Menghindari Jebakan Pengacara, Persiapan seorang Saksi di Pengadilan, Pentingnya Briefing dengan Calon Saksi yang Perlu Dipersiapkan agar Siap Menghadapi Pengacara Lawan

ARTIKEL HUKUM
Dari sudut pandang / perspektif psikologi hukum, sistem hukum acara di peradilan Indonesia bersifat jauh dari kata “ideal”, terutama dalam sistem acara pembuktian di persidangan. Ketika memasuki proses pembuktian berupa mendengarkan keterangan saksi, jeda waktu hingga pembacaan putusan dapat berselang hitungan beberapa bulan (atau bahkan tahunan), yang tentunya Majelis Hakim sudah tidak akan lagi mengingat secara detail isi keterangan saksi-saksi yang dihadapan ke persidangan.
Seorang hakim, memeriksa dan memutus banyak sekali perkara, baik pidana maupun perdata, dalam satu waktu akibat derasnya pihak-pihak yang bersengketa di pengadilan. Daya memori manusia, bersifat terbatas, terutama kalangan hakim di Indonesia memiliki kebiasaan untuk tidak pernah mencatat isi keterangan saksi yang memberikan keterangan, dalam suatu buku catatan pribadi sang hakim atau sejenisnya.
Ketika sang hakim hendak membuat putusan, besar kemungkinan terjadi pembiasan keterangan yang sebelumnya diberikan oleh para saksi, atau bahkan tercampur-aduk dengan keterangan saksi dari perkara lain, tanpa disengaja oleh sang hakim (manusiawi, dan siapa pun pernah mengalami pembiasan ingatan serupa). Jeda waktu yang panjang menjadi musuh utama dari memori jangka pendek manusia. Bagaimana mungkin, menghadirkan putusan yang bernuansa “adil”, bila disparitas waktu tidak dianggap sensitif dalam praktik peradilan?
Juga terhadap pertanyaan yang kerap dijumpai dalam praktik, apakah boleh “mengarahkan” saksi sebelum persidangan berlangsung? Jawabannya, boleh saja, dan bahkan itu suatu keharusan, agar tidak menjadi “daging mentah” yang mudah diterkam pihak lawan. Seorang saksi, memang harus menyatakan keterangan secara jujur dan utuh, tanpa selubung. Namun bukan berarti menjadi seorang saksi harus bersikap naif dan “lugu”, untuk dibiarkan “berperang” melawan pengacara yang “ganas” dan “buas”, tidak kenal ampun.
Mengarahkan dan mengedukasi saksi, adalah sebuah keharusan. Yang tidak dibolehkan, ialah bila sang saksi digiring, didikte, atau membuatkan skenario isi keterangan yang akan disampaikan oleh pihak saksi nantinya di hadapan persidangan.
Seorang saksi mata, adalah alat bukti “mentah”. Kita harus mengolah setiap alat bukti agar dapat disajikan secara tidak membias saat persidangan proses pembuktian berlangsung. Untuk tujuan apa? Coba simak kembali apa yang menjadi judul dari artikel ini. Bahkan untuk menyajikan bukti dokumen sekalipun, Anda perlu menata dan menyusun dokumen-dokumen tersebut agar mudah dipahami oleh hakim yang memeriksanya. Tidak ada bukti yang dibiarkan “mentah” begitu saja.
Guna memahami duduk masalahnya, falsafah perihal saksi dan pembuktian dalam artikel berikut, dapat menjadi penjelasan yang cukup singkat namun komprehensif, dimana untuk itu penulis mengutip bahasan dari buku berjudul “Menyingkap Dunia Gelap Penjara” versi terjemahan dari judul aslinya “Psychology In Prisons” yang ditulis oleh David J. Cooke, Pamela J. Baldwin, & Jaqueline Howison, diterjemahkan oleh Hary Tunggal, Penerbit Gramedia Pustama Utama, Jakarta, 2008, sebagai berikut:
“Karena dalam tugas sehari-hari berhadapan dengan kriminal, tidak mengherankan kalau petugas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kadang-kadang harus memberikan kesaksian dalam persidangan. Petugas Lapas mungkin melihat berbagai macam aktivitas kriminal, mulai dari masalah obat terlarang dan penyerangan, sampai perkosaan sesama jenis, kebakaran yang disengaja narapidana (napi), kerusakan terencana, penyanderaan, dan lain-lain. (hlm. 213.)
