Pemberi Kerja juga Tunduk pada Prosedur Wajib Perundingan Bipartit & Tripartit pada Mediator Disnaker

LEGAL OPINION
Question: Selama ini kan, yang biasanya dipecat sepihak adalah kaum pegawai, maka selama ini yang banyak inisiatif gugat ke pengadilan, itu dari kalangan pegawai. Jika yang gugat masalah PHK semacam ini, adalah dari pihak pegawai, maka ada kewajiban terlebih dahulu berunding bipartit dan tripartit. Gimana kalau sebaliknya, perusahaan yang berencana menggugat pegawainya, apa juga harus lewat prosedur mediasi di Dinas Tenaga Kerja?
Brief Answer: Baik pihak Pengusaha maupun pihak Pekerja, memiliki kewajiban menempuh prosedur yang sama: perundingan Bipartit ataupun Tripartit, sebelum dapat menempuh penyelesaian sengketa di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), terutama bila hasil perundingan ialah “deadlock”, alias tidak tercapai kesepakatan. Bila perundingan berhasil mencapai kesepakatan, maka mediator akan membantu membuatkan draf Perjanjian Bersama.
Sementara bila perundingan gagal, maka Mediator Dinas Tenaga Kerja akan menerbitkan surat anjuran, dimana bila anjuran demikian tetap tidak disepakati kedua belah pihak, terbitlah Risalah Penyelesaian Perundingan Tripartit, yang isinya menyatakan bahwa “perundingan gagal mencapai kesepakatan”, dan mempersilahkan para pihak untuk menempuh penyelesaian sengketa ke pengadilan—dimana risalah itulah yang menjadi “alas hak” untuk memiliki kewenangan bersengketa di PHI, dalam dilampirkan dalam surat gugatan.
PEMBAHASAN:
Sebagai cerminan, kasus konkret berikut menjadi rujukan SHIETRA & PARTNERS sebagaimana tertuang dalam putusan Mahkamah Agung RI sengketa PHK register Nomor 210 K/Pdt.Sus-PHI/2017 tanggal 22 Maret 2017, perkara antara:
- PT. WELTEKINDO NUSANTARA, sebagai Pemohon Kasasi, semula selaku Penggugat; melawan
- 93 orang Pekerja, selaku Para Termohon Kasasi dahulu Para Tergugat; dan
1. DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR cq. PENGAWAS KETENAGAKERJAAN DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR; 2. KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA cq. DIREKTORAT JENDERAL PEMBINAAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN cq. DIREKTUR PENGAWASAN NORMA KERJA DAN JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA, selaku Para Turut Termohon Kasasi dahulu Para Turut Tergugat.
Setelah Majelis Hakim PHI memeriksa berkas perkara yang diajukan pihak Pengusaha, ternyata Penggugat tidak melampirkan risalah dan atau Anjuran dari Mediasi Dinas Tenaga Kerja sebagaimana disyaratkan dalam ketentuan Pasal 83 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial:
(1) Pengajuan gugatan yang tidak dilampiri risalah penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi, maka Hakim Pengadilan Hubungan Industrial wajib mengembalikan gugatan kepada Penggugat.
(2) Hakim berkewajiban memeriksa, isi gugatan dan bila terdapat kekurangan, Hakim meminta Penggugat untuk menyempurnakan gugatannya.”
Oleh karena gugatan Penggugat tidak melampirkan risalah dari otoritas dibidang ketenagakerjaan, maka Majelis Hakim mengambil sikap untuk mengembalikan gugatan Penggugat. Sehingga, terhadap gugatan yang tidak lengkap dalam syarat formil demikian, Pengadilan Hubungan Industrial Samarinda kemudian menjatuhkan Penetapan Nomor 32/Pdt.Sus.PHI/2015/PN Smr., tanggal 17 Juni 2015, dengan pertimbangan hukum serta amar sebagai berikut:
“Menimbang, oleh karena gugatan Penggugat Nomor 32/Pdt.Sus.PHI/2015/PN.Smr., tersebut tidak dilampiri risalah sebagaimana Pasal 83 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, maka Majelis Hakim mempunyai alasan hukum untuk mengembalikan gugatan Penggugat tersebut diatas;
MENGADILI :
- Mengembalikan gugatan Penggugat Nomor 32/Pdt.Sus.PHI/2015/PN Smr.”
Dengan kata lain, Pengadilan Hubungan Industrial Samarinda yang menyatakan bahwa pihak Pengusaha yang tidak melampiri risalah dan atau anjuran dari mediasi dengan Dinas Tenaga Kerja, mengakibatkan Pengadilan Hubungan Industrial Samarinda mengembalikan gugatan Pengusaha, agar syarat tersebut terlebih dahulu dilengkapi oleh pihak Penggugat.
Pihak Pengusaha bersikukuh pada pendiriannya, tanpa mau memilih untuk mengulang dari awal sesuai prosedur yang berlaku, tetap mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa keberatan-keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi yang diterima tanggal 14 Juli 2015 dan kontra memori kasasi yang diterima tanggal 21 Desember 2015 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Samarinda tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa karena dalam gugatan Penggugat tidak melampirkan risalah dan anjuran dari mediasi Disnaker sebagaimana ketentuan Pasal 83 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, maka sudah tepat apabila gugatan Penggugat dikembalikan;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, lagi pula ternyata bahwa putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi PT. WELTEKINDO NUSANTARA, tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT. WELTEKINDO NUSANTARA, tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.