Standar Ganda Pengadilan Tata Usaha Negara terkait Sengketa Kepemilikan

LEGAL OPINION
Question: Katanya jika sengketa kepemilikan tanah, itu bukan kewenangan PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) sekalipun yang dipersengketakan ialah sertifikat tanah yang dibuat oleh Kantor Pertanahan. Tapi mengapa sengketa kepemilikan izin konsesi lahan dengan perusahaan lain, bisa diajukan ke PTUN? Logika semacam itu, entah bagaimana rasanya sulit dicerna.
Brief Answer: Selama ini rezim hukum PTUN menerapkan dua standar ganda, yakni antara rezim hak kepemilikan dan rezim perizinan. Dalam rezim hukum hak kepemilikan, maka menjadi domain kompetensi absolut dari Pengadilan Negeri. Sementara dalam rezim perizinan, sekalipun memang terdapat unsur sengketa kepemilikan perizinan dengan pihak ketiga, berdasarkan praktik peradilan yang selama ini terjadi, dimungkinkan untuk mengajukan sengketa ke hadapan PTUN, sekalipun keduanya sama-sama terkait pengelolaan bidang tanah—yang tentunya, pihak ketiga tersebut sejatinya sangat berkepentingan untuk juga turut menjadi pihak-pihak yang didengar pembelaan diri serta argumentasinya oleh pengadilan (biasanya menarik diri secara proaktif sebagai Tergugat Intervensi).
PEMBAHASAN:
Salah satu ilustrasi konkret yang dapat SHIETRA & PARTNERS angkat sebagai rujukan, tertuang dalam putusan Mahkamah Agung RI sengketa Tata Usaha Negara register Nomor 135 PK/TUN/2012 tanggal 05 Maret 2013, perkara antara:
I. PT. PRIBUMI SANGA-SANGA COAL; II. BUPATI KUTAI KARTANEGARA, sebagai Pemohon Peninjauan Kembali I & II, semula selaku Tergugat II Intervensi & Tergugat; melawan
- PT. SAWIT KALTIM LESTARI, selaku Termohon Peninjauan Kembali dahulu Penggugat.
Yang menjadi obyek gugatan ialah Keputusan Bupati Kutai Kartanegara tertanggal 6 November 2008, tentang Pemberian Kuasa Pertambangan Eksplorasi, atas nama PT. Pribumi Sanga-Sanga Coal, seluas 3.843 Ha. Terhadap gugatan Penggugat, dalam sanggahannya pihak Tergugat mendalilkan, walaupun dalam gugatan Penggugat (PT. Sawit Kaltim Lestari) telah mendalilkan objek gugatannya adalah Surat Keputusan Bupati Kutai Kartanegara tentang Pemberian Kuasa Pertambangan Eksplorasi kepada Tergugat II Intervensi (PT. Pribumi Sanga-Sanga Coal), akan tetapi dalam sebagian besar gugatannya, Penggugat justru lebih menonjolkan dalil “tumpang-tindih” (overlapping) antara areal ijin Kuasa Pertambangan (KP) batubara yang dimiliki oleh Tergugat II Intervensi dengan areal Ijin Lokasi perkebunan kelapa sawit yang dimiliki oleh Penggugat.
Dengan adanya klaim tumpang-tindih atau overlapping demikian, maka pokok gugatan Penggugat bukan lagi masalah Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN), yang seharusnya menjadi objek tunggal gugatan sengketa Tata Usaha Negara, akan tetapi sudah menyangkut hak keperdataan para pihak atas penguasaan suatu areal. Sehingga sengketa kepemilikan merupakan yurisdiksi Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus perkara, bukan wewenang Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Oleh karena itu pihak Tergugat berpendirian, terlebih dahulu harus dibuktikan oleh Penggugat apakah telah terjadi tumpang-tindih atau adakah konflik kepentingan sehubungan dengan adanya ijin Kuasa Pertambangan dan Ijin Lokasi perkebunan kelapa sawit pada areal yang sama.
Adapun pemeriksaan mengenai terbukti atau tidak terbukti adanya tumpang-tindih antara ijin Kuasa Pertambangan dan Ijin Lokasi perkebunan kelapa sawit, secara absolut merupakan kompetensi Majelis Hakim Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutuskannya, dan bukan kewenangan PTUN.
Terhadap gugatan pihak Penggugat maupun sanggahan Tergugat, yang kemudian menjadi amar Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda Nomor 32/G/2009/PTUN.SMD., Tanggal 10 Maret 2010, sebagai berikut:
MENGADILI :
I. Dalam Eksepsi:
- Menolak Eksepsi Tergugat dan Tergugat II Intervensi seluruhnya;
II. Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan Gugatan Penggugat Untuk Seluruhnya.