“Tidak mudah memberikan bukti dengan baik. Persidangan bisa dimulai sekian lama setelah kejadian, padahal ingatan sudah mulai kabur. Pengalaman menghadiri persidangan bisa menimbulkan kegelisahan; pemeriksaan saksi bisa cukup menakutkan, yang kemudian bisa berubah menjadi kebingunan. Banyak petugas mengatakan bahwa pengalaman masuk ke ruang sidang benar-benar tidak nyaman. Bahkan jika terdakwa kemudian dibebaskan, petugas bisa kehilangan semangat. Ada cara-cara yang bisa membuat pengalaman ini tidak menakutkan. Ada juga cara mempresentasikan bukti-bukti dengan baik. (hlm. 213)
“Dalam bab ini, kami akan membahas proses persidangan dan apa yang diharapkan dari seorang saksi. Kita akan melihat beberapa cara yang bisa mengurangi kecemasan karena harus hadir di persidangan, dan menganalisis beberapa metode yang biasa digunakan para pengacara dalam pemeriksaan saksi-saksi—yang bisa membingungkan kita. (hlm. 213—214)
“Sebelum menghadiri persidangan, penting untuk memahami fungsi sebuah persidangan. Anda mungkin merasa hal itu sudah jelas, yaitu untuk mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi. Tetapi, kenyataannya tidak sesederhana itu. Di Inggris dan Amerika Serikat, persidangan berjalan dengan memakai ‘sistem oposisi’, yaitu sebuah kasus dikonteskan diantara dua pihak, dimana pihak yang satu akan menunjukkan bukti-bukti yang lebih kuat daripada pihak lainnya. Apakah napi X yang menyulut kebakaran dalam sel? Apakah napi Y menjual obat bius di dalam lapas? Apakah napi Z menyerang Anda? Bukan kebenaran kasus ini yang penting, melainkan bagaimana kualitas bukti-bukti yang dihadirkan oleh kedua belah pihak yang berkompetisi itu mendukung kasusnya masing-masing. (hlm. 214)
“Walaupun saksi di Inggris disumpah untuk mengatakan apa yang sebenarnya, akan tetapi fungsi utama persidangan bukan untuk menemukan kebenaran. Bagi kebanyakan orang, kalimat tersebut mungkin kedengaran aneh. Walaupun demikian, berbagai otoritas hukum mendukung pernyataan demikian. Sir David Napley, seorang Penasehat Ratu, mengatakan: ‘Persidangan kriminal tidak mencari tahu seluruh kebenaran—apakah itu kebenaran ilmih atau fakta.’ Ia tidak sendirian dalam pandangan ini. Dalam otobiografinya, John Mortimer, seorang pengacara dan pengarang ‘Rumpole of Bailey’ mengajukan argumentasi: ‘Tugas utama pengadilan kriminal di Inggris bukan untuk menyelidiki agar menemukan kebenaran—walaupun kebenaran kadang-kadang tergali secara tidak disengaja. Pengadilan kriminal adalah sebuah ujian bagi bukti-bukti, sebuah prosedur untuk menemukan apakah kasus yang dituduhkan bisa dibuktikan tanpa sedikit pun keraguan.’ (hlm. 214)
“Bagaimana ini bisa terjadi? Mengapa mencari kebenaran begitu menakutkan? Ada dua aspek penting dari prosedur persidangan. Pertama, peraturan tentang bukti-bukti yang berlaku di persidangan. Kedua, label atau cap yang melekat pada terdakwa. (hlm. 214—215)
“Peraturan tentang bukti-bukti dibuat untuk melarang bukti-bukti yang mungkin tidak adil atau tidak aman dihadirkan dalam persidangan. Bukti-bukti bisa dilarang—padahal barangkali bukti ini akan membawa langsung pada kebenaran—jika dianggap tidak adil bagi terdakwa. Dua contoh sederhana adalah peraturan yang berlaku untuk ‘bukti rumor’ (‘katanya, katanya, dan katanya’) dan peraturan yang berlaku untuk pengakuan. Bukti rumor adalah bukti yang tidak dilihat langsung oleh seorang saksi. Misalnya, ‘Dia mengatakan, dia melihatnya membawa pisau.’ Ini adalah bukti rumor, dan tidak diterima, karena orang yang melihat langsung tidak diperiksa. Bukti tersebut tidak dapat diuji. (hlm. 215)
“Demikian pula dengan bukti yang didapat dari pengakuan (non self incrimination). Hakim bisa melarang bukti itu untuk digunakan, jika ia menganggap pengakuannya didapat dengan ancaman atau sogokan. Rambu-rambu ini penting diberlakukan, tetapi jelas pula bahwa peraturan ini bisa mempengaruhi evaluasi kebenaran. (hlm. 215)
“Mencari kebenaran juga bisa ‘dipengaruhi’ melalui kegiatan yang lebih halus dan tidak kasat-mata dalam sistem peradilan. Persidangan dibuat untuk memproses mereka yang bersalah, dan kebanyakan orang yang divonis bersalah (inilah label yang melekat pada terdakwa). Dalam sistem peradilan Inggris, sebagai contoh, 90 persen kasus (dakwaan) berakhir dengan vonis bersalah. Yang tidak bersalah sangat jarang dalam sistem peradilan, maka ada kalimat: ‘Tiada ada asap kalau tidak api,’ ... ‘Jika ia tidak melakukan pelanggaran ini, ia mungkin melakukan pelanggaran yang lain.’ (hlm. 215)
“Walaupun asumsi yang dikatakan adalah ‘tidak bersalah sampai dibuktikan bersalah’, dalam sistem yang dibuat untuk memproses terdakwa justru kebalikannyalah yang berlaku: ‘Anda bersalah, kecuali Anda bisa membuktikan sebaliknya.’ (hlm. 215)
