Dokumen Proses Penerbitan Sertifikat Tanah (Warkah), dapat Diakses Publik pada Kantor Pertanahan (BUKAN RAHASIA NEGARA)

LEGAL OPINION
Question: Berkas-berkas terkait sertifikat tanah, seperti berkas yang ada di BPN ataupun di kantor lelang negara, itu boleh diminta dilihat oleh publik? Koq selama ini orang BPN maupun petugas Kantor Lelang Negera tidak kasih izin untuk akses berkas itu, katanya “rahasia”.
Brief Answer: Baik dokumen warkah tanah di Kantor Pertanahan maupun instansi pemerintah lain terkait suatu hak atas tanah, merupakan domain publik—dalam artian menjadi hak publik untuk melihat, atau jika perlu meminta salinan terlegalisir, karena memang bukan suatu dokumen rahasia yang perlu dirahasiakan menurut rezim hukum keterbukaan informasi publik. Kaedah demikian merupakan konkretisasi asas transparansi dan akuntabilitas kinerja aparatur negara terkait pelayanan terhadap masyarakat (publik).
PEMBAHASAN:
Di Belanda, warkah tanah dapat diakses oleh publik secara online, cukup dengan membayar Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), semisal oleh calon peminat yang hendak membeli atau menjadi peserta lelang eksekusi hak atas tanah, agar tidak “membeli kucing dalam karung”. Sistem adminitrasi di Belanda telah membuktikan, bahwa tiada urgensi untuk merahasiakan dokumen terkait hak atas tanah. Di Indonesia, barulah hanya sebatas bagi calon peminat akuisisi saham Perseroan Terbatas yang dimungkinkan mengakses informasi terkait data Perseroan.
Namun tampaknya Mahkamah Agung RI masih bersifat konservatif dalam konteks pertanahan, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan dalam putusan Mahkamah Agung RI sengketa keterbukaan informasi terkait hak atas tanah register Nomor 322 K/TUN/KI/2017 tanggal 1 Agustus 2017, perkara antara:
- HUNDA Y MIHING, sebagai Pemohon Kasasi, semula selaku Termohon Keberatan; melawan
- KEPALA KANTOR PERTANAHAN KOTA PALANGKA RAYA, selaku Termohon Kasasi dahulu sebagai Pemohon Keberatan.
Pasal 47 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Undang-Undang KIP), menyatakan: pengajuan gugatan dilakukan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara apabila yang digugat adalah Badan Publik Negara. Pengajuan gugatan hanya dapat ditempuh apabila salah satu atau para pihak yang bersengketa secara tertulis menyatakan tidak menerima putusan ajudikasi dari Komisi Informasi, paling lambat 14 hari kerja setelah diterimanya Putusan tersebut.
Kantor Pertanahan mengajukan Permohonan Keberatan atas Putusan Komisi Informasi Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 024/X/KI Kalteng-PS-A-M-A/2016 tanggal 05 Desember 2016, yang mengabulkan permohonan Pemohon Informasi, dengan pertimbangan serta amar putusan Majelis Komisioner Komisi Informasi Publik, sebagai berikut:
(4.39) Menimbang, Majelis Komisioner berpendapat bahwa Termohon dalam memberikan surat pemberitahuan tertulis atas permohonan informasi publik yang diajukan oleh Pemohon tidak menyertakan hasil pengujian uji konsekuensi yang dinyatakan secara tertulis, oleh karenanya alasan Termohon menyatakan informasi yang dimohonkan Pemohon merupakan informasi yang dikecualikan, tidak dapat diterima, hal tersebut sebagaimana diatur dalam Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik;
(4.40) Menimbang bahwa setiap orang yang berkepentingan berhak mengetahui data fisik dan data yuridis yang tersimpan di dalam Peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur dan buku tanah, hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 34 Ayat (1) PP 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
(4.43) Menimbang bahwa Informasi tertulis tentang data fisik dan data yuridis mengenai sebidang tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk Surat Keterangan Pendaftaran Tanah, sebagaimana diatur dalam Pasal 187 ayat 1 Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
(4.45) Menimbang bahwa data dan dokumen proses penerbitan sertifikat, merupakan informasi yang wajib tersedia setiap saat, sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Juncto Pasal 13 ayat (1) huruf b Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik;
(4.48) Menimbang, Majelis Komisioner berpendapat bahwa data dan dokumen Proses penerbitan sertifikat an. Elisa Lambung dan Erwin Marpaung pada Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI Kantor Pertanahan Kota Palangka Raya tidak cukup beralasan untuk dinyatakan sebagai informasi yang dikecualikan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kota Palangka Raya;
Memutuskan:
(6.1) Mengabulkan permohonan Pemohon untuk keseluruhan;
(6.2) Menyatakan bahwa informasi tentang data dan dokumen proses penerbitan sertifikat, terbuka dan dapat diakses oleh Publik;
(6.3) Memerintahkan kepada Termohon untuk memberikan informasi sebagaimana tersebut dalam paragraf (6.2) kepada Pemohon sejak Putusan ini berkekuatan hukum tetap;
(6.4) membebankan biaya penggandaan salinan dokumen kepada Pemohon.”
