi atau nama dirinya sendiri, dengan cara melakukan tindak kriminil.]
“Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan diatas, maka unsur Ad. 4. yakni adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian telah terbukti terpenuhi;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hukum sebagaimana tersebut diatas Majelis Hakim berpendapat bahwa Penggugat telah dapat membuktikan dalil-dalil gugatannya bahwa Para Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum, sehingga oleh karenanya petitum Penggugat angka 2 patut dikabulkan, dan Para Tergugat haruslah berkewajiban untuk membayar kerugian yang timbul akibat perbuatannya tersebut;
“Menimbang, bahwa bentuk kerugian didalam suatu perbuatan melawan hukum dapat dalam bentuk kerugian Materil dan dapat pula dalam bentuk kerugian immaterial;
“Menimbang, bahwa kerugian materil yang diderita oleh Penggugat sebagaimana dalam bukti P-52 berupa Biaya tiket Penggugat tujuan Jakarta–Dempasar tanggal 17 Maret 2010 dan tiket Pesawat Penggugat tujuan Dempasar–Jakarta adalah sebesar Rp. 4.375.600,- dan bukti P-53 berupa Mater Bill biaya akomodasi Penggugat selama berada di Bali sejak tanggal 17 Maret 2010 sampai dengan tanggal 19 Maret 2010 adalah sebesar Rp. 9.334.980,- sehingga total kerugian materil Penggugat adalah sebesar Rp. 13.710.580,-;
“Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan kerugian immaterial yang diderita Penggugat sebagai berikut;
“Menimbang, bahwa titik-tolak untuk menentukan besar kecilnya jumlah ganti kerugian immaterial yang diderita oleh seseorang harus dilihat dengan mempertimbangkan kedudukan dan status sosial yang bersangkutan dalam masyarakat serta harus pula mempertimbangkan kedudukan dan status pelaku perbuatan melawan hukum tersebut sehingga akan didapat keadilan yang berimbang antara korban dan pelaku perbuatan melawan hukum tersebut;
“Menimbang, bahwa Penggugat H. Hutomo Mandala Putra adalah putra bungsu mantan Presiden RI ke-2 Almarhum H.M. Soeharto dan juga adalah seorang pengusaha yang secara natoir dikenal sebagai pengusaha yang mempunyai reputasi tingkat nasional maupun internasional yang mana dengan adanya perbuatan Para Tergugat yang melawan hukum sebagaimana telah dipertimbangkan tersebut diatas dapat menyebabkan merosotnya reputasi, kredibilitas dan kepercayaan masyarakat dan mitra bisnisnya baik didalam maupun diluar negeri, sedangkan Para Tergugat adalah suatu perusahaan yang bonafid yang berada dibawah naungan pemerintah maupun swasta yang dipimpin oleh orang-orang yang mempunyai intelektual yang cukup tinggi dan pebisnis yang handal yang seharusnya dapat berpikir positif untuk tidak melakukan perbuatan dengan itikad yang tidak baik sebagaimana dalam perkara ini, sehingga dengan pertimbangan keadilan yang berimbang antara korban (Penggugat) dengan pelaku Perbuatan Melawan Hukum yakni Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III serta Tergugat IV, Tergugat V dan Tergugat VI (Para Tergugat);
“Menimbang, bahwa disamping itu Penggugat masih relatif muda yang tentu saja dapat diharapkan bahwa kariernya ke masa depan masih terbuka luas; [Note SHIETRA & PARTNERS: Menjadi kontradiktif, mantan narapidana muda masih terbelenggu oleh SKCK yang berisi catatan sejarah kriminil mereka, sehingga tidak lagi berkemungkinan untuk melamar sebagai Pegawai Negeri Sipil.]
“Menimbang, bahwa berdasarkan alasan-alasan dan uraian pertimbangan tersebut diatas, Majelis Hakim berpendapat ganti rugi yang pantas dan layak yang harus dibayar Para Tergugat untuk kerugian immaterial yang diderita Penggugat adalah sebesar Rp. 12.5000.000.000,- (dua belas milyar lima ratus juta rupiah);
M E N G A D I L I :
DALAM POKOK PERKARA:
- Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
- Menyatakan menurut hukum bahwa Para Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum yang merugikan Penggugat;
- Menyatakan menurut hukum bahwa Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan oleh Para Tergugat telah merugikan Penggugat sebesar Rp. 12.513.710.580,- (dua belas milyar lima ratus tiga belas juta tujuh ratus sepluh ribu lima ratus delapan puluh rupiah), dengan perincian sebagai berikut:
Kerugian Materil Rp. 13.710.580,-
Kerugian Immateril Rp. 12.500.000.000,-
Jumlah Kerugian Rp. 12.513.710.580,-
- Menghukum dan memerintahkan Para Tergugat secara tanggung renteng untuk membayar ganti kerugian materil dan immateril kepada Penggugat sebesar Rp. 12.513.710.580,- secara tunai dan sekaligus sejak putusan perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap;
- Menghukum dan memerintahkan Para Tergugat untuk memohon maaf kepada Penggugat atas perbuatan Melawan Hukum yang telah dilakukannya, yang harus dimuat dalam iklan atau advertensi yang diterbitkan oleh Majalah Garuda untuk 3 (tiga) bulan edisi berturut-turut, dengan ukuran 1 (satu) halaman penuh, sejak putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap; [Note SHIETRA & PARTNERS: Memohon maaf karena telah demikian jujur dan transparan terhadap para pembacanya, perihal sejarah kriminil Penggugat.]
- Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.