“Karena itu, jika Anda hadir dalam sidang untuk memberikan bukti, Anda harus menyadari bahwa persidangan tidak menaruh perhatian pada kebenaran, bersalah atau tidak bersalah. Persidangan menaruh perhatian pada kualitas bukti-bukti yang diajukan. (hlm. 216)
“Penting untuk disadari bahwa dalam suasana sistem peradilan kita, Anda mungkin ditanya tentang bukti Anda—bukan untuk menemukan kebenaran—melainkan mungkin untuk mengaburkan atau membingungkan kebenaran. Karena itu, jika Anda hendak memberikan bukti yang berguna dan akurat, Anda harus mempunyai kecakapan untuk mengajukan bukti secara jelas. Anda harus mempelajari bagaimana menghadapi pengacara lawan yang tujuan utamanya (sang pengacara) adalah membuat Anda bingung. (hlm. 216)
Menghadapi Persidangan
“Situasi di ruang sidang sangat formal, dan mempunyai peraturan yang keras. Untuk menjadi saksi yang efektif, penting bagi Anda untuk memahami peraturan-peraturan di pengadilan. Langkah terbaik untuk memahaminya adalah dengan mengamati persidangan. Dengan demikian, rasa cemas pada kehadiran di persidangan bisa diatasi. (hlm. 216)
“Di Inggris, sebagai saksi atas suatu kejadian faktual—saksi yang menyatakan apa yang dilihat dan didengar—Anda tidak diijinkan untuk melihat jalannya persidangan sampai Anda selesai memberikan kesaksian. Mengapa? Karena jika Anda melihat jalannya persidangan, Anda akan terbiasa dengan lingkungan ruang sidang yang tidak ramah. Lingkungan ini merupakan tempat kerja sehari-hari bagi anggota utama persidangan: hakim, pengacara, panitera, dan mungkin sang terdakwa. Disini, mereka semua merasa seperti di rumah sendiri. Seringkali, hanya saksi saja yang merasa tidak nyaman. (hlm. 216)
“Ketika Anda memberikan kesaksian, Anda harus berusaha keras untuk menyesuaikan diri dengan peraturan persidangan. Salah satu peraturan penting adalah tentang cara berpakaian. Wig, jas, dan toga warga gelap, adalah pakaian standar bagi anggota legal dalam drama ruang sidang. Riset terhadap saksi-saksi menunjukkan bahwa mereka yang berpekaian dengan warna gelap, pakaian konservatif, dianggap serius dan berpengetahuan. Bukti yang diberikan dianggap lebih berbobot dan diterima dengan lebih serius. Jika Anda mengenakan perhiasan yang berkilau, arloji Micky Mouse, ada kemunginan Anda akan menyinggung atau mengalihkan perhatian dari disposisi yang konservatif. Jika ini terjadi, bukti Anda mungkin tidak mendapat bobot yang selayaknya. (hlm. 216—217)
Memberikan Bukti-Bukti
“Ketika Anda bersaksi, Anda akan diminta untuk bersumpah. Inilah saatnya Anda bisa mendengar suara Anda di ruang sidang. Ruang sidang bisa merupakan tempat yang bising, jadi penting bagi Anda untuk bersuara lantang, agar semua yang berkepentingan bisa mendengar apa yang Anda bicarakan. Tetapi, yang paling penting, jika Anda berbicara dengan yakin dan tegas, bukti Anda akan ditanggapi dengan lebih serius. (hlm. 217)
“Ketika memberikan bukti, ada satu peraturan tidak tertulis tentang persidangan yang sering membingungkan orang awam. Dalam persidangan, adalah lazim bagi saksi untuk berbicara langsung kepada hakim, meskipun yang mengajukan pertanyaan adalah pengacara. Anda harus mengubah kebiasaan Anda menjawab pada orang yang bertanya. Kebiasaan normal dari percakapan sehari-hari tidak berlaku di sini. Yang bertanya pun mungkin mengalihkan pandangan dari Anda sambil membuat catatan, atau memperhatikan reaksi peserta lainnya. bagaimana Anda bisa menghadapi ini tanpa menjadi bingung atau gelisah? Prosedur terbaik adalah, duduk dimana Anda bisa langsung melihat (menghadap) hakim. Anda kemudian harus sedikit memutar pinggang, ketika menerima pertanyaan, dan berbalik kembali (menghadap hakim) ketika memberikan jawaban kepada hakim. Cara ini membawa dua keuntungan: Pertama, Anda tetap menjalankan peraturan tidak tertulis, yakni menjawab kepada hakim (siapapun yang bertanya); dan kedua, Anda dapat mengontrol berapa panjang jawaban Anda. (hlm. 217—218)
“Mengontrol jawaban juga penting. Pengacara telah terlatih untuk mengontrol jawaban saksi. Mereka melakukan ini dengan menggunakan bahasa tubuh. Misalnya, dengan berdiam diri dan menghindari kontak mata, pengacara akan membuat Anda mengatakan lebih banyak, terutama ketika Anda tidak konsisten atau memberikan bukti yang tidak jelas. Pada kesempatan lain, mereka bisa membuat Anda menjawab pendek-pendek dengan mendekati Anda, meminta perhatian Anda, dan menginterupsi pernyataan Anda. (hlm. 218)
“Teknik berputar dari pengacara dan kembali menatap kepada hakim, juga memberikan Anda kontrol terhadap irama pertanyaan. Ini memberi Anda waktu untuk berpikir, dan kesempatan untuk mengajukan bukti Anda dengan lebih berbobot. (hlm. 218)