Kantor Pertanahan mengajukan keberatan dengan berlindung dibalik norma Pasal 192 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 (yang notabene dibentuk saat Era Rezim Orde Baru yang memiliki semangat ketertutupan terhadap publik):
(3) Dengan izin tertulis dari Kepala Kantor Wilayah kepada instansi yang memerlukan untuk pelaksanaan tugasnya dapat diberikan petikan, salinan atau rekaman dokumen pendaftaran tanah yang tersimpan di Kantor Pertanahan.
(4) Dengan izin Kepala Kantor Wilayah kepada pemegang hak yang bersangkutan dapat diberikan petikan, salinan atau rekaman dokumen pendaftaran tanah yang menjadi dasar pembukuan hak atas namanya yang tersimpan di Kantor Pertanahan.”
Pasal 12 ayat (4) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pelayanan Informasi Publik di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional, menyebutkan: “Informasi yang dikecualikan Buku Tanah, Surat Ukur, dan Warkahnya.”
Yang dapat meminta data-data berupa Warkah, Surat Ukur dan Buku Tanah adalah pemegang hak yang bersangkutan itu sendiri, yaitu pemilik Sertifikat an. Elisa Yansen Lambung dan Erwin Marpaung. Dimana kepadanya dapat diberikan petikan, salinan atau rekaman dokumen pendaftaran tanah yang menjadi dasar pembukuan hak atas namanya yang tersimpan di Kantor Pertanahan, maupun kepada instansi pemerintah dengan izin tertulis dari Kepala Kantor Pertanahan yang memerlukan untuk pelaksanaan tugasnya (Pasal 192 Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 3 Tahun 1997) dengan tetap melindungi hak pribadi (privasi seseorang).
Adapun yang dimaksud dengan “pihak berkepentingan” yang dapat diberikan data fisik dan yuridis berdasarkan Pasal 1 Angka (11) Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 3 Tahun 1997, yakni: pihak yang berkepentingan adalah pemegang hak dan/atau pihak–pihak lain yang mempunyai kepentingan mengenai bidang tanah
Apabila ada keberatan atas pasal-pasal dari peraturan tersebut, merupakan kewenangan / hak uji materiil di Mahkamah Agung Republik Indonesia, bukan kewenangan Komisi Informasi Publik untuk menilai. Dengan demikian Kantor Pertanahan mendalilkan, informasi perihal Warkah, Buku Tanah, dan Surat Ukur merupakan informasi yang dikecualikan dari domain publik, sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 2013 Pasal 12 Ayat (4): “Buku Tanah, Surat Ukur dan Warkah termasuk informasi yang dikecualikan”, serta dikategorikan pada hak-hak pribadi berdasarkan Pasal 6 ayat (3) Huruf (c) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 yaitu: “Informasi Publik yang tidak dapat diberikan oleh badan Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: Informasi yang berkaitan dengan hak-hak pribadi”. Pasal 17 Huruf (h) Angka (3): “Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon informasi publik dapat mengungkap rahasia pribadi yaitu: Kondisi Keuangan, Aset, Pendapatan dan rekening bank seseorang.”
Sedangkan permohonan Pemohon (Hunda Y Mihing) untuk memperoleh informasi berupa Surat Ukur, Buku Tanah dan Warkah merupakan rahasia pribadi (pemegang Sertifikat atas nama Elisa Yansen Lambung dan Erwin Marpaung), yang mana hal tersebut merupakan hak-hak pribadi seseorang.
Dalam pengajuan permohonan, pemohon tidak menjelaskan maksud dan penggunaan / pemanfaatan data yang diminta, sedangkan pemohon bukan pemilik Sertifikat Hak Milik dimaksud. Oleh karena itu untuk mengantisipasi “penyalah-gunaan” data dan menjamin kerahasiaan informasi yang berkaitan dengan hak-hak pribadi maka informasi yang dimohon, tidak dapat dipenuhi.
Permohonan Pemohon (Hunda Y Mihing) dinilai bertentangan dengan Pasal 4 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang mengatur: “Setiap Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan permintaan Informasi Publik disertai alasan permintaan tersebut.”
Secara antiklimaks, terhadap permohonan kebaratan yang diajukan Kantor Pertanahan, Pengadilan Tata Usaha Negara Palangka Raya kemudian menjatuhkan putusan Nomor 02/G/KI/2017/PTUN.PLK tanggal 16 Maret 2017, dengan yang amar sebagai berikut:
MENGADILI :
1. Mengabulkan Permohonan Keberatan dari Pemohon Keberatan;
2. Menyatakan Batal Putusan Komisi Informasi Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 024/X/KI KALTENG-PS-A-M-A/2016 tanggal 5 Desember 2016 yang dimohonkan pemeriksaannya tersebut.”