2. Menyatakan batal Surat Keputusan Bupati Kutai Kartanegara Nomor ... tanggal 6 November 2008 Tentang Pemberian Kuasa Pertambangan Eksplorasi terletak di Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara, Propinsi Kalimantan Timur, seluas 3.843 Ha, atas nama PT. Pribumi Sanga-Sanga Coal;
3. Memerintahkan Tergugat untuk mencabut Surat Keputusan Bupati Kutai Kartanegara Nomor ...tanggal 6 November 2008 Tentang Pemberian Kuasa Pertambangan Eksplorasi terletak di Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara, Propinsi Kalimantan Timur, seluas 3.843 Ha, atas nama PT. Pribumi Sanga-Sanga Coal;
4. Menyatakan Penetapan Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda Nomor 32/G/2009/PEN. PTUN.SMD tanggal 10 Maret 2010 Tentang Perintah Kepada Tergugat Untuk Menunda Tindak-Lanjut Pelaksanaan administratif Keputusan Tata Usaha Negara Obyek Sengketa berupa Keputusan Bupati Kutai Kartanegara Nomor ... tanggal 6 November 2008 Tentang Pemberian Kuasa Pertambangan Eksplorasi terletak di Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara, Propinsi Kalimantan Timur, seluas 3.843 Ha, atas nama PT. Pribumi Sanga-Sanga Coal, tetap dipertahankan dan dinyatakan tetap berlaku dan berkekuatan hukum sampai adanya Putusan Pengadilan Yang Berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) dalam perkara ini.”
Dalam tingkat banding, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta dalam putusannya Nomor 116/B/2010/PT.TUN.JKT., tanggal 22 September 2010, menyatakan amar: “Menguatkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda”. Berlanjut pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung dalam ptuusannya Nomor 104 K/TUN/2011, Tanggal 08 April 2011, juga menguatkan putusan sebelumnya.
Pihak Tergugat Intervensi mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan Peninjauan Kembali I tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, karena putusan Judex Juris sudah tepat dan benar yaitu tidak terdapat kekhilafan Hakim atau kekeliruan yang nyata sebagaimana dimaksud Pasal 67 huruf (f) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa putusan Mahkamah Agung pada tingkat kasasi yang menguatkan putusan Judex Factie karena terbukti permohonan kasasi lewat waktu (14 hari) sebagaimana ketentuan Pasal 46 Undang-Undang Mahkamah Agung, dan setelah dicermati alasan peninjauan kembali dalam Memori Peninjauan Kembali (huruf A, B, C angka 1-106) tidak dapat melumpuhkan putusan Judex Factie dan Judex Juris, sebaliknya Jawaban Memori Peninjauan Kembali telah menganulir Memori Peninjauan Kembali serta melengkapi argumentasi putusan Judex Factie dan Judex Juris;
“Bahwa objectum in litis diterbitkan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (vide Pasal 53 ayat (2) huruf a dan b Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara) sehingga cacat yuridis, dimana obyek sengketa a quo diatas areal / lahan ijin perkebunan atas nama Penggugat yang belum berakhir jangka waktunya dan merupakan tindakan sewenang-wenang sehingga tidak tertib dalam penyelenggaraan negara, serta tidak menjunjung tinggi asas keterbukaan dan proporsionalitas;
“Bahwa alasan lainnya bersifat pendapat Pemohon Peninjauan Kembali yang tidak dapat menggugurkan pertimbangan hukum Judex Juris;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali I: PT. Pribumi Sanga-Sanga Coal tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali I: PT. PRIBUMI SANGA-SANGA COAL tersebut;
“Menyatakan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali II: BUPATI KUTAI KARTANEGARA tersebut tidak dapat diterima;
Catatan Penutup SHIETRA & PARTNERS:
Apakah putusan diatas bersifat “produktif” ataukah “kontra-produktif” bagi kepentingan pihak Penggugat itu sendiri dikemudian hari? Pepatah klasik selalu lebih bijak menyampaikan: kadang perlu mengalah mundur satu langkah, demi dapat membuka ruang untuk maju beberapa langkah lebih panjang.
Sebaliknya, penggugat justru mengumandangkan “perang dingin” terhadap pihak pemerintah selaku regulator dan pemberi izin, maka dapatlah dipastikan, biaya mahal dalam gugatan tidak sebanding dengan kepastian bahwa setelah izin habis masa belaku, pemerintah tidak akan lagi memberi izin apapun terhadap seorang “musuh” yang telah “menampar” keras wajah pemerintah.
Penggugat telah “menang secara yuridis”, namun disaat bersamaan juga telah “kalah telak secara politis”. Seorang konsultan hukum akan dapat menyampaikan berbagai sisi positif dan sekaligus sisi negatif dari niat mengajukan sebuah gugatan. Pembelajaran memang selalu mahal harganya, bila tidak disertai pandangan jauh kedepan dan opini hukum yang rasional.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.