Pembuktian
“Bukti-bukti dikemukakan dalam tiga fase yang berbeda: Pemeriksaan utama, pemeriksaan silang, dan pemeriksaan ulang. (hlm. 218)
“Dalam pemeriksaan utama, Anda akan diperiksa oleh pengacara yang memanggil Anda untuk memberikan bukti. Ia tidak akan memanggil Anda jika bukti Anda tidak membantu posisinya. Karena itu, pemeriksaan utama biasanya relatif mudah. Pengacara akan membawa Anda untuk memberikan informasi yang mendukung kasusnya dengan jelas, tepat, dan meyakinkan. (hlm. 218)
“Pemeriksaan utama bisa menjadi lebih mudah dengan persiapan yang baik. Segera setelah terjadi pelanggaran, jika memungkinkan, Anda harus mencatat apa yang Anda lihat atau dengar. Kami mengetahui dari riset bahwa ingatan saksi sendiri bisa ‘mempermainkan’ mereka. Tidak saja saksi bisa lupa, tetapi mereka sering merekonstruksi apa yang terjadi secara menyimpang. Penyimpangan ini bisa menjadi dramatis. Setelah beberapa bulan berlalu dari saat kejadiaan, Anda mungkin mulai berpikir bahwa napi membuang pisaunya segera setelah ia menusuk rekan Anda. Padahal yang sebenarnya adalah bahwa ia ditemukan masih memegang pisau ketika ditangkap. Jika bukti menjadi menyimpang seperti ini, seorang pengacara handal akan melihat perbedaan kesaksian Anda dengan kesaksian lainnya. dengan menemukan perbedaan, mereka bisa mendiskreditkan semua bukti Anda. (hlm. 218—219)
“Jika Anda mencatat segera setelah terjadi pelanggaran, penyimpangan seperti itu kemungkinan kecil terjadi. Jika polisi membuat BAP (Berita Acara Pemeriksaan), maka mintalah salinannya. Jika Anda adalah seorang saksi kunci—misalnya Anda disandera dan Anda memberikan bukti-bukti di persidangan—pengacara yang memanggil Anda harus mendiskusikan dahulu tentang bukti-bukti ini. ia harus memberitahukan pertanyaan apa yang akan diajukan kepada Anda. Anda juga harus memberitahukan, bagian mana dari bukti Anda yang Anda rasakan jelas, dan bagian mana yang Anda rasakan kurang jelas. (hlm. 219)
“Pemeriksaan silang dilangsungkan segera setelah pemeriksaan utama. Pemeriksaan silang dibuat untuk mengevaluasi kualitas bukti Anda, untuk mencari tahu apakah pernyataan Anda tetap konsisten, untuk mencari tahu penyimpangan dalam ingatan Anda dan salah pengertian dari apa yang Anda saksikan. Pemeriksaan silang juga bisa dipakai untuk mengurangi kredibilitas Anda sebagai seorang saksi, dan dengan demikian juga mengurangi kredibilitas bukti Anda. Bagaimana ini bisa dilakukan? (hlm. 219)
Bahaya dari Pemeriksaan Silang
“Pengacara mempunyai banyak cara yang berbeda untuk menjebak mereka yang tidak menyadari bahwa mereka sedang mengikuti pemeriksaan silang. Kita akan melihat empat cara yang paling umum digunakan (hlm. 220)
- MELOMPAT
“Jika Anda terlihat tenang di kursi saksi dan memberikan bukti Anda dengan jelas dan kompeten, pengacara bisa mencoba untuk memecah konsentrasi Anda dengan ‘teknik melompat’. Pengacara bisa bertanya tentang bukti dengan urutan yang mereka pilih. Mereka mungkin memulai dengan bertanya mengenai apa yang Anda lakukan sebelum Anda disandera. Mereka kemudian bertanya tentang apa yang terjadi pada hari kelima dari penyanderaan, kemudian bertanya tentang pengalaman Anda di Lapas. Sesudah itu mereka bisa kembali bertanya mengenai apa yang terjadi pada hari ketiga dari penyanderaan. (hlm. 220)
“Teknik ‘melompat’ dibuat untuk membingunkan Anda. Jika pengacara berhasil membingungkan Anda, ia bisa mendiskreditkan bukti Anda, sehingga bukti Anda akan dianggap kurang serius. (hlm. 220)
“Bagaimana Anda menangkis taktik seperti ini? Ada dua cara. Pertama, persiapkan diri Anda. Berlatih apa yang akan dikatakan sebelumnya. Pikirkan dimana Anda mungkin dijebak. Pikirkan bagaimana Anda bisa menjawab pertanyaan yang menjebak. Kedua, ambil waktu untuk berpikir sebelum menjawab pertanyaan. Jangan terintimidasi, sehingga Anda menjawab sebelum Anda memikirkan jawaban Anda dengan baik. (hlm. 220)
- INTERUPSI
“Kepada para pengacara diajarkan cara-cara untuk mengontrol jawaban saksi. Salah satu teknik yang biasa digunakan adalah ‘interupsi’. Mereka memotong jawaban Anda sebelum Anda menjelaskan apa yang dikatakan. Ini bisa mengubah arti keseluruhan dari bukti Anda. Ada dua jalan untuk menghadapi ini. Taktik pertama, adalah menjelaskan jawaban Anda sebelum memberikan jawaban. Contohnya: (hlm. 220—221)
Pengacara : ‘Apakah mungkin Anda salah ketika Anda mengatakan bahwa klien saya adalah pria bertopi dengan pisau di tangannya?’
Saksi : ‘Saya telah mengenalnya selama lima tahun dan dengan demikian kemungkinan kecil saya salah, tetapi bisa saja terjadi.’
Saksi : ‘Mungkin saja, tetapi saya sudah mengenalnya selama lima tahun dan kemungkinan kecil saya salah.’