Pihak warga Pemohon Informasi mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok keberatan dengan merujuk preseden yang sebelumnya ada, yakni salah satunya Putusan Mahkamah Agung No 121 K/TUN/2017 pernah memutuskan “menolak kasasi yang diajukan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang / BPN.”. Preseden tersebut meneguhkan prinsip bahwa dokumen Hak atas Tanah (vide Pasal 16 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria), termasuk informasi tentang data dan dokumen proses penerbitan sertifikat, terbuka dan dapat diakses oleh publik.
Semula, Forest Watch Indonesia memenangkan rangkaian sidang perkara ditingkat Komisi Informasi Pusat (KIP) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk corak kasus yang serupa, yakni permohonan akses dokumen terkait penerbitan hak atas tanah. BPN diwajibkan oleh pengadilan untuk membuka dokumen hak atas tanah kepada publik. Bila tidak dibuka bagi publik, dikhawatirkan terjadi “privatisasi” tanah maupun sumber daya air di Indonesia oleh segelintir pihak pemodal, sementara hak atas tanah memiliki “fungsi sosial” (hak publik tersangkut-paut sebagai pihak yang berkepentingan).
Hak atas Tanah (vide Pasal 16 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria), termasuk informasi tentang data dan dokumen Proses penerbitan sertifikat berdiri diatas “tanah negara” yang berarti erat kaitannya dengan “kepentingan publik”, dan sudah menjadi keharusan bagi badan publik memastikan bahwa masyarakat dapat mengakses informasi dimaksud.
Urgensi terbukanya dokumen terkait hak atas tanah, termasuk informasi tentang data dan dokumen proses penerbitan sertifikat dapat memudahkan jalan penyelesaian bagi konflik-konflik tenurial yang selama ini terjadi antar masyarakat, atau antara masyarakat dengan perusahaan. Selama ini, ketiadaan akses terhadap dokumen terkait tanah, menyebabkan konflik yang berkepanjangan. Informasi yang berkaitan terkait hajat hidup rakyat banyak sudah seharusnya terbuka.
Semestinya Badan Pertanahan Nasional proaktif merevisi peraturan-peraturan yang tidak sesuai dengan semangat keterbukaan informasi di era reformasi, membenahi sistem pelayanan informasi publik, dan aktif melibatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Pasal 11 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, mengatur: “Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik setiap saat yang meliputi:
b. Hasil keputusan Badan Publik dan pertimbangannya; [Note SHIETRA & PARTNERS: Pemberian hak atas tanah berupa sertifikat, terbit dengan didahului penetapan / keputusan pejabat tata usaha negara.]
c. Seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya;
d. Rencana kerja proyek termasuk didalamnya perkiraan pengeluaran tahunan Badan Publik;
e. Perjanjian Badan Publik dengan pihak ketiga.”
Pemohon informasi mendalilkan pula, keberadaan Undang-undang tentang Keterbukaan Informasi Publik sangat penting sebagai landasan hukum yang berkaitan dengan: (1) hak setiap Orang untuk memperoleh Informasi; (2) kewajiban Badan Publik menyediakan dan melayani permintaan Informasi secara cepat, tepat waktu, biaya ringan/proporsional, dan cara sederhana; (3) pengecualian bersifat ketat dan terbatas; (4) kewajiban Badan Publik untuk membenahi sistem dokumentasi dan pelayanan Informasi.
Setiap Badan Publik, mempunyai kewajiban untuk membuka akses atas Informasi Publik yang berkaitan dengan Badan Publik tersebut untuk masyarakat luas. Lingkup Badan Publik dalam Undang-undang ini meliputi lembaga eksekutif, yudikatif, legislatif, serta penyelenggara negara lainnya yang mendapatkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) / Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Melalui mekanisme dan pelaksanaan prinsip keterbukaan, akan tercipta kepemerintahan yang baik dan peran serta masyarakat yang transparan dan akuntabilitas yang tinggi sebagai salah satu prasyarat untuk mewujudkan pemerintahan yang bersendikan demokrasi dan reformasi.
Dengan membuka akses publik terhadap Informasi diharapkan Badan Publik termotivasi untuk mampu mempertanggung-jawabkan dan berorientasi pada pelayanan rakyat yang optimal, yang pada gilirannya dapat mempercepat perwujudan pemerintahan yang terbuka yang merupakan upaya strategis mencegah praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), demi terciptanya kepemerintahan yang baik.
Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan yang bersifat orthodoks perspektif era rezim khas otoriter yang penuh “kerahasiaan”, sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, putusan Judex Facti sudah benar dan tidak terdapat kesalahan dalam penerapan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa kelengkapan proses penerbitan Sertifikat hak atas tanah termasuk warkah, surat ukur, buku tanah adalah informasi yang dikecualikan dibidang pertanahan, dan yang mempunyai hak untuk memperoleh informasi tersebut adalah nama yang tercantum dalam informasi tersebut dan pihak lain yang mendapat persetujuan tertulis dari nama yang tercantum dalam dokumen tersebut, atau instansi yang memerlukan informasi tersebut untuk pelaksanaan tugasnya;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: HUNDA Y MIHING tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: HUNDA Y MIHING tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.