“Pada contoh (jawaban) pertama, sulit untuk memotong jawaban Anda, sebelum Anda menjelaskannya secara menyeluruh. Pada jawaban kedua, jika Anda dipotong setelah mengucapkan ‘mungkin saja’, maka pengertian dari bukti Anda menjadi sangat berbeda. Teknik kedua yang bisa digunakan adalah, mengatakan bahwa Anda mempunyai beberapa hal untuk dijelaskan: (hlm. 221)
Saksi : ‘Ada tiga hal yang saya lihat; Satu, ... ; Kedua ... ; Ketiga, ... .’ Jika Anda tidak yakin sebelumnya bahwa ada beberapa hal yang akan dijelaskan, perkirakan saja, dan jika Anda salah, selesaikan dengan berkata : ‘Hal ketiga sudah tersirat dalam dua hal yang telah saya jelaskan.’
“Jika Anda merasa bahwa Anda telah diinterupsi sampai tingkat yang tidak bisa lagi ditoleransi, Anda bisa berkata keapda hakim: ‘Saya pikir, jawaban pendek saya bisa menyesatkan persidangan. Bolehkah saya menjawab dengan lebih mendetail?’ Saksi mempunyai hak untuk menjelaskan. (hlm. 221)
- PERNYATAAN SEBELUMNYA
“Cara lain yang bisa digunakan dalam pemeriksaan silang adalah pernyataan sebelumnya; maksudnya: pengacara akan membuat pernyataan sebelum bertanya. Jika Anda tidak memberi tanggapan atas pernyataan tersebut dan hanya menjawab apa yang ditanyakan, akan terlihat seakan-akan Anda menyetujui pernyataan itu. Pernyataan bisa digunakan dalam ringkasan kasus. Contoh dari taktik ini, ketika seseorang pengacara yang membela kliennya, seperti bertanya tentang pengalaman Anda, tetapi dimulai dengan: (hlm. 222)
Pengacara : ‘Saya yakin kita semua setuju, apa yang dilakukan klien saya, tidak mengakibatkan kerusakan serius. Tolong jawab, apakah Anda pernah melihat insiden seperti ini sebelumnya?’
“Pernyataan pertama, tidak ada hubungannya dengan pertanyaannya. Jika Anda hanya menjawab pertanyaannya, Anda akan terlihat seperti menyetujui pernyataannya (yaitu ‘apa yang dilakukan klien saya, tidak mengakibatkan kerusakan serius’). Ketika taktik ini digunakan, mulailah dengan membantah pernyataannya, dan baru kemudian menjawab pertanyaannya. Jika Anda tidak membantah, Anda sepertinya setuju dengan pernyataan tersebut. (hlm. 222)
- LEMBAH LICIN
“Teknik terakhir yang akan kita lihat adalah lembah yang licin. Pada intinya, pengacara mencoba membuat Anda mengubah bukti, dengan menggiring Anda untuk menyetujui perubahan secara bertahap dari penyataan Anda sebelumnya (secara berangsur-angsur). Teknik ini merupakan pendekatan yang licin. Pengacara akan menggunakan kepandaiannya untuk menjebak Anda ke dalam perubahan (dari yang semula hendak konsisten menjadi tidak konsisten dalam memberi kesaksian). (hlm. 222)
“Berikut ini contohnya: Pengacara bisa memulai dengan menyanjung Anda untuk membuat Anda santai. Kemudian, ia membuat Anda menjawab banyak pertanyaan pendek-pendek, sehingga Anda terbiasa untuk menjawab cepat tanpa berpikir. Akhirnya, ia menggiring Anda (tanpa Anda sadari) untuk mengubah bukti (atau bahkan keterangan sebelumnya: (hlm. 223—224)
Pengacara : ‘Petugas Senior Brown, bisa tolong katakan pada persidangan, berapa lama Anda telah bekerja bekerja di Lapas?’
Saksi : ‘Lima belas tahun.’
Pengacara : ‘Tolong juga katakan profesi apa yang Anda jalani sebelum Anda bergabung ke Lapas.’
Saksi : ‘Saya adalah Sersan di Kepolisian.’
Pengacara : ‘Anda tentunya mengetahui banyak tentang kejahatan dan penjahat?’
Saksi : ‘Saya harap demikian.’
Pengacara : ‘Saya yakin persidangan ini merasa terhormat dengan hadirnya seseorang yang telah memberikan begitu banyak jasa pada negeri kita hari ini. Saya yakin kita semua akan menghargai bukti Anda dengan nilai yang selayaknya.’
Saksi : ‘Terima kasih.’
Pengacara : ‘Anda mempunyai pengalaman lima belas tahun?’
Saksi : ‘Ya.’
Pengacara : ‘Pada hari kejadian, Anda mulai bekerja pada pukul satu?’
Saksi : ‘Ya.’
Pengacara : ‘Anda istirahat makan pada pukul lima?’
Saksi : ‘Ya.’
Pengacara : ‘Anda melihat klien saya berjalan menuruni tangga dengan pisau di tangan dan memakai topi?’
Saksi : ‘Ya.’
Pengacara : ‘Waktu itu ada 150 napi di aula. Apakah Anda setuju bahwa kemungkinan kecil, orang tersebut bukan klien saya, tetapi orang lain yang juga memakai topi?’
Saksi : ‘Ya, saya rasa ada kemungkinan demikian.’
Pengacara : ‘Ada banyak yang terjadi pada malam itu. Ada suara ribut, asap, dan api. Jadi ada kemungkinan orang Anda lihat memakai topi, adalah seseorang yang mirip dengan klien saya?’
Saksi : ‘Ya, bisa saja.’
Pengacara : ‘Saya prihatin Anda terluka malam itu—saya rasa sekarang Anda sudah sembuh total. Anda terluka dan banyak kejadian di sekeliling Anda. jadi, apakah ada kemungkinan cukup besar seseorang yang berperawakan mirip dengan klien saya, seseorang yang memakai pakaian napi, ternyata bukan klien saya? Saya tidak mengatakan Anda salah, tetapi setujukah Anda bahwa ada kemungkinan cukup besar Anda keliru?’
Saksi : ‘Ya, Anda mungkin benar.’
Pengacara : ‘Jadi kita semua setuju, Petugas Senior Brown, ada kemungkinan cukup besar orang yang Anda lihat adalah orang lain yang berperawakan sama dan memakai topi.’ (diakhiri menggunakan nada suara intonasi ‘?’ sekaligus nada seru ‘!’ disaat bersamaan, suatu teknik distraksi perhatian, seolah-olah sedang bertanya namun sebenarnya menusukkan pernyataan.)
“Petugas ini telah memasuki lembah yang licin. Dia mulai dengan menyetujui bahwa ada kemungkinan kecil ia telah salah mengidentifikasikan tertuduh. Pada akhirnya, ia setuju bahwa ada kemungkinan cukup besar ada orang lain yang memakai topi. Anda mungkin yakin bahwa Anda tidak akan terjebak oleh taktik seperti ini, tetapi jika Anda berada dalam lingkungan yang asing, apalagi jika Anda dilunakkan oleh sanjungan pengacara, Anda akan terpancing untuk menjawab dengan jawaban pendek dan cepat, tanpa pikir, dan akhrnya Anda juga bisa terjebak. (hlm. 224—225)
“Pemeriksaan silang telah berakhir, tetapi Anda belum bisa rileks. Masih ada satu tahap lagi. Bagian akhir dari proses pemeriksaan bukti adalah pemeriksaan ulang. Pemeriksaan ulang dilakukan oleh pengacara yang memanggil saksi. Targetnya adalah untuk mengkoreksi salah pengertian yang timbul selama pemeriksaan silang. Dalam pemeriksaan ulang, pengacara bisa mengajukan pertanyaan untuk memberi penekanan pada fitur utama dari bukti Anda, fitur yang ia harap akan diingat oleh hakim. (hlm. 225)
Ringkasan
“Banyak petugas Lapas menjalani karirnya tanpa harus hadir di persidangan; ada juga yang akan hadir dari waktu ke waktu, sepanjang karirnya. Apakah Anda hanya hadir sekali atau beberapa kali, penting bagi Anda dan institusi Lapas, untuk mempresentasikan bukti Anda secara jelas dan profesional. (hlm. 225)
Bukan hanya memori hakim yang dapat membias, namun juga ingatan saksi yang memberikan kesaksiannya di hadapan persidangan, akibat jeda waktu yang menjadi musuh utama dari ingatan seorang manusia (suatu hal yang manusiawi sifatnya, tidak dapat dihindari, namun faktor jalannya waktu tidak semestinya proses persidangan demikian menyita waktu sementara memori saksi terus menguap).
Contoh, bagaimana mungkin kita diharapkan dapat memberi keterangan / kesaksian, bila kita sendiri bahkan gagal untuk mengingat secara tepat, apa yang kita makan dan baju warna apa yang kita kenakan satu minggu yang lalu? Kita bahkan menemukan diri kita sering lupa, dimana kita menaruh kunci rumah kita sendiri.
Tidak ada larangan untuk mengedukasi dan melakukan briefing bersama dengan calon saksi yang akan dihadapkan ke persidangan. Terdapat beberapa hal yang patut disampaikan kepada para calon saksi, oleh penasehat hukum terdakwa, jaksa, penggugat, maupun pihak tergugat:
- Saksi perlu menanamkan mind set dalam benaknya, bahwa di ruang sidang bukanlah pengacara yang menjadi “bintang” utamanya, namun saksi yang akan didengar keterangannya, karena pada hari itu ialah hari pembuktian dengan agenda acara mendengarkan keterangan saksi;
- Jangan membiarkan diri didikte / diarahkan oleh penasehat hukum pihak lawan. Bila pengacara lawan terus mengitervensi keterangan saksi, saksi dapat meminta izin pada Majelis Hakim agar keterangan saksi dapat disampaikan secara tuntas tanpa harus selalu diintervensi pengacara lawan, sehingga keterangan yang disampaikan tuntas, utuh, tanpa terpenggal-penggal;
- Selalu terlebih dahulu memberikan “gambaran besar” (the big picture), sebelum memberikan gambaran detail suatu perkara;
- Katakan “tahu” atas apa yang benar-benar masih segar dalam ingatan, atau yang sungguh-sungguh masih teringat jelas, dan bila ada yang kurang jelas dalam suatu memori, maka katakan pada hakim bahwa Anda “tidak ingat” atau menyatakan “sejauh yang masih teringat oleh saya setelah berselang waktu ini, yang mungkin saja ada kesalahan ingat namun bukan berarti keterangan lainnya dari saya menjadi meragukan kebenarannya, bahwa ...”. Bukanlah hal mudah untuk menjadi seorang saksi yang jujur, namun tidak juga “naif”;
- Gunakan ‘bahasa aksi’, bukan ‘bahasa rasa’. Semisal, sampaikan bahwa “Terdakwa mengambil pisau itu setelah adu mulut dengan korban”, alih-alih “Terdakwa membunuh korban karena korban membuat kesal Terdakwa”. Hindari sifat subjektif (terkait selera pribadi atau perasaan pihak-pihak lain), namun tetap fokus pada fakta objektif;
- Seorang saksi juga berhak untuk membantah pernyataan pihak pengacara lawan, dengan menyatakan pada hakim: “Yang mulia, pertanyaan penasehat hukum terdakwa tidak relevan, untuk diajukan karena tidak terkait substansi perkara.” Ingat selalu, yang memegang kendali pengadilan, ialah hakim, bukan pengacara lawan, dan seorang saksi punya hak untuk diam (karena sifat kesaksian ialah kesukarelaan saksi yang hadir);
- Ungkapkan terlebih dahulu aksi yang penting, baru detail seputar momen, agar pendengar tidak menjadi bosan. Sebagai contoh : “Terdakwa mengambil pisau dan menusuk tepat di perut korban. Mulanya, korban ke selnya di ruang isolasi yang sedang terjadi keributan, lalu dengan pisau sepanjang 15 sentimeter itu ia menemukan korban di halaman, terjadi aksi perang mulut, lalu sesaat kemudian korban tidak dapat mengelak dari pisau tersebut yang tiba-tiba ditusukkan terdakwa ke perut korban, sehingga seluruh mata pisau masuk ke dalam perut korban.”
- Gunakan suara yang tidak terlampau keras dan perlahan, tidak perlu terburu-buru. Jika suara Anda terlampau pelan, hakim pasti akan menegur dan meminta Anda untuk lebih mengeraskan suara. Tujuannya, ketika suara seorang saksi tidak terlampau kencang terdengar, maka mau tidak mau hakim harus berusaha untuk menaruh minat dan perhatian matanya penuh konsentrasi pada suara Anda dengan saksama. Dengan itu, harapannya segala pesan seorang saksi dapat terkomunikasikan dari ‘mata’ ke ‘mata’, bukan sekadar bunyi keras yang mengganggu seperti bunyi dengung nyamuk yang tidak ingin didengarkan. Menyampaikan keterangan dengan kepercayaan diri, tidak identik dengan suara yang keras dan lantang. Sampaikanlah dengan cara yang elegan;
- Sampaikan keterangan secara kronologis, jangan mau diarahkan agar Anda memberi keterangan dari tengah-tengah peristiwa momen kejadian ke momen kejadian lain yang saling melompat, karena fakta hukumnya menjadi bias dan sukar dicerna hakim yang tidak melihat secara langsung kejadian di TKP;
- Anda selaku saksi selalu berhak untuk menjawab ataupun tidak menjawab pertanyaan hukum pengacara lawan, atau bahkan bila perlu menyatakan keberatan atas sikap pengacara lawan yang bersikap tendensius dan memiliki praduga bahkan sebelum mengajukan pertanyaan atau seolah ‘bertanya namun tidak mau mendengarkan jawaban’;
- Gunakan intonasi / nuansa nada suara yang ‘datar’, hindari penggunaan nada bicara yang naik-turun layaknya orasi, terlebih keterangan yang diberikan secara menggebu-gebu. Sekalipun Anda yakin betul apa yang pernah Anda lihat dan ingin Anda berikan keterangan yang Anda lihat dalam kesaksian yang kini Anda berikan, cobalah untuk tetap bersikap tenang, kontrol tempo suara sebatas secara ‘datar’ dan tenang. Untuk penekanan, gunakan teknik duplikasi keterangan, dalam artian diselipkan kembali fakta penting yang sebetulnya telah ia sampaikan, yang menurut saksi adalah esensi kejadian yang terpenting sepanjang waktu dirinya menyampaikan keterangan;
- Tidak perlu takut dengan ruang sidang, karena bukanlah seorang saksi yang menjadi terdakwanya, kecuali kesaksian diberikan secara palsu atau manipulatif;
- Penting juga untuk mengingatkan saksi, agar berhati-hati dengan ingatannya sendiri, karena kerap terjadi seseorang salah ingat atau ingatannya tercampur-aduk dengan fragmen-fragment memori dalam momen lain yang tidak saling berhubungan, sehingga penting untuk merekonstruksi peristiwa dalam kepingan-kepingan ingatan;
- Tidak ada kewajiban bagi saksi untuk selalu harus menatap wajah terdakwa;
- Ingatkan saksi, bahwa menyerang selalu lebih sukar daripada membantah dan bertahan. Saksi dari pihak Jaksa maupun dari pihak Penggugat, selalu berada pada sudut yang lebih berat, karena harus membuktikan dalil dan tuduhan. Sebaliknya, ‘nila setitik dapat rusak susu sebelangan’, dan itulah yang tepatnya yang dimanfaatkan dengan sangat baik oleh pihak penasehat hukum Terdakwa ataupun Tergugat.
- Sebagai seorang saksi, tidak boleh bersikap naif, seolah pengacara lawan hadir untuk menghadirkan dan membantu saksi untuk mengungkap kebenaran. Tujuan utama pengacawa lawan disewa oleh lawan / terdakwa, tidak lain untuk menjegal penemuan / pengungkapan kebenaran. Ruang sidang adalah “ruang pertempuran”, itulah yang harus ditanamkan kepada setiap pemahaman calon saksi, sebelum maju ke ruang sidang;
- Saksi harus terus ingat sebelum dan saat di ruang sidang, bahwa yang sedang memberikan keterangan adalah sang saksi itu sendiri, bukan pengacara lawan, sehingga yang semestinya memegang kendali ialah pihak saksi itu sendiri. Saksi yang pandai dan terampil, bahkan sebaliknya, mampu mengendalikan jalannya persidangan maupun pengacara lawan;
- Jangan meremehkan, namun juga jangan terlampau tegang;
- Berlindunglah atau carilah perlindungan pada hakim, ketika saksi merasa pihak pengacara lawan mulai melakukan teknik intimidasi lewat kata-kata dalam pertanyaan yang diajukan olehnya. Katakan saja, bila Anda memang merasa “tidak nyaman oleh pertanyaan tendensius pihak pengacara lawan”. Buat agar hakim memiliki kesan negatif pada pengacara lawan;
- Jadikan cara-cara pengacara lawan yang mengajukan pertanyaan secara tidak etis, sebagai bumerang bagi pihak pengacara lawan itu sendiri sehingga timbul citra negatif bagi sang pengacara lawan di mata hakim. Pengacara lawan juga memiliki resiko ketika melakukan manuver akrobatik ‘kata’ yang dipakainya di ruang sidang, atau ketika terlampau bertele-tele yang membuang waktu. Seperti, sesekali perlu disampaikan kepada sang pengacara lawan yang terus menginterupsi atau bahkan menggurui seorang saksi: “Sebenarnya yang sedang memberikan kesaksian atau yang menjadi saksi, itu saya atau Anda?”;
- Sangat tidak boleh seorang saksi berasumsi bahwa hakim mampu membaca isi hati atau gambaran ingatan dalam memori sang saksi. Semua itu harus dikomunikasikan / sajikan lewat bahasa tubuh dan secara lisan di hadapan persidangan. Jangan pernah berkata dalam hati: “Anda bisa mengerti maksud saya kan, Pak Hakim?!” Hanya Anda sendiri yang tahu betul isi pikiran dan ingatan Anda, jadi tuangkanlah dalam bahasa lisan yang jelas dan utuh;
- dan lain sebagainya perihal tata cara persidangan dan etika komunikasi maupun teknik dialogis seputar hukum yang perlu diperhatikan dan diwaspadai, agar proses pemberian keterangan berjalan efektif dan efisien.
Tidaklah penting seberapa banyak keterangan / kesaksian diberikan di hadapan persidangan. Yang paling penting, bagaimana poin-poin terpenting dari fakta yang disajikan dapat “berkesan” atau setidaknya “tersangkut” dalam benak dan memori jangka panjang hakim. Para pakar memori menemukan, suatu hal yang memiliki kesan dapat tertanam kuat dalam memori jangka panjang.
Telah banyak penelitian ilmiah memaparkan, lewat dari satu minggu, kurang dari 50% uraian yang pernah kita dengar, akan terlupakan dari memori jangka pendek. Lewat dari 1 bulan, tidak kurang dari 75% informasi akan lenyap dari ingatan. Jangan berharap / bergantung / mengandalkan “rajin” atau tidaknya panitera yang mendampingi hakim saat mencatat jalannya persidangan maupun mendokumentasi berita acara keterangan saksi.
Terkadang, sedikit keterangan, sepanjang itu mengena, memiliki kesan, bahkan mengandung muatan dramatis (tanpa bermaksud sengaja mendramatisir), akan lebih ‘menohok’ kesadaran hakim yang memeriksa perkara. Hakim juga adalah seorang manusia, yang memiliki perasaan dan hati. Saksi yang terampil, selalu mampu untuk mengetuk perasaan dan hati seorang hakim. Sementara tugas utama seorang pengacara lawan, tentu saja, untuk “membutakan” hakim dari fakta demi kemenangan sang klien—jika perlu menutupi fakta hukum yang terpenting. Pengacara lawan memang dibayar mahal, untuk melakukan tugas-tugas semacam itu.
Tidak pernah ada istilah “kode etik” di ruang sidang, yang ada ialah “menang” atau “kalah”. Yang pandai yang akan keluar sebagai “juara”, bukan yang paling “jujur” dan “benar” yang akan dikabulkan / dimenangkan perkaranya. Pengacara disewa dan dibayar bukan untuk menegakkan kebenaran, namun untuk kepentingan sang klien. Tidak ada yang ideal, dalam sebuah pertempuran.
Ketika mempersiapkan calon saksi, penting juga untuk memahami hak asasi mereka selaku saksi, dimana mereka berhak untuk tidak berbuat “dosa” dengan menyampaikan keterangan yang bisa jadi terbuka “peluang keliru”. Untuk itu, sampaikan pada sang calon saksi, bahwa mereka selalu berhak untuk memulai penyampaikan kesaksian mereka dengan membukanya dengan kalimat pendahuluan sebagai berikut: “Memang ada kemungkinan saya salah ingat, namun sejauh yang masih mampu saya ingat, dengan kemampuan terbaik saya untuk mencoba mengingat kembali memori kejadian saat itu, bahwa ...
Saksi yang memberikan keterangan tanpa beban mental—moril, adalah saksi yang dapat memberi keterangan secara maksimal, apa adanya, terlepas hakim akan memercayainya atau tidak. Kalah secara jujur, selalu lebih indah daripada menang diatas ketidak-jujuran. Setelah tugas menyuguhkan bukti kesaksian telah dituntaskan, maka yang memutus perkara bukanlah lagi urusan seorang saksi ataupun Jaksa—dan itu sudah diluar kemampuan kontrol kita.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.